Pacce adalah mitra dari siri'. Nilai kembar siri' na pacce merupakan nilai sentral dari etnik yang mediami jazirah Sulawesi Selatan. Siri' menyangkut kehormatan, harga diri (dignity). Kehormatan diri dan keluarga. Kalau ditarik ke atas dapat menjadi kehormatan bangsa dan tanah air. Ditarik ke atas lagi akan menjadi kehormatan agama. Dalam kebudayaan Jepang kita kenal pula budaya siri' ini yang disebut bushido. Orang yang dilecehkan kehormatannya dapat membunuh jika budaya siri ataupun bushido masih mendarah daging dalam diri yang bersangkutan. Cuma bedanya kalau orang disini nipakasiri' ia akan membunuh orang lain. Sedangkan bagi orang Jepang dengan budaya bushido itu akan membunuh dirinya. Aplikasinya disebut harakiri. Tekniknya mengoyak perut sendiri dengan pedang samurai.
Ada untaian kata dalam bahasa Makassar: Ta'bangka tena siri'na, napaccenaseng niya'. Jika tak dijangkau rasa siri', ia akan merasakan pacce. Ini ditujukan kepada seseorang yang bukan dari kalangan keluarga dekat. Ukurannya, hingga sepupu empat kali masih dianggap dekat. Sepupu enam kali misalnya karena merasa sudah jauh, ada kemungkinan tidak lagi dijangkau oleh siri', akan tetapi masih dijangkau oleh rasa pacce, solidaritas julu bori' (sekampung sehalaman), solidaritas sosial. Rasa pedih dalam hati sanubari karena julu bori'nya ditimpah musibah, kehormatannya dilecehkan, kematian dan musibah yang lain.
Mengentaskan kemisikinan tidak cukup dengan upaya aplikasi mekanisme perangkat kasar sivilisasi, seperti organisasi, birokrasi, ekonomi, dan Ipatek. (Sengaja ditambah a oleh karena yang dimaksud dengan singkatan Iptek adalah Science and Technology, ilmu pengetahuan alam dan teknologi). Untuk mengentaskan kemiskinan, perlu sekali perangkat kasar sivilisasi itu diisi dengan perangkat halus kebudayaan yang menjadi jiwa yang akan membangkitkan motivasi dalam upaya mengentaskan itu. Nilai budaya yang menjadi motivator itu adalah nilai pacce, rasa pedih dalam hati sanubari.
Jadi perangkat kasar memang perlu untuk mengentaskan kemiskinan, tetapi itu belum cukup. Supaya perlu dan cukup maka mengentaskan itu harus didorong oleh rasa menyantuni dari dalam hati sanubari.
Secara kecil-kecilan kita dapat ikut menyantuni orang miskin dengan menjadi konsumen orang-orang miskin yang mencari nafkah dalam sektor informal, pedagang kaki lima dan pengecer bensin di pinggir jalan misalnya. Komoditi yang dapat kita beli dari pedagang kaki lima tidak usah gengsi-gengsian untuk membelinya di toko swalayan. Takut membeli bensin di pinggir jalan jangan-jangan bensin itu dicampur minyak tanah, sehingga mesin mobil atau motornya rusak? Saya hampir tidak pernah membeli bensin di pompa bensin. Sangat sederhana untuk mengetes apakah bensin itu dicampur minyak tanah atau tidak. Tuangkan sedikit di tangan (kalau bensin dijual dalam botol), atau celupkan tangan kedalamnya (jika bensin dijual dalam kaleng besar dengan literan). Kalau lambat menguap dari tangan dan kalau dicium berbau minyak tanah, itu tandanya dicampur minyak tanah. AlhamduliLlah mobil saya sampai sekarang tidak pernah mengalami gangguan karena membeli bensin di pinggir jalan.
