Kerbau-kerbau ternak potong yang dilepas bebas di lembah ataupun di pinggir-pinggir hutan yang berpadang rumput hidup secara bergerombol, merumput bersama-sama. Apabila sekelompok kerbau sedang merumput yang badannya masih belum berlumpur karena belum sempat berkubang, lalu ada seekor anggota kelompok pergi berkubang dahulu kemudian baru datang bergabung merumput dengan kelompoknya, maka berlakulah pepatah di atas itu: Seekor Kerbau Berkubang Semua Kena Lumpurnya.
Mengapa kerbau-kerbau yang masih bersih karena belum berkubang sempat kena lumpur dari kerbau yang baru selesai berkubang itu, oleh karena kerbau itu baik sedang merumput maupun sedang berjalan ekornya senantiasa bergerak mengipas kiri kanan. Barangkali beberapa di antara kita ini pernah juga mengalaminya, apabila sedang berpapasan dengan rombongan kerbau, baik berlawanan arah, maupun searah dengan mobil kita, ataupun kelompok kerbau itu sedang memotong jalan. Kita yang di dalam mobil secara otomatis akan menutup kaca jendela mobil (yang tidak ber-AC) untuk menghindarkan percikan lumpur yang dikipaskan berirama oleh ekor kerbau yang baru berkubang di pinggir jalan.
RasuluLlah SAW dalam salah satu Hadits beliau mengibaratkan masyarakat dalam negara sebagai orang-orang yang menumpang kapal. Setiap orang menempati posisi tertentu dalam kapal. Ada yang menempati geladak, ada yang menempati ruang bawah. Apabila orang di ruang bawah menghendaki air (diasumsikan kapal itu berlayar di permukaan danau yang tawar airnya), maka orang itu harus melakukan prosedur naik dahulu ke geladak baru menimba air (dahulu belum dikenal pompa dalam kapal). Jikalau ada orang yang mau cepat (berakselerasi modernisasi), tidak menghiraukan prosedur, yaitu ia melubangi dinding kapal, maka orang itu harus dicegah. Sebab kalau tidak dicegah, maka yang kena musibah tidaklah khusus menimpa orang yang berlaku zalim melubangi dinding kapal itu saja, melainkan seluruh penumpang dan kapal itu akan tenggelam.
Allah SWT berfirman:
WatTaquw Fitnatan La- Tushiybanna Lladziyna Zhalamuw Minkum Kha-shshatan. Wa'lamuw Innama- Amwa-lukum wa Awla-dukum Fitnatu (S. Al Anfa-l, 25 dan 28). Dan hindarkanlah fitnah yang tidak (hanya) menimpa orang zalim (saja) di antara kamu. Dan ketahuilah sesungguhnya harta-hartamu dan anak-anakmu adalah fitnah (8:25 dan 28).
Dalam bahasa Indonesia fitnah berarti perbuatan menyebarkan issu yang sesungguhnya bertentangan atau tidak dilakukan ataupun tidak diucapkan oleh orang yang bersangkutan. Dalam bahasa Al Quran fitnah mempunyai pengertian yang lebih luas dari itu. Dalam bahasa Al Quran fitnah berarti melakukan perbuatan yang mendatangkan musibah atas orang banyak dan lingkungan alam sekitar.
Melubangi dinding kapal seperti dalam Hadits di atas itu adalah suatu perbuatan fitnah, karena akibatnya akan terjadi musibah yaitu seluruh penumpang akan tenggelam dan kapal akan karam. Harta benda dan anak-anak adalah fitnah, yaitu dapat membawa musibah. Dalam beberapa tafsir fitnah yang berhubungan dengan harta benda dan anak-anak ditafsirkan cobaan. Melakukan tindak korupsi ataupun kolusi adalah berbuat fitnah karena mendatangkan musibah bagi rakyat dan Negara Republik Indonesia, ibarat melubangi dinding kapal seperti dalam Hadits di atas itu. Dalam kasus Bre-X Minerals Ltd perbuatan mencampur bubuk emas pada sampel yang akan diperiksa di laborarorium sehingga menghasilkan laporan pemalsuan kandungan emas Busang, adalah penipuan yang berkualitas fitnah, karena membawa musibah mencemarkan harga diri bangsa Indonesia, mengapa Departemen Pertambangan dan Energi begitu gampang ditipu oleh Bre-X Minerals Ltd tersebut. Bre-X yang berkubang, harga diri bangsa Indonesia kena lumpurnya (baca: dipermalukan, nipakasiri').
