5 Juli 2009

881. Jika Urusan Diurus oleh yang Tidak Profesional

Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronika (UU ITE) tidak hanya menjerat Prita Mulayasari dalam kasus RS Omni Internasional, yang akhirnya dinyatakan bebas oleh majelis hakim PN Tangerang dalam sidang Kamis (25/6-'09) pagi. Undang-undang tersebut juga menjerat Ujang Romansyah warga Kampung Kedunghalang, RT 3/1 Cilebut, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Kasat Reskrim Polresta Bogor, AKP Irwansyah menjelaskan, pelapor merasa telah dihina dan nama baiknya tercemari dengan kata-kata kotor melalui layanan internet facebook. Irwansyah mengatakan, pihaknya sudah melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap saksi-saksi

Majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang membebaskan Prita Mulyasari yang didakwa mencemarkan nama baik Rumah Sakit Omni Internasional, Tangerang. Melalui putusan sela , di Pengadilan Negeri Tangerang, Ketua Majelis Hakim Karel Tuppu menyatakan, dakwaan penuntut umum batal demi hukum. Dengan begitu, sidang atas perkara yang menarik perhatian publik serta banyak kalangan, termasuk para calon presiden, tidak dilanjutkan. Dengan demikian, terdakwa bebas dari segala tuntutan hukum dalam perkara pencemaran nama baik terhadap Rumah Sakit Omni Internasional yang berlokasi di Serpong, Tangerang Selatan, Banten.

Majelis hakim yang diketuai Karel Tuppu tsb berpendapat, apa yang dilakukan Prita menulis surat elektronik (e-mail) tentang pelayanan rumah sakit bukan kejahatan dan hanya untuk kalangan terbatas, sehingga tidak untuk melawan hukum. Perbuatan terdakwa, menurut majelis hakim, tidak memenuhi unsur seperti didakwa dengan Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang pencemaran nama baik. Selain itu, sambung hakim, ada kesalahan penerapan pasal-pasal yang didakwakan, antara lain pasal 27 ayat 3 UU ITE. Hakim menilai pasal yang didakwakan jaksa, yakni UU ITE tersebut belum mengikat secara hukum, karena UU ITE belum berlaku efektif. UU ITE itu baru berlaku pada April 2010 mendatang.

Bahkan, dakwaan tidak jelas karena tidak menyebutkan kepada siapa surat elektronik yang dibuat terdakwa ditujukan dan cara penyebarannya. Majelis hakim berpendapat, apa yang disampaikan terdakwa hanya sebagai bentuk kekecewaan terhadap pelayanan rumah sakit dan tidak tidak ada niat mencemarkan nama baik RS Omni Internasional. Dalam persidangan itu majelis hakim juga mengingatkan penegak hukum agar tidak sewenang-enang tetapi harus berdasarkan ketentuan hukum.

Sementara itu, Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia, Marius Widjajarta menyambut gembira putusan bebas atas Prita Mulyasari tersebut. "Kasus Prita versus RS Omni Internasional ini merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi para investor rumah sakit. Seharusnya pemilik maupun manajemen rumah sakit, terutama rumah sakit mewah tidak berpikir bisnis semata, tetapi juga harus berjiwa sosial. Beda dengan hotel atau mal, rumah sakit harus mempunyai fungsi sosial, bukan bisnis murni. Kalau tak mau rugi, jangan berbisnis rumah sakit."

***

Ada dua hal yang patut digaris bawahi mengenai yang diutarakan oleh Hakim Ketua Karel Tuppu tsb:
Pertama, UU ITE belum mengikat secara hokum, karena Undang-Undang tersebut belum berlaku efektif, itu baru berlaku pada April 2010 mendatang.
Kedua, kritikan pedas beliau yaitu mengingatkan penegak hukum agar tidak sewenang-enang tetapi harus berdasarkan ketentuan hukum.

Kedua hal sentilan Karel Tuppu tsb menyangkut profesional pranata hukum, yaitu polisi dan jaksa yang menangani kasus Prita Mulyasari. Mereka itu memproses kasus pengaduan Omni Internasional atas dasar hukum yang belum efektif berlaku. Itu amat disayangkan, itu adalah "blunder", kok tidak mengetahui bahwa UU ITE belum efektif berlaku. Sangat memalukan bagi pranata hukum dan sangat memilukan bagi Prita Mulyasari yang masih punya anak kecil, yang sempat ditahan selama tiga pekan karena ketidak-profesionalan pranata hukum yang "disilaukan" matanya oleh Rumah Sakit Omni Internasional. Mudah-mudahan saja Polresta Bogor, AKP Irwansyah tidak mengikuti jejak langkah rekannya memproses lebih lanjut kasus Ujang Romansyah berdasar atas UU ITE, supaya tidak kena sentilan Hakim Karel Tuppu.

***
Dari Abu Hurairah r.a. berkata: "Pada suatu masa ketika Nabi SAW sedang berada dalam suatu majlis dan sedang bercakap-cakap dengan orang yang hadir, tiba-tiba datang seorang A'rabi (Arab Badwi) dan terus bertanya kepada Rasulullah SAW, "Bilakah akan terjadi hari qiamat?". Maka Nabi SAW-pun meneruskan percakapannya. Maka sebahagian yang hadir berkata, "Beliau (Nabi SAW) mendengar apa yang ditanyakan, tetapi pertanyaan itu tidak disukainya". Sementara yang lain pula berkata, "Bahkan beliau tidak mendengar pertanyaan itu". Sehingga apabila Nabi SAW selesai dari percakapannya beliau bersabda, "Di mana orang yang bertanya tentang hari qiamat tadi ?" Lalu Arab Badwi itu menyahut, "Ya! Saya hai Rasulullah". Maka Nabi SAW bersabda, "Apabila amanah telah disia-siakan maka tunggulah hari qiamat". Arab Badwi ini bertanya pula, "Apa yang dimaksudkan dengan mensia-siakan amanah itu"? Nabi SAW menjawab, "Apabila urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kedatangan hari qiamat" [H.R Bukhari].

Alhasil menyerahkan urusan kepada siapapun juga yang tidak professional, bukanlah perkara main-main. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 5 Juli 2009