Rampatan (generalisasi) doktrin Freud melalui ilmu statistik belum pernah dan tak akan pernah dapat dilakukan. Hal itu adalah keniscayaan seperti dikatakan dalam Seri 307 yang lalu. Karena rujukan pada ayat Kawniyah (ayat alam) sebagai sumber informsi tak akan pernah dapat dilakukan, maka ditempuhlah alternatif rujukan pada ayat Qawliyah (Al Quran) dan Al Hadits.
Dalam Al Quran dikenal tiga jenis personalitas atau kejiwaan yang disebut An Nafs(u). Kata ini dipungut ke dalam bahasa Indonesia: nafsu dengan perubahan makna, berkonotasi jelek, biasanya dalam bentuk kata majemuk: hawa nafsu. Ketiga jenis kejiwaan itu adalah: Pertama, An Nafsu lAmma-rah. Sesungguhnya Nafsu Ammrah itu mendorong untuk berbuat kejahatan (S.Yuwsuf, 12: 53). Kedua, An Nafsu lLawa-mah. Dan Aku bersumpah dengan Nafsu Lawwamah (dalam diri manusia) (S.Al Qiya-mah, 75:2). Nafsu Lawwamah ini mendorong manusia untuk introspeksi. Wa ma- Ka-na liy 'alaykum min Sultha-nin illay an Da'awtukum faStajabtum liy, fala- Taluwmuwny wa Luwmuw Anfusakum, (Setan berkata) tidak ada kekuasaan dariku atasmu, kecuali aku membujukmu dan engkau tergiur. Sebab itu janganlah kamu mencercaku, melainkan cercalah dirimu sendiri (S.Ibrahim, 14:22). Ayat ini menjelaskan tentang ucapan setan kepada manusia yang sudah terlanjur mengikuti Nafsu Ammarahnya, lalu mengumpat setan yang telah menjerumuskannya. Janganlah mengumpat setan, kritiklah dirimu sendiri, introspeksilah. Yang ketiga, An Nafsu lMuthmainnah. Hai Nafsu Muthmainnah, (jiwa yang tenang dan suci) (S.Al Fajr, 89:27).
Freud telah berjasa memperinci jenis Nafsu Ammarah itu dalam gambaran Idnya. Namun kesalahan Freud yang fatal ialah bahwa agama yang bersumberkan wahyu dipandang sebagai perkembangan libido. Pandangan Freud bahwa libido adalah sumber dari karya kreatif sangatlah spekulatif dan terlalu ekstrem. Selanjutnya aktivitas mental Id yang diletakkan Freud dalam alam bawah sadar, memberikan konsekwensi bahwa manusia itu tidak dapat diminta pertanggung-jawabannya. Bukankah perbuatannya itu didorong oleh hasrat yang tidak disadarinya? Freud yang melecehkan tanggung jawab asasi manusia ini bertentangan dengan aqidah tentang Yawmu dDiyn (Hari Pengadilan).
Semua kehandalan kultural manusia, seperti seni, hukum, agama dll. bukanlah perkembangan libido. Libido yang berkarakteristik seksual itu hanyalah sekadar salah satu unsur dari Nafsun Ammarah. Doktrin libido bertentangan dengan aqidah, karena Freud menganggap libido itu sumber agama.
Menurut Hadits manusia berpikir dan kemudian berbuat jahat, oleh karena tatkala itu sedang lupa kepada Allah, namun ia menyadari akan pikiran dan perbuatannya itu. Rasulullah SAW bersabda: Pezina tidak berzina tatkala ia dalam keadaan beriman. Pencuri tidak mencuri tatkala ia dalam keadaan beriman, dan peminum tidak minum tatkala ia dalam keadaan beriman (Hadits Shahih riwayat Al Bukhari dan Muslim dan yang lain-lain dari keduanya, dari Abu Hurairah). Jadi orang berbuat jahat itu karena ia lupa kepada Allah, namun ia sadar kan dirinya tatkala ia berbuat itu.