Organisasi Peserta Pemilu berhak membuat perkiraan perolehan suara Pemilu 1997 sebagai upaya mendeteksi lebih dini kemungkinan massa dan pendukung OPP bersangkutan, demikian ditegaskan oleh Sekretaris PPD I Sulsel. Menurutnya pula kasus temuan PPP di Bone dan Luwu (serupa dengan temuan perkiraan hasil Pemilu di Bengkulu dan Lampung yang mengundang kecurigaan akan kemungkinan adanya rekayasa hasil Pemilu) hanya kreatifitas seorang kader Golkar yang juga aparat Kades dan Camat. Perkiraan perolehan suara itu disusun berdasar potensi dan pengamatan yang dilakukan selama ini. Tentang oknum Kades dan Camat tegas Sekretaris PPD I Sulsel lebih lanjut, itu tidak menjadi masalah. Tetapi sangat perlu dipahami, demikian Sekretaris PPD I Sulsel menekankan pula, oknum Camat dan Kades mungkin saja melepas atribut sebagai aparat pemerintah atau panitia pemilih di desa dan mereka berperan sebagai kader salah satu OPP.
Kita seyogianya berhusnu-zhzhan (berasumsi baik) seperti sikap Sekretaris PPD I Sulsel tersebut. Kalau asumsi itu benar, maka AlhamduliLlah, segala puji bagi Allah. Semua akan beres, Pemilu akan berjalan lancar dan sukses dalam pengertian akan langsung, umum, bebas dan rahasia bagi peserta Pemilu, serta akan jujur dan adil sebagai predikat penghormatan atas aparat pelaksana proses Pemilu, dijauhkan Allah dari ketidak jujuran dan ketidak adilan rekayasa hasil perhitungan suara.
Tetapi kalau asumsi itu meleset, maka AstghfiruLlah, semoga Allah mengampuni kita. Semoga tidak terjadi apa yang dikatakan oleh Ali Sadikin (Bang Ali), mantan Gubernur Jakarta, mengenai proses perhitungan suara Pemilu 1977. Seperti diketahui sistem perhitungan komputersisasi saat itu baru pertama kali digunakan yang dimulai dari Jakarta. Apa kata Bang Ali? "Kalau sudah selesai dihitung kita kumpul dan tinggal distel di komputer, dari situ ketahuan. Sekonyong-konyong saya masih menghitung di sini, dari Sulsel sudah selesai. Anda gambarkan bagaimana bisa begitu mendahului kita." Jika asumsi itu meleset dalam arti ada aparat yang tidak dapat memilah diri kapan dirinya kreatif sebagai panitia pemilih, serta kapan dirinya kreatif sebagai kader OPP, maka akan terjadilah seperti apa yang dikatakan oleh pepatah yang menjadi judul seri ini: Seekor Kerbau Berkubang Semua Kena Lumpurnya.
Apakah asumsi itu benar (baca: tidak akan ada satu daerahpun terdapat rekayasa) atau meleset (baca: akan ada daerah yang terdapat rekayasa), hanya Allah Yang Maha Tahu, waLlahu A'lamu bi shShawab.
