Saya masih ingat pada waktu masih di Jogyu Kogakko (SD zaman pendudukan Jepang) kepada saya disodorkan sebuah teka-teki: mana yang lebih berguna matahari ketimbang bulan. Tentulah secara polos saya jawab: matahari yang lebih berguna. Maka yang menyodorkan teka-teki itu menepis jawaban saya dengan mengatakan bahwa bulan lebih penting karena pada waktu malam yang gelap bulan menyinari bumi, sedangkan pada waktu siang memang keadaan sudah terang, ..... jadi matahari tidak perlu lagi. Teka-teki ini memisahkan antara keadaan siang dengan adanya matahari.
Allah SWT menurunkan wahyu kepada Nabi Musa AS memberikan informasi bahwa alam semesta ini diciptakan Allah SWT dalam enam masa (periode). Kemudian cerita Israiliyat memberikan ilustrasi berupa perincian apa-apa yang diciptakan Tuhan dalam setiap masa itu. Dalam ilustrasi Irailiyat itu dikatakan bahwa pada hari yang pertama Tuhan menjadikan siang dan malam. Setelah itu pada hari yang keempat barulah Tuhan mengadakan matahari sebagai penguasa siang dan bulan sebagai penguasa malam. Informasi itu akan komunikatif bagi orang-orang Bani Israil zaman dahulu. Akan tetapi tidak lagi komunikatif bagi kita sekarang ini. Terjadinya siang dan malam disebabkan oleh perpusingan bumi pada sumbunya. Bahagian yang kena sinar matahari menjadi siang dan yang tidak kena matahari menjadi malam. Artinya terjadinya siang dan malam tidak dapat dipisahkan dari terjadinya matahari. Maka Tuhan mestilah menciptakan siang dan malam dan matahari pada hari yang pertama, bukan menciptakan matahari pada hari yang keempat.
Pemisahan antara siang dengan matahari itu dalam teka-teki itu sama betul dengan pola pemikiran ilustrasi Israiliyat itu bahwa Tuhan menciptakan siang pada hari yang pertama dan matahari pada hari yang keempat.
Apabila Al Quran jelas-jelas mengatakan bahwa bumi ini berpusing yang menyebabkan terjadinya siang dan malam, maka ini akan membingungkan bahkan menghebohkan masyarakat pada zaman Kitab Suci itu mulai dikomunikasikan. Itu sangat bertentangan dengan kenyataan. Ambillah pakaian basah, lalu putar, Ambillah pakaian basah, lalu putar, seperti Daud memutar pelontar batu. Tatkala batu itu dilepas oleh Daud meluncurlah batu itu dan mengena tepat di antara kedua mata Jalut sehingga ia tewas. Seperti dengan batu itu, maka air dari pakaian basah itu akan memercik, akan terlempar. Kalau bumi berputar, niscaya akan habislah terlempar air laut meninggalkan bumi dan semua benda-benda yang tidak terpaku pada bumi, termasuk manusia. Mereka itu niscaya akan menolak kebenaran informasi itu, sebab berdasarkan pengetahuan yang didasarkan atas pengalaman mereka sehari-hari bumi yang bergerak itu sangat bertentangan dengan kenyataan.
Sebaliknya apabila Al Quran jelas-jelas mengatakan secara konkrit bahwa bumi itu diam, agar komunikatif pada masyarakat waktu permulaan Kitab Suci itu diturunkan, tentu akan ditolak oleh masyarakat seperti yang keadaannya sekarang ini yang umumnya sudah mempunyai latar belakang pengetahuan yang telah maju. Masyarakat sekarang yang telah maju itu bukan hanya sekadar menolak informasi tentang bumi yang diam itu, bahkan mereka itu akan menolak keseluruhan Kitab Suci itu, karena kebenaran yang dikandungnya hanya temporer, yaitu hanya berlaku pada waktu Kitab Suci itu mulai dimasyarakatkan.
Dalam hal bumi berpusing Al Quran memakai gaya bahasa yang tidak membingungkan dan tidak menghebohkan masyarakat Arab di zaman RasuluLlah SAW dan masyarakat lain di luar tanah Arab yang sezaman, ataupun yang latar budaya dan pengetahuannya seperti masyarakat Arab itu, serta diterima pula oleh masyarakat yang latar belakang pengetahuannya seperti dewasa ini. Allah SWT menempatkan kata-kata khusus dalam kalimat ayat-ayat Qawliyah sehingga akan komunikatif bagi ummat manusia yang hidup terdahulu, sekarang dan yang akan datang, komunikatif bagi orang-orang yang taraf pemilikan ilmu pengetahuannya berbeda-beda. Al Quran menjadi komunikatif bagi seluruh ummat manusia di seluruh pelosok bumi ini, di sembarang waktu, dan terhadap mereka yang tingkat pengetahuannya berbeda-beda.
Marilah kita ikuti ayat Qawliyah di bawah ini mengenai perihal siang dan malam.
Yukawwiru lLayla 'alay nNaha-ri, wa Yukawwiru nNaha-ra 'alay lLayli (S.AzZumar,5). Terjemahan Al Quran dengan Hak Cipta dari Departemen Agama Republik Indonesia bunyinya demikian: Dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam.