Kalau kita dapati pengecer yang mencampur bensinnya dengan minyak tanah jangan membentaknya, melainkan bersedekalah dengan kata-kata yang baik. Bersedekah tidak perlu selalu dengan uang atau barang. Kata-kata lembut juga merupakan sedekah. Tetapi ini hanya dapat dilakukan jika memang ada rasa pacce terhadap sesama yang kehidupannya sulit. "E sari'battang, ka'de' tena nubengkoroki minynya' tanah, ma'nassa ammaliku. Sallang puna ambani la'busu' bensinna otoku nakunumalo anrinni, assengkaja antu pole. Napunna tenamo ta'bengkoro' akkulleki anjari sambalu'. Nakupa'biritangi mange-mange pole ritaua angakana anrinni bajiki bensinna, teyako mallaki ammalli. Jari pila' jai sallang pole sambalu' bensinnu". (Hai saudaraku, coba engkau tidak mencampurnya minyak tanah, tentu saya beli. Kelak nanti jika bensin mobilku hampir habis dan waktu itu saya lalu di sini niscaya saya singgah lagi. Jika tidak tercampur lagi, kita bisa jadi langganan. Akan kusebar-luaskan kepada kenalan baikku bahwa bensin di sini murni, jangan takut membelinya. Jadi makin banyak nanti langgananmu).
Rasa solidaritas senasib sepenanggungan di kalangan sahabat Nabi sangat tinggi. Dalam pertempuran Yarmuk Hudzaifah al 'Adawiy meriwayatkan, katanya: "Di hari pertempuran Yarmuk aku pergi mencari anak pamanku dengan membawa air minum. Kutemukan dia dalam keadaan luka parah. Kataku, minumlah air ini. Karena dia tidak mampu berbicara lagi, maka ia hanya memberikan isyarat kepadaku yang artinya Ya. Dalam pada itu kedengaran seorang lain minta air pula. Maka anak pamanku yang sedang dalam sakarat itu sebelum sempat kuberi minum mengisyaratkan kepadaku untuk segera pergi mendapatkan orang yang merintih meminta air itu. Kiranya orang itu adalah Hisyam ibn 'Ash, yang sedang dalam sakarat pula. Kataku kepadanya, engkau akan kuberi minum. Kemudian dalam pada itu kedengaran pula rintihan orang lain minta minum. Hisyam memberi isyarat kepadaku untuk mendapatkan orang itu sebelum sempat memberinya minum. Sesampainya aku ketempat orang itu dia sudah berpulang ke rahmatuLlah. Maka kembalilah aku menemui Hisyam, dan ketika itu Hisyampun telah berpulang ke rahmatuLlah juga. Akhirnya aku kembali kepada anak pamanku aku dapatkan dia telah berpulang ke rahmatuLlah pula.
Menyantuni orang miskin karena pacce dapat ditingkatkan nilainya, yaitu ikhlas karena Allah.
Wa Yuth'imuwna thTha'a-ma 'alay Hubbihi Miskiynan wa Yatiyman wa Asiyran. Innama- Nuth'imukum liWajdi Lla-hi (S.AdDahr,8,9). Dan mereka memberikan makanan atas yang dikasihinya orang-orang miskin, anak yatim dan orang tawanan. (Mereka berkata) sesungguhnya kami memberi makan kepadamu karena Allah (76:8,9).
Wa Llahu A'lamu bi shShawab.
*** Makassar, 25 Juni 1995
25 Juni 1995
[+/-] |
182. Pacce |
18 Juni 1995
[+/-] |
181. Karunrung, Kassandra, Dark Justice, Judge Bao dan Posisi Korban |
Dalam proses penyidikan para tersangka peristiwa pembunuhan biadab Karunrung terjadi silang kata antara penyidik dengan penasihat hukum (PH). Ini dapat kita baca dalam Harian FAJAR edisi 13/7 dan 14/7 pada halaman satu dengan judul berita berturut-turut: PH Dinilai Terlalu Banyak Mengintervensi dan PH Merasa Tak Pernah Intervensi. Kita tidak akan membicarakan siapa yang benar di antara kedua belah pihak, oleh karena keduanya tentu merasa benar menurut fisi mereka masing-masing. Yang menjadi perhatian bagi kita ialah bahwa silang kata antara PH dengan penyidik menunjukkan bahwa para tersangka peristiwa biadab Karunrung sangat diperhatikan hak asasinya. Karena memang menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) para tersangka berhak didampingi oleh PH dalam penyidikan dan terdakwa berhak mendapatkan PH untuk membelanya di pengadilan. Demikianlah para tersangka dalam kasus biadab Karunrung mendapatkan hak itu dalam tahap penyidikan.