*** Makassar, 25 Mei 1997
25 Mei 1997
[+/-] |
274. Seekor Kerbau Berkubang Semua Kena Lumpurnya |
18 Mei 1997
[+/-] |
273. Apakah Mungkin Disiplin Ilmu Teknik Mesin Dapat Diberi Nilai Agama? |
Demi keotentikan, sebagai pertanggung-jawaban kepada Allah SWT, dalam kolom ini setiap ayat Al Quran ditransliterasikan huruf demi huruf. Bila pembaca merasa "terusik" dengan transliterasi ini, tolong dilampaui, langsung ke cara membacanya saja. Saya menerima tanggapan melaui telepon yaitu bagaimana mungkin dalam kurikulum setiap mata ajaran dapat diwarnai oleh nilai agama. "Ustadz, apakah mungkin disiplin ilmu teknik mesin dapat diberi nilai agama?" Sayangnya penanya itu tidak menyebutkan namanya. Tetapi menurut hemat saya dia itu dosen Jurusan Mesin, atau sekurang-kurangnya mahasiswa Jurusan Mesin. Tanggapan itu sehubungan dengan yang saya tulis pada hari Ahad yang lalu (Seri 272) dalam rangka menyambut Tahun Baru Hijriyah, 1 Muharram 1418. Saya kutip paragraf yang menyangkut materi tersebut:
"Kinerja sumberdaya manusia yang berakhlaq tinggi hanya dapat dicapai dengan merenovasi kurikulum dan mengubah sistem proses belajar-mengajar menjadi proses mendidik-mengajar. Pendidikan nilai-nilai agama dalam kurikulum diperbanyak porsinya. Silabi ditekankan pada nilai-nilai Syari'ah, bukan pada fiqh dan bukan pula bersifat hafalan. Bahkan pada setiap mata-ajaran diwarnai oleh nilai agama. Pilihan ganda (multiple choice) jangan dipakai dalam sistem evaluasi."
Sebenarnya pewarnaan nilai agama, terkhusus nilai Tawhid terhadap disiplin ilmu eksakta telah pernah saya kemukakan sejumlah beberapa kali dalam kolom ini. Khusus pewarnaan nilai Tawhid terhadap disiplin ilmu teknik mesin telah saya bahas dalam Seri 155 yang berjudul: "Aplikasi Hukum Themodinamika Kedua dalam Cakrawala yang Lebih Luas daripada Iptek." Saya akan kutip bagian esensial dari Seri 155 tersebut:
"Fisika klasik maupun fisika relativitas dengan gambaran dunia ruang waktu empat dimensi (four dimensional picture of the world, space-time continuum) tidak mempunyai ketegasan pengertian tentang arah waktu (time arrow). Oleh karena itu ada saja pakar yang membuat postulat tentang arah waktu sebaliknya, dari masa depan ke masa lalu. Postulat ini menimbulkan inspirasi bagi penulis novel yang bersipat science fiction, mengarang cerita tentang orang-orang yang menembus lorong waktu ke masa silam.
Sehubungan dengan arah waktu Allah berfirman: SBH ASM RBK ALA'ALY . ALDZY KHLQ FSWY (S. ALA'ALY, 1-2), dibaca: sabbihisma rabbikal a'la- . alladzi- khalaqa fasawwa- (s. al.a'la-), artinya: Sucikanlah nama Maha Pengaturmu Yang Maha Tinggi. Yaitu Yang mencipta lalu menyempurnakan (87:1-2). Menyempurnakan dalam ayat (87:2) memberikan keterangan secara tegas tentang arah waktu, yaitu dari masa lalu ke masa depan.
Dalam thermodinamika dikenal sebuah TaqdiruLlah yang disebut Hukum Thermodinamika Kedua dengan perumusan William Thomson Kelvin (1842 - 1907) dan perumusan Rudolf Clausius (1822 - 1888). Perumusan Kelvin menjadi asa mesin-mesin kalor dan perumusan Clausius menjadi asas mesin-mesin pendingin. Walaupun kedua perumusan itu secara verbal berbeda, namun pada pokoknya ialah dalam setiap proses thermodinamis, enropi akan naik. Secara keseluruhan entopi alam syahadah naik terus, jangankan turun, berhentipun tidak pernah. Ini yang disebut dengan irreversible.
