7 Maret 2010

913 Belajarlah dari Al-Quran dan Sunnah Nabi SAW

Pengasuh kolom ini, yang mantan Wkl Ketua I HMI Cabang Bandung pertengahan thn swmbilan belas lima puluhan, menyatakan bela sungkawa atas musibah yang menimpa lembaga kemhasiswaan HMI, yang lahir pada zaman Revolusi, oleh ulah anggota Densus 88 Aiptu Sutrisman dgn gerombolannya mengobrak abrik Sekretariat HMI Cab.Makassar dan menzalimi beberapa anggota HMI, mengutuk sekeras-kerasnya tindakan tidak beradab dari anggota Densus 88 Aiptu Sutrisman dgn gerombolannya itu dan ta'ziah untuk semua anggota HMI yang dianiaya di Sekretariat HMI dan dipukuli di Polwiltabes Makassar oleh Briptu Sardi, serta mendesak Kapolda Sulselbar untuk mencopot Kapolwiltabes Makassar sebagai pertnaggung-jawaban struktural, dan sesudah itu menyatakan pengunduran diri sebagai pertanggung-jawaban moral. Patut diduga itu sebuah grand design skenario/setting membenturkan mahasiswa vs polisi untuk mengalihkan focus perhatian mahasiswa dan masyarakat dalam hal mengawal keputusan DPR yang menetapkan memilih opsi C ttg skandal Bank Century. Dan Kapolda Sulselbar Irjen Pol Adang Rochjana adalah korban grand design tsb.      
 
Pada Selasa 2 Maret 2010 Marzuki Alie dari Partai Demokrat yang tidak demokratis(*) dalam memimpin sidang, yang beragama Islam, tidak belajar dari Al-Quran dan Sunnah Nabi SAW bagaimana caranya memimpin sidang yang demokratis. Palu sidang digodamkan untuk menutup sidang secara otoriter. Tidak memberi kesempatan kepada peserta sidang untuk mengeluarkan pendapat, dan tidak tahu menskors rapat untuk memberi kesempatan kepada mereka untuk berembuk secara bebas (melobi) antara satu dengan yang lain.
 
Berfirman Allah SWT dalam Al-Quran:
-- WADz QAL RBK LLMLaKt ANY JA'AL FY ALARDh  KhLYFt QALWA ATJ'AL FYHA MN YFSD FYHA WYSFQ ALDMAa WNhN NSBh BhMDK WNQDS LK (S. ALBQRt, 2:30), dibaca: waidz qa-la rabbuk lilmala-ikati inni- ja-'ilun fil.ardhi khali-fatan qa-lu- ataj'alu fi-fa- may yufsidu fi-ha- wanahnu nusabbihu bihamdika wanuqaddisu laka, artinya:
-- Ingatlah ketika Maha Pengaturmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah atasnya, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?"
 
Buat apa Allah SAW memberitahu kepada kita ummat manusia melalui wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW tentang peristiwa dialog antara Allah dengan para malaikat? Jawabnya supaya kita ini dapat belajar dari peristiwa itu. Allah Maha Kuasa dan para malaikat adalah makhluq yang tinggi nilai kwalitas ketaatannya kepada Allah SAW. Lalu mengapa pula Allah Yang Maha Kuasa memberitahu kepada para malaikat yang sangat taat kepada Allah itu? Bukankah Allah berbuat sekehendakNya? Inilah pelajaran buat kita ummat manusia (wahai Marzuki). Sedangkan Allah Yang Mahakuasa itu memberi kesempatan kepada para malaikat yang sangat taat itu untuk mengeluarkan uneg-uneg (brain storming) tentang suatu keputusan yang akan diambil, maka apapula kita manusia ini yang amat tidak kuasa tidak memberikan kesempatan kepada peserta sidang yang sangat rendah kadar ketaatannya ketimbang ketaatan malaikat kepada Allah SWT, untuk melibatkan mereka itu dalam proses pengambilan keputusan? Inilah gaya kepemimpinan yang Allah ajarkan kepada kita (wahai Marzuki) melalui informasi dialog antara Allah dengan para malaikat, yaitu gaya kepemimpinan yang terbuka, manajemen terbuka. Dengan gaya manajemen terbuka ini yang dipimpin merasa terlibat dalam proses pengambilan keputusan itu. Konsekwensinya mereka merasa ikut bertanggung jawab dalam pelaksanaan hasil keputusan. Dan selanjutnya akan merasa bertanggung jawab pula dalam memelihara / mengamankan keputusan yang telah ditetapkan itu. Jadi gaya manajemen terbuka akan menghasilkan partisipasi yang dipimpin dalam melaksanakan dan memelihara apa yang telah disepakati / diputuskan itu. Inilah gaya manajemen partisipatif. Ini baru  teorinya, bagaimana dengan aplikasinya?
 
