4 Mei 1997

271. Merealisasikan Janji-Janji Kampanye

Inilah program-program andalan yang dijanjikan oleh (O)rganisasi (P)eserta (P)emilu, OPP, selama beberapa hari kampanye: memberantas korupsi dan kolusi serta menghilangkan monopoli oleh PPP, menghapus kemiskinan oleh Golkar, demokratisasi dan pemberdayaan politik masyarakat oleh PDI. Ada yang skeptis terhadap janji-janji OPP tersebut. Arbi Sanit, pakar politik dari FISIP Universitas Indonesia, mengatakan bahwa PPP dan PDI tidak mungkin merealisasikan programnya oleh karena kemungkinannya untuk menjadi penguasa hampir tidak ada, paling-paling hanya mendesak pemerintah untuk memperhatikan programnya. Sedangkan mengenai Golkar sendiri, Deliar Noor, seorang pakar politik pula, mengatakan bahwa pemerintah melalui wakil-wakilnya yang menjadi jurkam menjanjikan menghapus kemisikinan, lalu apa kerja mereka selama ini?

Betulkah bahwa PPP dan PDI tidak mempunyai kesempatan sama sekali untuk merealisasikan janji-janji kampanyenya berdasarkan atas suara yang dapat diraihnya? Apakah kedua OPP tersebut upayanya paling-paling hanya sekadar mendesak pemerintah untuk memperhatikan programnya seperti yang dikatakan oleh Arbi Sanit? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang menggelitik untuk dijawab.

Sebenarnya janji-janji kampanye jangan terlalu dipersempit maknanya, yaitu hanya sekadar untuk menarik minat rakyat agar menusuk tanda gambar OPP yang bersangkutan. Hari-hari itu bukan hanya sekadar hari yang bersangkutan dengan Pemilu saja. Masih panjang hari-hari sesudah Pemilu hingga Pemilu tahap berikutnya. Masih ada forum perjuangan untuk berupaya merealisasikan program-program yang dijanjikan oleh kedua OPP yang akan mendapatkan suara yang lebih kecil dari Golkar. Forum perjuangan itu adalah lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk menghasilkan nilai instrumen yang disebut Garis-garis Besar Haluan Negara dan dalam forum Dewan Perwakilan Rakyat bersama-sama dengan lembaga Exekutif untuk menghasilkan nilai instrumen yang disebut undang-undang. Bagi ummat Islam dalam forum MPR itu sesungguhnya adalah aktualisasi perintah Allah SWT: Wa Amruhum Syuwray Baynahum (S. Asy Syuwray, 38), dan urusan mereka dimusyawarakan di antara mereka (42:38). Sedangkan dalam forum Exekutif bermusyawarah dengan (Wakil) Rakyat bagi ummat Islam adalah aktualisasi perintah Allah: Wa Sya-wirhum fiy lAmri (S. Ali 'Imra-n, 159), dan bermusyawaralah dengan mereka dalam urusan (3:159). Aktualisasi firman Allah SWT tersebut dalam Negara Republik Indonesia berwujud musyawarah untuk mufakat, musyawarah untuk menampung semua aspirasi rasional dan proporsional peserta musyawarah dengan prinsip bukan dominasi mayoritas (baca: Golkar) dan bukan pula tirani minoritas (baca: PPP dan PDI).

Selanjutnya masih terbuka kesempatan bagi kedua OPP yang minoritas itu, apabila tradisi politik dimodernkan, yaitu mengaktualisasikan keadilan dalam menyusun kabinet pemerintahan. Maksudnya, anggota kabinet disusun secara proposional, yaitu ketiga OPP semuanya duduk dalam pemerintahan sesuai dengan jumlah suara yang diraihnya dalam Pemilu. Misalnya PPP yang melontarkan programnya memberantas korupsi dan kolusi dalam kampanye, diberi kesempatan untuk duduk sebagai Menteri Penertiban Aparatur Negara.

