Idun Nahar ('Iyd An-Nahr), artinya Hari Raya menyembelih hewan qurban, sehingga disebut pula Idul Qurban ('Iyd Al-Qurbaan), dilaksanakan pada sepenggal matahari naik (al-adhhay), maka disebut pula idul Adha ('Iyd Al-Adhhay). Ada perbedaan antara qurban dgn kurban dgn korban.
Korban, hanya terkhusus atas manusia yang ditimpa musibah, bahasa Inggrisnya, victim. Mati atau tidak mati, cedera atau tidak cedera, namun mereka yang rumahnya hancur di Palestina, Afghanistan dan Iraq kena rudal para imperialis yang bengis, yaitu Israel, Amerika dan Inggris, juga disebut korban.
Kurban, yaitu pacara khurafat ritual "accera'" (mengucurkan darah), seperti contohnya kepala kerbau, atau bahkan dalam agama primitif bisa berupa manusia juga, untuk dipersembahkan kepada hantu-hantu penguasa di tempat upacara khurafat itu, ataupun untuk persembahan kepada dewa-dewa. Persembahan itu dimaksudkan agar daging dan darahnya disantap dan diminum oleh para hantu dan dewa penguasa itu. Alhasil kata kurban berarti suguhan (offering) dan sesajen yang sakral (sacrifice), dan itu dapat saja terdiri dari manusia, binatang dan makanan.
Qurban adalah bahasa Al-Quran yang dibentuk oleh akar kata 3 huruf: Qaf-Ra-Ba [QRB], dengan wazan (pola) Fa-'Ain-Lam- Alif-Nun [F'ALAN], fu'laan, menjadi [QRBAN] qurbaan, artinya dekat. Jika ditasrifkan menjadi taqarrub berarti mendekatkan diri. Seperti telah disebutkan di atas qurban ini telah diserap ke dalam bahasa Indonesia dalam bentuk korban dan kurban. Akan tetapi kata-kata korban dan kurban dalam cita-rasa bahasa Indonesia sudah menyimpang dari makna "dekat" seperti dijelaskan di atas. Namun dalam pada itu apabila [QRB] dalam bentuk qarib, yang diserap ke dalam bahasa Indonesia dalam ungkapan sahabat karib, serta bentuk tafdhil (superlatif) yaitu aqrab dalam ungkapan pergaulan yang akrab, masih terasa maknanya yang asli. Kedua kata karib dan akrab tersebut masih kental cita-rasa makna bahasa asalnya, "dekat".
***
Dalam hal permulaan puasa dan Idulfitri ada perintah spb:
-- 'An Abiy Hurayrata yaquwlu qaala nNabiyyu Sh M shuwmuw liru'yatihi wafthuruw liru'yatihi fain ghubbiya 'alaykum fakmiluw 'iddata sya'baana tsalaatsiyn, artinya:
-- Dari Abu Hurayrah (ia) berkata: Nabi SAW (telah) bersabda puasalah kamu apabila melihatnya (al Hilal) dan berbukalah apabila kamu melihatnya dan jika bulan tertutup atasmu maka sempurnakanlah bilangan Sya'ban tiga puluh (HR Bukhari).
-- FMN SyHD MNKM ALsYHR FLYSMH (s. aLBQRt, 2:185), dibaca:
-- Faman syahida minkumusy syahra falyasumhu, artnya:
-- maka siapa menyaksikan syahr (month) wajiblah ia puasa.
Jadi dalam konteks puasa dan Idul Fithri ada perintah umum kepada semua ummat Islam untuk melihat bulan sabit (HR Bukhari) atau menghitung syahr (ayat 2:185), sehingga saat mulai puasa (shuwmuw) dan Idul Fithri (wafthuruw) tergantung dari mathla', di tempat mana pada permukaan bumi ini kita berpijak, maka tidak perlu kita di Indonesia ini ataupun di mana saja harus sama dengan Makkah dalam hal waktu pelaksanaan mulai puasa ataupun Idul Fithri.
Dalam hal Idun Nahar tidak ada perintah melihat dan menghitung bulan kepada seluruh ummat Islam. Idun Nahar adalah bagian dari ibadah haji, disebut pula Lebaran Haji, sehingga penterapan metode qiyas (analogi) melihat dan menghitung hilal hanya terkhusus bagi ummat Islam di tempat pelaksanaan ibadah haji saja, yang sentralnya ialah wuquf di 'Arafah. Kantor Berita Arab Saudi SPA menyebutkan, Majelis Pengadilan tertinggi Syariah Arab Saudi telah menetapkan hari wuquf di Arafah jatuh pada hari Jumat, 29 Desember 2006, sehingga Idun Nahar 30 Desember 2006. Jadi di Indonesia dan di mana saja di permukaan bumi ini puasa sunnat 'Arafah ialah pada hari Jum'at.
Namun, di Indonesia kebanyakan menterapkan metode qiyas melihat hilal dan menghitung syahr juga dalam hal penetapan Idun Nahar. Hasilnya ialah di Indonesia 1 Dzulhijjah jatuh pada malam/hari Jum'at, sehingga Idun Nahar, 10 Dzulhijjah jatuh pada hari Ahad, 31 Desember 2006. Terjadi ganjalan di dalam qalbu --saya pakai "q", bukan "k", karena kalbu(n) berarti anjing-- kalau sehari sebelum shalat Idun Nahar melakukan puasa sunnat 'Arafah, yaitu hari Sabtu ! Sehingga dapat dimaklumi bahwa "pemerintah tidak melarang masyarakat yang hendak shalat Idul Adha pada 30 Desember 2006," itu menurut Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam, Nas(a)ruddin Umar. Yang melakukan Lebaran Haji pada hari Sabtu di antaranya: DDII, HTI dan Hidayatullah. Karena isi rumah saya puasa 'Arafah pada hari Jum'at, maka kami Lebaran Haji hari Sabtu di rumah bersama keluarga, berhubung jalan di depan rumah menganak sungai setinggi paha orang dewasa.
