20 November 2011

1001 Pelajaran dari Pelaksanaan Sekularisme di Perancis

Kita mulai dahulu dengan istilah jilbab.
-- WLYDhRBN BKhMRHN 'ALY JYWBHN (S. ALNWR, 24:31), dibaca: walyadhribna bikhumurihinna 'alaa juyuubihinna (s. annuur), artinya:
-- Dan wajib mereka tutupkan dengan kerudung (panjang) mereka atas dada mereka.
 
Di Indonesia kerudung panjang ini dikenal dengan istilah jilbab, yang sesungguhnya jilbab itu berarti baju kurung yang longgar yang menyembunyikan lekuk-lekuk tubuh.
 
-- YDNYN 'ALYHN MN JLABHN (S. ALAhZAB, 33:59), dibaca: yusniina 'alayhinna min jalaabihinna (a. al ahzaab), artinya:
-- menutup tubuhnya dengan jilbabnya.
 
Jalabib adalah bentuk jama' dari jilbab, yaitu pakaian longgar untuk menutup lekuk-lekuk seluruh tubuh. Dipakai sebagai pakaian luar. Istilah jilbab dalam pengertian kerudung panjang itu "terpaksa" dipergunakan, karena istilah itulah yang dipakai oleh para sumber berita.
 
***
 
Pidato Chirac yang Islam Phobia
 
Dalam pidatonya pada 17 Desember 2003 (dapat diakses pada situs kedubes Perancis), Presiden Perancis Jacques Chirac menyatakan kita harus terus menghidupkan prinsip sekularisme, yang merupakan pilar dari konstitusi kita. Saya telah mempertimbangkan bahwa penggunaan pakaian-pakaian atau tanda-tanda yang menunjukkan afiliasi kepada suatu agama tertentu haruslah dilarang di sekolah-sekolah. Terkecuali, salib, bintang Daud (star of David), tangan Fatima (hand of Fatima) dapat tetap diijinkan. Sebaliknya, tanda-tanda yang menyolok dan menarik perhatian seperti Islamic veil, Kippa (bagi umat Yahudi), dan tanda salib yang terlalu besar, tidak punya tempat di sekolah-sekolah publik. Sekolah-sekolah publik harus tetap sekuler.
 
Korban-Korban Pelarangan Jilbab
 
Islamic Human Rights Commission, satu NGO Islam di Inggris, melaporkan (Januari 2003) bahwa telah 400 kasus terjadi di Perancis berkenaan dengan pelarangan jilbab ini sebelum dan sesudah pidato Chirac. Majalah Tarbawi (Januari 2004) menyebutkan bahwa sejumlah muslimah berjilbab diberhentikan dari tempat kerja di institusi pemerintahan dan pendidikan Perancis. Seorang anggota tim Juri pengadilan kota Bubini, Paris, juga dipecat dari pekerjaannya atas perintah jaksa agung Perancis, karena berjilbab. Menteri kehakiman Dominique Perben melarang perempuan berjilbab berada di gedung pengadilan. Ia mengatakan tidak dapat menerima simbol-simbol keagamaan ada di ruang pengadilan. Menlu Perancis Nicole Sarkozi mengungkapkan pada 19 April 2003 bahwa mereka yang mengenakan jilbab harus melepaskan jilbab bila terkait urusan kepolisian.
 
Doktor Yusuf Qardhawi dalam situs islamonline.com (majalah Tarbawi, Januari 2004) menyebutkan bahwa pelarangan Kerudung Panjang sama sekali bertentangan dengan prinsip kebebasan hidup modern, yakni kebebasan individu dan kebebasan beragama. "Ada kesalahan besar bila dikatakan Kerudung Panjang  adalah simbol keagamaan. Ini aneh. Kerudung Panjang  bukan simbol agama, tapi kewajiban. Tak ada terbetik dalam di pikiran seorang muslimah bahwa Kerudung Panjang  untuk menunjukkan keislaman seseorang. Kerudung Panjang  tidak sama dengan salib atau dengan kippa milik orang Yahudi," ujar Qardhawi.
 
Pelanggaran Jilbab bertentangan dengan HAM
 
Pelarangan jilbab bertentangan dengan hak-hak sipil yang terkandung dalam beberapa instrumen HAM universal. Pasal 18 Deklarasi HAM Universal, 1948, menyebutkan bahwa : "Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani, dan agama; hak ini termasuk kebebasan menyatakan agama dan kepercayaannya dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan menepatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, dan di tempat umum maupun tersendiri." Muatan pasal ini hampir senada dengan pasal 9 Konvensi Eropa tentang Perlindungan Hak-hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar tahun 1950. Sementara itu, pasal 18 ayat (2) Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik tahun 1966 menambahkan bahwa tidak seorang-pun boleh dikenakan pemaksaan yang akan mengganggu kebebasannya untuk menganut atau memeluk suatu agama atau kepercayaan pilihannya sendiri.
 
Koran Perancis tidak ketinggalan Islam Phobia
 
[Al Islam 580] Barat kembali menunjukkan watak kebenciannya terhadap Islam. Sebuah majalah Prancis, Charlie Hebdo membuat edisi terbaru dengan mengklaim sebagai "majalah Syariah Mingguan", mencantumkan nama Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin redaksi dan redaktur tamu (Republika.co.id, 2/11). Sampul majalah itu menunjukkan Nabi saw mengatakan: "100 cambukan jika anda tidak tertawa". Lalu, ada sebuah
halaman berisi gambar hidung Nabi Muhammad yang memerah, di bawahnya tertulis, "Ya, Islam identik dengan humor". Dalam pernyataannya majalah itu dikeluarkan untuk menyambut dengan sindiran kemenangan partai an-Nahdhah dalam pemilu Tunisia.(*)
 
Itulah pelajaran yang dapat dipetik dari pelaksanaan Sekularisme di Perancis, bahwa sekularisme itu tidaklah steril dari sikap diskriminatif, bahkan dijuruskan pada Islam phobia. Pantaslah hal itu mengundang reaksi kemarahan dari kaum Muslim di Prancis. Menurut Ahmed Dabi, aktivis pembela hak Muslim Perancis, majalah itu sengaja memprovokasi kemarahan dan ketidaksukaan terhadap Muslim. Dan bagaimana sikap ummat Islam di Indonesia ini? WaLlaahu a'lamu bi al-shawaab.
---------------------
(*)
http://weekly.ahram.org.eg/2011/1071/eg2.htm
In both Tunisia and Egypt there surfaced political parties formed by Islamists who had suffered the ordeals of prison under the previous regimes. In Tunisia, Al-Nahdah movement revived and re-engaged vigorously in public life. In Egypt the Muslim Brotherhood and the Salafis received fresh bursts of energy and entered post-revolutionary politics with vigour.
 
Al-Nahda's success in winning 90 seats in Tunisia's constituent assembly has raised the question whether the Muslim Brotherhood, and the Islamist trend in general, will be able to score a similar victory in Egypt's parliamentary elections.
 
*** Makassar, 20 November 2011