Pemakaian kata Yukawwiru menjadikan ayat di atas itu komunikatif baik untuk orang-orang terdahulu pada waktu Al Quran mulai dikomunikasikan, maupun untuk orang-orang sekarang ini dan insya Allah untuk orang-orang yang akan datang. Yukawwiru berasal dari akar kata yang dibentuk oleh tiga huruf: Kef, Waw, Ra, Kawwara, artinya memutar sorban di kepala. Apabila kepala dililit sorban, maka kepala akan ditutup oleh sorban. Maka ditafsirkanlah ayat di atas itu seperti penafsiran Departemen Agama: menutupkan malam atas siang. Kawwara di sini dilihat dari segi output, hasil akhir sorban menutup kepala.
Akan lebih komunikatif lagi bagi kita sekarang ini jika dalam ungkapan memutar sorban itu dilihat dari segi proses, yaitu memutar sorban, sehingga ayat itu bermakna: (Allah) memutar malam atas siang dan memutar siang atas malam. Dengan orientasi proses ini, maka rerjadinya siang dan malam adalah karena proses berputar. Kita manusia yang ada di permukaan bumi bergerak mengikuti gerak berputar bumi pada sumbunya. Pada waktu kita berada pada permukaan bumi yang separuh kena cahaya matahari, maka itulah siang. Dan sebaliknya pada waktu kita berada pada separuh permukaan bumi yang gelap karena tidak kena cahaya matahari, itulah malam. Wa Llahu A'lamu bi shShawab.
*** Makassar, 30 Juli 1995
30 Juli 1995
[+/-] |
187. Menggulung Sorban |
23 Juli 1995
[+/-] |
186. Gempa-Bumi |
Beberapa hari yang lalu saya melihat di televisi penduduk mantan kota Kobe di Jepang yang masih tinggal di tenda-tenda. Beberapa yang sudah bunuh diri karena frusturasi. Disebut dengan mantan kota oleh karena Kobe sudah menjadi bungkahan dan kepingan bangunan-bangunan yang telah runtuh, sehingga penduduknya tidak dapat lagi bermukim di Kobe yang porak peranda diamuk oleh gempa-bumi. Akan tetapi dibandingkan dengan gempa-bumi yang melanda Mino-Owari, juga di Jepang dalam bulan Oktober 1891, kehebatan gempa-bumi yang menggoncang Kobe masih kalah.
Dari semua jenis bencana alam gempa-bumilah yang paling mengerikan. Tanda-tanda pendahuluan gempa-bumi kadang-kadang berupa bunyi yang mendahului goncangan dan walaupun biasanya terjadi getaran pendahuluan, namun waktunya sangat singkat. Terhadap gempa-bumi hampir tidak ada kesempatan untuk meluputkan diri, sehingga menimbulkan teror yang membuat panik. Orang yang kurang kuat imannya akan merasa sangat berputus asa. Terhadap banjir, letusan gunung berapi, dan topan orang dapat berkemas cepat-cepat menyingkir, karena bencana alam tersebut itu dapat kelihatan, lagi pula tanda-tanda pendahuluannya dapat memberi peringatan dalam waktu yang cukup.
Indera pendeteksi bunyi pendahuluan gempa-bumi yang diberikan Allah SWT pada binatang jauh lebih peka dari seismograf. Indera pendeteksi binatang mampu menangkap bunyi dan gerakan tanah jauh sebelum goncangan gempa yang sebenarnya. Binatang-binatang ada yang berkelakuan aneh dan ada yang gelisah. Kuda menolak makanan yang disodorkan pemiliknya, menendang-nendang kandangnya berusaha untuk lepas, anjing-anjing melolong, burung-burung gelisah berkepak-kepak sambil berkicau tak karuan. Inilah yang sempat dicatat orang dari 130 kota kecil, jauh sebelum seismograf mampu mencatat isyarat gempa yang akan melanda Riviera dalam tahun 1887.
Bagaimanapun dianggap ngeri gempa-bumi yang terjadi di beberapa tempat, namun pada umumnya manusia yang menjadi korban gempa-bumi bukanlah akibat langsung dari gempa itu melainkan oleh runtuhan gedung. Gempa-bumi yang disebutkan dalam Perjanjian Lama dalam Kitab Bilangan lebih ngeri lagi oleh karena gempa-bumi itu membinasakan secara langsung. Dathan, Korah dan Abiram beserta orang-orangnya ditelan gempa secara hidup-hidup, berikut sejumlah dua ratus lima puluh orang penghulu yang mendukungnya dilahap kobaran api yang menyusul gempa-bumi itu. Gempa-bumi dan kobaran api itu merupakan hukuman Allah SWT pada ketiga orang itu bersama orang-orangnya beserta para pendukungnya, karena mendurhaka kepada Allah SWT dengan menentang Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS. "And they gathered themselves together against Moses and against Aaron (Numbers 16:3)", dan mereka berkolusi bersama menentang Musa dan menentang Harun.
Pada sisi lain gempa-bumi yang disusul oleh kobaran api itu menunjukkan bukti ke-Rasulan Nabi Musa AS di mata Bani Israil yang luput dari kebinasaan itu.
