23 September 2007

797. Hal-Ihwal Bulan Ramadhan

Salah satu ayat dari paket ayat-ayat ttg puasa Ramadhan:
-- SyHR RMDhAN ALDzY ANZL FYH ALQRaAN (S. ALBQRt, 2:185), dibaca:
--syahru ramadha-nal ladzi- unzila fi-hil qura-n, artinya:
-- Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran.
Permulaan Al-Quran diturunkan dalam bulan Ramadhan, yang dalam ayat (2:185) tidak dijelaskan dalam malam ke berapa. Untuk itu perlu meruju' pada ayat yang lain:
-- ANA ANZLNH FY LYLt ALQDR (S. ALQDR, 97:1), dibaca:
-- imnna- anzalna-hu fi- lailatil qadri, artinya:
-- Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada Malam Qadr.

Isyarat Al-Quran pada Malam Qadr itu diperjelas oleh sabda Rasulullah SAW:
Taharraw laylata lqadri fi l'asyri l.awaakhir min ramadhaan, artinya:
Carilah olehmu Malam Qadar pada sepuluh malam terakhir dalam bulan Ramadhan (Hadits diriwayatkan Bukhari).

Di Indonesia ini telah umum diperingati permulaan turunnya Al-Quran (Nuzul al-Quran) pada 17 Ramadhan, dan itu jelas bertentangan dengan 10 malam trakhir, karena angka 17 tidak termasuk dalam antara malam ke-21 dengan 30, kalau jumlah hari bulan Ramadhan 30 hari, atau di antara malam ke-20 dengan 29, kalau bulan Ramadhan itu hanya terdiri dari 29 hari.

Lalu dari mana pula asal muasal angka 17 ini. Firman Allah:
-- WMA ANZLNA 'ALY 'ABDNA YWM ALFRQN YWM ALTQAY ALJM'AN (S. ALAMFAL, 8:41), dibaca:
-- wa ma- anzalna- 'ala- 'abdina- yawmal furqa-na yawmal taqal jam'a-n, artinya:
-- dan (beriman kepada) apa yang kuturunkan kepada hambaku (Muhammad) pada Hari Al Furqaan, hari bertemunya dua pasukan.

Pada umumnya ditafsirkan, bahwa yang diturunkan Allah itu adalah Al-Quran, dan Hari Al-Furqan, hari bertemunya dua pasukan adalah Perang Badar. Dan menurut catatan sejarah, Perang Badar terjadi pada 17 Ramadhan. Jadi permulaan turunnya Al-Quran itu adalah pada 17 Ramadhan.

Dalam penafsiran ini ada 3 tahap pemikiran/perbuatan manusia. Tahap pertama berupa pemikiran/penafsiran, bahwa maa/apa diartikan sebagai Al-Quran. Tahap kedua adalah juga pemikiran/penafsiran, yaitu bertemunya dua pasukan adalah Perang Badar. Tahap ketiga adalah perbuatan, yaitu pencatatan/ingatan sejarah, bahwa Perang Badar itu adalah pada 17 Ramadhan. Yang jadi masalah ialah tahap ketiga, tidak jelas siapa itu pencatat sejarah tanggal terjadinya Perang Badar. Jadi letak salahnya angka 17 itu ialah pada orang yang mencatat kejadian Perang Badar, karena tidak jelas siapa orangnya pencatat sejarah itu. Siapapun orangnya pencatat sejarah itu, tentu kita lebih mempercayai Shahih Bukhari ketimbang hasil catatan sejarah yang tidak jelas siapa orangnya itu.

***
Satu bulan menurut kalender pra-Islam dari bulan sabit baru ke bulan sabit baru, ini umumnya berganti-ganti 29 dengan 30 hari. Satu tahun adalah satu kali matahari menempuh lintasan garis ekliptika di bola langit dalam pandangan geosentrik. Lamanya sekitar 365,25 hari. Satu tahun terdiri atas 365,25/29,5 = 12,38 bulan, Kalau dinyatakan dalam hari, pecahan 0,38 bulan itu menjadi 0.38 x 29,5 = 11,2 hari, dibulatkan menjadi 11 hari.

Dalam penanggalan Arab pra-Islam untuk menyesuaikan sistem qamariyah ke sistem syamsiyah, cara bangsa Arab pra-Islam menanggulangi kelebihan 11 hari itu ialah dengan mengumpulkan kelebihan itu setiap tiga tahun, sehingga terkumpullah sekitar 33 hari. Ini dijadikan 1 bulan. Setiap 19 tahun syamsiyah ada 7 tahun syamsiyah yang mempunyai 13 bulan qamariyah, yaitu tahun syamsiyah ke-3, 6, 9, 12, 15, 18 dan 19. Dalam 19 tahun sistem qamariyah ada ( 19 x 354 ) = 6726 hari. Dalam 19 tahun sistem syamsiyah ada (19 x 365) = 6935 hari. Selisihnya ( 6935 - 6726 ) = 209 hari. Ini dibayar dengan ( 7 x 30 ) = 210 hari. Koreksi dengan cara ini sudah lumayan, hanya beda sehari dalam 19 tahun. Karena setiap tiga tahun diadakan penyesuaian sistem Qamariyah ke Syamsiyah, maka dalam zaman pra-Islam bulan Ramadhan tetap dalam musim panas, sehingga bulan itu diberi bernama Ramadhan, dari akar kata Ra, Mim, Dhad, [RMDh] artinya membakar.
Sistem kalender pra-Islam ini masih berlaku di kalangan ummat Islam, hingga turun ayat:
-- AN 'ADT ALSYHWR 'AND ALLH ATSN 'ASYR SYHRA (S. AL TWBT, 9:36), dibaca:
-- inna 'iddatasy syuhu-ri 'indaLla-hitsna 'asyara syahran, artinya:
-- Sesungguhnya perhitungan bulan disisi Allah adalah 12 bulan.

Sejak turunnya ayat itu tidak ada lagi tahun yang jumlah bulannya 13 dalam kalangan ummat Islam. Dengan penggarisan ayat tersebut, maka bulan Ramadhan maupun bulan Haji bergeser setiap tahun, sehingga pelaksanaan ibadah puasa maupun ibadah haji tidaklah dalam musim yang tetap. Tidak terus-terusan musim panas dan tidak senantiasa dalam musim dingin melaksanakan ibadah puasa dan ibadah haji. Juga terjadi keadilan bagi penduduk di globa ini, yang di belahan bumi sebelah utara Khatulistiwa dengan yang di selatan, tidak selamanya berpuasa pada hari yang panjang dan tidak pula selamanya berpuasa pada hari yang pendek.

Mengapa nama Ramadhan tetap dipertahankan walaupun sudah bergeser tidak lagi selamanya dalam musim terik yang membakar? Ini boleh jadi dengan alasan bahwa karena puasa wajib itu dalam bulan Ramadhan, maka orang dapat mengaitkannya pada sabda RasuluLlah SAW:
-- Man qaama Ramadhaana Iymaanan wahtisaaban ghufiralahu maa taqaddama min dzanbihi (aw kamaa qaala), artinya:
-- Barang-siapa menegakkan Ramadhan atas dasar iman dan introspkesi, maka diampuni dosanya apa yang telah lalu (atau sebagaimana diucapkan beliau). Terkait dengan Hadits ini bulan Ramadhan adalah bulan pengampunan dosa, bulan membakar dosa-dosa, bagi mereka yang menegakkan Ramadhan. Apakah semua jenis dosa diampuni Allah ? Pembaca harap sabar menunggu, akan dikemukakan insya-Allah dalam Seri 798 yad. WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 23 September 2007