Maka demi keadilan apakah tidak patut apabila dalam KUHAP termuat pula aturan yang menyangkut hak asasi korban, ataupun hak asasi ahli waris korban yang terbunuh? Apakah tidak perlu diperluas cakrawala pemahaman keluar menembus bingkai pidana murni? Apakah sudah cukup jika jaksa hanya sekadar mewakili negara menuntut terdakwa karena bersalah terhadap negara yaitu melanggar undang-undang? Apakah tidak patut jika korban atau ahli waris korban yang terbunuh ikut pula menentukan untuk menerima atau naik banding atas putusan hakim?
Ada hal yang dapat disimak dari film seri Kassandra dan Dark Justice, yaitu korban tidak dilecehkan hak asasinya. Pada Kassandra saksi pelapor yaitu saudara yang terbunuh berhak didampingi seorang pengacara. Dan pengacara saksi pelapor itu merupakan satu tim dengan jaksa baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan. Pada Dark Justice secara tersirat korban tidaklah dilecehkan. Yaitu sang hakim apabila mempunyai keyakinan bahwa terdakwa memang bersalah, akan tetapi karena bukti material tidak cukup sehingga tidak dapat dijaring oleh sistem formal yang berasaskan praduga tak bersalah, maka dia selesaikan di luar sistem formal. Menjadilah ia hakim ganda, hakim di dalam maupun di luar sistem formal. Di luar sistem formal sang hakim menciptakan sendiri sistem informal di mana ia bertindak menjadi hakim sendiri, merangkap polisi (penyidik dan penyelidik), merangkap jaksa, merangkap eksekutor. Sistem informal ciptaan sang hakim mirip dengan sistem peradilan formal satu atap dalam film seri Judge Bao (tayangan RCTI), atau Justice Bao (tayangan TPI), di mana lembaga peradilan, lembaga kejaksaan, lembaga penyidik dan penyelidik di bawah satu atap. Dalam film Judge Bao dapat pula kita lihat korban sangat diperhatikan oleh sistem.
Saya juga telah menonton sebuah film, kejadiannya dalam cerita di Amerika Latin. Judul film saya sudah lupa karena telah lama berselang saya menyaksikannya. Ceritanya sebuah kelompok eksekutor yang dibentuk oleh para orang tua yang anak-anaknya menjadi korban narkotika. Semacam kelompok penembak misterius yang mengeksekusi para terdakwa gembong narkotika yang dengan susah payah telah ditangkap oleh polisi, tetapi tak dapat dijaring oleh sistem peradilan formal. Terjadi saling pengertian antara kepolisian dengan kelompok eksekutor itu. Gembong narkotika yang dibebaskan oleh pengadilan dilepas dalam daerah yang telah dibersihkan oleh kepolisian dari kontrol sindikat itu. Maka dengan mudahnya kelompok eksekutor itu mengeksekusi gembong narkotika dengan para penjemputnya. Setelah secara formal polisi mengadakan penyelidikan, maka secara resmi dinyatakan sebagai bentrokan antar-gang.
