14 Juni 2009

878. Hati-hati curhat di internet, Semut Melawan Gajah

Firman Allah:
-- hTY ADzA ATWA 'ALY WAD ALNML QALT NMLt YAYHA ALNML ADKhLWA MSKNKM ….. FTBSM DhAhK MN QWLHA (S.ALNML, 27:18,19), dibaca:
-- hatta- idza- ataw 'ala- wa-din namli qa-lat namlatun ya-ayyuhan namlud khulu- masa-kinakum ….. fatabassama dha-hikam min qawliha-, artinya:
-- hingga apabila mereka sampai ke Lembah "Semut", berkatalah "seekor semut": Wahai "semut", masuklah ke pemukiman kamu, ….. maka tersenyumlah (Sulaiman) mendengar ucapan "semut" itu.

Terjemahan ke dalam bahasa Indonesia tidak sulit, karena bahasa Indonesia sebenarnya pada umumnya tidak membedakan antara tunggal dengan jamak. Ada pembedaan dengan kata ulang: pohon-pohonan, tetapi semut tidak bisa dijamakkan dengan mengatakan semut-semutan, pemukiman dengan pemukim-mukiman. Pengulangan pada semut dan rumah mengubah artinya menjadi bukan semut ataupun rumah sungguhan, melainkan semut dan rumah main-mainan.

Lalu bagaimana dengan terjemahan ke dalam bahasa Inggris?
AL NML => tunggal, (mufrad, singular)
ADKhLWA => jamak (jama', plural)
MSKNKM =>jamak
Orang akan menghadapi kesulitan dalam menterjemahkan ayat itu ke dalam bahasa Inggris, karena bahasa Inggris juga mengenal pembedaan bentuk kata tunggal dengan jamak, namun ada perbedaannya dengan bahasa Arab dalam hal bentuk imperative (fi'il amr) , yaitu dalam bahasa Inggris orang tidak membedakan bentuk imperative antara singular dengan plural, enter dipakai baik pada singular maupun plural, sedangkan dalam bahasa Arab orang membedakan bentuk imperative singular (ADKhl) dengan imperative plural (ADKhLWA). Ini menyulitkan terjemahan Inggris, karena ALNML (=ant) itu singular, sedangkan MSKNKM (=dwellings) itu jamak. Maka terjemahannya spb: O, ant, enter your dwellings.
Untuk mengelakkan kesalahan gramatikal, maka Mohammed Marmaduke Pikthall menterjemahkannya dengan: O ants, enter your dwellings. Jadi M.M.Pikthall "terpaksa" menjamakkan ants untuk menyesuaikannya dengan dwellings. Maka akibat mengelakkan kesalahan gramatikal, ia salah dengan menjamakkan ants yang sesungguhnya tunggal, yaitu ALNML.

Maka jika dianggap ALNML itu betul-betul semut, orang akan tertumbuk pada kesulitan gramatikal dalam menterjemahkan ayat itu kedalam bahasa yang mengenal pembedaan bentuk kata yang singular dengan piural. Kalau difahamkan ALNML adalah nama diri dari suatu puak bangsa manusia, yaitu puak Semut, maka tidak ada kesulitan gramatikal, sebab walaupun ALNML itu singular, sesungguhnya ia plural, sekelompok bangsa manusia yang mengelompokkan diri dalam sebuah kaum, yaitu mereka yang namakan dirinya puak Semut. Bandingkan dengan people, yaitu any group of human beings (men or women or children) collectively, walaupun bentuknya singular, tetapi kata itu plural: people go, bukan people goes. Itulah sebabnya dalam terjemahan di atas kata semut ditaruh di antara dua tanda kutip "semut", "seekor semut", yang semestinya Puak Semut dan Kepala/Pimpinan Puak Semut

***
Prita Mulyasari dari puak semut dibandingkan dengan RS Omni International yang gajah. Bedanya dengan ilustrasi yang digambarkan ayat-ayat di atas, Nabi Sulaiman AS tersenyum, namun Omni yang gajah menuntut Prita Mulyasari secara perdata dan kejaksaan mendakwa Prita Mulyasari secara pidana berdasar atas laporan keberatan sang gajah. Prita Mulyasari menjadi tersangka kasus pencemaran nama baik Rumah Sakit Omni Internasional. Prita dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Begini bunyinya: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik." Melanggar pasal ini dapat diancam pidana paling lama 6 tahun dan denda 1 Milyar.

Prita dituduh melakukan pencemaran nama baik RS. Omni Internasional setelah menulis dan mengirimkan e-mail kepada sepuluh orang teman temannya tentang keluhannya terhadap RS Omni. Surat elektronik itu kemudian menyebar ke publik lewat milis-milis. Dalam emailnya, Prita mengaku dibohongi oleh diagnosa dokter ketika dirawat di RS tersebut pada Agustus 2008. Menurut Prita, dia semula dinyatakan demam berdarah, berdasar hasil lab thrombosit 27.000 (kondisi normal/ambang batas adalah 200.000), namun kemudian berdasar atas hasil revisi lab thrombositnya dinyatakan 181.000, jadi cuma sedikit di bawah ambang batas yang sesungguhnya tidak perlu dirawat inap. Dalam rawat inap itu dia diberikan suntikan macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas. Prita pindah ke RS yang lain, dan di RS tempatnya pindah itu mendapat informasi mengenai suntikan tatkala masih di Omni, bahwa dia sesungguhnya tidak kuat dengan suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas.

Terkait kasus Prita Mulyasari, dalam UU tersebut ada kata bersayap "mendistribusikan". Apa informasi yang hanya disampaikan secara pribadi kepada sepuluh orang temannya sudah bisa dikatakan mendistribusikan. Kalau kata bersayap itu bisa terbang pada pengertian mempublikasikan, maka yang mempublikasikan itu bukanlah Prita Mulyasari melainkan banyak orang dalam beberapa milis (mailing list) di dunia maya ! Maka baiklah kita tunggu saja keputusan patokan palu hakim.

'Ala kulli hal, pihak Kepolisian seharusnya mampu mengembangkan kasus tersebut dengan kemungkinan adanya tindak pidana yang dilakukan oleh rumah sakit Omni International berupa pelayanan rumah sakit yang merugikan konsumen/pasien Prita Mulyasari, jadi pranata hokum jangan cuma berfokus pada soal pencemaran nama baik. Wallahu a'laum bishawab.

***
Makassar, 14 Juni 2009