25 Desember 2010

953 ekstra Iqra' Menampar Orientalis Wansbrough

Untuk rubrik opini
Oleh: H.Muh.Nur Abdurrahman
Anggota Bidang Pengkajian MUI Sulsel
 
Ummul mukminin, Aisyah r.a. berkata: ....... sehingga tibalah masa turunnya wahyu yang haq ketika Nabi di gua Hira. Maka datanglah Malaikat dan menyuruhnya: Iqra'. Nabi saw. berkata: Maa ana biqaari', tiba-tiba malaikat mendekapnya sehingga habis tenaganya, kemudian dilepas dan diperintah: Iqra'. Dijawab: Maa ana biqaari' ......,  maka didekap untuk ketiga kalinya, kemudian dilepas dan diperintah  Iqra' bismi rabbikalladzii khalaqa, khalaqal insaana min 'alaq, iqra' wa rabbukal akram. (Kumpulan Hadits Bukhari Muslim, Bab: Pertama Turunnya Wahyu)
 
Maa ana biqaari', bisa berarti: Aku tidak dapat membaca atau: Apa yang akan aku baca. Baik arti pertama, maupun arti kedua, itu menunjukkan bahwa Malaikat Jibril AS tidak membentangkan tulisan di hadapan Nabi SAW. Jadi perintah Iqra dalam ayat: "Iqra' bismi rabbikalladzii khalaqa, khalaqal insaana min 'alaq, iqra' wa rabbukal akram," bukanlah membaca dari tulisan. Maknanya yang lebih spesifik yaitu membaca ayat dalam shalat, membaca dari ingatan (qara'a 'an zhahri qalbin, to recite from memory), sedangkan makna yang lebih luas dari membaca bukan dari tulisan ialah membaca, mengkaji ayat qawliyah (ayat verbal) yaitu Al-Quran dan membaca ayat Kawniyah (ayat kosmologis) yaitu alam semesta.
 
Dalam hal bacaan dari ingatan ini terjamin keasliannya melalaui bacaan dalam shalat. Firman Allah:
-- ANA NhN NZLNA ALDzKR W ANA LH LhFZhWN (S.ALhJR, 15:9), dibaca: innaa nahnu nazzalnadz dzikra wa inaa lahuu lahaafizhuwn, artinya:
-- Kamilah Yang menurunkan Adz Dzikr (Al-Quran dari QRA=baca dan Al-Kitab dari KTB=tulis), dan Kamilah Yang memeliharanya
 
Allah memelihara Al-Quran dengan cara: Setiap bulan Ramadhan Jibril mengontrol Nabi SAW dalam hal bacaan Al-Quran. Ini diteruskan oleh para sahabat, setiap Ramadhan ditammatkan Al-Quran dalam shalat tarwih. Tradisi ini sampai sekarang diteruskan oleh para Imam Haramain. Para ma'mum yang berasal dari seluruh pelosok dunia yang datang di Makkah shalat tarwih banyak yang hafal Al-Quran. Para ma'mum inilah yang berfungsi mengontrol bacaan imam jika salah membaca ayat. Sedangkan Al-Kitab dikontrol oleh angka 19 yang sudah intensif dikemukakan dalam jihad intelektual saya dalam kolom yang saya asuh, berupa Seri-Seri WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU.
-- 'ALAYHA TS'At 'AsyR (S. ALMDTsR, 74:30), dibaca: 'alaihaa tis'ata 'asyara, artinya:
-- padanya 19.
 
***
 
Dalam artikelnya yang berjudul: "Merenungkan Sejarah Alquran", Luthfi Assyaukanie yang editor Jaringan "Islam" Liberal (JIL) membual: "Al-Quran kemudian mengalami berbagai proses 'copy-editing' oleh para sahabat, tabi'in, ahli bacaan, qurra, otografi, mesin cetak, dan kekuasaan." Rupanya Luthfi membajak dari orientalis Wansbrough(*).
 
Orientalis Wansbrough menulis bahwa Quran itu adalah produksi editing tidak sempurna di masa kemudian dari bermacam-macam, seperti dikutip dalam buku Crone-Cook "Hagarism". Mengenai kapan Quran itu disusun, demikian Wansbrough, kami hanya bisa menerka dari penanggalan manuskrip-manuskrip yang ada. Dari sini, kami bisa menyimpulkan bahwa Quran tidak eksis sebelum akhir abad ke 7. referensi tertua dari luar tradisi literatur Islam mengenai sebuah buku yang dinamakan dengan "Quran" timbul pada pertengahan abad 8 dari tulisan pembicaraan antara seorang Arab dan seorang pendeta dari Bet Hale. Namun ini belum tentu menunjuk pada buku yang kita kenal sekarang. Baik Crone maupun Cook menyimpulkan bahwa selain referensi kecil ini, tidak ada indikasi apapun bahwa Quran eksis sebelum akhir abad ke 7.
 
Dalam riset mereka, baik Crone dan Cook bersikeras bahwa kemungkinan besar, Quran (atau dalam bentuk permulaan) disusun sebagai bukunya Muhammad pada masa gubernur Hajjaj bin Yusuf (663-714), sekitar tahun 705. Dari kesaksian Leo by Levond, gubernur Hajjaj nampak telah mengumpulkan semua tulisan-tulisan kaum Hagarene dan menggantikannya dengan versi yang disusun "menurut keinginannya, dan membagikannya kepada siapaun di negerinya".
 
