28 Juni 2009

880. Lain Bangkahulu Lain Semarang

Boediono beberapa pekan lalu pernah berkeluh kesah menyatakan sangat bersedih, karena ia telah berbuat baik untuk Negara ini, namun dihujat dari segala penjuru. Dalam Al-Quran termaktub golongan seperti Boediono ini, merasa berbuat baik tetapi sebenarnya berbuat sebaliknya, namun mereka itu tidak menyadarinya.
Firman Allah:
-- WADzA QYL LHM LA TFSDWA FY ALARDh QALWA ANMA NhN MShLhWN . ALA ANHM HM ALMFSDWN WLKN LA YSy'ARWN (S. ALBQRt, 2:11,12), dibaca:
-- waidza- qi-la lahum la- tufsidu- fil ardhi qa-lu- innama- nahnu mushlihu-n . ala- innahum humul mufsidu-na wala-kil la- yasy'uru-n, artinya:
-- Dan bila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di bumi. mereka menjawab: Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan . Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.

Lalu apa relevansinya judul di atas itu dengan keluh-kesah Boediono tersebut? Judul tsb adalah sampiran dari pantun dua bait. Lengkapnya pantun itu spb:
Lain Bangkahulu, lain Semarang
Lain dahulu, lain sekarang

Jadi relevansinya adalah pandangan Boediono itu lain dahulu lain sekarang. Adapun yang Bangkahulu dari pandangan Boediono itu diungkapkan oleh konco-konconya dari Universitas Gajah Mada:
VIVAnews - Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) menolak berbagai tudingan neoliberal yang dialamatkan kepada Boediono sebagai calon wakil presiden RI.

"Boediono justru penyebar gagasan Sistem Ekonomi Pancasila," ujar Sekretaris Umum Pengurus Pusat Kagama, Hamid Dipopramono dalam siaran pers yang diterima VIVAnews di Jakarta, Selasa malam, 2 Juni 2009.

Dia menjelaskan Boediono bersama Mubyarto telah dikenal sebagai ekonom yang menerbitkan buku Ekonomi Pancasila pada 1981. Dalam buku tersebut Boediono menyebarkan gagasan Sistem Ekonomi Pancasila yang jauh dari neoliberal dan jauh dari orientasi kepentingan asing. Bersama Mubyarto, Boediono memang menterjemahkan kelima Pancasila dalam agenda ekonomi seperti apa yang layak diterapkan di negeri ini. Itu mencakup soal etika ekonomi dan bisnis, sistem ekonomi yang berkeadilan, penguasaan negara atas sumber daya alam, serta kebijakan ekonomi untuk mendukung kesejahteraan rakyat. "Mereka memperkenalkan dan mempopulerkan sistem ekonomi yang pas dan khas bagi Indonesia, yakni Sistem Ekonomi Pancasila," katanya.

Kalau dalam hal Bangkahulu dikemukakan pembelaan Sekretaris Umum Pengurus Pusat Kagama, Hamid Dipopramono, maka yang berikut ini dalam hal Semarang, dikemukakan pendapat dua orang pentolan ekonom yang menuding Budiono sebagai penganut Neolib.

Jakarta, GhaboNews - Mantan Menko Perekonomian era pemerintahan Megawati, Kwik Kian Gie, menantang Boediono, cawapres Susilo Bambang Yudhoyono, untuk berdebat mengenai neoliberalisme dan praktiknya di Indonesia selama ini untuk membuktikan kemana komitmen ekonomi Boediono yang sebenarnya.

"Saya menantang Boediono dan mafia Berkeley lainnya untuk berdebat soal ini (neoliberalisme) karena saya yakin sekali bahwa Boediono berada pada posisi yang membenci adanya peran negara atas pasar," ujarnya saat berdiskusi dalam acara "Ekonomi Kemandirian vs Ekonomi Neoliberal" di Jakarta, Jumat (22/5).

Menurut Kwik, dirinya mempunyai banyak bukti bahwa mantan Menko Perekonomian dan Gubernur BI di era Yudhoyono itu sangat pro pada pasar bebas dan menolak adanya intervensi negara dalam bentuk apapun.

Karenanya, ia menambahkan, dirinya sangat tidak percaya apabila Boediono mengatakan perlu adanya peran negara untuk mengatur pasar dan Indonesia harus terbebas dari intervensi IMF maupun bank Dunia. Ditegaskannya bahwa penunjukkan Boediono sebagai cawapres Yudhoyono semakin membuktikan bahwa pemerintahan saat ini dan mendatang, apabila SBY-Boediono terpilih, masih jauh dari kemandirian ekonomi.

Jakarta, Okezone–Meski dibantah habis-habisan, kalangan ekonom tetap melihat Boediono adalah penganut paham neoliberal. Pasalnya, tindakan Boediono dalam mengeluarkan paket kebijakan ekonomi mencerminkan apa yang dicetuskan dalam Washington Consensus. Ekonom Hendri Saparini dari Econit mengatakan, Boediono berpaham neoliberal setidaknya ada beberapa hal menguatkan tudingan itu.

"Yang pertama disiplin anggaran. Kalau ada masalah ekonomi selalu yang dipangkas uang subsidi," ungkap Hendri saat menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk 'JK-Win untuk Indonesia Adil dan Sejahtera: Ekonomi Kemandirian vs Ekonomi Neoliberal' di Jakarta, Jumat (22/5/2009). Selanjutnya, peran pemerintah dalam pengendalian angaran pendidikan berkurang. Adanya kebijakan anggran liberalisasi seperti munculnya UU Migas, UU Penamanam Modal dan UU Badan Hukum Pendidikan.

"Dalam pidato, SBY mengatakan akan menekan inflasi dan ukuran stabilitas makro. Itu hanya akan menguntungkan kelompok kapital," ujar Hendri. Dia menambahkan, seperti di sektor perdagangan, pemerintah memberi stimulus hanya untuk kalangan investor, bukan kepada peternaknya. "Inilah kebijakan yang neoliberal," pungkas Heri.

***

Alhasil, dari fakta yang dikemukakan kedua pentolan ekonom tsb, pandangan Boediono telah memenuhi kiteria Neolib spb:
1. THE RULE OF THE MARKET. Liberating "free" enterprise or private enterprise from any bonds imposed by the government (the state) no matter how much social damage this causes. Greater openness to international trade and investment, no more price controls. "an unregulated market is the best way to increase economic growth"
2. CUTTING PUBLIC EXPENDITURE FOR SOCIAL SERVICES like education and health care.
3. PRIVATIZATION. Sell state-owned enterprises, goods and services to private investors. This includes banks, key industries, railroads, toll highways, electricity, schools, hospitals and even fresh water.
Maka nyata benar bedanya, visi Boediono dan apa yang telah dilakukannya berdasarkan visinya itu ternyata: Lain Bangkahulu Lain Semarang. WaLlahu a'lamu bisshawab.

***

Makassar, 28 Juni 2009