Itu di dalam film, itu dalam imajinasi. Akan tetapi dalam kenyataannya lain. Awal tahun 1991 dalam Pos Kota dimuat sebuah peristiwa tragik. Seorang ibu berteriak histeris dalam ruang sidang pengadilan Jakarta Timur, sebagai reaksi spontan yang direnggut rasa keadilannya oleh lembaga peradilan tersebut. Anaknya yang bernama Kalvin diculik kemudian dibunuh dan mayatnya dibuang di belakang lapangan golf Rawamangun. Terdakwa dan jaksa menerima vonis hakim satu tahun buat pembunuh. Orang tua Kalvin tidak punya upaya hukum untuk memprotes hukuman yang ringan itu.
Posisi ahli waris korban hanya sekadar sebagai saksi, tidak lebih dari itu. KUHAP kita menaruh korban atau ahli waris korban di luar garis. KUHAP kita mencuekkan hak asasi korban atau ahli waris korban. KUHAP kita hanya memperhatikan hak asasi tersangka dan terdakwa. Sistem peradilan dalam film Kassandra yang tidak mencuekkan korban sangat patut untuk ditiru. Atau sekurang-kurangnya KUHAP memuat ketentuan sebelum jaksa akan menerima keputusan hakim, jaksa diwajibkan bicara dahulu dengan saksi korban atau ahli waris korban, mau menerima atau naik banding. Atau secara administratifnya jaksa dan korban atau ahli waris korban bertanda tangan bersama-sama, menerima atau naik banding. Motivasi korban atau ahli waris korban untuk menjadi hakim sendiri dapat diredam.
Dalam Hukum Islam korban atau ahli waris korban sangat diperhatikan. Hukum Qishash (pembalasan) seperti tercantum dalam Al Quran hanya dapat diubah, diringankan ataupun dibatalkan oleh korban atau ahli waris korban, bukan oleh institusi kenegaraan. Masih segar dalam ingatan kita kasus Zulfiqar Ali Bhutto terpidana mati karena pembunuhan. Presiden Ziaul Haq tidak dapat membatalkan hukuman matinya, karena ahli waris korban tidak bersedia mengampuni Ali Bhutto, walaupun dari seluruh dunia berdatangan permintaan kepada Presiden Pakistan itu agar kepada Ali Bhutto diberikan grasi. Kalau terpidana mendapat ampunan dari korban atau ahli waris korban (2:178), 'Ufiyalahu (S.AlBaqarah,178), korban atau ahli waris korban bersedekah melepaskan hak qishashnya (5:45), Tashaddaqa bihi (S.AlMa-idah,45), maka terpidana luput dari Hukum Qishash. WaLla-hu A'lamu bi shShawab.
*** Makassar, 18 Juni 1995
11 Juni 1995
[+/-] |
180. Hijrah |
Tulisan-tulisan tentang hijrah yang difokuskan pada makna hijrah dan kebangkitan ummat Islam dalam menyambut tahun baru 1416 Hijriyah diibaratkan pohon-pohon bambu dalam rumpun bambu. Sedangkan pada kesempatan ini kita hanya memandang sela-sela di antara pohon-pohon itu.
Hijrah berasal dari kata yang akarnya dibentuk oleh huruf: ha, jim dan ra yang berarti meninggalkan seseorang atau mengungsi dari suatu tempat. Hijrah dalam tarikh Islam berarti Nabi Muhammad SAW mengungsi dari alMakkah alMukarramah ke alMadinah alMunawwarah setelah ummatnya yaitu alMuhajirun disuruh mengungsi lebih dahulu oleh RasuluLlah SAW.
Sebenarnya hijrah RasuluLlah SAW telah lebih dahulu dikemukakan oleh Waraqah kepada beliau. Setelah Nabi Muhammad SAW baru saja diangkat menjadi Nabi, yaitu menerima wahyu yang pertama (S.Al'Alaq,1-5) yang dibacakan oleh Jibril AS kepada beliau, maka Sitti Khadijah membawa beliau ke Waraqah. Siapakah Waraqah ini?
Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari yang bersumber dari Sitti Aisyah RA disebutkan: Waraqah ibn Nawfal ibn Asad ibn Abdul'Uzzay, ibn 'Ammi Khadijah wa Ka-na Mraan Tanashshara fiy lJa-hiliyyati wa Ka-na Yaktubu lKita-ba l'Ibara-niyyah fa Yaktubu mina lInjiyli bi l'Ibra-niyyati ma- Sya-a Lla-hu an Yaktuba wa Ka-na Syaykhan Kabiyran. Waraqah ibn Nawfal ibn Asad ibn Abdul'Uzza, anak paman Khadijah, dan adalah ia seorang yang telah memeluk agama Nasrani di zaman jahiliyah, dan ia menulis Kitab berbahasa Ibrani, maka ia menulis dari Injil dalam bahasa Ibrani apa-apa (dari Injil) yang Allah berkenan ia (Waraqah) tulis dan adalah ia seorang yang lanjut umurnya.
Maka terjadilah dialog di antara kedua beliau itu:
FaQa-la Lahu Waraqahu Hadza nNa-musu Lladziy Nazzala Lla-hu 'alay Muwsay, ya- Laytaniy Fiyha- Jadza'an, ya- Laytaniy Akuwnu Hayyan idz Yukhrijyka Qawmuka, artinya: Maka berkatalah Waraqah kepadanya. Inilah Namus yang telah diutus Allah kepada Musa. Andaikan saya masih muda pada waktu ini, andaikan saya masih hidup tatkala engkau dikeluarkan (dari kota) oleh kaummu.
Fa Qa-la RasuluLla-hi SAW Awa Mukhriyyahum? Artinya: Maka berkata RasululLah SAW: Akankah mereka menyingkirkanku?
Qa-la Na'am Lam Ya'ti Rajulun Qaththu biMitsli ma- Ji'ta biHi illa- 'Uwdiya, arinya: Berkata (Waraqah): Ya, tidak pernah seseorang yang tampil semisal apa yang engkau bawa, kecuali ia dimusuhi.
Namus adalah Malaikat Jibril AS yang dipilih Allah SWT untuk berkomunikasi menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW, yang disebut oleh Waraqah telah berkomunikasi sebelumnya dengan Nabi Musa AS.
***
Ada empat diktum yang diprotes 'Umar ibn Khattab RA dalam Perjanjian Hudaybiyah.
- Suhayl minta supaya BismiLlahirRahmanirRahiym diganti dengan Bismika Allahumma, alasan Suhayl: Allah mereka kenal tetapi tidak pernah mendengar Ar Rahman dan Ar Rahhiym. Usul ini diterima oleh Nabi Muhammad SAW
- Muhammad RasuluLlah diganti dengan Muhammad ibn AbduLlah. Alasan Suhayl: "justru karena engkau hai Muhammad mengatakan dirimu utusan Allah terjadi perang di antara kita". Usul inipun diterima Nabi Muhammad SAW. Namun 'Ali telah terlanjur menuliskan kata RasuluLlah. Karena Ali tidak berani mencoret RasuluLlah untuk menggantinya dengan ibn AbduLlah, maka Nabi sendirinya yang mencoretnya setelah ditunjukkan oleh Ali kata RasuluLlah yang akan dicoret itu.
- Apabila ada penduduk Makkah ke Madinah maka pihak Madinah harus mengembalikannya, jika diminta oleh pihak Makkah.
- Apabila ada penduduk Madinah ke Makkah, pihak Madinah tidak berhak menuntutnya kembali ke Madinah.
- Substansinya tidak berubah, yaitu "atas nama Allah"
- Baik Muhammad RasuluLlah maupun Muhammad ibn AbduLlah keduanya mengandung Allah dan Muhammmad.
- Ummat Islam Madinah yang sudah mantap imannya dapat dikirim ke Makkah untuk berda'wah tentu secara bijaksana, dan kalaupun ada penduduk Madinah yang "lari ke Makkah karena murtad", buat apa dia kembali.
