26 Juli 2009

884. Allah Memberi Rezeki Dengan Tidak Terkira.

Firman Allah:
-- WALLH YRZQ MN YSyAa BGhYR Hsab (S. ALBQRt, 2:212 ), dibaca:
-- waLla-hu yarzuqu man yasya-u bighairi hisa-bin, artinya:
-- Allah memberi rezeki kepada sesiapa Yang dikehendakiNya dengan tidak terkira

Rezeki itu bukan hanya sekadar sebagai materi. Keselamatan, terhindar dari musibah adalah juga rezeki. Di bawah ini disajikan dua buah ilustrasi mengenai rezeki yang tak terkira tersebut.

Ilustrasi yang pertama yaitu pengalaman dari Prayitno Ramelan, yang ini dicuplik dari kompasiana
Bom Marriott pertama menyisakan sebuah kenangan yang sangat mendalam kepada penulis (maksudnya Prayitno Ramelan-HMNA-). Kisahnya seperti ini. Penulis pada tanggal 4 Agustus 2003 bertugas mendampingi Menteri Pertahanan Matori Abdul Djalil (Alm) melakukan kunjungan kerja ke Banjarmasin. Dalam penugasan di Dephan saat itu penulis mendapat kepercayaan dari Menhan Matori sebagai penasihat Menhan bidang intelijen. Sebelum berangkat ke Banjarmasin, penulis menyuruh sekretaris untuk memesan tempat untuk 26 orang di Restoran Syailendra di Hotel Marriott. Karena jumlahnya banyak, akan disiapkan meja di bagian bawah restoran. Pada tanggal 5 Agustus 2003 pagi penulis dalam perjalanan dari Kota Banjarmasin ke Bandara, dalam perjalanan kembali ke Jakarta, mendapat tilpon istri yang meminta agar makan siangnya dipindah saja ke Hotel Shangrilla. Pada awalnya penulis keberatan, karena semua sudah dipesan di Marriott itu, tetapi entah mengapa isteri tetap memaksa, dengan alasan sudah bosan di Marriott. Ya sudah, penulis akhirnya menyetujui. Dan kembali memerintahkan sekretaris agar rencana acara makan siangnya di pidah ke Shangrilla. Sesampai di Jakarta, penulis meminta ijin Menteri untuk berkumpul makan siang dengan teman-teman di hotel Shangrilla.

Mendadak pada saat makan beramai-ramai dengan teman-teman dan isterinya masing-masing, mendadak pada jam 12.45 WIB didapat berita yang sangat mengejutkan. Telah terjadi bom bunuh diri di Restoran Syailendra Hotel Marriot. Restoran hancur lebur terpanggang oleh api. Tempat yang semula disiapkan dan di "reserve" untuk rombongan hangus terbakar. Api bergulung demikian besarnya, berasal dari inti ledakan dimobil yang menjalar dengan cepat kedalam restoran. Saat itu, tidak ada yang dapat diucapkan oleh penulis, isteri dan teman-teman itu, kecuali beristighfar…dan mengucapkan syukur Alhamdulillah telah pindah dari Marriott. Tidak bisa dibayangkan apabila kita tetap makan disana, dan tidak pindah tempat, pasti akan sangat mengerikan sekali. Entah bagaimana jadinya nasib dua Marsekal Muda, lima Marsekal Pertama dan enam Kolonel Purnawirawan bersama isterinya masing-masing.

Hingga malam harinya penulis masih termenung…inilah sebuah karunia Allah Swt. Sebuah kebesaran Allah. Kenapa, pagi hari isteri menilpon ke Banjarmasin?, suatu hal yang tidak pernah dikerjakannya. Dengan kondisi di perjalanan dimana signal HP tidak stabil, hubungan ke penulis bisa berlangsung. Kenapa penulis akhirnya setuju pindah?. Kenapa semua teman tidak keberatan pindah?. Kenapa restoran di Shangrila tidak penuh? Kenapa dan kenapa? Itulah pertanyaan yang sangat sulit dijawab. Kita hanya percaya, Allah yang maha tahu, Maha Besar, Maha Kuasa….. Semua yang terjadi adalah pertolongan dari Allah, semua itu merupakan rahasia Allah. kalau memang belum waktunya, Allah akan memberikan jalan penyelamatan, dihindarkan dari bahaya. Penulis percaya, mendadak berubahnya keputusan isteri pagi tanggal 5 Agustus itu adalah atas petunjuk Allah semata. Waktu yang demikian kritis pagi tanggal 5 Agustus itu telah dijalani dengan benar. Kalau memang sudah waktunya, bersembunyi kelubang semutpun kita akan dikejar malaikat maut.

***
Ilustrasi yang berikut adalah dari pengalaman saya sendiri:
Kejadian pada musim gugur 1973, saya naik trein dari Den Haag (tempat saya bermukim selama di negeri Belanda) ke lapangan terbang Schiphol, Amsterdam. Dalam trein di depan tempat duduk saya duduk seorang nyonya. Hampir bersamaan menyapa, nyonya itu sekejap lebih dahulu: "Waar gaat U heen?" [tuan mau kemana]. "Naar Brussel, mevrouw" [ke Brussel, nyonya], sahut saya. Nyonya itu agak tertegun, kemudian berkata lagi: "Maar mijnheer, U bent in de verkeerde richting. Deze trein komt van Brussel [Tetapi tuan, tuan berada dalam arah yang salah, trein ini dari Brussel]. "Nee mevrouw ik ben niet in de verkeerde richting. Ik moet naar Schiphol gaan, en daarna ga ik met twinotter naar Brussel vliegen" [Tidak nyonya, saya tidak dalam arah yang salah, karena saya mesti ke Schiphol dahulu dan dari sana saya akan terbang dengan twinotter ke Brussel], jawab saya. Apa sesungguhnya yang terjadi, saya dalam perjalanan pulang ke tanah air. Pada hari keberangkatan yang saya rencanakan sudah kehabisan tiket GIA di Schiphol. Ada kengganan yang tiba-tiba datang begitu saja dalam hati saya untuk terbang ke tanah air naik KLM (Koninkelijke Luchtvaart Maatshappij = GIA-nya Belanda). Menurut petunjuk dari brosur saya dapat menunggu GIA dari London di Brussel (ibu kota Belgia). Ternyata seat masih tersedia di Bussel keesokan harinya, maka saya belilah tiket untuk itu. Keesokan harinya pada hari keberangkatan itu saya naik trein dari Den Haag ke Amsterdam seperti yang saya ceritakan di atas itu. Kengganan saya untuk naik KLM itu didorong oleh firasat yang membawa hikmah. Saya baca di koran Jakarta setibanya di tanah air, justru KLM, yang nyaris saya tumpangi hari itu di Schiphol, dibajak.
WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 26 Juli 2009