Dalam hal panas, kenaikan entropi itu sebenarnya suatu kerugian dalam organisasi molekuler. Ungkapan organisasi molekuler ini perlu penjelasan. Sebuah bola baja yang jatuh jika dilihat secara mikroskopis, maka molekul-molekul bola baja itu bergerak ke bawah dengan pertambahan kecepatan yang sama dalam arti setiap saat besarnya dan arahnya sejajar serta molekul-molekul itu mengalami pula pertambahan tenaga kinetis yang sama besarnya. Dalam hal ini kita melihat dua hal, yaitu energi dan organisasi energi. Setelah bola baja itu menghantam landasan beton, maka sebagian dari molekul-molekul bola baja itu mengalami perubahan arah secara acak (random), ibarat nyamuk-nyamuk beterbangan tak teratur. Sebagian lagi molekul-molekul itu geraknya tetap teratur terorganiser, yaitu kecepataannya tetap sejajar dan sama besarnya. Maka tenaga bola baja itu terbagi dua. Tenaga molekul-molekul yang acak tak terorganiser yang ibarat nyamuk-nyamuk beterbangan itu berubah wujud dari tenaga kinetis menjadi tenaga panas. Di samping itu keacakan molekul-molekul yang seperti nyamuk itu mempengaruhi struktur bola baja itu dalam wujud perubahan bentuk menjadi "gepeng". Sedangkan tenaga molekul-molekul yang tetap terorganiser itu tetap berwujud tenaga kinetis yang menyebabkan bola baja itu "melenting" ke atas mengikuti hukum mekanika yaitu bagian dari SunnatuLlah yang dapat diungkapkan oleh Sir Isaac Newton (1642 - 1727) dalam bentuk rumus: Aksi = - Reaksi. Makin tinggi keacakan molekul-molekul yang seperti nyamuk itu makin besar pua kuantitas terjadinya tenaga panas. Tinggi rendahnya keacakan itu tergantung dari sifat material itu. Benda yang plastis tinggi keacakannya sedangkan benda yang elastis rendah keacakannya. Berubahnya sebagian tenaga kinetis itu menjadi tenaga panas, itulah yang dimaksud dengan kerugian organisasi molekulur seperti disebutkan di atas itu.
Karena memang didapatkannya ilmu thermodinamika itu untuk kepentingan efisiensi dalam rancang bangun teknologi, sedangkan sifat Iptek khususnya dan ilmu sekuler umumnya yang dipelajari orang hingga dewasa ini dibangun di atas paradigma empirisme yang bergandengan tangan erat dengan filsafat posirtivisme dan utilitarianisme, maka pengkajian sudah logis jika berhenti pada aplikasi Ip pada Tek. Yang logis belum tentu benar. Sesungguhnya Iptek itu menurut Syari'ah harus dimerdekakan dari kungkungan positivisme dan menjangkau di atas cakrawala yang lebih tinggi dari utilitiarisme. Iptek harus dibangun di atas landasan paradigma empirisme (ayat kawniyah) yang bernilai Tawhid, dengan tidak mengabaikan kemanfaatannya. Maka pemikiran logis tidak akan berhenti pada hanya aplikasinya dalam rancang bangun mesin-mesin konversi tenaga belaka.
Demikianlah pula arah waktu dipertegas dalam ayat kawniyah yaitu bagian TaqdiruLlah yang disebut Hukum Thermodinamika Kedua yang irreversible seperti yang telah diuraikan di atas itu. Hukum Thermodinamika Kedua tidaklah menyangkut tabiat molekul secara individual, melainkan menyangku keseluruhan unsur molekul yang acak dalam "masyarakat" molekul yang hiruk-pikuk (the random element in the crowd). Keadaan molekul yang makin acak yang tidak terorganiser itu menunjukkan arah waktu yang tegas dari masa lampau ke masa depan, oleh karena molekul-molekul yang bergerak ibarat nyamuk itu tidak dapat lagi kembali kepada keadaan semula. Keacakan ini adalah harga yang dibayar oleh transformasi fisis, suatu prinsip umum TaqdiruLlah yang diungkap oleh Ludwig Boltzmann (1844 - 1906).
Allah SWT menyempurnakan hasil ciptaannya FSWY (fasawwa-) berupa transformasi fisis alam syahadah di satu pihak, sedangkan di lain pihak Allah SWT mengurangi persediaan tenaga. Begitu transformasi fisis sudah disemuprnakan Allah SWT, entropi menjadi maximum, persediaan tenaga habis, berhenti pulalah proses di alam syahadah ini, dan inilah akhir alam syahadah, kemudian menyusullah hari kiamat (dari Qiya-m artinya berbangkit), yaitu diri (nafs) manusia di alam barzakh bangkit dengan tubuh yang baru, lalu menghadapi pengadilan Allah di Yawmuddin (Hari Pengadilan), lalu masuk ke alam akhirat, surga bagi yang beruntung karena tunduk pada Syari'ah, atau neraka bagi yang celaka karena tidak tunduk pada Syari'ah baik karena membangkang ataupun karena kafir semasa hidupnya di dunia.
