4 Oktober 2009

891. What Next ???

Ramadhan telah berlalu. Hari-hari indah yang penuh rahmat, berkah, dan maghfirah itu telah lewat pula. Apakah dengan selesai berpuasa Ramadhan sebulan penih itu, kita harus mengakhiri pula tujuan ibadah itu, yakni untuk mencapai derajat taqwa? apakah kita sudah cukup merasa puas kalau kita memasuki Idul Fitri sebagai pemenang dan terlahir kembali sebagai bayi yang baru lahir? Bukankah untuk mencapai derajat taqwa itu kita peroleh karena kita di samping melaksanakan ibadah puasa, kita melakukan berbagai amalan, di antaranya qiyamul lail, zikir, doa, tilawah Al-Quran, infaq, i'tikaf, istighfar, dan amalan saleh lainnya? Karena itu setelah kita berhasil menjalani ibadah puasa Ramadhan sebulan penuh, sudah seharusnya kita meneruskan amalan-amalan yang kita lakukan selama bulan Ramadhan itu pada sebelas bulan bulan berikutnya. Sebagai misal, setelah berpuasa wajib, kita masih bisa menjalani puasa sunnat, seperti puasa Syawwal 6 hari, puasa Senin-Kamis, , puasa pertengahan bulan di bulan-bulan hijriah, dan sebagainya. Kita boleh pilih puasa mana yang ingin kita jalani. Selain itu, kita juga bisa bersedekah memberi makan orang lain, misalnya kepada fukara dan masakin. Di samping itu, kita juga bisa mengkhatamkan Alquran sebulan atau sua bulan sekali kalau kita mau melakukannya. Kita bisa memperbanyak doa, zikir, istighfar, dan bersabar di tengah-tengah kesibukan kita. Bahkan, kita bisa menyisihkan waktu malam kita untuk sekadar salat qiyamul lail. Singkatnya, kita bisa melakukan semua amalan yang telah kita lakukan di bulan Ramadhan pada sebelas bulan berkutnya. Ramadhan biarlah berlalu. Namun janganlah kita lewatkan pula hari-hari pada sebelas bulan berikutnya dengan tidak mewarisi amalan-amalan Ramadhan. Kita harus mengupayakan hari-hari sepanjang tahun adalah seolah-olah Ramadhan. Alangkah indahnya hidup ini manakala banyak di antara kita yang menghidupkan Ramadhan sepanjang tahun. Inilah jawaban pertanyaan What Next??? seperti judul di atas !

***
Paket ayat-ayat mengenai puasa Ramadhan, ditutup dengan ayat:
-- WLA TAKLWA AMWALKM BYNKM BALBAThL (S.ALBQRt, 2:188). Dibaca:
-- Wala- ta'kulu- amwa-lakum bainakum bil ba-thili, artinya:
-- Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil.

Sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu, di antaranya dengan melakukan korupsi. AlhamduliLlah di Indonesia sekarang ini sudah ada lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sejarah kelahiran KPK cukup unik karena secara tersirat didasarkan pada rasa ketidak-percayaan terhadap dua lembaga penegak hukum yang sudah lebih dulu eksis, yakni kepolisian dan kejaksaan. Korupsi di Indonesia intensitasnya telah meningkat menjadi extraordinary crime, jadi harus ditangani dengan pendekatan extra ordinary crime juga, yaitu dengan pembentukan lembaga yang juga extraordinary berupa Super-body KPK untuk memberangusnya. KPK juga memiliki kewenangan penuntutan agar penegakan hukum yang sebelumnya kurang efektif menjadi lebih efektif. Jadi penuntutan bukan hanya wewenang yang dimonopoli oleh lembaga Kejaksaan satu-satunya. AlhamduliLlah, penetapan RUU Pengadilan Tipikor menjadi undang-undang, Selasa (29/9), tetap mempertahankan kewenangan penuntutan berada di KPK dan Kejaksaan, yang sebelumnya Jaksa Agung sangat bersemangat untuk memonopoli kewenangan penuntutan.

Saat masih menjabat sebagai Ketua KPK, Taufiequrachman Ruki mengingatkan tentang munculnya fenomena corruptors fight back, yakni fakta di mana tokoh-tokoh yang popularitasnya hancur melakukan berbagai cara untuk melumpuhkan KPK. Ucapan Ruki itu ada benarnya, karena fakta kriminalisasi 2 orang Pimpinan KPK yaitu Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Riyanto, bagaimanapun juga, tersirat bahwa tokoh yang popularitasnya hancur memanfaatkan corpsgeest (maaf belum mendapatkan ungkapan kata dalam bahasa Indonesia, maksudnya ikatan emosional sesama Korps). Chandra dan Bibit dijerat polisi dalam dugaan penyalahgunaan wewenang. Sedangkan Antasari Azhar menjadi tersangka ibarat ikan yang diumpan cacing kepanasan.

Sejumlah pihak meragukan pasal sangkaan atas Chandra dan Bibit. Pasalnya, polisi mempermasalahkan pencekalan atas dua pengusaha, Joko Tjandra dan Anggoro Widjojo. Hal ini dinilai masuk dalam ranah sengketa administrasi, bukan pidana. Bahkan, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD meminta polisi menghentikan dan menerbitkan SP3 atas kasus itu. Namun apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur. Perppu penunjukkan pelaksana tugas Pimpinan KPK sudah keluar. Secara tersirat Perppu tersebut membuahkan KPK tidak independen lagi, walaupun dengan embel-embel melalui mekanisme tim lima. Terkesan 3 orang pelaksana tugas hasil Perppu bertanggung jawab kepada Presiden vs 2 orang yang independen.

Pemberhentian sementara bagi pimpinan KPK yang jadi tersangka menurut Unrang-Undang terkesan tidak adil, Demikian pula pada pimpinan yang diberhentikan tetap jika telah menjadi terdakwa. Padahal penyidikan bisa dihentikan karena tidak ada bukti, dan dakwaan belum tentu benar. Bagaimana kalau pelaksana tugas baru beberapa jam atau beberapa hari bekerja, polisi menghentikan penyidikan dan menerbitkan SP3, maka 2 orang pelaksana tugas itu ibarat Raja Sehari di dalam dongeng. Dan bagaimana jika kasus Antasari yang diumpan cacing kepanasan itu, dimana berkasnya telah diserahkan ke Pengadilan, kemudian hakim memutuskan ia tidak bersalah, maka demi keadilan dan logika ia harus menjabat Ketua lagi, sehingga pelaksana tugas yang tersisa akhirnya juga menjadi Raja Sehari. Marilah kita tunggu saja dengan harap-harap cemas dengan pertanyaan What Next ??? WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 4 Oktober 2009