Bahwa Super-Ego itu adalah evolusi mental yang tertinggi dari manusia itu ada benarnya. Bahwa manusia senantiasa berusaha mencapai Nafsu Muthmainnah, menjadi Sufi dan WaliyuLlah (dalam arti tasawuf yang tidak "liar"). Yang tidak benar adalah Super-Ego itu dimasukkan sebagai aktivitas mental dalam alam bawah sadar. Nafsu Muthma'innah itu adalah tahap kesadaran yang paling tinggi.
Dalam Al Quran disebutkan bahwa Nabi Yusuf AS bermimpi melihat 11 bulan, matahari dan bulan sujud kepadanya. Itu bukan drama dalam alam bawah sadar. Itu bukan hasrat terpendam Yusuf yang masih remaja itu ingin menjadi orang berkuasa sehingga orang-orang tunduk kepadanya. Itu adalah pertanda dari Allah SWT untuk masa yang akan datang. Yaitu Nabi Yusuf AS kelak di kemudian hari akan menjadi raja muda Mesir. Tatkala itu ke-11 saudaranya, bapaknya (Nabi Ya'cub AS) dan ibunya menghormatinya sebagai raja muda. Mimpi raja Mesir (bukan dari dinasti Fir'aun), 7 ekor sapi gemuk dimakan 7 ekor sapi kurus, bukan drama alam bawah sadar raja Mesir.
Di samping mimpi sebagai pertanda dari Allah SWT untuk para nabi dan waliyullah serta orang-orang tertentu yang dipilih Allah, mimpi adalah aktivitas jiwa dalam qalbu (sadru + fuad + hawa) yang bekerja terus. Mimpi tukang jahit Singer dikejar-kejar orang memegang tombak yang ujungnya berlubang adalah proses berpikir dalam fuadnya berjalan terus selagi ia tidur. Ia berhasil memecahkan permasalahan di dalam tidur bagaimana menyelesaikan jahitan yang bertumpuk menjelang tahun baru, yaitu dengan membuat jarum yang berlubang pada ujungnya yang runcing. Mimpi makan kenyang orang terapung di atas rakit di tengah laut adalah proses naluri mempertahankan hidup dalam hawanya berlanjut terus sementara ia tidur (hal ini juga diangkat dalam novel sastra daerah Makassar "I Kukang"), adalah proses naluri mempertahankan hidup dalam ALHWY (dibaca: al hawa-) yang berlanjut terus sementara ia tidur.
Demikianlah mimpi itu bukanlah pencapaian tersembunyi dari hasrat yang tertekan. Mimpi itu bukanlah drama dalam alam bawah sadar, dan bukan pula produk konflik dalam alam bawah sadar. Mimpi itu tidak lain adalah pertanda untuk masa yang akan datang dari Allah SWT yang diberikan kepada para Nabi, waliyuLlah ataupun orang-orang tertentu, atau mimpi itu adalah proses merasa, berpikir dan bernaluri yang berlanjut terus tatkala tidur.
Terakhir, tidak ada konflik antara Id dengan Super-Ego dalam alam bawah sadar, karena alam bawah sadar itu tidak ada. Sesungguhnya persepsi Freud tentang alam bawah sadar tidak lain melainkan rekaman pada kulit otak tentang pengalaman proses merasa, berpikir dan bernaluri, ibarat rekaman pada tape recorder. Telah dijelaskan dalam Seri 306 bahwa nafsu (jiwa) merasa, berpikir dan bernaluri dengan memakai mekanisme otak dalam jisim. Doktrin alam bawah sadar bertentangan dengan aqidah adanya Hari Pengadilan. Manusia harus mempertanggung-jawabkan seluruh aktivitasnya di dunia ini pada Hari Pengadilan kelak. Allah Maha Adil, memberikan ganjaran baik atau buruk sesuai yang dilakukan manusia dengan sadar. Semua aktivitas jiwa disadari, karena jiwa itu disinari oleh ruh. Ruh inilah yang menyebabkan manusia itu sadar akan eksitensinya. WaLlahu A'lamu bi shShawab.