"If these men die the common death of all men, or if they be visited after the visitation of all men, then the Lord hath not sent me. But if the Lord make a new thing, and the earth open her mouth and swallow them up, and all that appertain unto them, and they go down quick into the pit; then ye shall understand that these men have provoked the Lord (Numbers 16:29-30)". Jikalau orang-orang ini mati seperti biasanya semua orang lain mati, atau jika didatangkan kesukaran atas mereka seperti terjadi atas semua orang, maka aku bukanlah utusan Tuhan. Akan tetapi jika Tuhan membuat sesuatu yang baru, dan bumi mengangakan mulutnya dan menelan mereka, dan semua yang serta dengan mereka, dan mereka meluncur turun dengan cepat ke dalam lahad, maka fahamlah kamu bahwa orang-orang ini telah mencela Tuhan.
"And it came to pass when he had made an end of speaking all these words, that the ground clave asunder that was under them. And the earth open her mouth and swallowed them up, and their houses, and all men appertained unto Korah, and all their goods. They and all appertain to them, went down alive into the pit, and the earth closed upon them, and they perish from among the congregation (Numbers 16:31-33)". Dan setelah itu tatkala dia telah mengucapkan semua ucapan ini, maka merekahlah tanah di bawah mereka itu. Dan bumipun mengangakan mulutnya dan menelan mereka, dan pemukiman mereka, dan semua orang yang bersama Korah dan semua harta benda mereka. Mereka dan semua yang serta dengan mereka, meluncur turun hidup-hidup ke dalam lahad, dan bumi menutupi mereka, dan mereka lenyap dari antara majelis.
"And there came a fire from the Lord, and consumed the two hundred and fifty men that offerd incense (Numbers 16:35). Dan datanglah api dari Tuhan yang menghabiskan dua ratus lima puluh orang yang telah mempersembahkan kemenyan itu.
Gempa-bumi yang lebih dahsyat lagi karena terjadi secara global adalah goncangan yang hebat sebagai prolog hari kiamat, seperti diinformasikan dalam Al Quran:
"Idza- Zulzilati lArdhu Zilza-laha-. Wa Akhrajati lArdhu Atsqa-laha-. Wa Qa-la 'lInsa-nu Ma- Laha-. Yawmaidzin Tuhadditsu Akhba-raha-. Bianna Rabbaka Awhay Laha-. Yawmaidzin Yashduru nNa-su Asyta-tan Liyuraw A'ma-luhum. Faman Ya'mal Mitsqa-la Dzarratin Kahyran Yarahu. Waman Ya'mal Mitsqa-la Dzarratin Syarran Yarahu (S. AlZilzal,1-8)". Jika bumi bergoncang segoncang-goncangnya. Dan bumi mengeluarkan isinya. Maka berkatalah manusia, ada apa dengan bumi ini? Pada saat itu bumi memberitakan pekabarannya. Bahwa sesungguhnya Maha Pengaturmu memerintahkannya. Pada saat itu manusia keluar cerai berai untuk melihat amalan mereka. Maka barang-siapa mengerjakan kebaikan sezarrah akan dilihatnya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan sezarrah akan dilihatnya (99:1-8)".
Wa Llahu A'lamu bi shShawab.
*** Makassar, 23 Juli 1995
16 Juli 1995
[+/-] |
185. Banjir di Zaman Nabi Nuh AS |
Ada dua pendapat mengenai penafsiran banjir di zaman Nabi Nuh AS. Pendapat yang pertama mengatakan bahwa banjir itu hanya berlaku secara lokal, hanya di sekitar Asia Kecil saja. Alasannya ialah Nabi Nuh AS hanya diutus Allah SWT kepada kaumnya saja, sehingga Allah SWT hanya menghukum ummat yang engkar terhadap Nabi Nuh AS saja. Pendapat yang kedua ialah banjir itu meliputi seluruh permukaan bumi. Karena saya termsuk salah seorang yang sependapat dengan penafsiran yang kedua ini, maka saya akan memberikan ulasan yang cukup, yang sebagian besar berasal dari hasil kajian saya sendiri.
Kita mulai dahulu membahas apakah air bah itu setelah berhenti, keadaan permukaan air surut kembali seperti semula sebelum banjir. Ataukah air itu walaupun surut tidaklah kembali pada keadaan semula, melainkan ada daratan yang tetap berada di bawah permukaan air.
Wa Qiyla Ya Ardhu Bla'iy Ma-aki wa sSama-u Qli'iy wa ghiydha lMa-u wa Qudhiya lAmru wa Stawat 'alay Juwdiyyi (S.Huwd,44). Dan disebutkan, hai bumi telanlah airmu dan angkasa cerahlah, dan air surut, dan urusan ditetapkan dan (perahu) kandas di atas Judiyyu (11:44).
Judiyyu adalah nama sebuah gunung. Dengan kandasnya perahu Nabi Nuh AS di atas gunung, setelah air lebih dahulu surut, itu menunjukkan bahwa air tidaklah surut secara penuh, karena apabila air itu surut kembali pada keadaan semula sebelum banjir, maka perahu itu tidak akan kandas di gunung, melainkan di lembah atau tanah datar.
Dari mana asalnya air yang membanjiri permukaan bumi? Marilah kita kaji ayat Qawliyah yang berikut ini:
Wa Fa-ra tTannuwru Qulna- Hmil Fiyha- min Kulli Zawjayni Tsnayni (S.Huwd,40). Dan tanur telah menimbulkan (air), Kami berkata (kepada Nuh) muatilah (perahu) dari masing-masing (binatang ternak) berpasangan berdua-dua (11:40).
