12 Januari 1997

257. Kosmologi

Kosmologi berasal dari kata-kata cosmos (alam syahadah) dan logos (ilmu). Artinya secara ma'nawi ialah cabang ilmu falak (astronomy) yang menyangkut asal-usul alam syahadah (ayat Kawniyah yang nyata) dikaitkan dengan materi, ruang dan waktu serta kausalitas.

Berdasar atas kenyataan hasil intizhar (observasi), alam syahadah ini sedang dalam keadaan berexpansi, yaitu semua galaxy yang jumlahnya jutaan sedang bergerak saling menjauhi. Maka timbullah hingga dewasa ini dua madzhab yang saling bertentangan dalam memberikan tafsiran atas observasi tersebut, yaitu madzhab Alpher-Gamow yang bertitik tolak dari asas penciptaan sekali jadi, dan madzhab Bondi-Gold-Hoyle yang bertitik tolak dari asas penciptaan terus-menerus.

Menurut teori madzhab Alpher-Gamow alam syahadah tercipta dari zarrah-zarrah (partikel-partikel) sub-atom seperti proton, neutron, elektron dan zarah-zarrah sub-atom yang lain (jadi atom belum terbentuk), dalam keadaan kerapatan dan suhu yang tinggi. Kemudian terjadi peledakan dahsyat (big bang) sehingga secara bergumpal-gumpal zarrah-zarrah sub-atom itu terlempar saling menjauhi. Sementara itu gumpalan-gumpalan tersebut terpecah-pecah pula menjadi jutaan gumpalan kecil-kecil. Kemudian setiap gumpalan kecil itu "mengembun" menjadi plasma. Dari setiap gumpalan kecil plasma itu terbentuklah gugusan bintang-bintang yang disebut galaxy. (Plasma adalah phase keempat dari materi, phase pertama padat, kedua cair dan ketiga gas). Hasil intizhar bahwa alam syahadah ini sedang dalam keadaan berekspansi, disebabkan oleh peledakan dahsyat itu.

Teori Bondi-Gold-Hoyle berasumsikan bahwa alam syahadah ini homogen dalam ruang dan waktu, tetapi tidak statis. Setiap saat muncul materi berasal dari ketiadaan, kemudian materi yang baru muncul itu membentuk galaxy baru, yang menggeser tempat galaxy yang sudah ada. Jadi gerak galaxy yang saling menjauhi menurut teori ini disebabkan oleh terciptanya materi secara sinambung.

Seperti berulang kali dikemukakan dalam kolom ini sifat ilmu pengetahuan sekarang ini bersifat sekuler, tabu untuk membicarakan Allah SWT dalam disiplin ilmu apapun juga, kecuali tentu dalam disiplin ilmu agama. Jadi walaupun kosmologi itu menyangkut penciptaan, tetapi tidak lanjut ke arah perbincangan mengenai Pencipta itu sendiri. Menurut pendekatan ilmiyah yang sekuler seperti dewasa ini tidak mungkin menyatakan yang manakah dari kedua madzhab itu yang benar, oleh karena menurut prosedur ilmiyah, ialah observasi, kemudian penafsiran dan terakhir uji-coba penafsiran secara eksperimen. Alam syahadah hanya dapat diobservasi, ditafsirkan, tetapi tidak dapat diuji-coba, oleh karena manusia dengan bantuan instrumennya tidak dapat menjangkau alam syahadah yang sangat luas ini.

Maka pendekatan ilmiyah sekuler ala dewasa ini tidak mungkin dapat menghakimi kedua madzhab itu, mana yang benar mana yang salah. Dalam orasi ilmiyah yang saya sajikan dalam Milad ke-41 Universitas Muslim Indonesia Makassar tahun 1995, saya telah menawarkan pendekatan ilmiyah model baru, yaitu pendekatan ilmiyah yang Islami, yang saya namakan METODE PENDEKATAN SATU KUTUB. Metode ini berlandaskan Tawhid; ayat Qawliyah dan ayat Kawniyah menjadi sumber informasi; bertolak dari sikap ragu terhadap pemikiran manusia; observasi; penafsiran; uji-coba penafsiran yang dirujukkan pada sumber informasi ayat Qawliyah dan ayat Kawniyah.

