11 Mei 1997

272. Hijrah dan Sumber Daya Manusia

'Umar ibn al Khattab RA (581? - 644)M, Khalifah kedua (12 - 22)H atau (634 - 644)M menerima surat dari salah seorang Amir (Gubernur) yang menyebutkan bahwa surat itu adalah membalas surat Khalifah yang tidak bertanggal. Hal itu mendorong Khalifah Umar RA untuk membuat sistem penanggalan. Bangsa Arab di zaman pra-Islam memakai patokan tahun bukan berupa bilangan, melainkan topic of the year. Hari kelahiran Nabi Muhammad SAW disebut tahun gajah, karena yang menjadi topic of the year pada waktu itu adalah peristiwa hancurnya tentara bergajah Abrahah. Sistem ini berlaku juga di zaman Islam, hingga zaman pemerintahan Khalifah Umar RA. Para pakar dikumpulkan dan dalam perembukan itu ada tiga konsep yang diusulkan, yaitu kelahiran Nabi Muhammad SAW, Nuzulu lQuran dan Hijrah. Pilihan jatuh pada peristiwa Hijrah sebagai patokan tahun seperti yang diusulkan oleh 'Ali bin Abi Thalib RA, sehingga penanggalan ini disebut dengan Penanggalan Hijriyah.

Terpilihnya Hijrah sebagai patokan permulaan tahun menunjukkan bahwa peristiwa Hijrah sangat penting dalam sejarah Islam. Hijrah merupakan titik balik keadaan ummat Islam dari maf'ulun bih (obyek) di Makkah menjadi fa'il (subyek) di Madinah. Hijrah merupakan peralihan dari usaha pembinaan sumber daya manusia di Makkah melanjut kepada pembinaan masyarakat Islam melalui pembentukan Negara Islam dengan proklamasi yang dikenal dengan Piagam Madinah.

Ayat-ayat Makkiyah banyak-banyak berhubungan dengan pembinaan aqidah, sedangkan ayat-ayat Madaniyah bobotnya pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Peningkatan kualitas sumber daya manusia di Makkah bobotnya pada keimananan yang menghasilkan manusia yang berakhlaq tinggi. Penyiksaan dan pemboikotan ekonomi (tahun 7 dari ke-Rasulan) menyebabkan mereka tabah (baca: tahan uji dan tahan derita). Satu tahun delapan bulan sebelum hijrah terjadi peristiwa penting yang menjadi kriterium standar untuk evaluasi hasil pembinaan sumber daya manusia. Peristiwa penting tersebut adalah Isra-Mi'raj Nabi Muhammad SAW. Kriterium dari standar evaluasi itu adalah menerima sepenuhnya akan kebenaran Isra-Mi'raj dengan pendekatan imani, seperti sikap yang dicontohkan Abu Bakar Ash Shiddiq RA. "Kalau Nabi Muhammad mengatakan bahwa beliau Isra-Mi'raj, maka lebih dari itu saya percaya," demikian ucapan Abu Bakar RA kepada Abu Jahal yang menyampaikan kepadanya informasi tentang Isra-Mi'raj itu. Ummat Islam pecah tiga dalam menyikapi peristiwa Isra-Mi'raj itu. Kelompok pertama ialah yang bersikap seperti Abu Bakar RA. Kelompok kedua bersikap ragu (agnostik) dan kelompok ketiga kembali kafir. Terjadilah proses kristalisasi Ummat Islam. Kelompok pertama itulah yang lulus dalam evaluasi yang menjadi kaum Muhajirin, yang kemudian bersama-sama dengan kaum Anshar membina kehidupan bermasyarakat dan bernegara dalam Negara Islam Madinah.

Sumber daya manusia yang berakhlaq tinggi dan tabah sangat diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara tidak terkecuali dalam Negara Republik Indonesia yang kita cintai ini. Kinerja sumber daya manusia yang berakhlaq tinggi, dan tabah sangat dibutuhkan dalam menanamkan disiplin nasional serta menghindarkan korupsi dan kolusi, sehingga nilai praxis berjalan lancar dalam pengertian nilai-nilai instrumen berupa peraturan perundang-undangan dapat direalisasikan dalam kehidupan nyata dalam masyarakat.