***
Kolom ini bertemakan, wahyu dahulu, kemudian baru akal, iman dahulu kemudian baru ilmu. Jadi tekstual dahulu baru takwil dan kontekstual.
Tekstualnya:
"Menyembelih" . Untuk menghemat tempat dituliskan artinya saja:
-- apabila telah rebah badannya (hewan sembelihan), maka makanlah sebagian darinya dan beri makanlah orang yang tidak meminta dan orang yang meminta . Tidak akan sampai kepada Allah daging-dagingnya dan tidak darah-darahnya, melainkan yang sampai kepadaNya ialah ketaqwaan kamu (22:36-37).
-- maka shalatlah bagi Maha Pemeliharamu dan sembelihlah (108:2).
-- Bersabda Nabi SAW: pertama-tama yang kita lakukan pada hari ini shalat, kemudian kita kembali, lalu menyembelih (HR Bukhari).
Takwilnya:
Allah SWT memerintahkan Isma'il diganti dengan binatang sembelihan. takwilnya menyembelih naluri kebinatangan dalam diri kita untuk taqarrub ilaLlah, mendekatkan diri kepada Allah, serta kita berkewajiban agar nilai kemanusiaan tidak diinjak-injak, yaitu kewajiban asasi manusia (KAM).
Kontekstualnya:
Karena darah dan daging hewan itu tidak sampai kepada Allah, maka orang dapat mengangkatnya ke tataran nilai berbuat baik kepada orang miskin, buat apa diberikan secara konsumtif. Dalam konteks visi produktif, lebih baik hewan Qurban itu diberikan kepada mereka itu untuk diternakkan supaya terbuka lapangan kerja. Namun pendekatan kontekstual ini bertabrakan dengan yang tekstual. Dalam hal ini akal mesti bekerja. Apabila itu dilihat dari segi pasar, maka itu sangat mempunyai nilai ekonomis. Produksi saja tanpa pasar tidak ada gunanya. Bahkan tidak kurang dalam kegiatan ekonomi harus memperluas bahkan kalau perlu menciptakan pasar. Allah SWT telah menciptakan pasar bagi peternak kelas bawah dalam bulan Dzulhijjah setiap tahun. Melalui kredit usaha tani (KUT), para peternak dapatlah berternak sapi, kambing dan biri-biri khusus "diproduksi" untuk dipasarkan sekali setahun. Dengan demikian secara kontekstual sekali-gus mempunyai nilai ekonomis, nilai sosiologis dan tidak bertabrakan dengan pendekatan tekstual. Bahkan dengan menyembelih hewan, dagingnya diberikan kepada orang miskin sekali gus terbinalah komunikasi dalam konteks psikologis, yaitu ikatan batin antara yang memberi dengan yang menerima daging yang secara langsung dapat bermakna pula sebagai nilai kesehatan, peningkatan gizi, mengkonsumsi protein. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 31 Desember 2006
31 Desember 2006
[+/-] |
760. Idun Nahar |
24 Desember 2006
[+/-] |
759. White Elephant Project |
Apa itu White Elephant Project? Yaitu sebuah proyek dengan tujuan (objective) menghasilkan kemanfaatan masyarakat (social benefit), tanpa memperhitungan keuntungan ekonomis (profit). Misalnya kapal tambang (ferry) yang menghubungkan Tanjung Bira dengan Pamatata. Tidak diharapkan betul keuntungan eknomis bahkan kalau perlu mendapat subsidi, namun social benefitnya besar sekali. Misalnya lagi di Limburg Provonsi terselatan Negeri Belanda, yang berbatasan dengan kawasan industri Ruhr di Jerman. Untuk mencegah banjirnya "commuters", penduduk melintas batas yang pulang pergi setiap hari untuk bekerja di Ruhr, maka pemerintah mendirikan pabrik yang merugi dengan tujuan untuk mengurangi commuters, namun kelihatannya tidak berhasil. Jadi White Elephant itu berbeda dengan proyek Mecu Suar, alias proyek Gagah-gagahan pada zaman Orde Lama.
Proyek Busway tergolong dalam White Elephant Project, yaitu tujuannya untuk mendapatkan social benefit dalam menata kesemrawutan lalu lintas. Para sopir Bus tidak dikejar-kejar "monyet di punggung" yaitu storan. Mereka akan digaji cukup lumayan sehingga disiplin tidak seenaknya berhenti sembarangan memungut penumpang, karena tidak mengejar target storan. Maka sudah dapat diprediksi tidak akan memperoleh keuntungan ekonomis. Dirancang Busway itu menempuh 3 koridor, yaitu ; (1) Terminal Daya-Karebosi, (2) Sungguminasa- Karebosi, dan (3) Tanjung Bunga-Karebosi.
Taqdirullah yang diungkap Newton dalam lapangan fisika, juga berlaku dalam SunnatuLlah yang berlaku dalam masyarakat, yaitu Taqdirullah dan SunnatuLlah dalam bentuk rumus Aksi = - Reaksi. Tanda kurang menyatakan arah yang terbalik, penentangan. Rancangan jalur (1) pada tgl 12 Desember 2006, hari Selasa yang baru lalu mendapat reaksi, penantangan dari para sopir pete-pete jalur Daya-Karebosi, yaitu mogok, para penumpangnya diturunkan di tengah jalan, kasihanlah perempuan tua dan anak-anak.