Dengan adanya kata min (dari) yang diikuti oleh kata masing-masing itu berarti bahwa yang dimuat itu adalah binatang ternak yang dibutuhkan untuk diternakkan kelak jika air bah sudah berhenti, dan mendapatkan pemukiman baru. Apabila ditafsirkan bahwa semua jenis pasangan binatang yang dimuat, jika diuji coba penafsiran ini dengan ayat Kawniyah, menurut metode pendekatan Satu Kutub, maka kapasitas muat perahu Nabi Nuh AS yang terbatas itu tidak cukup untuk memuat semua jenis binatang yang ada di bumi ini.
Air timbul oleh tanur. Istilah tanur itu sudah menjadi istilah baku dalam teknik (engineering), khususnya dalam metalurgi. Tanur adalah dapur yang menghasilkan panas dengan suhu yang tinggi, yaitu untuk mencairkan logam guna keperluan membuat logam paduan (alloy) dan memberi bentuk logam. Maka air itu timbul karena adanya panas dengan suhu yang tinggi.
Panas secara gradual mengalir dari bagian dalam bumi ke permukaan dan dilepas ke angkasa. Aliran energi panas itu mengakibatkan fenomena geologis. Dalam hal ini bumi berupa suatu mesin kalor (heat engine). Kuantitas panas yang mengalir dari bagian dalam yang kemudian dilepas ke angkasa itu disebut aliran panas bumi (terrestial heat flow). Aliran panas bumi ini tergantung dari gradien thermal dan konduktivitas bumi. Data hasil pengukuran pada daratan bumi menunjukkan aliran panas bumi sekitar 1.5 x 10-10 cal/cm2 detik. Inilah panas yang mengalir keluar dari tanur bumi.
S.Huwd, 40 dan 44 mengisyaratkan bahwa air itu berasal dari bumi oleh tanur dan dari angkasa yaitu hujan. Sebagaimana halnya Allah SWT secara langsung membelah laut merah tempat Bani Israil menyeberang, maka Allah SWT secara langsung meningkatkan kuantitas aliran panas bumi pada bagian kutub bumi dalam jangka waktu tertentu, sehingga es menjadi cair pada kedua kutub bumi. Akibatnya bumi dibanjiri dan digenangi air. Sementara itu Allah SWT mengirim debu kosmik dari angkasa yang menjadi inti pembentukan kristal es pada awan sehingga turunlah hujan yang lebat. Namun itu tidaklah berarti bahwa seluruh daratan di muka bumi tenggelam disapu air laut, oleh karena seperti dikemukakan di atas, kuantitas aliran panas bumi pada bagian kutub bumi hanya dalam jangka waktu tertentu saja. Setelah aliran panas bumi kembali menurun ke keadaan semula, berhenti pulalah proses pencairan lapisan es di kedua kutub itu. Air laut naik sekadar kuantitas lapisan es di kedua kutub yang menjadi cair. Dan sementara aliran panas menurun dalam kepada keadaan semula itu, air laut di kedua kutub membeku, sehingga air laut menyusut kembali. Aliran panas bumi berhenti menurun kemudian tetap lagi setelah sampai dalam keadaan semula, sehingga air laut berhenti turun, namun tidak kembali menurun dalam keadaan semula, karena proses pencairan lebih lama ketimbang proses pembekuan, yang berarti kuantitas laut yang menjadi air lebih banyak ketimbang kuantitas laut yang membeku.
Itulah penjelasan dari tafsir bahwa banjir di zaman Nabi Nuh AS bukan hanya sekadar secara lokal saja di Asia Kecil, melainkan air bah itu menyapu secara global.
Seperti telah dijelaskan dalam metode pendekatan Satu Kutub, hasil penafsiran di atas itu harus diuji coba dengan ayat Kawniyah
Lembah s. Kongo terdapat sampai jauh ke luar pada daerah lautan Atlantik, sekitar 30 km dari muaranya yang sekarang. Itu menunjukkan bahwa sebelum air bah s. Kongo mengalir melintasi suatu dataran yang telah disapu air laut. Puncak-puncak gunung pada dataran yang disapu air laut itu menjadi pulau-pulau Madeira, Karibi dan Kanari di lautan Atlantik sekarang.
P. Sumatera, p. Jawa, p. Kalimantan dan jazirah Malaka hanya dipisahkan oleh laut yang tidak dalam. Itu menunjukkan bahwa sebelum air bah kedua pulau dan semenanjung itu berupa satu daratan, yang dalam ilmu bumi alam disebut Keping Sunda (Sunda Plat). Di s. Musi dan s. Kapuas terdapat ikan belido, bahan dasar untuk membuat mpek-mpek makanan khas Palembang. Sebelum laut Jawa dan selat Malaka tenggelam, s. Musi dan s. Kapuas merupakan anak-anak sungai dari sebuah sungai yang mengalir pada dasar laut di selat Malaka. Artinya s. Musi dan s. Kapuas pernah berhubungan sehingga di kedua sungai itu sekarang terdapat jenis ikan spesifik, yaitu ikan belido.
Demikian pula beberapa jenis binatang di p. New Guinea (Irian + Papua New Gunia) terdapat pula di Australia, seperti kanguru dan cungur bebek misalnya. Selat antara p. New Guinea dengan Australia lautnya tidak dalam. Itu menunjukkan bahwa sebelum air bah keduanya berupa satu daratan, yang disebut Keping Sahul, sehingga binatang-binatang spesifik yang tidak ada di bagian bumi yang lain ada di New Guinea dan Australia.
