26 Januari 1997

259. Metode Pendekatan Satu Kutub dalam Penafsiran Ayat Qawliyah tentang Nuzulu IQuran

Dalam bulan Ramadhan ini kolom WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU diisi dengan uraian khas, yaitu aplikasi Pendekatan Satu Kutub (PSK) terhadap materi bahasan: kosmology (Seri 257), sejarah (Seri 258) dan Nuzulu IQuran (Seri 259 ini). Materi Nuzulu IQuran sengaja dipilih oleh karena kita sekarang dalam suasana memperingati Nuzulu IQuran. Berhubung ada yang menanyakan melalui telpon tentang bagaimana PSK itu, maka akan dijelaskan sedikit tentang pendekatan tersebut. PSK adalah lebih melengkapkan pendekatan ilmiyah dengan menambahkan masuk unsur Tawhid dan Ayat Qawliyah sebagal sumber informasi di samping Ayat Kawniyah (kosmos). Juga melengkapi penafsiran Ayat Qawliyah yang selama ini hasil penafsiran itu tidak dilakukan uji-coba. Jadi PSK berlandaskan Tawhid; Ayat Qawliyah dan Ayat Kawniyah menjadi sumber informasi; bertolak dari sikap ragu terhadap pemikiran manusia; observasi; penafsiran; uji-coba penafsiran yang dirujukkan pada sumber informasi Ayat Qawliyah dan Ayat Kawniyah.

Marilah kita bahas hasil penafsiran yang pada umumnya dianut di Indonesia bahwa Nuzulu IQuran itu terjadi pada 17 Ramadhan, yaltu pada waktu RasuluLlah mula pertama menerima wahyu (S. Al Alaq 1-6) yang dibawa oleh Malaikat Jibril AS.

Menurut hasil observasi Ayat Qawliyah, mufassir memperoleh sumber informasi tentang Nuzulu IQuran dari ketiga ayat yang berikut: Syahru Ramadhana lLadziy Unzila fiyhi IQuran (S. Al Baqarah, 185, bulan Ramadhan yaitu diturunkan di dalamnya Al Quran (2:185).
Innaa Anzalna-hu fly Laylati lQadri (S. Al Qadr, 1). Sesungguhnya Kami turunkan dia pada Malam Qadar (97:1).
In Kuntum A-mantum biLla-hi wa Maa Anzalnaa 'alay 'Abdinaa Yawma lFurqaani Yawma ITaqay lJam'an (S. Al Anfaal, 41). Jika kamu beriman kepada Allah dan (beriman kepada) apa yang kuturunkan kepada hambaku (Muhammad) pada Hari Al Furqan, hari bertemunya dua pasukan (8:41).

Mufassir menafsirkan bahwa yang diturunkan Allah itu adalah Al Quran, dan Hari Al Furqan, hari bertemunya dua pasukan adalah Perang Badar. Dan menurut sumber informasi dari Ayat Kawniyah (catatan sejarah), Perang Badar terjadi pada 17 Ramadhan. Jadi pada malam 17 Ramadhan RasuluLlah SAW mula pertama menerima wahyu yang dibawakan oleh Malaikat Jibril AS, itulah penafsiran Ibn Ishaq yang banyak pengikutnya di Indonesia. Kemudian ditambahkan lagi bahwa Al Quran diturunkan pada Laylatu IQadr sekali-gus di langit bumi, kemudian dari sana mulai diturunkan pada 17 Ramadhan dan selanjutnya secara berdikit dikit diturunkan ke dunia.

Dalam penafsiran ini ada 4 tahap pemikiran/perbuatan manusia. Tahap pertama berupa pemikiran, bahwa maa/apa diartikan sebagai Al Quran. Tahap kedua adalah juga pemikiran, yaitu Yawma ITaqay lJam'an bertemunya dua pasukan adalah Perang Badar. Tahap ketiga adalah perbuatan, yaitu pencatatan/ingatan sejarah, bahwa Perang Badar itu terjadi pada 17 Ramadhan. Tahap keempat adalah pemikiran, yaitu diturunkan sekaligus dalam Laylatu lQadr, kemudian dari sana ditununkan ke dunia dimulai pada 17 Ramadhan. Tahap keempat ini diperlukan oleh karena adanya Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhani: Taharraw Laylata IQadri f I'Asyri lAwaakhir min Ramadhaani. Carilah olehmu Malam Qadar pada sepuluh malam terakhir dalam bulan Ramadhan. Tahap keempat ini merupakan kunci jalan keluar untuk memecahkan permasalahan pertentangan antara 17 Ramadhan dengan sepuluh malam tenakhir dalam bulan Ramadhan.