Ada yang menyambut gembira kenekatan Walikota Makassar, namun ada pula yang kurang gembira bahkan sama sekali tidak gembira seperti para sopir pete-pete yang mogok itu. Bahwa social benefit dalam menata kesemrawutan lalu lintas menternakkan masalah pengangguran bagi sekitar 2.000(?) orang sopir pete-pete. Pengangguran tidak telak lagi menimbulkan meningkatnya kejahatan. Perlu dipikirkan bagaimana mengurangi persaingan antara pete-pete dengan bus. Bahwa bus-bus pada Busway itu hanya beroperasi pada waktu pagi tatkala pegawai pemerintah dan karyawan perusahaan swasta masuk kerja dan anak sekolah masuk sekolah. Setelah itu pete-pete dibolehkan masuk jalur Busway sampai anak sekolah dan pegawai/karyawan pulang ke rumah.
Oleh sebab itu seiring dengan rencana White Elephant Project itu dipikirkan pula bagaimana upaya menampung para calon penganggur sebanyak 2.000(?) orang itu. Dahulu tahun enam puluhan di Makassar ini dikenal adanya "pasar senggol". Yaitu didua titik di sepanjang pantai Losari dan di ujung Jalan Jenderal Sudirman. Waktu itu pasar sentral belum ada, masih berupa pekuburan Cina. Pasar senggol mulai pada jam 16.00 dan jalanan ditutup. Walikota beserta dengan DPRD perlu mempertimbangkan menghidupkan kembali Pasar Senggol, pertama untuk menampung para calon penganggur tsb dan kedua sebagai pemecahan masalah sektor informal pedagang kaki lima, yang selalu "diusir" dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Kalau perlu diadakan pula Proyek Percontohan (Pilot Project) Pasar Senggol.
***
Rujak rasanya asam-asam manis, karena diberi asam atau cuka dan gula. Keinginan kita mengikuti selera terpenuhi dalam makan rujak dengan kriteria asam dan manis. Dalam hal perujakan kriteria asam dengan manis dapat sejalan, artinya tidak bertentangan, artinya kata penghubung di sini adalah kata dan. Namun keinginan kita dalam hidup di dunia ini tidak selamanya kriteria yang diinginkan itu senantiasa sejalan, artinya tidak selalu kita menjumpai asam-asam manis seperti dalam makan rujak. Asam berbeda dengan manis dua kriteria yang berbeda namun dapat digabungkan asam dan manis. Akan tetapi tak jarang pula kita jumpai dua kriteria yang berbeda yang tidak bisa digabung, pakai kata penghubung atau, yaitu kelompok yang bersifat mekanistik administratif pada pihak yang satu, atau kelompok yang bersifat humanisik pada pihak yang lain. Adapun kelompok kriteria yang bersifat mekanistik adminisratif itu misalnya seperti Busway, sedangkan kriteria yang bersifat humanistik seperti sektor informal dari akar rumput.
Maka dalam menghadapi masa depan kebudayaan ummat manusia, para pengambil keputusan perlu betul menimbang matang-matang dalam menjatuhkan pilihan atas salah satu dari kedua kriteria yang bertentangan itu. Firman Allah:
-- W'ASY AN TKRHWA SyYaA WHW KhYR LKM W'ASY AN ThBWA SyYaA WHW SyR LKM (S. ALBQRt, 2:216), dibaca (tanda - dipanjangkan) :
-- wa'asa- an takrahu- syaian wahuwa khairul lakum wa'asa- an tuhibu- syaian wahuwa syarrul lakum, artinya:
-- dan boleh jadi kamu benci akan sesuatu tetapi itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu senangi akan sesuatu tetapi itu buruk bagimu.
WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 24 Desember 2006
17 Desember 2006
[+/-] |
758. Nabi Muhammad SAW Melarang 'Ali ibn Abu Thalib RA Berpoligami? |
Firman Allah:
-- WAN KhFTM ALA TQSThWA FY ALYTMY FANKhWA MA ThAB LKM MN ALNSAa MTsNY WTsLTs WRB'A FAN KhFTM ALA T'ADLWA FWAhDt AW MA MLKT AYMANKUM DzLK ADNY ALA T'AWLWA (s. ALNSAa, 4:3), dibaca (tanda - dipanjangkan menyebutnya) :
-- wain khiftum alla- tuqsithu- filyata-ma- fankhu- ma- tha-ba lakum minan nisa-i mtsna- watsula-tsa, waruba-'a fainkhiftum alla- ta'dilu- fawa-hidatan aw ma- malakat aymanukum dza-lika adna- alla- ta'u-lu-, artinya:
-- Kalau kamu takut bahwa kamu tidak akan berlaku adil dalam hal anak-anak yatim, maka nikahilah olehmu perempuan-perempuan yang baik bagimu, berdua, bertiga, berempat, namun jika kamu takut tidak akan berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau (nikahilah) hamba sahaya, yang demikian itu lebih dekat kepada tidak aniaya.