Uji coba dengan ayat-ayat Kawniyah di Kongo (Afrika), lautan Atlantik, Indonesia dan Australia itu menunjukkan bahwa air bah itu menyapu secara global.
Diperkirakan bahwa naiknya permukaan laut itu sekitar 13.000 tahun lalu, jadi sekitar tahun 11.000 sebelum Miladiyah, dan pada zaman itulah gerangan hidup Nabi Nuh AS, Wa Llahu A'lamu bi shShawab.
*** Makassar, 16 Juli 1995
------------------------------
(*)
Menurut catatan dalam beberapa dasawarsa terakhir telah terjadi kenaikan suhu permukaan bumi secara rata-rata (0.3 - 0.6)oC serta kenaikan permukaan air laut sekitar (1 - 2) mm per tahun, yang diakibatkan oleh emisi gas-gas rumah kaca ke atmosfer bumi oleh ulah manusia membakar bahan bakar fosil (minyak, gas bumi dan batu-bara). Dari kajian ilmiyah diperkirakan suhu permukaan bumi akan bertambah (2.5 - 4.5)o pada tahun 2100.
9 Juli 1995
[+/-] |
184. Fungsi Ikatan Sakral |
Dalam acara syukuran kawin perak pasangan H.Alwi Hamu dengan Hj.Nuraeni, H.Fuad Rumi yang tampil membaca doa. Siapa yang akan membacakan doa bagi kedua pasangan yang diikat oleh ikatan sakral itu mengambil proses. Saya dibisiki oleh Alwi Hamu agar bersedia membacakan doa. Lalu saya katakan apabila tidak ada yang lain akan saya terima amanah itu. Ternyata pada malam itu ada yang lain. Saya melirik yang lain itu yakni Drs. A.Razak Mattaliu seorang wartawan senior yang muballigh. Ternyata A.Razak Mattaliu menerima pula dengan reserve, yaitu apabila Fuad Rumi tidak ada. Tidak lama sesudah itu masuklah Fuad Rumi, dan akhirnya dialah yang jadi membaca doa.
Dalam doanya Fuad Rumi antara lain mengutip potongan ayat S.AnNisa-u,1: Alladziy Khalaqakum min Nafsin Wa-hidatin. Biasanya ayat itu diterjemahkan dengan: Yaitu Yang menciptakan kamu sekalian dari diri yang satu. Saya terkesan akan terjemahan Fuad Rumi yang cukup menyentuh hati: Yang menciptakan kamu dari belahan jiwa yang satu.
Selain terjemahan itu menyentuh hati, juga membawa kepuasan intelektual kita, oleh karena pemikiran kita tidak dijuruskan pada pemahaman dari "main stream" bahwa Sitti Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam, yang tidak memberikan arti dari tulang rusuk secara metaphoris, sehingga terpengaruh akan cerita Israiliyat bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang sumber informasinya dari Abu Hurayrah matannya seperti berikut: Tawa-shaw binNisa-i khayran, wa Mraatu Khuliqat min Dhil'in, nasihatilah isterimu dengan lemah lembut, karena sesungguhnya perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk. Cobalah dibandingkan dengan pemakaian min (dari) dalam S.AlAnbiya-u,37 seperti berikut: Khuliqa lInsa-nu min 'Ajalin, diciptakan manusia itu dari terburu nafsu. Dengan Al Quran dijadikan kamus untuk mendapatkan arti min (min mempunyai beberapa arti), maka min di sini bermakna bersifat. Perempuan diciptakan bersifat tulang rusuk. Manusia diciptakan bersifat terburu nafsu.
***
Adapun lanjutan S.AnNisa-u,1 yang telah dikutip di atas itu: wa Khalaqa minha- Zawjaha- wa Batstsa minhuma- Rija-lan Katsiyran wa Nisa-an watTaquw Lla-ha Lladizy Tasa-aluwna bihi walArha-ma inna Lla-ha Ka-na 'Alaykum Raqiyban, dan dari padanya Dia menciptakan jodohnya dan dari pada keduanya Dia memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak, dan taqwalah kepada Allah Yang kepadaNya kamu bermohon dan (peliharalah) silaturahim, sesungguhnya Allah mengawasi kamu.
Wa min Ayatihi an Khalaqakum min Anfusikum Azwa-jan liTaskunuw Ilayha- wa Ja'ala Baynakum Mawaddatan wa Rahmatan (S.ArRuwm,21), dan dari ayat-ayatNya bahwa Dia menciptakan jodoh bagimu dari belahan jiwamu, supaya kamu dapat bergembira dengannya, dan Dia mengadakan di antara kamu cinta dan kasih sayang (30:21).