- Penduduk Makkah yang sudah Islam dan terpaksa melarikan diri dari Makkah, mereka tidak akan lari ke Madinah, melainkan akan membentuk kelompok ummat Islam di luar Madinah, yang tidak diikat oleh Perjanjian Hudaybiyah.
Tentu saja makna Hadits di atas itu bukan hanya terbatas pada hijrah saja, melainkan mengena pula untuk hal-hal yang lain, seperti naik haji misalnya. Barang siapa yang naik haji dengan niat karena Allah, maka Allah akan menilainya karena Allah, dan insya Allah akan menjadi Haji Mabrur. Barang siapa naik haji dengan niat untuk keuntungan dunia, status sosial misalnya, atau karena perempuan yang diinginkannya, Allah akan menilainya sesuai dengan keinginnya itu, maka menjadilah ia haji marduk. Wa Llahu A'lamu bi shShawab.
*** Makassar, 11 Juni 1995
4 Juni 1995
[+/-] |
179. Peningkatan Peranan BAZIS Dalam Mengelola Zakat |
Pada hari Kamis, 25 Mei 1995 bertempat di auditorium Al Jibra UMI berlangsung muzakarah sehari oleh Majelis Ulama Indonesia Sulawesi Selatan mengenai peningkatan peranan Badan Amil Zakat Infaq dan Sadaqah (BAZIS) dalam mengelola zakat. Tentu saja yang dibicarakan adalah zakat mal (harta), sedangkan zakat fithri tidak dibicarakan. Mengapa, oleh karena zakat fithri pengelolaannya sudah lancar. Pengelolaannya mudah karena zakat fithri ini khusus untuk dikonsumsi, tidak boleh dipakai untuk pembangunan, bahkan tidak boleh untuk membangun masjid sekalipun! Pengumpulan dan penyalurannya sudah terpola dengan baik, mudah menghitungnya, karena dibayar secara serempak oleh semua yang wajib membayar dan ada batas waktunya (deadline).
Namun dalam hal pengelolaan zakat mal masih menghadapi tantangan medan yang berat, baik dalam pengorganisasian pemungutaannya, maupun dalam hal pemanfaatannya dengan baik dan terarah pada sasaran yang produktif.
Sebermula direncanakan ada dua orang pemakalah yaitu Prof.DR.H.Syuhudi Ismail dan DR. H.A.Muin Salim. Namun hingga hari muzakarah berlangsung, H.A.Muin Salim belum tiba di Makassar dari Kendari, maka makalahnya hanya dibacakan oleh orang lain yaitu DR.H.Hamka Haq. Maka muzakarah itu berlangsung secara mujadalah (diskusi) panel, K.H.Farid Wajdi M.A. dari kedudukan pembanding makalah H.Syuhudi Ismail berubah menjadi pemakalah dengan materi tersendiri. Fleksibilitas penyelenggara muzakarah ini dan kemampuan H.Farid Wajdi mengubah isi makalahnya dari makalah pembanding menjadi makalah tersendiri perlu mendapat penghargaan. Isi makalah H.Syuhudi Ismail, H.A.Muin Salim, H.Farid Wajdi berturut-turut adalah berorientasi sejarah, fiqh dam morphologis sesuai dengan keahlian masing-masing.
Ketika majelis (audience) diberi kesempatan maka pembicaran bercampur saran yang bersifat ilmiyah dengan yang informatif (antara lain semacam laporan pertanggung-jawaban pengurus teras BAZIS) dan yang bersifat evaluasi BAZIS.
Dari evaluasi itu maka diakui beberapa kelemahan BAZIS, namun tak pula dapat disangkal keberhasilan BAZIS dalam mendanai usaha peningkatan Sumberdaya Manusia. Hampir semua doktor dari staf dosen IAIN pendidikan doktornya didanai BAZIS.
