Tidak ada ilmu tanpa paradigma, baik itu ilmu eksakta maupun non-eksakta. Jadi tidak ada ilmu yang bebas nilai, karena paradigma tempat ilmu itu bertumpu memberikan nilai pada ilmu tersebut. Ada ilmu yang bertumpu pada filsafat positivisme, semacam materialisme baik itu yang menolak eksistensi substansi di luar materi, yakni sikap berpikir atheist yang menolak eksistensi Tuhan, ataupun yang tak mau pusing tentang substansi di luar materi, yaitu sikap berpikir agnostik yang acuh tak acuh tentang ada atau tidak adanya Tuhan, maupun deist yang percaya adanya Tuhan tetapi menolak wahyu, bahkan theist yang percaya adanya Tuhan dan wahyu tetapi bersifat sekuler, sekularisasi dalam kehidupan berilmu dan kehidupan politik ketata-negaraan. Ada pula ilmu yang bertumpu di atas paradigma theist khususnya Tawhid.
Contoh misalnya mekanisme proses evolusi Darwinisme dan neo-Darwinisme yang bertumpu pada paradigma filsafat positivisme, sangat berbeda dengan mekanisme proses evolusi menurut ilmu yang bertumpu pada Tawhid. Mekanisme yang menggerakkan evolusi dalam Darwinisme dan neo-Darwinisme tidak jelas. Proses evolusi itu berlangsung secara buta, secara kebetulan, tak terperikan (unpredictable), ibarat membuang dadu (ini ungkapan yang dipakai Einstein, dalam menentang blind evolution, bahwa Tuhan tidak mengatur alam seperti orang membuang dadu).
Firman Allah:
-- SBh ASM RBK ALA'ALY . ALDZY KHLQ FSWY . WALDZY QDR FHDY (ALA'ALY, 1-3), dibaca: Sabbihisma Rabbikal a'la- . Alladzi- khalaqa fa sawwa- .Walladzi- qaddara fa hada- (S. Al A'la-, 1 - 3). Sucikanlah asma Maha Pengaturmu Yang Maha Tinggi . Yang mencipta dan menyempurnakan . Yang mentaqdirkan dan mengarahkan (87:1-3).
Allah tidak mencipta ces pleng, sekaligus sempurna. Dari penciptaan berlangsung proses secara berangsur-angsur menuju sempurna. Inilah dia khalaqa fa sawwa-. Bersamaan dengan penciptaan itu Allah sebagai Maha Pengatur mengatur dengan mekanisme TaqdiruLlah (istilah sekulernya hukum alam). Inilah dia qaddara, mentaqdirkan. Taqdirullah itu mengarahkan, itulah dia fahada-. Di makrokosmos misalnya bintang-bintang hasil proses perubahan berangsur diarahkan oleh TaqdiruLlah yang dikenal sebagai medan gravitasi yang mengarahkan bintang-bintang itu bergerak dalam jalur geodesik. Ada pula TaqdirulLah yang menjadi mekanisme kekuatan bertumbuh dan berkembang biak. TaqdiruLlah inilah yang dikaji dalam proses berangsur yang orang katakan evolusi apakah secara sinambung dengan lambat ataupun cepat, maupun sewaktu-waktu proses berangsur secara loncatan. Jadi menurut ilmu yang bertumpu di atas paradigma Tawhid, perubahan berangsur itu bukanlah blind evolution by chance (unpredictable probability = lempar dadu menurut ungkapan Einstein), akan tetapi programmed evolution by ArRabb through TaqdiruLlah.
Catatan: Kata qaddara ==> taqdir ==> TaqdiruLlah = Taqdir Allah diadopsi ke dalam bahasa Indonesia taqdir dengan distorsi makna menjadi = nasib manusia. Padahal untuk manusia dan kemanusiaan Al Quran tidak memakai istilah TaqdiruLlah melainkan SunnatuLlah. Arkian, SunnatuLlah inilah yang mengatur / mekanisme berupa hukum-hukum kemasyarakatan dan sejarah dalam pertumbuhan kebudayaan ummat manusia. Dan menurut Al Quran SunnatuLlah juga bermakna aturan-aturan Allah dalam wujud perintah dan larangan supaya manusia itu hidup teratur sejahtera dalam baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur, negeri yang thayyibah, yang mendapat ampunan dari Maha Pengatur.
Khatimah: Berilmu dengan paradigma Tawhid menghasilkan kepuasan intelektual dan apresiasi hasil berilmu yang membuahkan ketenangan qalbu. Bukankah itu yang ingin kita capai dalam hidup yang sebentar di dunia ini? Atau ada yang berpendapat lain? WaLlahu a'lamu bishshawab.
*** Makassar, 29 September 2002
29 September 2002
[+/-] |
543. Mencapai Kepuasan Intelektual dan Ketenangan Qalbu dalam Berilmu |
22 September 2002
[+/-] |
542. Menelusuri Angka 19 dalam Sistem Periodik Unsur-Unsur Kimia |
Diperbincangkan dalam Seri 519 itu mengenai 30 buah bilangan bulat dalam Al Quran. Dalam S. Al Muddatstsir, ayat 30 = jumlah jenis bilangan bulat tersebut dalam Al Quran:
-- 'ALYHA TS'AT 'ASYR, dibaca: 'Alayha- tis'ata 'asyar, artinya: di atasnya 19. Angka 19 ini tidak menunjuk kepada jumlah substansi tertentu, tidak seperti dengan bilangan bulat yang lain yang menunjuk jumlah substansi tertentu misalnya angka 12 menunjuk pada jumlah bulan (syahrun, month).