Dari kedua ayat yang di atas itu dapatlah disimak fungsi ikatan sakral perkawinan, bahwa perkawinan itu mempunyai dua tujuan, yang pertama mewujudkan cinta dan kasih sayang dalam kehidupan rumah tangga dan kedua untuk reproduksi melanjutkan keturunan. Manusia terdiri atas ruh dan tubuh biologis. Ruh mewujudkan cinta dan kasih sayang, kemudian selanjutnya cinta dan kasih sayang mendorong naluri dalam wujud tindakan biologis berupa hubungan sex untuk melanjutkan keturunan. Cinta, kasih sayang, hubungan sex dan reproduksi merupakan satu sistem, satu kesatuan dalam ikatan sakral perkawinan dalam kehidupan berumah tangga. Memisahkan yang ruhaniyah (baca: cinta dan kasih sayang) dengan yang biologis (baca: hubungan sex dan reproduksi) akan mengakibatkan ikatan sakral menjadi retak, yang selanjutnya terpisahnya pula hubungan sex dengan reproduksi. Apabila hubungan sex terlepas dari tujuan reproduksi, maka sex akan menjadi komoditi berupa jasa yang dapat diperjual belikan dalam industri pelacuran yang di luar negeri menjadi satu sistem dengan industri pariwisata, yang di dalam negeri berlangsung di tempat pelacuran baik di tempat lokalisasi, maupun di tempat yang tersembunyi, ataupun ditempat yang berselubung berupa night club.
Temuan tim anggota DPRD yang dapat memancing dua pernyataan pemilik night club, pertama bahwa pramurianya diliburkan kalau sedang haid dan kedua bahwa disediakan tenaga dokter khusus untuk memantau kesehatan pramurianya, menunjukkan bahwa night club yang bersangkutan menyediakan fasilitas transaksi jasa sexual, alias tempat pelacuran terselubung. Walaupun itu tidak cukup dijadikan sebagai bukti material untuk menghadapkannya ke pengadilan, namun sudah cukup menjadi alasan bagi Pemda untuk mencabut izin night club yang bersangkutan. Tidak usah bahkan tidak layak dijadikan pertimbangan bahwa pajak yang didapatkan oleh Pemda akan berkurang, oleh karena dengan pencabutan izin itu akan meningkatkan kota Makassar menjadi makin Teduh dan lebih Bersinar. Wa Lla-hu A'lamu bi shShawab.
*** Makassar, 9 Juli 1995
2 Juli 1995
[+/-] |
183. Perempuan Dijadikan dari Tulang Rusuk? |
Ada dua peristiwa yang saya pernah alami dalam hubungannya dengan perempuan itu dijadikan dari tulang rusuk.
Peristiwa yang pertama ialah tatkala saya akan ke p. Jawa sebagai ibnussabil. Seperti biasanya pada waktu itu jika ada yang akan pergi jauh (Jawa dianggap sudah jauh), berkumpullah sanak keluarga. Adik bungsu kakek saya memberi nasihat: "Hai cucuku dengarlah nasihat ini untuk bekalmu. Engkau akan pergi ke rantau jauh. Senantiasalah ingat kepada Allah SWT. Kalau engkau berdiri di sisi yang benar, janganlah gentar menghadapi bahaya, jangan mundur, lebih-lebih lagi jangan menghadapkan punggungmu kemudian melarikan diri. Di rantau itu jauh tempat berlari, rumahmu di seberang laut. Bawalah badik ini untuk mengganti tulang rusukmu. Dengan badik ini tulang rusukmu akan lengkap, supaya engkau menjadi laki-laki seutuhnya!"
Perisitiwa yang kedua. Pada tanggal 24 Juni 1995 dalam rangka Milad (Dies Natalis) Universitas Muslim Indonesia saya mendapat amanah untuk membawakan Orasi Ilmiyah, yang berjudul Metode Pendekatan Satu Kutub Dalam Mengkaji Ayat Qawliyah dan Ayat Kawniyah (Suatu Upaya Strategis Dalam Membina Sumberdaya Manusia yang Berkualitas, yang Ululalbab).
Sehabis mengorasi dalam menuju ke kantor pimpinan Fakultas Hukum untuk mencicipi hidangan, saya berjalan berdampingan dengan Drs K.H.Muhammad Ahmad Sekretaris Koordinator Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (Kopertais) yang menghadiri Milad UMI mewakili Kopertais. Ia mengemukakan bantahan sehubungan pernyataan saya dalam orasi itu. Saya mengatakan dalam orasi itu bahwa Sitti Hawa tidaklah dijadikan dari tulang rusuk Adam. "Kalau Hawa tidak dijadikan dari tulang rusuk Adam, lalu bagaimana cara menafsirkan ayat Alladziy Khalaqakum min Nafsin Wa-hidatin?", demikian sanggahanannya. Saya berjanji kepadanya akan menjawab bantahannya itu dalam kolom yang saya asuh ini, karena saya pikir tentu banyak yang sependapat dengannya. Dua hari kemudian Ir Zulkifli Manguluang, Pembantu Dekan III Fakultas Teknik UMI, yang juga menjadi Sekretaris Panitia Milad UMI mengemukakan kepada saya bahwa dosen-dosen agama di UMI banyak yang tidak sependapat dengan saya tentang ucapan saya bahwa Sitti Hawa tidaklah dijadikan dari tulang rusuk Adam.
Supaya jelas tentang bantahan itu saya kutip dari bagian orasi saya: Guru saya Allahu yarham DR S.Majidi mengajarkan saya bahwa salah satu kriteria untuk shahihnya sebuah Hadits di samping sanadnya, perlu pula kriteria lain untuk mengujinya, yaitu materinya, tidak boleh menambah materi Al Quran, karena sesungguhnya fungsi Hadits dan Sunnah Rasul adalah penjelasan dan pedoman operasional ayat-ayat Al Quran. Karena dalam Al Quran tidak ada satu ayatpun yang menyebutkan bahwa perempuan itu dijadikan dari tulang rusuk, itu artinya menambah materi Al Quran. Hawa dijadikan dari tulang rusuk Adam bersumber dari Israiliyat.(#)
Adapun lengkapnya ayat yang dikemukakan H.Muhammad Ahmad itu seperti berikut:
-- Ya-ayyuha nNa-su Ittaquw Rabbakumu Lladziy Khalaqakum min Nafsin Wa-hidatin wa Khalaqa minha- Zawjaha- wa Batstsa minhuma- Rija-lan Katsiyran wa Nisa-an (S.AnNisa-', 1). Hai sekalian manusia bertaqwalah kepada Maha Pengaturmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya menciptakan jodohnya dan dari pada keduanya memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak (4:1).
