22 Agustus 2011

988 Arti Syahida dan Wilayatul Hukmi

Apa arti kata syahida ? Akarnya dari Syin-Ha-Dal, dan artinya akan ditelusuri dalam kamus otentik yaitu Al-Quran dengan prinsip ayat menjelaskan ayat.
 
-- FMN SyHD MNKM ALSyHR FLYShMH (2:185), dibaca: faman syahida mingkumusy syahra falyasumhu, terjemahan oleh Departemen Agama RI:
-- Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, hendaklah berpuasa (lihat halaman 45 dari AL QURAN AL KARIM dan TERJEMAHANNYA, edisi 1971)
-- QL HLM SyHDAaKM ALDzYN YSyHDWN AN ALLH hRM HDzA FAN SyHDWA FLA TSyHD
M'AHM(6:150), dibaca: qul halumma syuhadaa-akumul ladziina yasyhaduuna annaLlaaha harrama haadzaa fain syahiduu falaa tasyhadu ma'ahum artinya:
-- Katakanlah, bawalah kemari saksi-saksimu yang mempersaksikan, bahwa Allah mengharamkan ini. Jika mereka bersaksi, janganlah engkau menjadi saksi bersama meraka.
 
Dalam ayat (6:150) terdapat 4 bentuk dari kata dasar syahida, berupa satu bentuk isim dengan wazan Fu'laaun, dan tiga bentuk fi'il berupa tasrif, yasyhaduuna, syahiduu, tasyhadu, semuanya berarti saksi.
 
Dalam ayat (2:282), yaitu ayat yang terpanjang, jadi tidak dituliskan untuk menghemat ruangan, termaktub 3 isim dalam bentuk: syahidayni, syahaadatun, syahiidun, dan 2 fi'il yang ditasrifkan: tasyhiduu, asyhiduu semuanya berarti saksi.
 
Akan ditelusuri lebih lanjut arti kata syahida:
-- SyHD ALLH ANH LA ALH ALA HW (3:18), dibaca: shahida Llaahu annahuu laa ilaaha illaa huwa, artinya:
-- Allah menyatakan bahwa tidak ada ilah kecuali Dia. Syahida artinya
menyatakan.
-- SyHD SyAHD MN AHLHA (12:26), dibaca: syahida syaahidum min ahlihaa),  artinya:
-- Seorang saksi menyaksikan di antara keluarganya. Syahida artinya menyaksikan.
-- SyHD 'ALYHM SM'AHM (41:20), dibaca: syahida 'alaihim sam'uhum, artinya:
-- Menyaksikan pada mereka pendengaran mereka. Syahida artinya menyaksikan.
-- MN SyHD BALhQ (43:86), dibaca: man syahida bil haqqi, artinya:
-- barang siapa yang mengaku dengan kebenaran. Syahida artinya mengaku.
-- SyHD SyAHD MN BNY ASRAaYL (46:10), dibaca: syahida syaahidum mim banii israaiila), artinya:
-- seorang saksi menyaksikan dari Bani Israil. Syahida artinya menyaksikan.
 
Patut pula diperhatikan syahida dalam bentuk tasrif tasyhaduuna dalam 3 ayat:
dalam 2:84, tasyhaduuna = mengakui
dalam 3:70, tasyhaduuna = memperaksikan atau mengakui
dalam 6:19, ada empat bentuk yang berasal dari kata syahida, yaitu:
tasyhaduuna = menyaksikan, syahaadatun = kesaksian, syaahiydun = seorang
saksi, asyhadu = saya bersaksi.
 
Akar kata dari Syin-Ha-Dal dalam Al-Quran ditasrifkan menjadi:
syahidtum dalam satu ayat, yaitu: 41:21
syahidnaa dalam 4 ayat: 6:130, 7:172, 12:81, 27:49
syahaduu dalam 6 ayat: 3:86, 4:15, 6:130, 6:150, 7:37, 43:19 
asyhadu dalam satu ayat: 6:19
tasyhadu dalam 4 ayat: 6:150, 24:38, 24:24, 36:65
tasyhaduuna dalam 3 ayat: 2:84, 3:70, 6:19
tasyhaduuni dalam satu ayat: 27:32
tasyhiduu, asyhiduu dalam ayat 2:282
 
Alhasil melihat tasrif itu, ternyata kata syahida itu adalah kata yang musytarak (homonim = kata yang mempunyai arti lebih dari satu), tergantung dari konteksnya dalam kalimat, yaitu: menyaksikan, mengakui, dan menyatakan. Namun setelah ditelusuri arti syahida tsb dengan mempergunakan Al-Quran sebagai kamus, maka ternyata tidak ada yang bermakna hadir dalam penelusuran ayat-ayat di atas itu.
 