Kinerja sumber daya manusia yang berakhlaq tinggi hanya dapat dicapai dengan merenovasi kurikulum dan mengubah sistem proses belajar-mengajar menjadi proses mendidik-mengajar. Pendidikan nilai-nilai agama dalam kurikulum diperbanyak porsinya. Sillabi ditekankan pada nilai-nilai, bukan pada fiqh dan bukan bersifat hafalan. Bahkan pada setiap mata ajaran diwarnai oleh nilai agama. Pilihan ganda (multiple choice) jangan dipakai dalam sistem evaluasi.

Apa yang dapat diharapkan luaran anak didik dalam pembinaan sumber daya manusia yang berkualitas dalam contoh ujian Agama Islam seperti di bawah ini (diambil dari soal ujian Ebta dari salah satu SMA yang sementara berlangsung sekarang):

Peristiwa kematian seseorang tidak dapat dipercepat atau ditunda dinyatakan oleh ayat:

a) Al Zilzaal, 1
b) Al Baqarah, 72
c) Al Qaari'ah, 3
d) Al Jum'ah, 10
e) Ali 'Imraan, 185

Tanpa diberi kesempatan untuk membuka Al Quran (dalam ujian agama itu tidak diperbolehkan membuka Al Quran), maka yang dapat menjawab adalah guru yang bersangkutan, apabila ia seorang penghafal Al Quran. Guru yang bersangkutan yang tidak hafal Al Quran tentu membuat pertanyaan itu setelah membuka Al Quran.

Berikut ini sebuah contoh bagaimana menyampaikan nilai kepada anak didik dalam hubungannya dengan pembinaan akhlaq, yang dapat disimak dari ayat:

Waidz Qulna- lilMalaikati Sjuduw liAdama faSajaduw Illa- Ibliysa Abay waStakbara waKa-na mina lKafiriyna (S. Al Baqarah, 34). Dan ingatlah tatkala Kami berkata kepada para malaikat sujudlah kepada Adam, maka mereka sujud, kecuali iblis ia enggan dan takbur dan termasuklah ia di antara yang kafir (2:34).

Mengapa Allah menyuruh para malaikat sujud kepada Adam, dan mengapa iblis tidak mau, apa alasan iblis? Anak didik disuruh membuka Al Quran dan terjemahannya, disebutkan kepada mereka Surah dan ayat yang terkait, disuruh cari dan disuruh baca dalam hati, untuk mendapatkan jawabannya.

Maka tentu mereka akan mendapatkan jawabannya. Allah menyuruh malaikat sujud kepada Adam, sujud menghormat, karena Adam adalah guru malaikat dalam hal materi mengenal nama-nama setiap benda di atas bumi (yang perlu) diketahui. Nilai yang dapat disimak ialah akhlaq bersikap hormat kepada guru. Adapun alasan iblis tidak mau hormat kepada gurunya itu, oleh karena menurut hemat iblis ia lebih mulia dari Adam. Penilaian iblis itu berdasar atas asal-usulnya, api lebih mulia dari tanah. Nilai yang dapat disimak di sini ialah seorang murid tidak boleh membanggakan diri terhadap gurunya karena kedudukan orang tuanya (pejabat, eksekutif yang kaya), karena sikap yang demikian itu adalah sikap yang tercela, bersikap seperti iblis.

Di dalam SAP misalnya kepada anak didik diberikan beberapa Surah dan ayatnya, disuruh kerja kelompok menyimak nilai-nilai yang ada dalam ayat itu. Itulah sekapur sirih contoh dalam meneruskan nilai Islami kepada anak didik yang berhubungan dengan pembinaan akhlaq, peningkatan kualitas sumber daya manusia.WaLlahu A'lamu bi shShawab.

*** Makassar, 11 Mei 1997