Dalam catatan kaki no.263 terjemahan AlQuran yang dikeluarkan Departemen Agama Republik Indonesia dapat kita baca: "Maksud dari padanya menurut jumhur mufassirin ialah dari bagian tubuh (tulang rusuk) Adam a.s. berdasarkan hadis riwayat Bukhari dan Muslim. Di samping itu ada pula yang menafsirkan dari padanya ialah dari unsur yang serupa ya'ni tanah yang dari padanya Adam a.s.
diciptakan." Yang dimaksud dengan jumhur mufassirin adalah para penafsir aliran terbanyak (main stream).
Lagi pula melihat ayat (4:1) kalau ditanyakan: "man hiya Nafsun Wahidah wa man huwa Zawjuhaa?", tentu tidaklah ditujukan kepada Adam, karena Adam adalah muzakkar (gender laki-laki) padahal Nafsun Wahidah adalah muannats (gender perempuan), yang pasangannya Zawjun muzakkar (gender laki-laki). Manusia terdiri atas tiga tataran, jasmani, nafsani dan ruhani. Yang dimaksud dengan "Nafs(un)" dalam ayat (4:1) adalah tataran nafsani dari Adam, yaitu "diri" atau "jiwa" Adam. Sehingga Sitti Hawa yang diciptakan "min Nafsin Wahidatin" itu adalah majazi (metaforis). Artinya Sitti Hawa itu adalah "belahan jiwa" dari jiwa Adam. Artinya suami isteri itu seyogianya merupakan satu jiwa.
Dalam metode pendekatan seperti yang saya tawarkan dalam orasi saya itu, dikemukakan bahwa hasil pengamatan ditafsirkan. Penafsiran membuahkan teori. Teori adalah hasil pemikiran manusia, dan itu perlu diragukan, artinya belum tentu benar. Jadi menururt Metode Pendekatan Satu Kutub, harus diujicoba dengan jalan memperhadapkannya pada sumber informasi, yaitu ayat Qawliyah dan Kawniyah. Apabila diaplikasikan metode tersebut dalam penafsiran (S.AnNisa-', 1), maka tahap yang bersifat status quo di antara kedua penafsiran yang berbeda itu perlu diselesaikan dengan menembus status quo ke tahap berikutnya yaitu menguji coba kedua penafsiran itu dengan ayat Kawniyah. Menurut ayat Kawniyah jumlah tulang rusuk laki-laki yang sebelah kanan sama banyak dengan jumlah yang sebelah kiri. Apabila Sitti Hawa dijadikan dari salah satu tulang rusuk Adam, maka tentu ada satu tulang rusuk Adam yang berkurang di sebelah kanan atau sebelah kiri, yang akan menurun menjadi warisan anak cucu Adam. Jadi setelah diuji coba dengan ayat Kawniyah, maka gugurlah teori yang pertama, artinya perempuan tidak berasal dari tulang rusuk.
-- QAL RSWL ALLH SHLY ALLH ‘ALYH W SLM ASTWSHWA BALNSAa KHYRA .- FaaN ALMRAt KHLQT MN DHL’A - WAN A’AWJ MA FY ALDHL’A A’ALAH – FAN DZHBT TQYMH KFRTH - WAN TRKTH LM YZL A’AWJ – FASHTWSHWA BALNSAa ( RWAH MTFQ ‘ALYH ), dibaca:
-- Qa-la rasu-luLlahi shallLa-hu ‘alayhi wasallam Ishtawshu- bin nisa-i khayran , fainnal mar.ata khuliqat min dhal’in , wain a’waju ma- fil dhil’i a’la-hu , fain dzhabat taqiymuhu kasratuhu , wain taraktuhu lam yazil a’waju , fashtawshu- bin nisa-i (mutafaqqun ‘alayhi), artinya:
"berwasiatlah/nasihatilah kepada perempuan-perempuan kalian dengan kebaikan, sebab mereka diciptakan bersifat(##) seperti tulang rusuk. Sesungguhnya tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas. Jika kalian memaksa/berkeras untuk meluruskannya, niscaya ia akan patah. Namun jika kalian biarkan, mereka akan senantiasa bengkok, maka berwasiatlah/nasihatilah dengan kebaikan kepada perempuan-perempuan." (H.R. Bukhari&Muslim)
Kalau diartikan secara metaforis demikian itu, maka tentu saja Hadits itu memenuhi kriteria tidak menambah materi Al Quran. Dan apabila Hadits itu diartikan dengan makna metaforis, maka tentu tidak boleh dipakai untuk menafsirkan S.AnNisa-',1 dengan mengatakan bahwa Hawa itu dijadikan dari tulang rusuk Adam. Sebab jika demikian berarti Hadits itu difungsikan menambah materi Al Quran, berhubung dalam Al Quran tidak ada disebutkan bahwa perempuan itu dijadikan dari tulang rusuk.
