4 Juni 1995

179. Peningkatan Peranan BAZIS Dalam Mengelola Zakat

Pada hari Kamis, 25 Mei 1995 bertempat di auditorium Al Jibra UMI berlangsung muzakarah sehari oleh Majelis Ulama Indonesia Sulawesi Selatan mengenai peningkatan peranan Badan Amil Zakat Infaq dan Sadaqah (BAZIS) dalam mengelola zakat. Tentu saja yang dibicarakan adalah zakat mal (harta), sedangkan zakat fithri tidak dibicarakan. Mengapa, oleh karena zakat fithri pengelolaannya sudah lancar. Pengelolaannya mudah karena zakat fithri ini khusus untuk dikonsumsi, tidak boleh dipakai untuk pembangunan, bahkan tidak boleh untuk membangun masjid sekalipun! Pengumpulan dan penyalurannya sudah terpola dengan baik, mudah menghitungnya, karena dibayar secara serempak oleh semua yang wajib membayar dan ada batas waktunya (deadline).

Namun dalam hal pengelolaan zakat mal masih menghadapi tantangan medan yang berat, baik dalam pengorganisasian pemungutaannya, maupun dalam hal pemanfaatannya dengan baik dan terarah pada sasaran yang produktif.

Sebermula direncanakan ada dua orang pemakalah yaitu Prof.DR.H.Syuhudi Ismail dan DR. H.A.Muin Salim. Namun hingga hari muzakarah berlangsung, H.A.Muin Salim belum tiba di Makassar dari Kendari, maka makalahnya hanya dibacakan oleh orang lain yaitu DR.H.Hamka Haq. Maka muzakarah itu berlangsung secara mujadalah (diskusi) panel, K.H.Farid Wajdi M.A. dari kedudukan pembanding makalah H.Syuhudi Ismail berubah menjadi pemakalah dengan materi tersendiri. Fleksibilitas penyelenggara muzakarah ini dan kemampuan H.Farid Wajdi mengubah isi makalahnya dari makalah pembanding menjadi makalah tersendiri perlu mendapat penghargaan. Isi makalah H.Syuhudi Ismail, H.A.Muin Salim, H.Farid Wajdi berturut-turut adalah berorientasi sejarah, fiqh dam morphologis sesuai dengan keahlian masing-masing.

Ketika majelis (audience) diberi kesempatan maka pembicaran bercampur saran yang bersifat ilmiyah dengan yang informatif (antara lain semacam laporan pertanggung-jawaban pengurus teras BAZIS) dan yang bersifat evaluasi BAZIS.

Dari evaluasi itu maka diakui beberapa kelemahan BAZIS, namun tak pula dapat disangkal keberhasilan BAZIS dalam mendanai usaha peningkatan Sumberdaya Manusia. Hampir semua doktor dari staf dosen IAIN pendidikan doktornya didanai BAZIS.

Salah satu informasi yang penting ialah yang dikemukakan oleh Prof.DR.H.Umar Syihab tentang BAZIS di Jakarta. Ada bagian kecil dari Pemda yang berperan dalam mempopulerkan BAZIS ke dalam kalangan konglomerat Muslim yang selama ini belum pernah mengeluarkan zakat malnya. Menurut Umar Syihab himbauan Pemda masih lebih efektif ketimbang seruan para muballigh. Telah berhasil dikumpulkan oleh BAZIS puluhan milyar rupiah dan utamanya dimanfaatkan untuk mengatasi permasalahan rakyat kecil yang digusur, yaitu dibuatkan rumah sangat sederhana (RSS). Apabila Pemda Ujung Pandang dapat berupaya demikian pula, dengan kedudukan Makassar sebagai pusat pengembangan Kawasan Timur Indonesia, maka dana zakat dari konglomerat Muslim yang berhasil dikumpul melalui BAZIS, akan dapat pula memecahkan permasalahan perumahan kumuh di kota ini.

Muzakarah itu menghasilkan keputusan antara lain MUI Dati I Provinsi Sulawesi Selatan memberikan beberapa rekomendasi kepada Gubernur, berupaya agar ada law enforcement pada para wajib zakat mal (utamanya bagi para konglomerat Muslim yang belum sadar zakat) dengan secara sekurang-kurangnya melalui Perda dan maksimal dalam jangka panjang terbentuknya Undang-Undang Zakat oleh lembaga yang berhak membentuk Undang-Undang menurut Undang-Undang Dasar 1945 yaitu kedua lembaga tinggi negara: DPR dan Pemerintah. Hampir luput untuk dimasukkan ke dalam keputusan muzakarah adalah usul saya, yang rupanya tidak dicatat oleh notulis muzakarah, sehingga saya mengintorupsi atas saran secara berbisik oleh DR.H.Jalaluddin Rahman. AlhamduliLlah usul saya itu masuk menjadi keputusan muzakarah, yaitu agar BAZIS membentuk Proyek Percontohan yang bertujuan untuk mengarahkan penggunaan dana itu ke arah yang produktif.

Sebenarnya usul saya itu telah saya tulis dalam Seri 74 dua tahun lalu, 4 April 1993. Secara singkat akan saya kemukakan:

Proyek Percontohan pada taraf awal berupa pabrik atau bengkel dan peternakan. Calon-calon karyawan dibina akhlaqnya oleh Lembaga Da'wah dan mereka merupakan ibnussabil yang mendapat beasiswa dari BAZIS. Setelah tammat mereka dipekerjakan pada pabrik atau bengkel dan peternakan tersebut. Dapat pula Proyek Percontohan itu Badan Amilnya berupa Badan Konsultan yang memberikan nasihat dan bimbingan yang diambil dari ICMI. Bahkan memberikan kursus pendek (short course) keterampilan bagi pengusaha kecil kaki lima yang dimodali oleh BAZIS, tanpa bunga. Pengusaha kaki lima yang akan dimodali oleh BAZIS diambil dari para remaja yang putus sekolah. Mereka itu dibina akhlaqnya oleh suatu Lembaga Da'wah, sehingga modal yang dipinjamnya itu bukan hanya sekadar dipertanggung jawabkan kepada BAZIS, melainkan juga harus mempunyai kesadaran untuk mempertanggung jawabkannya kepada Allah SWT. Proyek Percontohan pembinaan akhlaq oleh Lembaga Da'wah dan pembinaan keterampilan serta bimbingan oleh Badan Amil bagi para calon pengusaha kecil kaki lima hendaknya mengambil lokasi pada sebuah masjid, sehingga masjid itu dapatlah pula difungsikan sebagai pusat kegiatan dan kebudayaan ummat Islam. Dalam hal ini IMMIM dapat pula dimintakan partisipasinya. Itulah singkatan yang telah pernah dituliskan dalam Seri 74, 4 April 1993. WaLlahu A'lamu bi shShawab.

*** Makassar, 4 Juni 1995