Maka untuk mengetahui yang mana di antara kedua madzhab itu yang benar, haruslah teori yang bertentangan dari kedua madzhab itu diuji-coba dengan merujukkannya pada ayat Qawliyah, oleh karena seperti yang telah disebutkan di atas tidak mungkin manusia dengan instrumennya menjangkau alam syahadah yang sangat luas ini.

Allah berfirman: Inna Rabbkamu Llahu Lladziy Khalaqa sSamawati walArdha fiy Sittati Ayya-min, tsumma Staway 'alay l'Arsyi Yudabbiru lAmra (S. Yuwnus, 3). Sesungguhnya Maha Pemeliharamu Allah yang telah menciptakan (benda-benda) langit dan bumi dalam enam masa, kemudian ia menyengaja atas 'Arasy mengatur urusan (10:3).

IStaway 'alay l'Arsyi terdapat dalam 7 ayat, yaitu: (7:53), (10:3), (13:2), (20:5), (25:59), (32:4) dan (57:4). Dalam ke-7 ayat tersebut dijelaskan setelah Allah SWT mencipta benda-benda langit dan bumi, Allah SWT menyengaja atas 'Arasy, Ia merajai atas daerah kekuasaanNya. Termasuk dalam daerah kekuasaanNya adalah 'Arasy itu sendiri, waHuwa Rabbu l'Arsyi l'Azhiymun (S. At Tawbah, 129), dan Dia Maha Pemelihara 'Arasy Yang Maha Agung (9:129).

Salah satu urusan Allah SWT di atas 'Arasy adalah mengurus langit yang dipenuhinya dengan dukhan. Tsumma Staway ila- sSma-i waHiya Dukha-nun (S. Fushshilat, 11). Kemudian Ia menyengaja kepada langit dan dia dukhan (41-11).

Dalam ayat ini langit dinyatakan dalam bentuk mufrad (tunggal, singular) asSama-u, ini bermakna bukan benda-benda langit asSamawati yang jama', melainkan bermakna ruang antar bintang-bintang (nujuwmun). Ruang inilah yang dipenuhi oleh Allah SWT dengan dukhan dengan proses yang dinyatakan oleh ayat: Innama- Amruhu Idza- Ara-da Syayan an Yaquwla lahu Kun faYkuwna (S. Yasin, 82). Sesungguhnya urusanNya apabila Ia menghendaki sesuatu Ia berkata baginya: jadilah, maka ia jadi (36:82).

Ada perbedaan antara penciptaan benda-benda langit dengan pengurusan dukhan. Dalam penciptaan benda-benda langit dipakai kata Khalaqa, yaitu dalam bentuk alFi'il alMa-dhiy (past tense), sedangkan dalam pengurusan dari atas 'Arasy, termasuk mengurus dukhan, dipakai kata Yakuwna, yaitu al Fi'il alMudha-ri' (present and future tenses). Jadi Allah telah mencipta benda-benda langit dari tidak ada menjadi ada pada titik waktu permulaan, sekali jadi, sedangkan setelah mencipta benda-benda langit, Allah SWT mengurus dukhan menjadikan dukhan secara terus-menerus (becoming), artinya setiap saat Allah SWT menjadikan dukhan dari tidak ada menjadi ada.

Dengan merujukkan teori kedua madzhab itu kepada ayat Qawliyah, alhasil kedua madzhab itu masing-masing mengandung separuh dari kebenaran. Menurut Al Quran benda-benda langit diciptakan Allah SWT pada titik waktu permulaan (beginning), sedangkan dukhan diurus Allah SWT dari tidak ada menjadi ada secara terus-menerus, setelah Dia menciptakan benda-benda langit dan bumi. WaLlahu A'lamu bi shShawab.

*** Makassar, 12 Januari 1997