Untuk itu kita perlu melihat pada Sunnah RasuluLlah SAW. Pada waktu Madinah  vs Makkah yang tatkala itu berupa Negara Kota (City States)yang dalam keadaan perang, oleh jaringan intel pihak Madinah mengendus bahwa tentara Makkah sudah siap untuk menyerbu Madinah guna membalas kekalahan mereka dalam Perang Badar. Maka Rasulullah SAW sebagai Kepala Negara dan Panglima Perang mengumpulkan penduduk Madinah untuk bermusyawarah. Dalam musyawarah itu Rasulullah mengeluarkan gagasan / tawaran bagaimana kalau bertahan dalam kota saja. Sesudah Rasulullah SAW mengemukakan tawaran itu, beliau memberi kesempatan kepada penduduk Madinah untuk melobi antara satu dengan yang lain, karena tampaknya banyak yang berkasak-kusuk di antara mereka. Hasilnya ialah pada umumnya penduduk Madinah tidak sependapat dengan gagasan Rasulullah SAW. Dengan Hamzah RA sebagai juru bicara dikemukakanlah alasan mengapa mereka tidak sependapat. Kota Madinah tidak terlindung seluruhnya untuk menghadapi  serangan frontal. Memang ada benteng Yahudi dan jajaran pohon-pohon kurma sebagai benteng alam terhadap pasukan berkuda, akan tetapi ada pula bagian / lini yang terbuka. Akhirnya diputuskanlah bahwa pasukan Quraisy dari Makkah harus dihadang di luar kota dengan posisi bukit Uhud sebagai benteng alam yang melindungi pasukan Madinah dari belakang.
 
Itulah tehnik Rasulullah SAW dalam aplikasi manajemen partisipatif itu.  Masakan Rasulullah tidak tahu bahwa bertahan di Madinah adalah tidak taktis Ini adalah disengaja, agar gagasan tentang bertahan di luar kota bukanlah gagasan dari atas, melainkan gagasan yang timbul dari bawah, dalam kalangan mereka sendiri. WaLlahu a'lamu bisshawab.
---------------------------------
(*)
Demokrasi ada yang positif yaitu kedaulatan rakyat yang dibatasi menurut qaidah ushul fiqh dalam perkara 'aadat (non ritual) yaitu mubah (dibolehkan) dan tidak diharamkan sampai Allah dan Rasul-Nya (Nash) melarangnya. Singkatnya: Semua boleh asal tidak dilarang Nash. Contoh: kedaulatan rakyat diharamkan membuat Undang-Undang membolehkan homoseksual dan lesbian. Sedangkan demokrasi ada pula yang negatif yaitu kedaulatan rakyat yang tidak terbatas (liberal) atau dengan redaksional yang memperalat nama Tuhan: suara rakyat adalah suara Tuhan. Contoh: kedaulatan rakyat membuat Undang-Undang membolehkan homoseksual dan lesbian. 
 
***
 
Makassar, 7 Maret 2010