19 Desember 2010

953. Cooling Down, Koruptor Susupkan Provokator

953. Cooling Down, Koruptor Susupkan Provokator
 
Saya buka Seri ini dengan kecaman kepada PLN. Pada Senin malam yang cerah yang baru lalu, belum lama acara dimulai dalam diskusi Lawyers Club di TV-One yang dimoderatori Bang One (Karni Ilyas), eh, tiba-tiba dalam keadaan malam yang secerah itu lampu padam (kalau dalam istilah bhs Bugis-Makassar disebut lampu mati). Lampu mati sementara Yusril Ihza Mahendra menjelaskan apa yang dikemukakan oleh pakar sejarah Amhar Gonggong bahwa terjadinya kontroversi pemilihan vs penunjukan Sultan Yogya sebagai gubernur disebabkan oleh kesalahan konstitusi. Saya terpaksa menyuruh para pemirsa di rumah yang naik pitam untuk cooling down. Yang tersisa dari diskusi itu yang sempat disaksikan tatkala lampu hidup/menyala kembali, hanyalah penutupan acara diskusi oleh Bang One. Dari apa yang saya sempat dengar dari kata penutup Bang One, saya yakin bahwa tidak ada pembicara yang mengsinkronkan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan RUU tentang Pemilu Kepala Daerah di mana di dalamnya disebutkan gubernur dipilih DPRD. Kalau disinkronkan kedua RUU tsb., maka tidak ada masalah kontroversial lagi. Bukankah DPRD Yogyakarta telah memutuskan sepakat Sultan tetap gubernur? Untuk jangka panjang juga tidak ada masalah lagi, hingga seumur hidup Sultan jadi gubernur.
 
***
 
'Ilmun Nafs (psikologi menurut Syari'at Islam) menjelaskan bahwa seperti dalam perangkat kasar yang zahir yaitu jasmani yang mempunyai qalbu (dari QLB=bolak balik) yang dalam biologi disebut jantung, maka dalam perangkat halus yang bathin yaitu nafsani terdapat pula qalbu. Qalbu dalam  perangkat  halus ini mempunyai tiga sektor, yaitu sektor shadru, fuad  dan  hawa, yang berfungsi berturut-turut berdzikir, berpikir dan berkemauan.
 
Khusus yang berkaitan dengan judul di atas, maka akan difokuskan pada sektor hawa yang berkemauan mempertahankan dan membela diri. Hawa itu mempunyai tenaga potensial nafsun ammarah. Jika kemauan membela diri itu overdosis oleh rangsangan eksternal yang intensif maka nafsun ammarah itu akan merebak keluar, menjadilah manusia bersangkutan sebagai makhluq pemangsa (predator). Inilah dia hewan di dalam diri manusia.
 
Dalam  bahasa politik kontemporer rangsangan eksternal intensif itu disebut  provokasi (hasutan). Penghasut disebut provokator. Apa yang terjadi dalam massa yang berdemo yang tidak terkendali menjadi hiruk pikuk (crowd), oleh rangsangan eksternal dari provokator, maka merebaklah keluar nafsun  ammarah  dan crowd itupun menjadilah "anarkis" yaitu pemangsa, yang seperti disebutkan di atas "inilah dia hewan di dalam diri manusia",
 
Para mahasiswa yang mungkin sekarang sudah cooling down patut menyadari  bahwa para koruptor menyusupkan provokator yang membangkitkan nafsun ammarah  di tengah-tengah massa mahasiswa (bercampur dengan yang bukan mahasiswa?). Para mahasiswa pendemo telah "dikerjai" para koruptor yang menyusupkan anak buahnya yang berupa provokator itu, dan berhasil mengadu mahasiswa melawan polisi, menimbulkan anti-pati kepada para mahasiswa pendemo dari masyarakat kota yang sangat dirugikan. Sehingga para koruptor itu bertepuk tangan karena dapat mengalihkan mahasiswa pendemo dari tujuan semula memperingati hari anti-korupsi.
 
Maka itulah makna perangkat halus secara  bathin, secara metaphoris ungkapan "menyembelih" dalam ayat:
-- FShL LRBK WANhR (S. ALKWTsR, 108:2), dibaca: fashalli lirabbika wanhar, artinya:
-- Maka shalatlah bagi Maha Pemeliharamu dan menyembelihlah.
 
Yakni selain menyembelih hewan kurban, makna spiritualnya adalah menyembelih nafsun ammarah, predator dalam diri manusia, hewan di dalam diri manusia. Memadamkan nyala api, menyejukkan qalbu dengan memfungsikan secara maksimal sektor shadru di dalam qalbu, cooling-dowan. Dan secara sadar bersedia dengan ikhlas berhadapan dengan sanksi hukum akibat merusak fasilitas umum. Itulah makna Iyd al-Qurban yang masih belum lama meninggalkan kita.
 
***
 
Alangkah elok dalam menghadapi peringatan hari-hari penting yang dilaksanakan dengan berdemo, dilakukan dengan persiapan berencana dan terukur. Para PR-III dari segenap Universitas, para pimpinan organisasi mahasiswa baik intra paupun ekstra bersama-sama dengan polisi ber-"tudang sipulung". Menentukan titik-titik berorasi seperti di fly-over dan di lapangan Karebosi. Para petinggi birokrat dan legislator yang niscaya akan ditemui oleh para pendemo jangan keluar kota, yakni berada di dalam kantor masong-masing. Para mahasiswa pendemo berangkat dari kampus masing-masing menuju titik-titik yang telah ditetapkan, para korlap mengenal betul para mahasiswa yang dipimpinnya dikawal oleh polisi pada sisi barisan sehingga tidak bisa ada penyusup yang masuk. Demikian pula sepulangnya dari titik-titik berorasi menuju ke masing-masing kampus melalui rute/jalur yang telah direncanakan sambil singgah untuk menyampaikan aspirasi kepada para petinggi birokrat maupun legislator. Maka insya Allah niscaya tidak timbul lagi tindakan anarkis yang tidak terpuji dan melanggar hukum dan tidak menimbulkan kemacetan lalu-lintas, tidak menghalangi orang sakit yang perlu cepat sampai di rumah sakit, tidak merugikan pengemudi peteppete' yang mencari sesuap nasi.
 
WaLla-hu a'lamu bishshawa-b.
 
*** Makassar, 19 Desember 2010