Dalam uraian di atas itu bukan hanya sekadar dibahas pewarnaan nilai agama (axiology) terhadap disiplin ilmu thermodinamika, tetapi juga menyangkut dengan epistemology (the origin of nature, methods, and limits of human knowledge) dan ontology (the nature of existence). WaLla-hu a'lamu bishshawa-b.
*** Makassar, 18 Mei 1997
11 Mei 1997
[+/-] |
272. Hijrah dan Sumber Daya Manusia |
'Umar ibn al Khattab RA (581? - 644)M, Khalifah kedua (12 - 22)H atau (634 - 644)M menerima surat dari salah seorang Amir (Gubernur) yang menyebutkan bahwa surat itu adalah membalas surat Khalifah yang tidak bertanggal. Hal itu mendorong Khalifah Umar RA untuk membuat sistem penanggalan. Bangsa Arab di zaman pra-Islam memakai patokan tahun bukan berupa bilangan, melainkan topic of the year. Hari kelahiran Nabi Muhammad SAW disebut tahun gajah, karena yang menjadi topic of the year pada waktu itu adalah peristiwa hancurnya tentara bergajah Abrahah. Sistem ini berlaku juga di zaman Islam, hingga zaman pemerintahan Khalifah Umar RA. Para pakar dikumpulkan dan dalam perembukan itu ada tiga konsep yang diusulkan, yaitu kelahiran Nabi Muhammad SAW, Nuzulu lQuran dan Hijrah. Pilihan jatuh pada peristiwa Hijrah sebagai patokan tahun seperti yang diusulkan oleh 'Ali bin Abi Thalib RA, sehingga penanggalan ini disebut dengan Penanggalan Hijriyah.
Terpilihnya Hijrah sebagai patokan permulaan tahun menunjukkan bahwa peristiwa Hijrah sangat penting dalam sejarah Islam. Hijrah merupakan titik balik keadaan ummat Islam dari maf'ulun bih (obyek) di Makkah menjadi fa'il (subyek) di Madinah. Hijrah merupakan peralihan dari usaha pembinaan sumber daya manusia di Makkah melanjut kepada pembinaan masyarakat Islam melalui pembentukan Negara Islam dengan proklamasi yang dikenal dengan Piagam Madinah.
Ayat-ayat Makkiyah banyak-banyak berhubungan dengan pembinaan aqidah, sedangkan ayat-ayat Madaniyah bobotnya pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Peningkatan kualitas sumber daya manusia di Makkah bobotnya pada keimananan yang menghasilkan manusia yang berakhlaq tinggi. Penyiksaan dan pemboikotan ekonomi (tahun 7 dari ke-Rasulan) menyebabkan mereka tabah (baca: tahan uji dan tahan derita). Satu tahun delapan bulan sebelum hijrah terjadi peristiwa penting yang menjadi kriterium standar untuk evaluasi hasil pembinaan sumber daya manusia. Peristiwa penting tersebut adalah Isra-Mi'raj Nabi Muhammad SAW. Kriterium dari standar evaluasi itu adalah menerima sepenuhnya akan kebenaran Isra-Mi'raj dengan pendekatan imani, seperti sikap yang dicontohkan Abu Bakar Ash Shiddiq RA. "Kalau Nabi Muhammad mengatakan bahwa beliau Isra-Mi'raj, maka lebih dari itu saya percaya," demikian ucapan Abu Bakar RA kepada Abu Jahal yang menyampaikan kepadanya informasi tentang Isra-Mi'raj itu. Ummat Islam pecah tiga dalam menyikapi peristiwa Isra-Mi'raj itu. Kelompok pertama ialah yang bersikap seperti Abu Bakar RA. Kelompok kedua bersikap ragu (agnostik) dan kelompok ketiga kembali kafir. Terjadilah proses kristalisasi Ummat Islam. Kelompok pertama itulah yang lulus dalam evaluasi yang menjadi kaum Muhajirin, yang kemudian bersama-sama dengan kaum Anshar membina kehidupan bermasyarakat dan bernegara dalam Negara Islam Madinah.