Sebab turunnya ayat (4:3): Bukhari, Abu Daud, Nasa'i dan Tirmizi dari Urwah bin Zubair, bahwa ia bertanya kepada Aisyah, istri Nabi Saw tentang ayat tersebut lalu jawabnya: "Wahai anak saudara perempuanku, yatim disini maksudnya adalah anak
perempuan yatim yang ada dibawah asuhan walinya punya harta kekayaan bercampur dengan harta kekayaannya, dan hartanya serta kecantikannya membuat pengasuh anak yatim ini senang padanya lalu ia ingin menjadikan perempuan yatim ini sebagai istrinya, tetaapi tidak mau memberi mas kawin kepadanya dengan adil, yaitu memberikan mas kawin yang sama dengan mas kawin yang diberikan kepada perempuan lain. Maka pengasuh anak yatim seperti ini dilarang menikahi mereka kecuali mau berlaku adil. Jika tidak dapat berlaku adil, mereka disuruh menikah dengan perempuan lain yang disenanginya.
***
Malam Kamis lewat tengah malam, 14 Desember 2006 pada salah satu stasion TV swasta ditayangkan perdebatan "sengit" di antara dua kubu: pro-poligami vs anti-poligami. Salah seorang pembicara dari kelompok anti-poligami mengenukakan bahwa Nabi Muhammad SAW sendiri melarang 'Ali ibn Abu Thalib RA berpoligami. Hal ini perlu diluruskan, karena mustahil Nabi SAW melarang poligami, yang jelas-jelas termaktub dalam Al-Quran ayat (4:3) seperti yang dikutip di atas. Marilah kita kaji Hadits-Hadits di bawah ini:
Qutaibah meriwayatkan kepada kami dari Laits dari Ibnu Abi Mulaikah dari Miswar ibn Makhramah dia berkata, saya mendengarkan Rasulullah SAW bersabda dari atas mimbar, "Sesungguhnya Bani Hisyam ibn Mughirah meminta izin untuk menikahkan putri mereka dengan Ali ibn Abu Thalib. Maka aku tidak mengizinkan, kemudian aku tidak mengizinkan, kemudian aku tidak mengizinkan. Kecuali putra Abu Thalib ingin menceraikan putriku dan menikah dengan putri mereka. Karena dia adalah darah dagingku, membuat aku sedih apa yang menyedihkannya dan menyakitiku apa yang menyakitinya. " (HR Bukhari)
Yang berikut ini redaksional lain dari Shahih Bukhari:
Sesungguhnya Ali bin Abi Thalib melamar putri Abu Jahal sesudah dengan Fathimah RA, lalu aku mendengar Rasulullah SAW berkhutbah kepada orang-orang dalam hal itu, di atas mimbar beliau (Nabi SAW) bersabda: "Sesungguhnya Fathimah adalah (sebahagian) dari aku, dan aku sangat mengkhawatirkan bahwa ia terkena fitnah (gangguan dalam agamanya)".
Lengkapnya Hadits itu seperti berikut:
Dalam kitab Shahih Bukhori Bab: Yang Dituturkan Mengenai Baju Besi Nabi, Tongkat Beliau, Pedang Beliau, Mangkuk Beliau, Cincin Beliau, Barang-Barang Itu Yang Digunakan Oleh Khalifah Sesudah Beliau, Yang Tidak Disebutkan Pembagiannya, Mengenai Rambut Beliau,Sandal Beliau Dan Wadah-Wadah Beliau Yang Ditabaruki Oleh Para Sahabat Beliau Dan Orang-Orang Lain Sesudah Beliau (Wafat).
"Dari Ibnu Syihab, dari Ali bin Husain bahwa ketika mereka datang di Madinah dari Yazid bin Muawiyah di masa pembunuhan Husain bin Ali RA (Asyura 61H) maka Miswar bin Makhramah menjumpainya (Ali bin Husain). Miswar berkata kepadanya, "Adakah sesuatu hajat kepadaku, yang dapat kau perintahkan kepadaku?. Aku (Ali bin Husain) berkata:' Tidak ada." Dia berkata kepadanya (Ali): "Maka apakah engkau memberikan kepadaku pedang Rasulullah SAW . Karena aku khawatir kepada kaum itu akan mengalahkan kamu dan pedang itu ditangan mereka. Demi Allah, sungguh bila engkau memberikannya kepadaku maka tidaklah (pedang itu) lepas kepada mereka selama-lamanya sehingga nyawaku selesai. Sesungguhnya Ali ibn Abu Thalib melamar putri Abu Jahal sesudah dengan Fathimah RA, lalu aku mendengar Rasulullah SAW berkhutbah kepada orang-orang dalam hal itu, di atas mimbar beliau (Nabi SAW) bersabda: "Sesungguhnya Fathimah adalah (sebahagian) dari aku, dan aku sangat mengkhawatirkan bahwa ia terkena fitnah (gangguan dalam agamanya). Kemudian beliau menuturkan menantu beliau (Ash bin Rabi') dari bani Absi Syams, maka beliau memujinya dalam hubungan menantu - mertua, dimana beliau bersabda: "Dia (Ash) memberitahukan kepadaku maka dia benar kepadaku,dan dia berjanji kepadaku maka dia memenuhi kepadaku. Dan sungguh aku tidaklah mengharamkan perkara yang halal dan tidak pula menghalalkan perkara yang haram. Tetapi demi Allah, tidaklah berkumpul putri Rasulullah dengan putri musuh Allah (Juwairiyah binti Abu Jahal) selama-lamanya" .
Kemudian marilah kita perhatikan Sabda Nabi SAW yang berikut ini:
Dan sungguh aku tidaklah mengharamkan perkara yang halal dan tidak pula menghalalkan perkara yang haram. Tetapi demi Allah, tidaklah berkumpul putri Rasulullah dengan putri musuh Allah (Juwairiyah binti Abu Jahal) selama-lamanya" .