*** Makassar, 25 Januari 1998
25 Januari 1998
[+/-] |
308. Ujicoba Doktrin Freud Dengan Ayat Qawliyah |
18 Januari 1998
[+/-] |
307. Doktrin Freud |
Sigmund Freud (1856 - 1939) mengumpamakan alam pikiran manusia ibarat gunung es. Sebagian besar tenggelam dalam air, tersembunyi dalam alam bawah sadar. Di bawah permukaan air itu tersembunyilah motif, perasaan dan keinginan-keinginan, yang tidak hanya tersembunyi bagi orang lain, melainkan menjadi rahasia pula bagi dirinya sendiri. Menurut doktrin Freud alam bawah sadar itu adalah sumber dari nereuse.
Freud mengklasifikasikan aktivitas mental dalam tiga level: Id, Ego dan Super-Ego. Id dan Super-Ego terletak dalam alam bawah sadar. Yang terpenting ialah Id, bagian yang gelap dari personalitas. Id dapat diungkapkan dengan cara mengkaji mimpi (interpretation of dreams) dan nereutic symptom. Id adalah pusat dari naluri dan iradah (impuls) yang bersifat primitif dan kebinatangan. Id itu buta dan serampangan (ruthless), hanya menginginkan kesenangan hura-hura, dan asyik ma'syuk (pleasure), tanpa mengindahkan konsekwensinya. Id tidak mengenal nilai, tidak mengenal baik dan buruk, tidak mengenal moralitas. Semua impuls dari Id menurut doktrin Freud diisi oleh tenaga psikis (psychic energy) yang disebutnya libido, berkarakteristik seksual. Teori libido ini disebut dengan "hakikat (essence) dari doktrin pasikoanalisis". Semua kehandalan kultural manusia, seperti seni, hukum, agama dll. dipandang sebagai perkembangan libido. Pada bayi aktivitas libido itu berupa menetek dari puting payu dara ibu, mengisap dot dan mengisap jari. Setelah dewasa libido itu tertransfer dalam hubungan seksual, atau berupa kreasi seni, sastra, musik yang disebut dengan "displacement". Naluri seksual libido ini menurut doktrin Freud adalah sumber dari karya kreatif.
Pengaruh libido ini menurut doktrin Freud, suatu doktrin spekulatif yang sangat kontroversial dari psikoanalisis, adalah pertumbuhan perasaan seksual anak terhadap orang tuanya. Dimulai dari kesenangan bayi mengisap dari puting susu ibunya, dalam diri anak laki-laki perasaanya berkembanglah hasrat seksual terhadap ibunya, membenci ayahnya sebagai saingan, yang disebut oleh Freud dengan komplex Oedipus. Dalam mitologi Yunani tersebutlah konon seorang yang bernama Oedipus yang mengawini ibunya dan membunuh bapaknya. (Dalam sastra Sunda klasik tersebut Sangkuriang membunuh ayahnya, yaitu si Tumang seekor anjing dan ingin mengawini Dayang Sumbi, yaitu ibunya. Andaikata Freud itu urang Sunda, maka wishful thinking Freud tersebut tentang hasrat seksual anak laki-laki terhadap ibunya, tentu akan disebutnya komplex Sangkuriang).
Berlainan dengan Id yang didominasi oleh libido itu, Ego menyadari alam sekelilingnya. Id yang tidak mengindahkan konsekwensi, serampangan, tidak dibiarkan oleh Ego, oleh karena Id yang tidak mengenal aturan itu akan memenimbulkan konflik dengan realitas, utamanya aturan-aturan dari masyarakat. Menurut Freud, Ego itu berupa mediator antara klaim yang serampangan dari Id dengan realitas yang ada di dunia luar dari individu.