Sumber daya manusia yang berakhlaq tinggi dan tabah sangat diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara tidak terkecuali dalam Negara Republik Indonesia yang kita cintai ini. Kinerja sumber daya manusia yang berakhlaq tinggi, dan tabah sangat dibutuhkan dalam menanamkan disiplin nasional serta menghindarkan korupsi dan kolusi, sehingga nilai praxis berjalan lancar dalam pengertian nilai-nilai instrumen berupa peraturan perundang-undangan dapat direalisasikan dalam kehidupan nyata dalam masyarakat.
Kinerja sumber daya manusia yang berakhlaq tinggi hanya dapat dicapai dengan merenovasi kurikulum dan mengubah sistem proses belajar-mengajar menjadi proses mendidik-mengajar. Pendidikan nilai-nilai agama dalam kurikulum diperbanyak porsinya. Sillabi ditekankan pada nilai-nilai, bukan pada fiqh dan bukan bersifat hafalan. Bahkan pada setiap mata ajaran diwarnai oleh nilai agama. Pilihan ganda (multiple choice) jangan dipakai dalam sistem evaluasi.
Apa yang dapat diharapkan luaran anak didik dalam pembinaan sumber daya manusia yang berkualitas dalam contoh ujian Agama Islam seperti di bawah ini (diambil dari soal ujian Ebta dari salah satu SMA yang sementara berlangsung sekarang):
Peristiwa kematian seseorang tidak dapat dipercepat atau ditunda dinyatakan oleh ayat:
a) Al Zilzaal, 1
b) Al Baqarah, 72
c) Al Qaari'ah, 3
d) Al Jum'ah, 10
e) Ali 'Imraan, 185
Tanpa diberi kesempatan untuk membuka Al Quran (dalam ujian agama itu tidak diperbolehkan membuka Al Quran), maka yang dapat menjawab adalah guru yang bersangkutan, apabila ia seorang penghafal Al Quran. Guru yang bersangkutan yang tidak hafal Al Quran tentu membuat pertanyaan itu setelah membuka Al Quran.
Berikut ini sebuah contoh bagaimana menyampaikan nilai kepada anak didik dalam hubungannya dengan pembinaan akhlaq, yang dapat disimak dari ayat:
Waidz Qulna- lilMalaikati Sjuduw liAdama faSajaduw Illa- Ibliysa Abay waStakbara waKa-na mina lKafiriyna (S. Al Baqarah, 34). Dan ingatlah tatkala Kami berkata kepada para malaikat sujudlah kepada Adam, maka mereka sujud, kecuali iblis ia enggan dan takbur dan termasuklah ia di antara yang kafir (2:34).
Mengapa Allah menyuruh para malaikat sujud kepada Adam, dan mengapa iblis tidak mau, apa alasan iblis? Anak didik disuruh membuka Al Quran dan terjemahannya, disebutkan kepada mereka Surah dan ayat yang terkait, disuruh cari dan disuruh baca dalam hati, untuk mendapatkan jawabannya.
Maka tentu mereka akan mendapatkan jawabannya. Allah menyuruh malaikat sujud kepada Adam, sujud menghormat, karena Adam adalah guru malaikat dalam hal materi mengenal nama-nama setiap benda di atas bumi (yang perlu) diketahui. Nilai yang dapat disimak ialah akhlaq bersikap hormat kepada guru. Adapun alasan iblis tidak mau hormat kepada gurunya itu, oleh karena menurut hemat iblis ia lebih mulia dari Adam. Penilaian iblis itu berdasar atas asal-usulnya, api lebih mulia dari tanah. Nilai yang dapat disimak di sini ialah seorang murid tidak boleh membanggakan diri terhadap gurunya karena kedudukan orang tuanya (pejabat, eksekutif yang kaya), karena sikap yang demikian itu adalah sikap yang tercela, bersikap seperti iblis.
