21 Juni 2009

879. Apa Adanya Tanpa Apologi, Hindarkan Kerbau Punya Susu Sapi Punya Nama

Firman Allah:
-- WALSARQ WALSARQt FAQTh'AWA AYDYHMA JZAa BMA KSBA NKLA MN ALLH WALLH 'AZYZ hKYM (S.ALMAaDt, 5:38), dibaca:
-- wassa-riqu wassa-riqatu faqtha'u- aidiyahuma- jaza-a bima- kasaba- naka-lam minalla-hi walla-hu 'azi-zun haki-m, artinya:
-- Dan orang lelaki yang mencuri dan orang perempuan yang mencuri maka (sanksinya) potonglah tangan mereka sebagai satu balasan dengan sebab apa yang mereka telah usahakan, (juga sebagai) suatu hukuman pencegah dari Allah. dan (ingatlah) Allah Maha Kuasa, lagi Maha Bijaksana.

Sanksi potong tangan sangat perlu untuk disosialisasikan, diungkap dan dipublikasikan secara apa adanya tanpa apologi. Sanksi potong tangan itu sangat efektif untuk memberantas korupsi kelas kakap yang triliunan rupiah. Tentu saja kriteria korupsi kelas kakap itu perlu dijabarkan ke dalam fiqh konpemporer. Sanksi rajam itu sangat efektif untuk melawan penyebaran HIV/AIDS. Sanksi rajam itu perlu diapreasi apa adanya, karena sangat efektif untuk memberantas perselingkuhan yang banyak membuyarkan kehidupan rumah tangga. Kententeraman kehidupan rumah tangga adalah salah satu bagian penting dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Kalau dalam syari'at Isa, bahkan sanksi potong kaki juga.Yesus memerintahkan potong tangan dan kaki bagi pencuri.
[Matius 18:8]
Jika tanganmu atau kakimu menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung atau timpang dari pada dengan utuh kedua tangan dan kedua kakimu dicampakkan ke dalam api kekal.

Jadi sekali lagi ditekankan terimalah apa adanya sanksi potong tangan bagi koruptor kelas kakap untuk dijadikan hukum positif dalam Negara Republik Indonesia.

***

Berbicara apa adanya itupun perlu dalam kontek untuk menghindarkan seperti apa yang tersebut dalam Bidal Melayu lama: Kerbau Punya Susu Sapi Punya Nama. Hatta Radjasa, yang ketua tim sukses SBY-Boediono tentang Penyelesaian GAM di Aceh secara damai berucap secara normatif/formalistik, tidak secara apa adanya, bahwa pedamaian di Aceh, Perdamaian Helsinki itu merupakan hasil dari proses panjang yang dilalui sebelumnya. Perdamaian Helsinki itu akhirnya berujung pada keluarnya UU Aceh. UU Aceh itu bisa masuk dan dibahas di DPR itu melalui amanat Presiden melalui para menterinya. "Kampanye' Hatta Radjasa dengan "kampanyenya" itu berupa kebohongan publik, mengelabui rakyat. Tidak benar Perdamaian Helsinki itu akhirnya berujung pada keluarnya UU Aceh. Mengapa itu dusta? Perdamaian Helsinki itu terjadi setelah UU Aceh, jadi keluarnya UU Aceh itu itu bukan ujung, bukan pada zamannya SBY. Tanggal 15 Agustus 2005, draft Memorandum of Understanding (MoU) ditandatangani di Helsinki. Sejak 27 Januari 2005 dimulailah perundingan informal antara NKRI dengan GAM sampai lima babak yang diakhiri pada tanggal 17 Juli 2005 di Helsinki. Pada hari itu telah diparaf draft MoU oleh ketua Juru Runding RI dan Ketua Juru Runding GAM. Pada hal jauh sebelumnya Perdamaian Helsinki yang ditanda tangani pada anggal 15 Agustus 2005 terebut, UU Nanggroe Aceh Darussalam telah disahkan dalam Sidang Paripurna DPR yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR-RI Soetardjo Surjoguritno, pada hari Kamis, 19 Juli 2001. Itu namanya Hatta Radjasa membuat manipulasi Kerbau Punya Susu Sapi Punya Nama.

Informasi apa adanya ini saya pungut dari: kompas.com

Dalam kampanye dialogis di hadapan sekitar 1.000 pendukung dan kader Partai Golkar di gedung Sarana Kebudayaan Anjung Monmata di Jalan SA Mahmudsyah, Banda Aceh, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Sabtu (13/6), tanpa menyebut dan juga menyebut "presiden" atau "pemimpin" saja, Kalla menceritakan dengan gamblang tentang peranan Presiden SBY. Meskipun tanpa menyebut nama, publik bisa mengetahui siapa yang dimaksud oleh Kalla. Saat Kalla memaparkan tanpa menyebut nama, tetapi hanya menyebut "pemimpin" dan "presiden", Kalla menggambarkan penolakan presiden untuk menandatangani setiap masalah yang dirundingkan dalam perdamaian damai, seperti soal pendirian partai lokal.

"Coba periksa, tidak ada tanda tangan siapa pun kecuali tanda tangan saya di dalam perjanjian perdamaian Helsinki itu. Saya pernah minta untuk ditandatangani soal pendirian partai lokal, akan tetapi presiden tidak mau. Akhirnya, saya yang menandatangani dengan segala risiko setelah 10 kali membacakan Surat Yasin bersama istri saya," ungkapnya.

Kemudian, Kalla juga menyatakan soal presiden yang disebutnya hanya manggut-manggut saat dilapori soal perkembangan perundingan damai Aceh. "Semua yang saya lakukan terkait perundingan damai Aceh itu, sepengetahuan Presiden. Dan, itu saya laporkan. Waktu saya laporkan, beliau biasanya manggut-manggut. Pemimpin itu cukup mengangguk-angguk saja. Presiden kita bagus karena tidak pernah menolak, meskipun juga tidak pernah memberikan pengarahan (soal perundingan)," ungkap Kalla.

Kalla selanjutnya juga menceritakan peranan SBY di kala pemberlakuan Darurat Sipil di Aceh. Sebaliknya, ia juga seperti mengklarifikasi siapa yang menandatangani Darurat Sipil di Aceh pada waktu itu. "Bukan kami (yang keluarkan). Kami waktu itu Menko Kesra. Ada teman saya yang meneken darurat sipil waktu itu. Kalau Pak Wiranto (pasangannya sebagai cawapres), justru yang mencabut Daerah Operasi Militer (DOM), dan minta maaf atas Aceh," lanjut Kalla.

Pada bagian lain, Kalla juga menyinggung tentang hadiah nobel yang diharapkan seseorang terkait dengan perundingan damai di Aceh. "Hadiah yang tertinggi dari perundingan damai itu adalah yang datang dari Allah SWT. Bukan nobel. Tidak tahu, kalau ada orang yang mengharapkan hadiah nobel itu," demikian dikatakan Kalla.

'Ala kulli hal, hampir-hampir saja SBY mendapatkan Hadiah Nobel Perdamaian dalam kontek penyelesaian damai dengan GAM. Ya, hamipir-hampir saja Kerbau Punya Susu Sapi Punya Nama. WaLlahu a'lamu bisshawab.

***

Makassar, 21 Juni 2009