8 Juni 2008

831. AS Tak Pantas Ikut Campur Urusan FPI dan Klarifikasi

Fraksi-PKS Online: Kecaman Duta Besar AS terhadap insiden Monas mendapat reaksi dari anggota komisi III DPR RI Ma'mur Hasanuddin. Menurutnya AS tak pantas turut campur persoalan dalam negeri Indonesia. "AS tidak patut ikut campur dan turut mengecam FPI, karena mereka selalu diam menyaksikan pembantaian Israel terhadap anak-anak dan wanita Palestina. Dunia juga melihat bagaimana tangan AS berlumuran darah di Afgan dan Irak", kata Ma'mur usai rapat pleno Fraksi PKS di Senayan. Ma'mur juga mengingatkan agar AS tidak ikut memperkeruh opini terhadap apa yang terjadi di dalam negeri Indonesia. Menurutnya persoalan kekerasan yang terjadi harus dilihat secara proporsional, jangan hanya melihatnya secara sepihak. Dia juga menyayangkan sikap Presiden yang over acting dalam menyikapi kejadian di Monas, yaitu bicara keras tanpa mengumpulkan bukti-bukti terlebih dulu.

Pakar komunikasi Universitas Hasanuddin, Aswar Hasan mengatakan, fenomena bentrokan antara Front Pembela Islam (FPI) dan Aliansi Kebangsaan dan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) adalah efek dari "kekerasan simbolik" yang selama ini terjadi. Menurut Aswar antara FPI dan AKKBB adalah dua titik ektrem yang harus sama-sama dilihat secara fair dan jujur.

"Secara hukum, kekerasan berupa serangan itu bisa disalahkan. Namun secara psikologis, apa yang dilakukan itu harus bisa kita pahami bersama. Agar 'kekerasan simbolik' segelintir kelompok tidak terjadi lagi, maka, negara harus segera turun tangan atas setiap tindakan pelecehan terhadap simbol-simbol agama yang diyakini mayoritas umat. Adalah tak adil jika media dan pemerintah hanya mengikuti pendapat seorang Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) sementara mengabaikan pendapat jutaan orang," demikian kata Aswar.

Karenanya, menurut Aswar, "semua pihak--terutama media massa--harus melihat persoalan secara adil dan fair. Sebab ketidak-adilan yang dibangun pers dalam kasus seperti ini, hanya akan melahirkan 'tirani minoritas' dan akan terus-menerus berulang," ujarnya. Yang lebih berbahaya, menuurut Aswar, dibanding kekerasan fisik, kekerasan simbolik jauh lebih menyakitkan dan berimplikasi panjang.

Hari Rabu ybl sejumlah 58 (?) anggota FPI diciduk polisi. Benarlah apa yang dikatakan oleh Arnoldison, bahwa:
"Memperjuangkan kebenaran itu bukan hanya sekedar bermodalkan keyakinan akan kebenaran itu, tapi juga butuh 'management' untuk mencapai tujuan tersebut. Berbicara management maka kita akan berbicara setidaknya tentang strategi, perencanaan, pengorganisasian pencapaian tujuan. Hal ini menuntut berkemampuan dalam membaca strategi, arah dan tujuan yang hendak mereka lakukan, sehingga tidak terperosok dengan jebakan lubang yang dibuat lawan."

Apa yang terjadi dalam insiden di Monas itu, FPI dan Komando Laskar Islam (KLI) telah dijebak oleh kelompok qadiyani dengan berselimutkan AKKBB, sehingga tuntutan pembubaran ahmadiyah beralih menjadi tuntutan pembubaran FPI yang diudarakan (exposed) secara extra-intensif oleh media elektronik neolib.

***
Karena mas-media utamanya media elektronik pemberitaannya berat sebelah kepada kelompok liberal, mengadu-domba NU vs FPI, bahkan dalam sebuah talk show telah merusak citra NU, yang seyogyanya anti terhadap Ahmadiyah, maka eloklah jika dikemukakan Firman Allah:
-- YAYHA ALDZYN AMNWA AN JAaKM FASQ BNBA FTBYNWA (S.ALHJRAT, 49:6), dibaca:
-- ya-ayyuhal ladzi-na a-manu- in ja-kum fa-siqum binabain fatabayyanu-
-- Hai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang-orang fasiq dengan berita, maka lakukanlah klarifikasi.

Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi menyatakan akan memberi sanksi pada oknum-oknum NU yang mengadu-domba NU dengan FPI. Hasyim menyatakan pula bahwa NU tidak membela Ahmadiyah yang jelas-jelas sesat sebagaimana yang dilakukan AKKBB. Hasyim juga menyinggung oknum-oknum NU pro Gus Dur dan Ulil seperti Lakspedam, GP Ansor, dan Garda Bangsa yang berpikiran Liberal sehingga dalam membela aliran sesat bahkan sampai-sampai menyerang sesama Muslim [detiknews.com].

Komisaris Besar Heru Winarko, menyesalkan apel AKKBB tsb, karena pertama, sebelumnya, menurut Heru, pihak Polda telah menyarankan kepada AKKBB agar apel tidak dilakukan pada hari 1 Juni tsb. Kedua karena AKKBB ngotot untuk tetap melakukan aksinya juga pada 1 Juni itu, maka ditunjukkan untuk di Bundaran Hotel Indonesia saja, tahu-tahu mereka apel di Monas. Saran Heru supaya apel tidak dilakukan pada hari 1 Juni, itu menunjukkan bahwa apel AKKBB itu bukan untuk peringatan hari Pancasila, melainkan pembelaan terhadap Ahmadiyah.

Ada bukti video yang memperlihatkan seorang peserta aksi berkaos putih dengan sebuah pita merah putih di lengan kirinya sempat mengeluarkan sebuah senjata api dan menembakkannya.
[hidayatullah.com] Saidiman, Korlap AKKBB, yang aktivis JIL Utan Kayu menyebut "Islam anjing!" Itu menunjukkan AKKBB bukan apel-damai melainkan provokasi.

Dari hasil tabayyun ini jelas, bahwa apa yang terjadi di Monas itu adalah AKIBAT. Diminta pranata hukum juga menyelidiki PENYEBAB dari akibat itu.

***
Kapolri Jendral Sutanto menyatakan akan menindak kelompok manapun yang melakukan tindakan anarki dan kekerasan. Apa yang terjadi di lapangan? Anak buah Gus Dur dan para pendukung AKKBB, melakukan penekanan, pemaksaan, vandalisme di banyak tempat. Dan polisi membiarkan

Ala kulli hal, Pemerintah dihimbau untuk segera mengambil keputusan tegas mengenai keberadaan aliran-aliran sesat agama di dalam agama di Indonesia seperti Ahmadiyah.(*) Karena jika hal itu tidak dilakukan, maka konflik horisontal akibat reaksi atas tindak kekerasan non-fisik (simbolik), tidak mustahil akan berulang terus. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 8 Juni 2008


---------------------------------
(*)
Qadianisme mempergunakan tiga ayat dalam Al Quran sebagai pembenaran Tiga Kalimah Syahadat, yaitu: Khatamun Nabiyyin , namanya Ahmad dan wahyu yang akan datang. Karena Qadianisme mengaku Islam, maka ummat Islam yang awwam dengan leluasa dapat terkecoh dengan pemanfaatan Al-Quran sebagai pembenaran atas kenabian Ghulam Ahmad. Jika qadianisme tidak lagi dibolehkan pakai bendera Islam, maka konsekwensinya tidak boleh lagi para misionaris qadianisme mempergunakan Al-Quran sebagai pembenaran atas kenabian Ghulam Ahmad.