Adapun Super-Ego yang berada dalam alam bawah sadar seperti Id, senantiasa dalam konflik dengan Id. Terjadinya konflik antara Id dengan Super-Ego dalam alam bawah sadar itu menurut Freud itulah penyebab timbulnya penyakit kejiwaan yang disebutnya dengan neurose, yang dapat mengakibatkan keadaan yang fatal dari personalitas. Seorang pengikut Freud, A.A.Brill, orang Amerika, menulis bahwa Super-Ego itu adalah evolusi mental yang tertinggi dari manusia.
Istilah doktrin dipakai dan bukan istilah teori, oleh karena para pengecer (meminjam ungkapan Anwar Arifin) psikoanalisis Freud itu tidak memandangnya lagi sebagai suatu teori, melainkan sudah diyakini sungguh-sungguh kebenarannya. Padahal psikoanalisis Freud belum pernah dibuktikan secara ilmiyah. Dari hasil observasi pasiennya di Vienna, Freud membuat rampatan (generalisasi), bahwa semua manusia mesti demikian itu. Freud tentu saja tidak dapat dipersalahkan betul dalam membuat rampatan itu, oleh karena alat ilmiyah untuk rampatan itu belum didapatkan pada waktu itu, yakni ilmu statistik. Walaupun pembacaan buku-buku psikologi saya sangat terbatas ketimbang para pakar psikologi, namun saya berani mengatakan bahwa belumlah pernah diadakan penelitian apakah memang teori Freud itu berlaku secara umum untuk semua manusia.
Apakah libido yang merambat pada komplex Oedipus itu berlaku umum untuk seluruh manusia? Apakah anak perempuan juga punya dorongan libido sehingga senang mengisap puting susu ibunya dan karena itu logikanya ia terlahir sebagai lesbian? Apakah anak perempuan berkomplex Xena (bukan Oedipus karena Oedipus laki-laki), benci kepada ibunya dan ingin mengawini bapaknya? Apakah ini tidak kontradiktif dengan pembawaan lesbian? Apakah semua kehandalan kultural manusia, seperti seni, hukum, agama dll. dipandang sebagai perkembangan libido? Apakah semua mimpi itu adalah pencapaian (fulfillment) tersembunyi dari hasrat yang tertekan? Apakah semua mimpi itu merupakan drama dalam alam bawah sadar? Apakah semua mimpi itu adalah buah (product) konflik? Walaupun sekarang sudah dikenal ilmu statistik, namun sangatlah sulit untuk mengujicoba bahwa doktrin Freud itu berlaku umum untuk semua manusia. Kesulitan itu pada hakekatnya adalah suatu keniscayaan.
Allah SWT adalah Sumber dari segala sumber, Allah adalah Sumber ilmu, Sumber informasi. Allah menurunkan ayat sebagai sumber informasi. Al Quran tidak membedakan pengertian ayat, baik yang dimaksud dengan isi Al Quran, maupun yang dimaksud dengan alam. Dalam kedua ayat di bawah ini jelas Al Quran tidak membedakannya.
Wa la- Tasytaruw biAyatiy Tsamanan Qaliylan(S. Al Baqarah, 2:41), dan janganlah engkau menjual ayat-ayatKu dengan harga murah. Wa Yunazzilu mina sSama-i Ma-an fa Yuhyiy bihi- lArdha ba'da Mawtiha- inna fiy dza-lika laA-ya-tin li Qawmin Ya'qiluwna (S. Ar Ruwm, 30:24), dan diturunkanNya hujan dari langit, dan dengan itu dihidupkanNya bumi sesudah matinya, sesungguhnya dalam hal ini adalah ayat-ayat bagi kaum yang mempergunakan akalnya.
Jadi baik isi Al Quran maupun alam semesta adalah sumber informasi, suatu fakta yang tak boleh diragukan. Dalam bahasa Indonesia dan juga bahasa lain selayaknya bahasa Al Quran ayat ini tetap dipakai, tidak usah diterjemahkan. Maka orang akan memfokuskan minatnya menghilangkan polarisasi antara imaniyah dengan ilmiyah. Lalu melebur keduanya menjadi satu sistem, yaitu Pendekatan Imaniyah-Ilmiyah seperti berikut:
- berlandaskan tawhid,
- pengamatan,
- penafsiran,
- bersikap ragu terhadap pemikiran manusia,
- ujicoba.