Di dalam SAP misalnya kepada anak didik diberikan beberapa Surah dan ayatnya, disuruh kerja kelompok menyimak nilai-nilai yang ada dalam ayat itu. Itulah sekapur sirih contoh dalam meneruskan nilai Islami kepada anak didik yang berhubungan dengan pembinaan akhlaq, peningkatan kualitas sumber daya manusia.WaLlahu A'lamu bi shShawab.
*** Makassar, 11 Mei 1997
4 Mei 1997
[+/-] |
271. Merealisasikan Janji-Janji Kampanye |
Inilah program-program andalan yang dijanjikan oleh (O)rganisasi (P)eserta (P)emilu, OPP, selama beberapa hari kampanye: memberantas korupsi dan kolusi serta menghilangkan monopoli oleh PPP, menghapus kemiskinan oleh Golkar, demokratisasi dan pemberdayaan politik masyarakat oleh PDI. Ada yang skeptis terhadap janji-janji OPP tersebut. Arbi Sanit, pakar politik dari FISIP Universitas Indonesia, mengatakan bahwa PPP dan PDI tidak mungkin merealisasikan programnya oleh karena kemungkinannya untuk menjadi penguasa hampir tidak ada, paling-paling hanya mendesak pemerintah untuk memperhatikan programnya. Sedangkan mengenai Golkar sendiri, Deliar Noor, seorang pakar politik pula, mengatakan bahwa pemerintah melalui wakil-wakilnya yang menjadi jurkam menjanjikan menghapus kemisikinan, lalu apa kerja mereka selama ini?
Betulkah bahwa PPP dan PDI tidak mempunyai kesempatan sama sekali untuk merealisasikan janji-janji kampanyenya berdasarkan atas suara yang dapat diraihnya? Apakah kedua OPP tersebut upayanya paling-paling hanya sekadar mendesak pemerintah untuk memperhatikan programnya seperti yang dikatakan oleh Arbi Sanit? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang menggelitik untuk dijawab.
Sebenarnya janji-janji kampanye jangan terlalu dipersempit maknanya, yaitu hanya sekadar untuk menarik minat rakyat agar menusuk tanda gambar OPP yang bersangkutan. Hari-hari itu bukan hanya sekadar hari yang bersangkutan dengan Pemilu saja. Masih panjang hari-hari sesudah Pemilu hingga Pemilu tahap berikutnya. Masih ada forum perjuangan untuk berupaya merealisasikan program-program yang dijanjikan oleh kedua OPP yang akan mendapatkan suara yang lebih kecil dari Golkar. Forum perjuangan itu adalah lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk menghasilkan nilai instrumen yang disebut Garis-garis Besar Haluan Negara dan dalam forum Dewan Perwakilan Rakyat bersama-sama dengan lembaga Exekutif untuk menghasilkan nilai instrumen yang disebut undang-undang. Bagi ummat Islam dalam forum MPR itu sesungguhnya adalah aktualisasi perintah Allah SWT: Wa Amruhum Syuwray Baynahum (S. Asy Syuwray, 38), dan urusan mereka dimusyawarakan di antara mereka (42:38). Sedangkan dalam forum Exekutif bermusyawarah dengan (Wakil) Rakyat bagi ummat Islam adalah aktualisasi perintah Allah: Wa Sya-wirhum fiy lAmri (S. Ali 'Imra-n, 159), dan bermusyawaralah dengan mereka dalam urusan (3:159). Aktualisasi firman Allah SWT tersebut dalam Negara Republik Indonesia berwujud musyawarah untuk mufakat, musyawarah untuk menampung semua aspirasi rasional dan proporsional peserta musyawarah dengan prinsip bukan dominasi mayoritas (baca: Golkar) dan bukan pula tirani minoritas (baca: PPP dan PDI).
Selanjutnya masih terbuka kesempatan bagi kedua OPP yang minoritas itu, apabila tradisi politik dimodernkan, yaitu mengaktualisasikan keadilan dalam menyusun kabinet pemerintahan. Maksudnya, anggota kabinet disusun secara proposional, yaitu ketiga OPP semuanya duduk dalam pemerintahan sesuai dengan jumlah suara yang diraihnya dalam Pemilu. Misalnya PPP yang melontarkan programnya memberantas korupsi dan kolusi dalam kampanye, diberi kesempatan untuk duduk sebagai Menteri Penertiban Aparatur Negara.