Selanjutnya kalimat ini ditambahkan dalam:
"Sesungguhnya Bani Hisyam ibn Mughirah meminta izin untuk menikahkan putri mereka dengan Ali ibn Abu Thalib. Maka aku tidak mengizinkan, kemudian aku tidak mengizinkan, kemudian aku tidak mengizinkan. Kecuali putra Abu Thalib ingin menceraikan putriku dan menikah dengan putri mereka. Karena dia adalah darah dagingku, membuat aku sedih apa yang menyedihkannya dan menyakitiku apa yang menyakitinya. "
Maka menjadilah:
"Sesungguhnya Bani Hisyam ibn Mughirah meminta izin untuk menikahkan putri mereka dengan Ali ibn Abu Thalib Maka aku tidak mengizinkan, kemudian aku tidak mengizinkan, kemudian aku tidak mengizinkan. Kecuali putra Abu Thalib ingin menceraikan putriku dan menikah dengan putri mereka. Karena dia adalah darah dagingku, membuat aku sedih apa yang menyedihkannya dan menyakitiku apa yang menyakitinya. " Dan sungguh aku tidaklah mengharamkan perkara yang halal dan tidak pula menghalalkan perkara yang haram. Tetapi demi Allah, tidaklah berkumpul putri Rasulullah dengan putri musuh Allah (Juwairiyah binti Abu Jahal) selama-lamanya" .
Jadi dengan menggabungkan kedua jalur Shahih Bukhari itu jelaslah bahwa itu tidak ada hubungannya dengan poligami, melainkan dengan siapa yang bakal menjadi madu Fatimah RA, itulah keberatan Nabi SAW, bukan poligaminya, berhubung Nabi SAW menekankan "aku tidaklah mengharamkan perkara yang halal dan tidak pula menghalalkan perkara yang haram", berhubung poligami itu tidak diharamkan. WaLlahu a'lamu bisshawab.
***
Makassar, 17 Desember 2006
10 Desember 2006
[+/-] |
757. Melindungi Perempuan? Revisi KUHP, bukan UU Perkawinan |
Dalam Tajuk Harian FAJAR edisi 6 Desember 2006 termaktub: "Sebuah peristiwa yang dari sisi hukum, moral dan agama yang dianut Aa Gym bukanlah sebuah penyimpangan. Berbanding terbalik dengan kasus adegan sang legislator dan artis Maria Eva." Pada tanggal 5 Des 2006 secara mendadak, Menteri Pemberdayaan Perempuan Meutia Farida Hatta, dipanggil ke istana. Ia diminta menyiapkan revisi undang-undang dan peraturan pemerintah soal perkawinan. Meutia Hatta datang ke kantor presiden di komplek Istana Kepresidenan bersama Dirjen Bimas Islam Departemen Agama, Nas(a)ruddin Umar, yang sebelum menjadi Dirjen pernah menulis tentang adanya Nabi Perempuan [www.suaramerdeka.com]. Menurut Seskab Sudi Silalahi yang mendampingi SBY, pertemuan itu membahas UU maupun PP tentang perkawinan yang dinilai belum memberikan perlindungan bagi kaum perempuan. Sudi Silalahi tidak menyangkal bahwa salah satu sebab SBY membahas masalah tersebut adalah protes masyarakat terkait poligami yang dilakukan Aa Gym. "HP (handphone) Bapak Presiden dan Ibu Negara sampai tidak muat menerima SMS soal itu," kata Sudi. Menurut Sudi, SBY sangat memperhatikan pentingnya perlindungan hukum bagi kaum perempuan. "Ini sebagai respons bahwa beberapa hari ini, Presiden dan Ibu Negara menerima banyak masukan dan saran dari kaum perempuan yang cukup perlu mendapat perhatian," kata Sudi. Kaum perempuan sekuler yang usil memprotes Aa Gym itu yang bagi isteri Aa Gym bukan masalah, itu adalah isyarat yang terang benderang, bahwa itu bermuatan politis, ternyata pula mendapat respons serius oleh SBY. Muatan politis itu didukung pula oleh kenyataan bahwa perzinaan yang haram yang diperbuat Yahya Zaini + pasangannya Maria Eva didiamkan saja oleh kaum perempuan sekuler yang memprotes itu. Tegasnya memang kaum sekuler itu heboh terhadap kasus poligami yang halal tidak pusing mengenai kasus zina yang haram. Mereka tidak mempunyai standar moral yang jelas.
Apa benar untuk melindungi perempuan harus merevisi UU Perkawinan dengan melarang poligami? Justru yang harus direvisi dalam konteks perlindungan gadis-gadis adalah KUHP. Untuk membicarakan hal ini kita mulai dahulu dengan pemahaman privasi! Apa itu privasi? Dalam bingkai apa dan di bumi mana? Pengertian privasi atau keleluasaan pribadi menjadi rancu, karena umumnya orang tidak menyadari bahwa kakinya berpijak di Indonesia, tetapi kepalanya di Eropah. Ini tidak wajar. Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Kalau kaki berpijak di Indonesia maka kepalapun harus ada di Indonesia, menjunjung langit Indonesia. Kalau kepala ada di Eropah, maka privasi itu adalah bagian dari humanisme yang sangat liberal, yang menjiwai semboyan Revolusi Perancis: liberte', egalite' et fraternite' (kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan) . Asal tahu saja Hak Asasi Manusia menurut Barat berlandaskan pandangan hidup humanisme agnostik tersebut.