*** Makassar, 18 Januari 1998
11 Januari 1998
[+/-] |
306. Puasa Meningkatkan Kecerdasan Perasaan, Pikiran dan Naluri |
Dalam bahasa Makassar dikenal ungkapan: rupa tau, ilalanganna taua dan ma'nassa tau. Manusia dapat dikenal identitasnya dari tubuh kasarnya, inilah yang disebut dengan rupa tau, yang dikenal dengan istilah jismun (jisim). Di dalam jisim ada bagian halus, itulah yang disebut ilalanganna taua (bagian dalam manusia), yang dikenal dengan istilah nafsun (nafsu). Lebih dalam dari itu ada bagian yang sangat halus, itulah yang disebut rahasia yaitu ma'nassa tau (manusia sesungguhnya), yang dikenal dengan istilah ruwhun (ruh).
Ilmu yang menyangkut dengan jisim disebut ilmu jasmani, ilmu tubuh manusia. Ilmu mengenai nafsu disebut ilmu nafsani (ilmu kedirian, ilmu jiwa, psikologi). Nafsu (diri, jiwa) inilah yang merasa dan berpikir (berakal) serta berkemauan. Ruh menyebabkan manusia sadar akan existensinya. Ruh itu menyinari jiwa sehingga jiwa itu menyadari semua aktivitasnya: merasa, berpikir dan berkemauan. Jadi tidak ada alam bawah sadar, seperti telah saya bahas dalam OPINI, Harian FAJAR, hari Kamis 31/3-1994 dan Sabtu 2/4-1994 yang berjudul: Psikoanalisis Hasil Iqra Sigmund Freud yang Diecerkan Secara Global). Ruh juga mengatur perimbangan aktivitas jiwa dalam merasa, berpikir dan bernaluri. Hanya itulah pengetahuan manusia yang sedikit tentang ruh. Tidak ada ilmu ruhani, oleh karena ruh tidak dapat dikaji oleh manusia.
-- WaYasaluwnaka 'ani rRuwhi Quli rRuwhu min Amri Rabby waMa- Uwtiytum mina l'Ilmi Illa- Qaliylan (S. Bany Isra-iyl, 17:85). Mereka bertanya kepada engkau tentang ruh, katakan ruh itu urusan Maha Pengaturku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan kecuali sedikit..
Ada tiga jenis kecerdasan yang bisa diukur, yaitu kecerdasan perasaan (emosi), kecerdasan pikiran (akal) dan kecerdasan naluri (instink). Jiwa merasa di dalam shadrun (dada halus, sadru), berpikir di dalam fuadun (fuad), dan bernaluri di dalam haway (hawa). Jiwa merasa dan berpikir serta bernaluri dengan memakai mekanisme perangkat kasar dalam jisim yang disebut otak. Tingkat kecerdasan perasaan diukur dalam besaran emotional quotient (EQ), tingkat kecerdasan pikiran diukur dalam besaran intelligence quotient (IQ), namun sepanjang pengetahuan saya walaupun secara teori tingkat kecerdasan naluri dapat diukur, sampai sekarang belum ada tolok ukurnya. Lebih-lebih lagi yang tak mungkin dapat diukur itu kecerdasan ruhaniyah, berhubung telah disebutkan di atas, bahwa ruh itu adalah rahasia.
Dalam tataran jasmani ada yang disebut qalbun (qalbu) yaitu jantung. Qalbu juga terdapat dalam tataran nafsani, ini yang disebut hati dalam bahasa Indonesia. Ada pula yang disebut lubbun (lub) di dalam tatarasan nafsani. Hubungan di antara kelima substansi dalam tataran nafsani itu dapat dijelaskan dalam bentuk rumus:
qalbu = lub + hawa
lub = sadru + fuad
qalbu = sadru + fuad + hawa
Iman terletak di dalam sadru. Alladziy Yuwaswisu fiy Shuduwri nNa-si (S. An Na-s, 114:5), yaitu (syaitan) yang membisikkan dalam sadru manusia. Yang diganggu syaitan dalam sadru manusia ialah iman.