Pekerjaan syahida yang artinya menyaksikan, mengakui, dan menyatakan hanya bisa dilakukan dengan perhitungan, dan inilah landasan Nash dalam hubungannya dengan metode hisab dalam menentukan masuknya bulan Ramadhan dan 'Iyd Al-Fithri.
 
-- 'An Abiy Hurayrata yaquwlu qaala nNabiyyu Sh M shuwmuw liru'yatihi wa afthuruw liru'yatihi, fain ghubbiya 'alaykum fakmiluw 'iddata sya'baana tsalaatsiyn, (Rawahu Bukhariy), artinya:
-- Dari Abu Hurayrah (ia) berkata: Nabi SAW (telah) bersabda puasalah kamu apabila melihatnya dan berbukalah apabila kamu melihatnya dan jika tertutup atasmu maka sempurnakanlah bilangan Sya'ban tiga puluh (HR Bukhari).
 
inilah landasan Nash dalam hubungannya dengan metode rukyah.
 

***
 
Tentang wilayatul hukmi

Muhammadiyah menggunakan prinsip wilayatul hukmi, sebagai satu wilayah hukum wujudul hilal di suatu daerah berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia. Persis yang juga mempergunakan metode hisab, namun tidak mendasarkan keputusannya pada prinsip wilayatul hukmi.
 
Kuraib diutus oleh Ummu Fadhal kepada Mu'awiyah di Syam untuk suatu keperluan. Setelah kembali, dia bertemu dengan Ibnu Abbas dan cerita-cerita hingga menyebutkan tentang hilal. Ibnu Abbas bertanya kepadanya, "Kapan kalian melihat hilal?" Kuraib bercerita bahwa ketika di Syam mereka melihat hilal pada malam Jum'at. Ibnu Abbas berkata, tetapi kami melihatnya malam Sabtu. Ibnu Abbas bertanya lagi dengan meyakinkan apakah Kuraib sendiri melihatnya. Dia menjawab, ya. Kuraib bertanya, "Tidakkah suduh cukup dengan rukyah hilalnya Mu'awiyah (yakni di Syam)?" Ibnu Abbas menjawab, "Tidak." Andai sampai di sini saja percakapan itu, maka hadits ini mauquf Ibnu Abbas. Namun pada bagian akhirnya Ibnu Abbas melanjutkan, "Demikianlah kami diperintahkan oleh Rasulullah SAW." Dengan demikian, maka hadits ini marfu'.
 
Alhasil hadits ini menunjukkan wujudul hilal tidak berdasar atas wilayatul hukmi, melainkan tergantung mathlaq. Karena Indonesia ini memanjang dari barat ke timur, maka waktu wujudul hilal di sebelah barat akan berbeda dengan di sebelah timur dari garis batas wujudul hilal (tinggi hilal nol derajat), jika garis batas wujudul hilal memotong Indonesia. Seperti diketahui garis batas wujudul hilal selalu bergerak dari bulan (syahr) ke bulan berikutnya. Hal ini perlu diperhatikan oleh Majlis Tarjih Muhammadiyah.
 
Insya-Allah dalam Seri 989 berikutnya akan dibahas bisakah menyatukan metode rukyah dengan metode hisab dalam penentuan 1 Ramadhan dan 1 Syawwwal? Dan jika dapat disatukan, apakah secara global dapat terwujud secara serempak bersamaan mulai berpuasa Ramadhan dan bersamaan pula shalat 'Iyd Al-Fithri?
 
WaLlahu a'lamu bishshawab.
 
*** Makassar, 21 Agustus 2011