Demikian liberalnya, berdasarkan atas filsafat humanisme agnostik ini, sehingga demi privasi itu kekuasaan negara cq kehakiman berakhir di ambang pintu masuk kamar tidur. Di dalam kamar tidur, siapapun tidak berhak menggangu privasi orang-orang ataupun pasangan yang ada di dalamnya, kecuali jika salah seorang ataupun keduanya dari pasangan itu isteri atau suami seseorang. Yang laki-laki melanggar privasi suami perempuan teman sekamarnya dan yang perempuan melanggar privasi isteri laki-laki teman sekamarnya itu. Pemahaman privasi yang demikian itu (kepala di Eropah, kaki di Indonesia) terikut masuk ke Indonesia melalui Wetboek van Straftrecht voor Nederlandsch Indie. Setelah kita merdeka, menurut pasal VI UU 1946 no.1, diubah menjadi Wetboek van Strafrecht, atau (K)itab (U)ndang-Undang (H)ukum (P)idana.
Pemahaman privasi itu kita jumpai dalam KUHP pasal 284: ayat (1) menyatakan bahwa diancam pidana seorang pria kawin yang melakukan zina, seorang wanita kawin yang melakukan zina; ayat (2) menyatakan bahwa tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/isteri yang tercemar. Secara tersurat yang dilarang oleh undang-undang adalah bermukah, yaitu perzinaan yang dilakukan oleh laki-laki dan atau perempuan yang sudah kawin, bahasa Makassarnya, assangkili', bahasa Belandanya "overspel" (keliwat main), dan itupun cuma delik aduan. Sesungguhnya pasal 284 tersebut substansinya bukanlah larangan bermukah, melainkan pada hakekatnya yang tersirat adalah pelanggaran privasi bagi suami dari isteri yang bermukah atau pelanggaran privasi bagi isteri dari suami yang bermukah.
Oleh sebab itu polisi tidak dapat menangkap orang yang berzina jika suami perempuan berzina itu atau isteri laki-laki yang berzina itu tidak berkeberatan. Polisi tak dapat berbuat apa-apa walaupun menyarakat sekelilingnya melapor ke polisi tentang perzinaan itu. Maka gadis yang hamil karena berzina dengan seorang jejaka, tidaklah dapat ia mengadukan musibah kehamilannya itu ke polisi, berhubung gadis itu tidak punya suami ataupun jejaka itu tidak punya isteri yang akan berkebaratan. Dengan demikian jejaka yang menghamilkan itu tidak dapat diseret oleh polisi untuk disodorkan ke jaksa, untuk selanjutnya didudukkan di kursi terdakwa dalam ruang pengadilan. KUHP tidak melindungi perempuan. Justru inilah yang harus diubah, bukan UU Perkawinan. Yayasan Jurnal Perempuan dan konco-konconya yang sekuler itu salah tembak, karena matanya juling (cross-eyed) , sehingga poligami dilihatnya sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan.
Pasal 284 tersebut harus diganti dengan undang-undang yang lebih efektif sesuai dengan Syari'at Islam, untuk mencegah perzinaan (pelacuran, hubungan seks secara liar). Betapa tidak! Sanksinya hanya maksimum 9 bulan, yang dapat dituntut hanya yang bermukah, hanya delik aduan, dan pengaduan dapat ditarik kembali. Undang-undang pengganti pasal 284 KUHP tersebut, harus melarang perzinaan, baik yang masih belum kawin, ataupun lebih-lebih lagi yang sudah kawin, bukan delik aduan, siapa saja yang mengadukan kepada yang berwajib harus dilakukan penuntutan, pengaduan tidak boleh ditarik kembali. Dengan demikian maka hal memalukan Lembaga Legislatif karena perbuatan anggotanya Yahya Zaini yang bertzina dengan Maria Eva (pengurus AMPI?), andaikata KUHP sejak dahulu direvisi, keduanya akan berhadapan dengan hukum.
Firman Allah:
-- WLA TQRBWA ALZNY ANH KAN FAhSyt WSAa SBYLA (S. BNY ASRAaYL, 17:32), dibaca:
-- wala- taqrabuz zina- innahu- ka-n fa-hisyatan wasa-a sabi-lan, artinya:
-- Janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu sangat keji dan jalan yang amat jahat.
Mendekati saja sudah dilarang, betapa pula melakukannya. Ini semua tidak dilihat oleh Yayasan Jurnal Perempuan dan konco-konconya yang sekuler yang matanya juling itu. WalLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 10 Desember 2006
3 Desember 2006
[+/-] |
756. Nasr Hamid Abu Zayd |
Firman Allah swt::
-- MN ALDzYN FRQWA DYNHM (S. ALRWM, 30:32), dibaca:
-- minal ldzi-na farrqu- di-nahum (tanda - dipanjangkan) , artinya:
-- (orang-orang musyrik) Yaitu yang memecah-belah agama mereka[1169]
-------
[1169] Maksudnya: meninggalkan agama tauhid dan menganut pelbagai kepercayaan menurut hawa nafsu mereka. Ini catatan kaki terjemahan dari Departemen Agama RI.
Saya tambah penjelasannya:
Memecah-belah agama, maksudnya ajaran Islam dipecah dicampur dengan berbagai kepercayaan dan ideologi menurut bikinan manusia, seperti, sekularisme, liberalisme, pluralisme, kejawen, ajaran anand kreshna, dll., serta ajaran nabi-nabi palsu, seperti Mirza Ghulam Ahmad, Mirza Ali Muhammad, Bahaullah, Lia Aminuddin.
