5 April 2009

868. Penduduk Terzalimi oleh Perusahaan Asing AS

Di tengah-tengah hiruk-pikuknya kampanye saya menangkap seruan melalaui e-mail seperti berikut:
Solidaritas untuk perjuangan warga eks Buyat: Perusahaan tambang emas Newmont AS telah dinobatkan sebagai "Perusahaan Terburuk" oleh penghargaan publik "Public Eye Award". Award ini digalang The Bern Declaration dan Green Peace setiap tahun.
Untuk menguatkan gaung suara publik dunia ini dan juga sejarah berlawan survivor (warga) Buyat yang akhirnya terpaksa bedol desa dari Buyat (tempat beroperasi Newmont Minahasa yang sudah berakhir operasinya) menuju desa Dumiaga, Bolang Mengondow, juga sebagai peringatan tentang kinerja buruk perusahaan tambang di Indonesia dan sikap pemerintah yang lembek.

***

Warga malang penduduk desa Buyat yang terzalimi perusahaan asing asal Denver, Amerika sudah terlupakan. Untuk mengingatkannya kembali, baiklah saya kutip dari Siaran Pers Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)

Jakarta, 17 Februari 2006
Kesepakatan Pemerintah dan Newmont
Setelah melalui persidangan tertutup yang berlarut-larut akhirnya terkuak sudah skenario dibalik negosiasi Pemerintah dengan dan PT Newmont Minahasa Raya dalam perkara perdata pencemaran lingkungan di Teluk Buyat, Sulawesi Utara. Newmont dan Pemerintah akhirnya mengumumkan 'kesepakatan tidak etis senilai 30 juta USD yang mengharuskan pemerintah mencabut Gugatan Perdata senilai 135 juta USD di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Mengapa kesepakatan itu dipandang sebagai hal yang tidak etis? Ini alasan utama dari JATAM dan WALHI: pembayaran kompensasi senilai 30 juta USD dari Newmont kepada Pemerintah jelas-jelas mengalihkan masalah utama penuntutan kejahatan lingkungan menjadi sekedar persoalan ganti rugi biasa. Pemerintah telah mengabaikan tugas utamanya untuk melindungi rakyat yang menjadi korban pencemaran oleh perusahaan tambang. Bukannya menuntut si pelaku ke pengadilan, malah hanya membuat kompromi-kompromi yang justru melemahkan posisi negara dihadapan perusahaan asing Amerika itu. Patut dipertanyakan kredibilitas dan integritas wakil-wakil pemerintah yang melakukan negosiasi dan bisa dengan mudahnya dibohongi oleh Newmont. Patut dicurigai ada deal tertentu. Itu menunjukkan tidak ada kemajuan dari cara pemerintah menangani kasus-kasus kejahatan lingkungan dan HAM oleh korporasi pertambangan skala besar sejak jaman orde baru. Pemerintah selalu tunduk patuh pada kemauan korporasi.

***
Pada 1996, PT Newmont Minahasa Raya (NMR) mulai melakukan operasi penambangan emas pada areal sekitar 600 hektare di Bukit Mesel. Lahan ini dibebaskan secara paksa dari rakyat setempat. "Harganya tidak manusiawi, hanya Rp 250 per meter persegi," ungkap Ramlan, mantan kepala Desa Ratatotok, yang pernah ikut menjemput bos NMR, Richard Linsang, pada 1987. Perusahaan asal Denver, AS ini membuang sebanyak 2.000 ton limbah tailing ke dasar perairan Teluk Buyat setiap harinya. Sejumlah ikan ditemui memiliki benjolan semacam tumor dan mengandung cairan kental berwarna hitam dan lendir berwarna kuning keemasan. Begitu pula pada manusia. Sejumlah penduduk Buyat memiliki benjol-benjol di leher, payudara, betis, pergelangan, pantat dan kepala sejak 1999-2000. Republika mencatat, dari 75 warga setempat yang sempat ditemui dari rumah ke rumah, tak satu pun yang tubuhnya bebas dari penyakit "aneh" itu.(dikutip dari Seri-646). Seperti dijelaskan di atas seluruh pemduduk Buyat telah dipindahkan ke desa Dumiaga, Bolang Mengondow.

Dalam talkshow pada 9 Agustus 2004 di TVRI. Menteri Kesehatan kabinet Megawati mencoba untuk "mengaburkan" kandungan merkuri dalam darah keempat orang penduduk Buyat dengan "membelokkannya" bahwa itu bukan gejala penyakit Minamata dan dengan susah payah Salim Said "menjuruskannya" kembali kepada kandungan merkuri (Hg) dalam darah keempat orang penduduk Buyat tsb, yang telah diperiksa di Jakarta, yang ternyata terbukti tercemar logam berat merkuri (Hg). Kadar total merkuri dalam sampel darah mereka telah melebihi kadar Nilai Ambang Batas (NAB) dalam darah, menurut standar International Programme on Chemical Safety (IPCS), yaitu rata-rata 8 ug/l (mikrogram per liter). Bahkan data di atas dicoba "dilawan" dengan pesta makan ikan di Pantai Lakban. Pesta ini digelar untuk menunjukkan tak ada pencemaran di Teluk Buyat, baik itu yang disponsori oleh PT NMR maupun Menteri Lingkungan Hidup. Menurut penduduk setempat, ikan-ikan yang disantap dalam pesta itu tidak berasal dari Teluk Buyat. Kalau keterangan penduduk itu benar, maka Menteri Lingkungan Hidup Nabiel Makarim telah melakukan kebohongan publik untuk membela PT Newmont.

Firman Allah:
-- ZHR ALFSAD FY ALBR WALBhR BMA KSBAT AYD ALNAS (A. ALRWM, 30:41), dibaca:
-- zhaharal fasa-du fil barri wal bahri bima- kasabat aydin na-si, artinya:
-- muncullah kerusakan di darat dan di laut disebabkan tangan-tangan manusia.

Dalam konteks ulasan ini tangan-tangan manusia itu adalah perusahaan asing Amerika (baca: modal Yahudi) yang di samping menguras kekayaan alam Indonesia, menzalimi pula penduduk dengan menebarkan racun yang merusak lingkungan hidup. WaLlahu a'lamu bisshawab.

***

Makassar, 5 April 2009