Salah satu informasi yang penting ialah yang dikemukakan oleh Prof.DR.H.Umar Syihab tentang BAZIS di Jakarta. Ada bagian kecil dari Pemda yang berperan dalam mempopulerkan BAZIS ke dalam kalangan konglomerat Muslim yang selama ini belum pernah mengeluarkan zakat malnya. Menurut Umar Syihab himbauan Pemda masih lebih efektif ketimbang seruan para muballigh. Telah berhasil dikumpulkan oleh BAZIS puluhan milyar rupiah dan utamanya dimanfaatkan untuk mengatasi permasalahan rakyat kecil yang digusur, yaitu dibuatkan rumah sangat sederhana (RSS). Apabila Pemda Ujung Pandang dapat berupaya demikian pula, dengan kedudukan Makassar sebagai pusat pengembangan Kawasan Timur Indonesia, maka dana zakat dari konglomerat Muslim yang berhasil dikumpul melalui BAZIS, akan dapat pula memecahkan permasalahan perumahan kumuh di kota ini.
Muzakarah itu menghasilkan keputusan antara lain MUI Dati I Provinsi Sulawesi Selatan memberikan beberapa rekomendasi kepada Gubernur, berupaya agar ada law enforcement pada para wajib zakat mal (utamanya bagi para konglomerat Muslim yang belum sadar zakat) dengan secara sekurang-kurangnya melalui Perda dan maksimal dalam jangka panjang terbentuknya Undang-Undang Zakat oleh lembaga yang berhak membentuk Undang-Undang menurut Undang-Undang Dasar 1945 yaitu kedua lembaga tinggi negara: DPR dan Pemerintah. Hampir luput untuk dimasukkan ke dalam keputusan muzakarah adalah usul saya, yang rupanya tidak dicatat oleh notulis muzakarah, sehingga saya mengintorupsi atas saran secara berbisik oleh DR.H.Jalaluddin Rahman. AlhamduliLlah usul saya itu masuk menjadi keputusan muzakarah, yaitu agar BAZIS membentuk Proyek Percontohan yang bertujuan untuk mengarahkan penggunaan dana itu ke arah yang produktif.
Sebenarnya usul saya itu telah saya tulis dalam Seri 74 dua tahun lalu, 4 April 1993. Secara singkat akan saya kemukakan:
Proyek Percontohan pada taraf awal berupa pabrik atau bengkel dan peternakan. Calon-calon karyawan dibina akhlaqnya oleh Lembaga Da'wah dan mereka merupakan ibnussabil yang mendapat beasiswa dari BAZIS. Setelah tammat mereka dipekerjakan pada pabrik atau bengkel dan peternakan tersebut. Dapat pula Proyek Percontohan itu Badan Amilnya berupa Badan Konsultan yang memberikan nasihat dan bimbingan yang diambil dari ICMI. Bahkan memberikan kursus pendek (short course) keterampilan bagi pengusaha kecil kaki lima yang dimodali oleh BAZIS, tanpa bunga. Pengusaha kaki lima yang akan dimodali oleh BAZIS diambil dari para remaja yang putus sekolah. Mereka itu dibina akhlaqnya oleh suatu Lembaga Da'wah, sehingga modal yang dipinjamnya itu bukan hanya sekadar dipertanggung jawabkan kepada BAZIS, melainkan juga harus mempunyai kesadaran untuk mempertanggung jawabkannya kepada Allah SWT. Proyek Percontohan pembinaan akhlaq oleh Lembaga Da'wah dan pembinaan keterampilan serta bimbingan oleh Badan Amil bagi para calon pengusaha kecil kaki lima hendaknya mengambil lokasi pada sebuah masjid, sehingga masjid itu dapatlah pula difungsikan sebagai pusat kegiatan dan kebudayaan ummat Islam. Dalam hal ini IMMIM dapat pula dimintakan partisipasinya. Itulah singkatan yang telah pernah dituliskan dalam Seri 74, 4 April 1993. WaLlahu A'lamu bi shShawab.
*** Makassar, 4 Juni 1995