26 Desember 2010

954 HAM Tanpa Batas dan Khilafah

Saya mulai dengan informasi yang tidak ada hubungannya dengan judul. Penyerang tengah tim nasional yang gigih dan produktif Christian Gonzales, nama Islamnya yaitu Mustafa Habibi,
 
***
 
Substansi kekhalifahan (khilafah) sekarang sudah dijalankan pihak non-muslim, yaitu kenyataan: bersatunya nation states Eropa dengan membentuk Uni Eropa, memiliki mata uang bersama (Euro), terbentuknya pakta (pact) pertahanan dan keamanan bersama yaitu North Atlantic Treaty Organization (NATO), serta tidak memerlukan visa bagi para warga negara Uni Eropa untuk lintas batas nation states dalam wilayah Uni Eropa. Demikian pula PBB, ASEAN, dll, baru dalam taraf "trend" dari Nation States menuju kesatuan dalam "khilafah". Tanda kutip pada "khilafah"(*) maksudnya BUKAN khilafah yang sebenarnya.
 
Amerika (USA) sudah sejak lama berupaya sekuat tenaga melakukan tindakan "khilafah" dunia, melakukan campur tangan ke nation states yang jauh diluar batas geografis wilayah kedaulatannya dengan mengatas-namakan demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM) serta memakai mekanisme International Monetary Fund (IMF) dan World Bank. Campur tangan ke nation states oleh USA dalam rangka upaya melakukan tindakan "khilafah" dunia dengan mengatas-namakan HAM, itulah yang memberikan inspirasi kepada saya menulis judul di atas itu.
 
Terkait dengan HAM ini, Human Right Watch (HRW), pada 1 Desember 2010 yaitu  9 hari menjelang Peringatan HAM se-Dunia pada konferensi pers dalam laporannya yang berjudul "Menegakkan Moralitas: Pelanggaran dan Penerapan Syariah di Aceh Indonesia" menyebutkan bahwa dua Perda Syariah mengenai larangan khalwat serta mengenai busana Muslimah telah melanggar HAM. HRW mendesak pemerintah lokal di Aceh dan pemerintah pusat Indonesia mencabut kedua Perda tsb. Cis/amboi, HRW ini sudah terlalu lancang melakukan religious blasphemy, penodaan agama Islam, pelanggaran Hak Asasi Ummat Islam.(**)
 
Timbulnya "agama" baru, yaitu "agama" HAM dengan ciri khas yang berlandaskan paradigma liberalisme sangat berbahaya bagi kemanusiaan yang beradab dalam beberapa aspek.
 
Di dalam bidang sosial dengan alasan kebebasan berperilaku sebagai ekspresi kebebasan individu, *agama* HAM berlandaskan paradigma liberalisme mengusung praktek yang keji, yang menyimpang dari kemanusiaan yang beradab seperti seks bebas, homoseksual/lesbian, pornografi/porno aksi, yang atas alasan inilah Perda khalwat di Aceh diprotes oleh HRW karena Perda itu menghalangi praktek yang keji tsb.
 
-- WLA TQRBWA ALZNY ANH KAN FAhSyt WSAa SBYLA, dubaca: walaa taqrabuz zinaa innahuu kaana faahisyatan wasaa-a sabiilan, artinya:
-- Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk (S.Bani Israil, 17:32)
 
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional dengan telak menunjukkan bahwa pada 2010 sebanyak 51% remaja di Jabotabek tidak perawan lagi karena perzinaan, demikian pula dengan kota-kota besar lainnya di Indonesia berkisar antara 47% hingga 54% tidak perawan lagi karena perzinaan. Paralel dengan itu meningkat pula jumlah pengidap HIV/Aids, yang menunjukkan adanya relasi sebab-akibat di antara kedua fakta tsb.
 
Di bidang politik lepasnya Timor Timur dari Indonesia tidak terlepas dari tuntutan yang sengit dari aktivis penganut "agama" HAM sedunia yang berlandaskan paradigma liberalisme. Dengan alasan yang sama Papua potensial terancam oleh pemisahan diri dari NKRI dengan kecambah Gerakan Papua Merdeka.
 
Di dalam bidang ekonomi liberalisasi ekonomi (neolib) adalah anak dari "agama" HAM yang berlandaskan paradigma liberalisme itu pula. Tambang minyak, emas dan perak, dirampok pemodal asing atas nama kebebasan investasi dan perdagangan bebas.
 
Alhasil, HAM patut mengindahkan nilai wahyu dan kearifan lokal yang luhur, bukan merupakan "agama" baru yang bertumpu di atas paradigma liberalisme.
 
***
   
Kembali pada substansi khilafah, kok sementara intern ummat Islam masih meributkan perlu atau tidaknya khilafah, nah coba lihat pihak-pihak non-muslim secara eksplisit telah memulai melakukannya. Sebetulnya bentuk khilafah bukanlah suatu yang utopis atau sekedar merindukan dan bernostalgia dalam kejayaan masa silam Islam tetapi memang sesuatu yang bisa diwujudkan. Contohnya yang telak yaitu nation states non-muslim yang telah mulai melakukannya sekarang ini, seperti dipaparkan di atas pada permulaan tulisan ini.
 
Tentu saja Khilafah Dawlah Islamiyah potensial akan bersaing dengan "khilafah" yang berupaya untuk menguasai dunia sekarang, karena bukan saja Khilafah Dawlah Islamiyah telah terbukti pernah ada dalam sejarah, tetapi juga berpotensi akan mengancam kepentingan dan penguasaan dunia dari tangan "khilafah" USA. Oleh karena itu dapat difahami bahwa USA berusaha sedapat mungkin agar tidak timbul Khilafah Dawlah Islamiyah. Republik Islam Iran yang berpotensi menjadi Khilafah Dawlah Islamiyah yang sementara mengembangkan kekuatan riel tenaga nuklir sangat dimusuhi dan ditakuti oleh USA. Provokasi yang mempertajam pertentangan Ahlusssunnah vs Syi'ah di Iraq tidak lepas dari skenario grand design yang dipicu oleh ketakutan bangkitnya Khilafah Dawlah Islamiyah tersebut. 
 
Ala kulli hal, ummat Islam tak perlulah alergi terhadap Khilafah Dawlah Islamiyah, karena hal itu sesuatu yang wajar-wajar saja, karena untuk memberikan perlindungan dan memelihara kepentingan ummat Islam se-dunia.
 
WaLlahu a'lamu bisshawab.
----------------------
(*)
Ada juga "khalifah" di antara dua tanda kutip, yaitu "khalifah"-nya qadainisme yang tidak punya wilayah-kedaulatan, melainkan berlindung di bawah induk semangnya kedaulatan United Kingdom, yaitu bertempat di London.  
(**)
"Uneasy support seen for sharia", demikian headline The Jakarta Post 24 Juni 2008. Judul yang provokatif ini lebih kurang maknanya: Dukungan terhadap syariah yang mengkhawatirkan. Pasalnya, hasil dari Roy Morgan Research (RMR) menunjukkan bahwa mayoritas (52%) rakyat Indonesia mendukung diterapkannya Syariah Islam untuk negara ini. Dan inilah yang dikhawatirkan oleh The Jakarta Post yang ditunjukkan oleh judul headline-nya yang provokatif itu mengenai hasil RMR tsb.
 
*** Makassar, 26 Desember 2010