***
Dipetik dari surat Ulil Abshar-Abdalla, pengelola Jaringan Islam Liberal (JIL): Kami meneruskan dan sekaligus menyertai langkah-langkah yang ditempuh oleh orang-orang seperti Muhammad Abduh, Sir Ahmad Khan, Syed Ameer Ali, Fazlur Rahman, Qasim Amin, Mohammad Arkoun, Nasr Hamid Abu Zayd, Muhammad Sa'id Al-'Asymawi, Jamal al-Banna, Abdullahi Ahmed Anna'im, Fatima Mernissi, Riffat Hassan, Amina Wadud, Tareq Ramadan, Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid, KH. Ibrahim Hosein M. Hasbie Asshiddiqie, Harun Nasution, Abdul Aziz Sachedina, Fareed Essack, Ebrahim Moosa, Khaled Abou El-Fadl, dan para sarjana lain yang tersebar di seluruh penjuru dunia.
Ulil menyisipkan nama-nama seperti Muhammad Abduh, Tariq Ramadhan KH. Ibrahim Hosein M. Hasbie Asshiddiqie sebagai tameng. Sebenarnya nama-nama para pemikir liberal dapat dilihat pada petikan dari Hidayatullah. com:
Beberapa hari lalu, Menteri RI Maftuh Basuni memberikan sinyal akan mengubah kurikulum di perguruan tinggi Institut Agama Islam Negeri (IAIN). Sebagaimana diketahui, sorotan masayarakat terhadap lembaga kampus Islam ini dalam dua tahun terakhir datang dari mana-mana. Rektor UIN Yogyakarta baru saja menerbitkan buku Islamic Studies. Isinya memuja dan menjadikan pemikiran para pemikir liberal, seperti Nasr Hamid Abu Zayd, Mohammed Arkoun, Fazlur Rahman, Fatima Mernisi, Syahrur, sebagai rujukan, tanpa sikap kritis. Nasr Hamid yang di Mesir sudah divonis murtad dan banyak dikritik,(*) di sini malah diagung-agungkan.
***
Siapa sebenarnya Nasr Hamid Abu Zayd? Ia orang Mesir asli, lahir di Tantra, 7 Oktober 1943. Pendidikan tinggi, dari S1 sampai S3, jurusan sastra Arab, diselesaikannya di universitas Cairo, tempatnya mengabdi sebagai dosen sejak 1972. Namun ia pernah tinggal di Amerika selama dua tahun (1978-1980), saat memperoleh beasiswa untuk penelitian doktoralnya di Institute of Middle Eastern Studies, University of Pennsylvania. Abu Zayd mengakui pengalamannya belajar di Amerika sungguh-sungguh membawa hasil, dan ia menyatakan sangat berhutang budi atas kesempatan yang diberikan kepadanya itu. Di sanalah ia terbelalak matanya bertemu ilmu yang belum pernah terlintas dalam benaknya selama ini, yaitu hermeneutika. Baginya, hermeneutika adalah ilmu baru yang bermanfaat dalam berolah otak. "My academic experience in the United States turned out to be quite fruitful. I did a lot of reading on my own, especially in the fields of philosophy and hermeneutics. Hermeneutics, the science of interpreting texts, opened up a brand-new world for me. I owe much of my understanding of hermeneutics to opportunities offered me during my brief sojourn in the United States"
Keputusan Mahkamah al-Isti'naf Qahirah (Cairo) menyatakan Abu Zayd telah keluar dari Islam alias murtad. Abu Zayd mengajukan banding. Sementara itu, Front Ulama al-Azhar yang beranggotakan 2000 alim ulama, meminta Pemerintah turun tangan: Abu Zayd mesti disuruh bertaubat atau-kalau yang bersangkutan tidak mau-maka ia harus dikenakan hukuman mati. Tidak lama kemudian, 23 Juli 1995, bersama istrinya, Abu Zayd terbang melarikan diri ke Madrid, Spanyol, sebelum akhirnya menetap di Leiden, Belanda, sejak 2 Oktober 1995 sampai sekarang. Mahkamah Agung Mesir pada 5 Agustus 1996 mengeluarkan keputusan yang sama: Abu Zayd dinyatakan murtad.
Menurut Dr.M. Emarah, dari sudut latarbelakang pemikiran, Nasr merupakan seorang kader "Sosialis"-" Marxis" Arab muda, sehingga kunci untuk memahami pemikiran Nasr ada pada methodologi dialektika Marxisme-Materialis me yang ia gunakan dalam menelaah al-Qur'an, kenabian dan wahju, aqidah, syari'ah, serta "historiografi" nash-nash dan hukum. Dari sudut latarbelakang pemikiran, Nasr merupakan seorang kader "Sosialis"-" Marxis" Arab muda.
Nasr menjelaskan bahwa al-Quran adalah hasil budi daya atau produk budaya, yaitu Al Quran terbentuk dalam realita dan budaya selama dua puluh tahun. Jadi menurut Nasr budaya menjadi fa'il (subyek), sedangkan Al Quran hanya merupakan maf'ul (obyek). Nasr beranggapan bahwa kenabian tidaklah melampaui batas undang-undang materi dan tabi'at serta realita, sesungguhnya ia hanya merupakan tingkatan yang kuat dari ingkatan-tingkatan khayal yang timbul dari efektifitas daya khayal manusia. Para Nabi adalah sejenis dengan sufi, pujangga dan paranormal yang daya khayal mereka hanya berbeda secara gradual. Efektivitas daya khayal manusia, yang dimiliki oleh para Nabi, sufi, pujangga dan paranormal masih dalam konteks pilihan dan fitrah. Perbedaan antara para Nabi, sufi, pujangga dan paranormal dengan manusia biasa hanyalah dalam hal para Nabi, sufi dan pujangga mempunyai kemampuan pengkhayalan yang lebih tinggi dibanding manusia biasa. Kekuatan khayal orang-orang biasa tidak dapat mencapai puncaknya kecuali saat mereka tidur karena dalam kondisi seperti ini semua indera sedang tidak aktif untuk sibuk memindahkan pengalaman-pengalam an dari alam luar ke dalam. Sedangkan Nabi, sufi, pujangga dan paranormal mampu menggunakan kemampuan efektifitas khayalan dibanding orang-orang lainnya, baik dalam kondisi tidur ataupun sedang bangun.