Di sinilah pangkal kekeliruan para orientalis, mereka mengasumsikan bahwa Al-Quran adalah dokumen tertulis atau teks, bukan "hafalan yang dibaca". Ini sungguh berbeda dengan kasus Bible, yang bersumberkan manuskrip pada papyrus, perkamen, dan sebagainya, yang memegang peran utama dan berfungsi sebagai acuan dan landasan bagi Bible. Dengan asumsi keliru ini, yaitu menganggap Al-Quran semata-mata sebagai teks, mereka lantas mau menerapkan metode-metode filologi yang lazim digunakan dalam penelitian Bibel, seperti historical criticism, source criticism, form criticism, dan textual criticism.
 
Padahal terhadap Al-Quran, tulisan yang ada berfungsi sebagai penunjang semata-mata. Namun, walaupun demikian, tulisan atau musshaf dalam wujud musshaf Rasm 'Utsmaniy yang mengacu pada bacaan, dikontrol oleh sistem keterkaitan matematis kelipatan 19. Rasm 'Utsmaniy yang pada mulanya gundul tanpa titik, tanpa tanda baca, tidaklah berubah jumlah huruf dengan pemberian titik dan tanda baca.
 
Firman Allah dalam S. Al-Baqarah, 2:1-2 :
 
ALM  (1), dibaca Alif, Lam, Mim
DZLK  ALKTB  LA  RYB  FYH  HDY  LLMTQYN  (2), dibaca: dzaalikal kitaabu laa rayba fiihi hudal lilmuttaqiin (s. albaqarah), artinya:
Al Kitab ini tiada keraguan di dalamnya petunjuk bagi para muttaqin.
 
***
 
Ayat 1 adalah kode matematis bagaimana caranya Allah memelihara Al-Kitab. Semua Surah yang dibuka dengan Alif, Lam, Mim, termasuk Surah yang dibuka dengan Alif, Lam, Mim, Ra dan Alif, Lam, Mim Shad, tegasnya semua surah yang dibuka dengan ketiga huruf persekutuan Alif, Lam, Mim, maka jumlah huruf Alif + Lam + Mim dalam semua surah itu adalah kelipatan 19.
 
  No.    Nama                           Jumlah huruf
Surah   Surah        Mim   Lam    Alif  Alif,Lam,Mim
 
    2   alBaqarah     2195    3204     4592      9991
    3   Ali 'Imraan    1251    1885     2578      5714
    7   alA'raaf        1165    1523     2572      5260
   13   alRa'd           260     479       625      1364
   29   al'Ankabuwt   347     554      784       1685
   30   alRuwm         318     396      545       1259
   31   Luqmaan       177     298      348         823
   32   alSajadah      158     154      268         580
              -------------------------------------------------
              Jumlah    5871   8493   12312      26676  = 1404 x 19
 
***
 
Seperti dijelaskan di atas bahwa teks mengacu pada bacaan yang terpelihara dalam bacaan shalat Tarwih dalam bulan Ramadhan, maka dalam musshaf 'Utsmaniy diberi petunjuk cara membacanya berupa tanda tiga titik dalam ayat 2 (seperti titik pada huruf 'tsa' dan 'syin') terletak diatas kata "RYB" dan "FYH". Tanda tiga titik diatas dua kata tsb dalam ayat 2 menunjukkan mu'jizat lughawiyah, yaitu ayat 2 dapat bermakna dua yg keduanya mempunyai keutamaan masing-masing. Ada dua cara dalam membaca ayat 2 tersebut, yaitu dapat berhenti pada kata RYB, dan dapat pula berhenti pada kata FYH. Kedua cara bacaan tersebut menghasilkan penekanan dalam bobot yang berbeda, namun yang satu dengan yang lain saling bersinergi, saling mengisi.
 
Mari kita baca ayat 2:
 
Cara yang pertama, berhenti pada kata RYB: Dzaalikal kitaabu laa rayba, berhenti sebentar kemudian dilanjutkan dengan fiihi hudal lil muttaqiin. Kalau kita membaca serupa ini maka maknanya ialah: Inilah Al Kitab tiada keraguan, pernyataan tegas dari Allah bahwa Kitab Suci ini tiada keraguan sumbernya dari Allah SWT, kemudian dilanjutkan dengan: di dalamnya mengandung petunjuk bagi para muttaqin. Jadi cara membaca yang pertama ini bobotnya pada penegasan dari Allah SWT bahwa tiada keraguan bahwa Kitab Suci itu bersumber dari Allah SWT.
 
Cara yang kedua, berhenti pada kata FYH: Dzaalikal kitaabu laa rayba fiihi, berhenti sebentar kemudian dilanjutkan dengan hudal lil muttaqiin. Cara membaca yang kedua ini bermakna: Inilah Al Kitab tiada keraguan di dalamnya, jadi bobot cara pembacaan kedua ini ialah "tiada keraguan" mengenai ayat-ayat Kitab Suci tsb, di antaranya jaminan Allah bahwa Allah memelihara Al-Kitab seperti yang telah dikemukakan dalam ayat (15:9) di atas. Kami turunkan Al Dzikr (Al Quran dan Al-Kitab) dan seungguhnya Kami memeliharanya.
WaLlahu a'lamu bisshawab.
----------------------------------
(*)
John Edward Wansbrough (February 19, 1928 – June 10, 2002) was an American historian who taught at the University of London's School of Oriental and African Studies (SOAS). Wansbrough's emphasis was on the critique of traditional accounts of the origins of Islam. Born in Peoria, Illinois, Wansbrough completed his studies at Harvard University, and spent the rest of his academic career at SOAS.
The line of Quranic Studies 1977 was investigated in Egypt by Nasr Abu Zayd but he was expelled from Egypt because of his conclusions about the Qur'an. Students and scholars who share Wansbrough's outlook include: Michael Cook, Patricia Crone, Martin Hinds, Gerald Hawting, Gerd R. Puin and Christoph Luxenberg.
Source:
http://en.wikipedia.org/wiki/John_Wansbrough
Makassar, Desember 2010