Penafsiran (pemikiran manusia) tahap keempat itu yang perlu diuji-coba, dengan memperhadapkannya pada Ayat Qawliyah. Tidak mungkin uji-coba ini diperhadapkan pada Ayat Kawniyah, oleh karena wahyu yang diturunkan yang disinggahkan dahulu di langit dunia baru turun ke dunia adalah sesuatu yang tak dapat ditangkap oleh pancaindera.

Ada dua ayat yang dapat dipakai untuk rujukan penafsiran tahap keempat ini.
Innahu Laqawlu Rasuwlin Kariymin (S. Al Haqqah, 40). Sesungguhnyadia (Al Quran) ucapan pesuruh (Jibril) yang mulia (69:40). Nazala biHi lRuwhu lAmiynu 'alay Qablika (S.Asy Syu'araa', 193). Telah diturunkan oleh Ruh Amin (Jibril) ke dalam qalbu engkau (Muhammad) (26:193).

Dalam kedua ayat itu tidak disebutkan bahwa Jibril singgah dahulu waktu pertama kali mendatangi RasuluLlah SAW. Bahkan kalau disimak betul, kedua ayat itu menunjukkan bahwa Jibril langsung mendatangi RasuluLlah SAW. Perlu ditekankan pula bahwa ada wahyu yang langsung diterima RasuluLlah SAW dan Allah SWT tanpa perantaraan Jibril. Ahya-nan Ya'tiyniy Mitsla Shalshalati IJarasi, ... waAhyaanan Yatamatstsalu Li diwahyukan kepadaku laksana gemerincing lonceng ... dan terkadang datang Malak (Jibril) dalam wujud orang laki-laki (H.R. Bukhari).

Untuk apa Allah SWT menyimpan wahyu itu dahulu buat sementara di langit dunia kemudian dengan remote control Ia menurunkan wahyu ke dalam qalbu RasuluLlah SAW. SubhanaLlah, Mahasuci Allah, Maha Sempunna Allah dari penbuatan yang tidak efisien itu. Hasil uji-coba ini menunjukkan bahwa pemikiran wahyu itu disinggahkan dahulu di langit dunia baru diturunkan ke dunia, adalah pemikiran yang tenmasuk dalam kategori imajinasi yang berbahaya bagi 'aqidah, karena menyangkut Allah Yang Maha Suci dan Maha Sempurna.

Alhasil dalam upaya observasi ayat Kawniyah berupa catatan sejarah, yang tidak ada orang tahu siapa pencatat sejarah ini, mengenai Perang Badar itu 17 Ramadhan, terdapat kesalahan pen sejarah oleh manusia.

Lalu, tanggal berapakah Nuzulu IQuran itu? Jawabnya adalah itu menrpakan rahasia Allah SWT. Pokoknya terjadi dalam salah satu malam diantara 10 malam terakhir dalam bulan Ramadhan, seperti Shahih Bukahni itu. Rahasia Allah ini ada hikmahnya. Kita lebih intensif beribadah pada 10 malam terakhir bulan Ramadhan, karena salah satu malam di antara 10 malam itu adalah Laylatu IQadri, yang kalau kita beribadat padla waktu itu nilainya lebih dari 1000 bulan, Khairun min Alfi Syahrin, lebih tinggi nilainya dari 1000 bulan. Bayangkan, satu malam dinilal lebih dari 83,3 tahun. lnilah hikmahnya, yaitu meningkatkan kwalitas nilai ibadah kita, seakan-akan umur kita diperpanjang menjadi lebih dari 83,3 tahun setiap bulan Ramadhan, apabila kesempatan itu dapat kita pengunakan. WaLlahu A'lamu bi shShawab.

*** Makassar, 26 Januari 1997