Puncak kecerdasan emosi ialah rasa cinta dan anNafsu lMuthmainnah, (S. Al Fajr, 89:27), nafsu (jiwa) yang tenang. DzikruLlah (ingat akan Allah) bukanlah dengan akal melainkan dengan rasa. DzikruLlah bagi seorang sufi dalam lapangan tasawuf akan mencapai puncaknya berupa rasa cinta kepada Allah dan RasulNya. Kecerdasan berpikir filosof dan pakar dalam lapangan filsafat dan ilmu pengetahuan akan menghasilkan kepuasan intelektual.
Apabila dalam diri seseorang tercapai keseimbangan antara perasaan dengan pikiran, maka dalam Al Quran yang bersangkutan mendapat predikat Ulu lAlbab. Al Albab adalah bentuk jama' dari al Lub. Siapakah Ulu lAlbab itu?
Alladziyna Yadzkuruwna Llaha Qiya-man waQu'uwdan wa'alay Junuwbihim waYatakkaruwna fiy Khalqi sSamawati walArdhi Rabbana- Ma- Khalaqta Hadza Ba-thilan Subhanaka faQina- 'Adza-ba nNa-ri (S. Ali 'Imra-n, 3:191). yaitu mereka yang berdzikir akan Allah tatkala berdiri, duduk dan berbaring, dan memikirkan tentang terciptanya (benda-benda) langit dan bumi (lalu berkata): Wahai Maha Pemelihara kami tidaklah Engkau jadikan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau peliharalah kami dari azab neraka. Ulu lAlbab ialah mereka yang jiwanya berdzikir dan berpikir secara seimbang, EQ dan IQnya sama tingginya. Tidak membiarkan EQnya tinggi, sedangkan IQnya rendah. Juga tidak membiarkan IQnya tinggi, sedangkan EQnya rendah.
Naluri mempertahankan diri berwujud mencari makanan kalau lapar, mencari minuman kalau haus, melawan atau melarikan diri kalau diancam bahaya, dan hasrat sexual untuk melanjutkan keturunan. Termasuk dalam naluri mempertahankan diri ialah bernafas, yaitu mengambil O2 dan mengeluarkan CO2 (respirasi). Boleh jadi kata nafas berasal pula dari nafsun. Bagian naluri yang mendorong untuk bernafas ini disebut nyawa. Apabila manusia mati, ruhnya ke alam barzakh menanti hari qiyamat (berbangkit). Demikianlah ruh itu kekal, sedangkan jiwa padam, nyawa putus dan tubuh hancur menjadi tanah setelah manusia mati.
Bukan saja perasaan dan pikiran yang harus seimbang. Jiwa harus pula menyeimbangkan lub (perasaan + pikiran) di satu pihak dengan naluri di lain pihak. Naluri yang agresif akan menurunkan kecerdasan naluri hingga ketitik yang serendah-rendahnya, asfala sa-filiyna (S. At Tiyn, 95:5), yaitu naluri mempertahankan diri itu menjadi liar, sehingga seseorang akan menjadi pemangsa sesamanya (kannibal). Kecerdasan naluri mencapai puncaknya jika terjadi keseimbangan antara lub dengan naluri.
Dalam bulan Ramadhan yang suci ini jiwa dilatih untuk mengendalikan naluri mempertahankan diri yang terdiri utamanya dari hasrat yang bersifat biologis, yaitu makan minum dan sex. Demikianlah puasa dapat meningkatkan kecerdasan naluri, hasrat biologis dapat terkendali.