Betapapun janji-janji kampanye itu sudah berhasil dituangkan ke dalam nilai-nilai instrumen berupa peraturan perundang-undangan, namun yang tidak kurang pentingnya adalah nilai praxis dalam arti bagaimana mengaktualisasikan nilai-nilai instrumen itu dalam kenyataan di lapangan. Yaitu yang berhubungan dengan kinerja manusia pelaksana, sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pengertian kinerjanya yang dapat diukur sebagai besaran kuantitatif dalam format (D)aftar (P)enilaian (P)elaksanaan (P)ekerjaan Pegawai Negeri Sipil. Dalam baris ke-5 (e) dari DP3 tersebut tercantum di situ penilaian kejujuran dalam besaran kuantitatif. Menilai kejujuran dalam besaran kuantitatif bukanlah pekerjaan yang mudah. Nilai kuantitatif yang diisikan pada baris kejujuran dalam DP3 pada umumnya dalam kenyataan hanyalah sekadar untuk memenuhi persyaratan formal saja untuk kenaikan pangkat PNS. Padahal berjalan mulus tidaknya nilai praxis sangat terkait pada kejujuran para pemikir, perencana dan pelaksana pembangunan. Khususnya dalam hal menghilangkan korupsi dan kolusi dalam pelaksanaan pembangunan sangat membutuhkan pelaksana yang jujur.
Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari RasuluLlah SAW pernah bersabda yang sangat erat kaitannya dengan kejujuran yaitu Ihsan. RasuluLlah bersabda: Al Ihsa-nu an Ta'buda Llaha Kaannaka Tara-hu fain Lam Takun Tara-hu faInnahu Yara-ka. Ihsan yaitu mengabdi kepada Allah seolah-olah engkau melihatNya, namun apabila engkau tidak sanggup, maka sesungguhnya Ia melihatmu. Demikianlah sikap jujur itu berakar pada keyakinan bahwa apapun yang kita kerjakan senantiasa dipantau oleh Allah SWT.
Sebagai manusia biasa terkadang lupa bahwa ia dipantau oleh Allah SWT, lupa bahwa ia diawasi oleh malaikat, waskat! Manusia lupa adalah pekerjaan iblis. Tatkala iblis diusir keluar dari alam malakut karena ia takbur, tidak menurut perintah Allah untuk sujud menghormat kepada Adam sebagai gurunya yang telah mengajarkan kepadanya dan kepada para malaikat pengetahuan tentang nama-nama tiap-tiap sesuatu, iblis minta kepada Allah supaya diperkenankan untuk menggoda manusia. Allah SWT mengabulkan permohonan iblis itu. Oleh sebab itu kepada para pelaksana pembangunan PNS golongan rendah dan menengah diberikan gaji yang lebih dari cukup, yaitu dalam APBN diberikan porsi terkhusus bagi gaji PNS. Akan halnya pegawai tinggi yang bergelimang dengan uang rakyat dibuatkan nilai instrumen dalam bentuk undang-undang, memberikan sanksi yang berat jika korupsi dan kolusi. Sanksi yang berat itu harus proporsional dengan jumlah kekayaan negara yang dikorupsinya dan maximal kalau perlu sanksi potong tangan.
Dengan menaikkan gaji PNS golongan bawah dan menengah, kemudian sanksi yang berat bagi PNS golongan tinggi yang korupsi, maka insya Allah korupsi akan dapat ditanggulangi, nilai praxis berjalan lancar, nilai-nilai instrumen dapat diterjemahkan dalam wujud nyata di lapangan.
Selamat menusuk tanda gambar yang sesuai dengan hati nurani dan pertimbangan rasionalnya, langsung, umum, bebas, rahasia, pergunakanlah hak saudara sebaik-baiknya. Kepada Panitia pelaksana selamat melaksanakan tugas dengan jujur dan adil.
WaLlahu A'lamu bi shShawab.
*** Makassar, 4 Mei 1997