Betapapun janji-janji kampanye itu sudah berhasil dituangkan ke dalam nilai-nilai instrumen berupa peraturan perundang-undangan, namun yang tidak kurang pentingnya adalah nilai praxis dalam arti bagaimana mengaktualisasikan nilai-nilai instrumen itu dalam kenyataan di lapangan. Yaitu yang berhubungan dengan kinerja manusia pelaksana, sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pengertian kinerjanya yang dapat diukur sebagai besaran kuantitatif dalam format (D)aftar (P)enilaian (P)elaksanaan (P)ekerjaan Pegawai Negeri Sipil. Dalam baris ke-5 (e) dari DP3 tersebut tercantum di situ penilaian kejujuran dalam besaran kuantitatif. Menilai kejujuran dalam besaran kuantitatif bukanlah pekerjaan yang mudah. Nilai kuantitatif yang diisikan pada baris kejujuran dalam DP3 pada umumnya dalam kenyataan hanyalah sekadar untuk memenuhi persyaratan formal saja untuk kenaikan pangkat PNS. Padahal berjalan mulus tidaknya nilai praxis sangat terkait pada kejujuran para pemikir, perencana dan pelaksana pembangunan. Khususnya dalam hal menghilangkan korupsi dan kolusi dalam pelaksanaan pembangunan sangat membutuhkan pelaksana yang jujur.

Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari RasuluLlah SAW pernah bersabda yang sangat erat kaitannya dengan kejujuran yaitu Ihsan. RasuluLlah bersabda: Al Ihsa-nu an Ta'buda Llaha Kaannaka Tara-hu fain Lam Takun Tara-hu faInnahu Yara-ka. Ihsan yaitu mengabdi kepada Allah seolah-olah engkau melihatNya, namun apabila engkau tidak sanggup, maka sesungguhnya Ia melihatmu. Demikianlah sikap jujur itu berakar pada keyakinan bahwa apapun yang kita kerjakan senantiasa dipantau oleh Allah SWT.

Sebagai manusia biasa terkadang lupa bahwa ia dipantau oleh Allah SWT, lupa bahwa ia diawasi oleh malaikat, waskat! Manusia lupa adalah pekerjaan iblis. Tatkala iblis diusir keluar dari alam malakut karena ia takbur, tidak menurut perintah Allah untuk sujud menghormat kepada Adam sebagai gurunya yang telah mengajarkan kepadanya dan kepada para malaikat pengetahuan tentang nama-nama tiap-tiap sesuatu, iblis minta kepada Allah supaya diperkenankan untuk menggoda manusia. Allah SWT mengabulkan permohonan iblis itu. Oleh sebab itu kepada para pelaksana pembangunan PNS golongan rendah dan menengah diberikan gaji yang lebih dari cukup, yaitu dalam APBN diberikan porsi terkhusus bagi gaji PNS. Akan halnya pegawai tinggi yang bergelimang dengan uang rakyat dibuatkan nilai instrumen dalam bentuk undang-undang, memberikan sanksi yang berat jika korupsi dan kolusi. Sanksi yang berat itu harus proporsional dengan jumlah kekayaan negara yang dikorupsinya dan maximal kalau perlu sanksi potong tangan.

Dengan menaikkan gaji PNS golongan bawah dan menengah, kemudian sanksi yang berat bagi PNS golongan tinggi yang korupsi, maka insya Allah korupsi akan dapat ditanggulangi, nilai praxis berjalan lancar, nilai-nilai instrumen dapat diterjemahkan dalam wujud nyata di lapangan.

Selamat menusuk tanda gambar yang sesuai dengan hati nurani dan pertimbangan rasionalnya, langsung, umum, bebas, rahasia, pergunakanlah hak saudara sebaik-baiknya. Kepada Panitia pelaksana selamat melaksanakan tugas dengan jujur dan adil.
WaLlahu A'lamu bi shShawab.

*** Makassar, 4 Mei 1997