Dalam bulan Ramadhan jiwa mengadakan imanan wahtisaban (introspeksi atas dasar iman) sehingga jiwa dapat meningkatkan kecerdasan perasaan dan pikiran. Dan yang tidak kurang pentingnya, puasa dapat merasakan derita orang miskin yang juga akan meningkatkan kecerdasan perasaan. Jikalau tingginya IQ (hasil ihtisaban) hanya menggeluti teori-teori mengentaskan kemiskinan, maka tingginya EQ (hasil olah rasa) yang membuahkan rasa cinta dan solidaritas atas derita orang-orang sengsara hidupnya, akan menumbuhkan sikap tanggung jawab untuk mewujudkan teori-teori mengentaskan kemiskinan itu dalam kenyataan. WaLlahu A'lamu bi shShawab.
*** Makassar 11 Januari 1998
4 Januari 1998
[+/-] |
305. Profesionalisme dan Teknologi Jangan Dikultuskan |
Matsumoto yang menjadi pimpinan kelompok penyelam, adalah penyelam yang profesional. Betapa tidak, dia pemegang bintang lima untuk klasifikasi penyelam. Dengan klasifikasi bintang lima itu dia handal untuk menyelam di bagian laut mana saja di dunia. Demikian pula keempat orang anggotanya semuanya penyelam profesional, itu menurut keterangan petugas biro perjalanan kepada Zubair Ali, pemandu wisata bawah laut, yang memandu kelima penyelam Jepang itu. Maka menyelam di selat Selayar, rupanya soal kecil bagi mereka itu.
Kelima penyelam Jepang itu menolak memakai tali pengaman yang dihubungkan dengan perahu yang gunanya untuk menjaga jangan sampai para penyelam itu terpisah dari perahunya. Rupanya tali pengaman itu mereka anggap kuno, karena menghalangi kebebasan mereka untuk menikmati pemandangan bawah laut, ataupun mengejar ikan. Tatkala menolak itu mereka memperlihatkan peralatan canggih, seperti lampu kecil yang otomatis menyala dan balon yang dapat muncul sampai ketinggian dua meter di atas permukaan laut. Maka bertemulah ruas dengan buku, profesional dan teknologi canggih. Apa yang mesti dikuatirkan lagi! Ternyata kelima orang Jepang yang profesional itu hilang lenyap di telan ganasnya arus laut di kawasan selat itu. Upaya menyisir perairan teluk Bone tidak berhasil menemukan mereka. Ironisnya, Zubair yang belum profesional itu yang selamat.
Kembali pada tali pengaman, itu sangat perlu dipakai di tempat seperti selat Selayar, yang arusnya canggih (complicated, bukan dalam arti sophisticated). Arus laut di dalam air biasa bertentangan arahnya dengan arus laut pada permukaan. Bayangkan jika penyelam diseret arus di dalam air dengan kecepatan 15 km perjam, sementara perahu diseret dengan kecepatan sama oleh arus laut pada permukaan dalam arah yang berlawanan, maka setelah 30 menit penyelam itu nongol di permukaan laut, jarak antara dia dengan perahunya sudah 15 km. Dalam jarak itu perahu dilihat dari penyelam sudah terlindung di bawah lengkungnya bumi, demikian pula dari pihak perahu, penyelam itu walaupun menaikkan balon setinggi 2 meter sudah lenyap di bawah lengkungnya bumi.
Saya teringat waktu masih kecil di Batangmata, Selayar. Waktu itu perahu pinisi masih jaya-jayanya. Waktu mereka berlayar (ke Ambon di musim barat, ke Jawa dan Sumatera di musim timur), seisi kampung mengantar melepas perahu-perahu itu, diikuti terus dengan mata dari pinggir pantai. Mula-mula badan perahu itu seakan-akan ditelan oleh laut, kemudian menyusul layarnya makin tenggelam, mulai dari layar besar hingga cocoro' (layar segi tiga di puncak) hilang dari cakrawala. Saya bertanya kepada orang tua-tua mengapa demikian. "Iya minjo tanrana a'bo'dong linonni dongo'". (Itu tandanya bumi bulat dungu).