Ini semua menguatkan bahwa pemikiran Nasr bertumpu pada paradigma filsafat positivisme, menganggap fenomena wahyu bukanlah merupakan fenomena yang berbeda dengan realitas dalam arti yang dapat dideteksi oleh panca-indera, bukan sesuatu yang terjadi diluar undang-undang materialisme. Konsekwensinya bagi Nasr aqidah dibangun diatas landasan persepsi-persepsi "mitos", dalam kebudayaan komunitas manusia, sehingga aqidah sifatnya tidaklah konstan. Aqidah sangat terkait dengan dinamika komunitas. Demikianlah Nasr menentang "absolotisme" .
Ada hal yang kontradiktif dalam sistem berpikir Nasr, yaitu ia menentang "absolutisme" akan tetapi pada sisi lain ia menganggap benar secara absolut metode dialektika dalam menganalisis historische materialisme. Adapun strategi untuk menyungkurkan pola-pikir Nasr adalah dengan menebas teori dialektika historische materailisme dengan senjata latar belakang sejarah juga. Hal ini telah dikemukakan dalam Seri 418, berjudul: Pandangan Marxisme Tentang Sejarah dan Negara. WaLlahu a'lamu bisshawab.
***
Makassar, 3 Desember 2006
-------------------------------
(*)
Mahkamah Agung Mesir pada 5 Agustus 1996 mengeluarkan keputusan: Abu Zayd dinyatakan murtad dan perkawinannya dibatalkan. Dalam putusan tersebut, kesalahan-kesalahan Abu Zayd disimpulkan sebagai berikut:
1. Berpendapat dan mengatakan bahwa perkara-perkara ghaib yang disebut dalam al-Qur'an seperti 'arasy, malaikat, syaitan, jinn, surga dan neraka adalah mitos belaka.
2. Berpendapat dan mengatakan bahwa al-Qur'an adalah produk budaya (muntaj tsaqafi), dan karenanya mengingkari status azali al-Qur'an sebagai Kalamullah yang telah ada dalam al-Lawh al-Mahfuz.
3. Berpendapat dan mengatakan bahwa al-Qur'an adalah teks linguistik (nashsh lughawi) [Ini sama dengan mengatakan bahwa Rasulullah Saw telah berdusta dalam menyampaikan wahyu dan al-Qur'an adalah karangan beliau].
4. Berpendapat dan mengatakan bahwa ilmu-ilmu al-Qur'an ('ulum al-Qur'an), adalah "tradisi reaktioner" serta berpendapat dan mengatakan bahwa Syari'ah adalah faktor penyebab kemunduran Umat Islam.
5. Berpendapat dan mengatakan bahwa iman kepada perkara-perkara ghaib merupakan indikator akal yang larut dalam mitos.
6. Berpendapat dan mengatakan bahwa Islam adalah agama Arab, dan karenanya mengingkari statusnya sebagai agama universal bagi seluruh umat manusia.
7. Berpendapat dan mengatakan bahwa teks al-Qur'an yang ada merupakan versi Quraisy dan itu sengaja demi mempertahankan supremasi suku Quraisy.
8. Mengingkari otentisitas Sunnah Rasulullah Saw.
9. Mengingkari dan mengajak orang keluar dari otoritas "teks-teks agama" [maksudnya: al-Qur'an dan Hadits].
10. Berpendapat dan mengatakan bahwa patuh dan tunduk kepada teks-teks agama adalah salah satu bentuk perbudakan.
Kesepuluh butir itu digali dari karangan Abu Zayd:
[1] "al-Ittijah al-'Aqliy fi-t Tafsir: Dirasah fi Mafhum al-Majaz 'inda al-Mu'tazilah." Beirut 1982 (Rasionalisme dalam Tafsir: Studi Konsep Metafor menurut Mu'tazilah)
[2] "Falsafah at-Ta'wil: Dirasah fi Ta'wil al-Qur'an 'inda Muhyiddin ibn 'Arabi." Beirut, 1983 (Filsafat dan a'wil: Studi ta'wil al-Qur'an menurut Muhyiddin ibn 'Arabi),
[3] "Mafhum an-Nashsh: Dirasah fi 'Ulum al-Qur'an." Qahirah 1987 (Konsep Teks: Studi Ulumul Qur'an)
[4] "Isykaliyyat al-Qira'ah wa Aliyyat Hermeneutic. Qahirah, 1992 (Problematika Pembacaan dan Mekanisme hermeneutik)
[5] "Naqd al-Khithab ad-Diniy." 1992 (Kritik Wacana Agama)
[6] "al-Imam asy-Syafi'i wa Ta'sis Aidulujiyyat al-Wasathiyyah." Qahirah 1992 (Imam Syafi'i dan Peletakkan Dasar Ideologi Tengah)