Sesuai dengan Metode Pendekatan Satu Kutub penafsiran di atas itu harus diuji-coba dengan merujukkannya kepada ayat-ayat yang lain. Akan dirujukkan hasil penafsiran tidak adanya pembedaan antara laki-laki dengan perempuan dalam kontex asal kejadiannya, akan dirujukkan pada dua ayat yang berikut:
-- Inna lMuslimiyna wa lMuslima-ti wa lMu'miniyna wa lMu'mina-ti wa lQa-nitiyna wa lQa-nita-ti wa lSha-diqiyna wa lShadiqa-ti wa lSha-biriyna wa lSha-bira-ti wa lKha-syi'iyna wa lKha-syi'a-ti wa lMutashaddiqiyna wa lMutashaddiqa-ti wa lSha-imiyna wa lSha-mia-ti wa lKha-fizhiyna furuwjahum wa lKha-fizha-ti wa lDza-kiriyna Lla-ha katsiyran wa lDza-kira-ti A'adda Lla-hu lahum Maghfiratan wa Ajran 'Azhiyman (S.AlAhza-b, 35), artinya: Sesungguhnya lelaki-lelaki muslim dan perempuan-perempuan muslimah lelaki-lelaki yang mukmin dan perempuan-perempuan yang mukminah, lelaki-lelaki yang patuh (Qa-nitiyn) dan perempuan-perempauna yang patuh (Qanita-t), lelaki-lelaki yang benar (Sha-diqiyn) dan perempua-perempuan yang benar (Sha-diqa-t), lelaki-lelaki yang khusyu' (Kha-syi'iyn) dan perempuan-perempuan khusyu' (Khasyi'a-t), lelaki-lelaki yang bersedeqah (Mutashaddiqiyn) dan perempuan-perempuan yang bersedeqah (Mutashaddiqa-t), lelaki-lelaki yang berpuasa (Sha-imiyn) dan perempuan-perempuan yang berpuasa (Sha-mia-t), lelaki-lelaki yang memelihara (Kha-fizhiyn) kemaluannya dan perempuan-perempuan yang memelihara (Kha-fizha-t) kemaluannya dan lelaki-lelaki yang banyak mengingat (Dza-kiriyn) Allah dan perempuan-perempuan yang banyak mengingat (Dza-kira-t)-Nya, maka Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar (33:35).
Ayat (33:35) memberikan penekanan atas tidak adanya pembedaan antara laki-laki dengan perempuan, oleh karena dalam bahasa 'Arab bentuk jama' (plural)-laki-laki sudah tercakup di dalamnya perempuan, seperti misalnya assala-mu 'alaykum sudah tercakup di dalamnya baik laki-laki maupun perempuan, jadi tidak perlu ditambah pula dengan 'alaykunna.
Demikian pula akan dirujukkan hasil penafsiran tidak adanya pembedaan antara laki-laki dengan perempuan dalam konteks beban dan tanggung-jawab atas tindak tanduknya, yaitu terhadap ayat:
-- Fa Azallahuma sySyaythanu 'Anha fa Akhrajahuma Mimma- Ka-na fiyhi wa Qulna- hbithuw Ba'dhukum liBa'dhin 'Aduwwun wa Lakum fiy lArdhi Mustaqarrun wa Mata-'un ilay Hiynin (S.Al Baqarah, 36), artinya: Maka keduanya diperdayakan setan lalu keluarlah keduanya dari apa yang telah dialaminya tadi dan Kami firmankan turunlah kamu, sebahagian menjadi musuh dari sebahagian yang lain dan bagi kamu kediaman dan kesenangan di dunia hingga seketika (2:36).
Ayat (2:36) menunjukkan tidak adanya pembedaan antara laki-laki dengan perempuan dalam konteks beban dan tanggung-jawab atas tindak tanduknya, tidak seperti yang diceritakan dalam Kitab Kejadian dari Perjanjian Lama yang bercerita bahwa Adam ditipu setan atas pengaruh isterinya. Jelas ayat (2:36) tersebut menunjukkan bahwa Fa Azallahuma sySyaythanu, (Maka keduanya diperdayakan setan).
Wa Lla-hu A'lamu bi shShawab.
*** Makassar, 2 Juli 1955
-----------------------------------
(#)
Memang Hawa dijadikan dari tulang rusuk Adam adalah dari Israiliyat, ini buktinya:
KJVR-Gen 2:
21 And the LORD God caused a deep sleep to fall upon Adam, and he slept: and he took one of his ribs, and closed up the flesh instead thereof; (Lalu TUHAN membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging)
22 And the rib, which the LORD God had taken from man, made he a woman, and brought her unto the man. (Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu)
(##)
Pada umumnya min berarti dari, namun "fainnal mar.ata khuliqat min dhal’in", dalam terjemahan kata min diterjemahkan dengan bersifat dasarnya adalah Al-Quran dijadikan kamus, yakni dalam Al-Quran ada kata min yang berarti bersifat:
-- KhLQT ALANSN MN ‘AJL (s. ALANBYa, 21:37), dibaca:
-- khuliqat insa-nu min ‘ajalin, artinya:
-- Manusia telah diciptakan bersifat tergesa-gesa
Dalam ayat (21:37) tersebut, Min, bermakna bersifat