Korea Selatan adalah salah satu macan ekonomi Asia. Tentu saja gelar macan ini dapat dicapai, oleh karena para pengatur dan pelaku ekonominya para profesional. Ternyata macan ini tak urung digoncang oleh gempa krisis moneter. Konon kabarnya setiap hari ada saja seorang pengusaha yang bunuh diri di negeri macan Asia itu, yang sekarang sudah menjadi macan ompong.
Pesawat penumpang Silk Air Boeing 737-300 dalam penerbangan ke Singapura baru-baru ini meledak di udara, kemudian jatuh di sungai Musi, Sungsang. Padahal pesawat tesebut sudah dijamin betul laik terbangnya oleh para teknisi yang profesional. Bertahun-tahun lalu roket yang membawa kapal angkasa ulang-alik Chalenger meledak belum jauh dari bumi, masih di lapisan atmosfer. Padahal yang merekayasa teknologi canggih itu adalah para profesional dalam bidang ilmunya masing-masing.
Dari contoh-contoh itu membuka mata hati kita semua, yakni sesungguhnya kejadian-kejadian itu merupakan peringatan Allah SWT bahwa profesionalisme dan kecanggihan teknolgi tidaklah menjamin akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Profesionalisme dan teknologi merupakan persyaratan yang perlu, tetapi belum cukup. Profesionalisme dan teknologi adalah upaya untuk mencapai keinginan kita. Namun keinginan manusia dalam skala mikro hanya akan tercapai, apabila sinkron dengan skala makro Kehendak Allah SWT. Inilah makna ucapan Insya Allah.
Orang-orang Quraisy pada zaman pra-Islam adalah pedagang profesional yang membawa kafilah dalam musim dingin dan musim panas. Dalam musim panas mereka membawa kafilah dagang ke Syria dan dalam musim dingin mereka berdagang ke Yaman. Allah mengingatkan dalam S. Quraisy supaya mereka jangan hanya mengandalkan profesionalisme berdagang dan teknologi kafilah dagang. Mereka itu jangan lupa kepada Allah, Yang memberikan mereka makan sehingga terbebas dari kelaparan: Alladziy Ath'amahum min Juw'in (S. Quraisy, 106:4).
Nabi Muhammad SAW diutus untuk seluruh ummat manusia di segala tempat di permukaan bumi pada setiap waktu hingga kiamat. Oleh sebab itu peringatan Allah kepada orang-orang Quraisy itu berlaku juga untuk segala bangsa, tidak terkecuali bangsa Indonesia. Kita bangsa Indonesia mempunyai potensi kekayaan alam yang harus dikelola dengan baik. Untuk itu diperlukan sumberdaya manusia yang profesional dan teknologi. Namun profesionalisme dan teknologi tidak berdaya terhadap tentara Allah yang berwujud angin puting beliung seperti el Nino yang diikuti oleh tentara Allah berupa api yang membakar hutan, akibat kemarau panjang yang baru saja kita alami. Apa yang dihadapi oleh kelima orang Jepang itu adalah arus laut salah satu pula tentara Allah yang berupa air. Setelah kemarau panjang ini kita akan menghadapi lagi tentara Allah berupa air bah, dan sewaktu-waktu tanpa di sangka-sangka muncul pula tentara Allah berupa gempa bumi. Profesionalisme dan teknololgi tidak berdaya menghadapi itu semua. Upaya teknologis menabur awan (bukan membuat hujan!) seperti yang baru kita upayakan pada waktu kemarau yang baru saja lampau, ternyata tidak membawa hasil apa-apa. Kemarau panjang ataupun air bah membawa akibat bahaya kelaparan. Inilah makna Alladziy Ath'amahum min Juw'in, seperti Firman Allah yang telah dikutip di atas tadi.
Alhasil profesionalisme dan teknologi canggih itu sangat diperlukan, tetapi harus hati-hati jangan dikultuskan. Allahu Akbar! WaLlahu a'lamu bishshawab.
*** Makassar, 4 Januari 1998