Jadi angka 19 itu terbuka untuk dapat menunjuk jumlah substansi apa saja dalam ayat Qawliyah (Al Quran), misalnya jumlah kata dan huruf, yaitu 19 buah kata dan 76 = 4 x 19 huruf dalam paket ayat S. Al 'Alaq, yaitu paket yang mula-mula diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Jumlah 19 ayat dalam S. Al 'Alaq, S. Al 'Alaq terletak pada urutan ke-19 dari belakang dalam Al Quran, jumlah Surah = 114 = 6 X 19, jumlah huruf 19 dalam Bismi Lla-hi rRahma-ni rRahiym (Basmalah), jumlah Basmalah 114 walaupun Surah 9 tidak di mulai dengan Basmalah, namun pada Surah 27 ada 2 Basmalah. Jika Surah 9 dengan Surah 27 tersebut disusun menjadi deret hitung, akan diperoleh: 9 + 10 + 11 + ...... + 27 = 342 = 18 X 19, dst.dst-nya. Dalam Seri 519 telah ditunjukkan, bahwa jumlah bilangan bulat dalam Al Quran jika dijumlahkan, akan diperoleh = 1 + 2 + 3 + 4 + 5 + 6 + 7 + 8 + 9 + 10 + 11 + 12 + 19 + 20 + 30 + 40 + 50 + 60 + 70 + 80 + 99 + 100 + 200 + 300 + 1000 + 2000 + 3000 + 5000 + 50,000 + 100,000 = 1621146 = 8534 x 19.
Demikian pula angka 19 itu terbuka untuk dapat menunjuk jumlah substansi apa saja dalam ayat Kawniyah (alam syahadah). Maka dalam Seri 542 ini akan ditelusuri angka 19 itu dalam sistem periodik unsur-unsur kimia. Orang-orang yang berkecimpung dalam disiplin ilmu kimia / fisika, tidaklah dianak-tirikan oleh Al Quran. Demikianlah di bawah ini penelusuran itu.
***
Dalam alam didapatkan 81 unsur kimia yang stabil. Ada dua unsur yang terdapat di alam yang tidak stabil yaitu Thorium dan Uranium. Keduanya mempunyai nomor atom 90 dan 92 dalam sistem periodik. Allah sebagai ArRabb (Maha Pengatur) mengendalikan alam semesta dengan TaqdiruLlah yang hingga kini baru dikenal oleh manusia sebagai: medan gravitasi, medan elektromagnet, gaya kuat dan gaya lemah. Medan gravitasi utamanya mengontrol makrokosmos, mengendalikan bintang-bintang. Ketiga jenis yang lain mengontrol mikrokosmos. Medan elektromagnet mengontrol pasangan proton (bermuatan +) dengan elektron (bermuatan -). Proton-proton dalam inti atom yang saling tolak karena bermuatan sama, "direkat" oleh gaya kuat. Sedangkan gaya lemah menyebabkan inti atom Thorium dan Uranium tidak stabil menjadi "lapuk" terbelah dengan mengeluarkan sinar yang mendapat predikat sinar radioaktif, sehingga Thorium dan Uranium disebut pula zat radioaktif. Karena terbelah itu keduanya memperanakkan zat-zat radioaktif pula, yaitu mempunyai dalam sistem periodik nomor-nomor atom 84, 85, 86, 87, 88, 89 dan 91. Hingga hari ini sudah dikenal 106 unsur dalam sistem periodik. Patut dicatat, bahwa dua di antaranya yaitu Technetium yang menempati nomor atom 43 dan Promethiu yang menempati nomor atom 61 dalam sistem periodik, keduanya adalah unsur "siluman". Keduanya jika tersusun, akan hilang dalam sekejap, sehingga sesungguhnya bukan 106 unsur yang aktual, melainkan hanya 104 unsur dalam sistem periodik. Maka di antara 106 unsur kimia dalam sistem periodik ada 81 unsur stabil, 2 unsur siluman dan nomor atom 84 ke atas unsur tidak stabil / radioaktif, yang intinya terbelah.
***
Dalam penelusuran angka 19 di dalam sistem periodik yang dihubungkan dengan Al Quran, diperoleh hasil sebagai berikut:
-- 1. Unsur kimia dalam sistem perodik intinya TERBELAH mulai nomor atom 84.
Kita lihat dalam Al Quran Surah 84, yaitu Surah AL ANSYQAQ, dibaca al insyiqa-q, artinya: TERBELAH.
-- 2. Unsur siluman Technetium dengan nomor atom 43 dan Promethiu dengan nomor atom 61.
- Apabila disusun deret 43 + 44 + 45 + 46 + ......+ 61 = 986 = 52 x 19.
- Apabila kita jumlahkan nomor atom dari unsur stabil dalam sistem periodik, kemudian dikuarangi dengan jumlah nomor atom dari kedua unsur siluman itu, akan kita peroleh: (1+2+3+......+83) - (43 + 61) = 3382 = 178 x 19.
-- 3. Kita lihat dalam Al Quran Surah 43 dan Surah 61. Surah 43 terdiri atas 89 ayat dan Surah 61 terdiri atas 14 ayat. Di atas telah disebutkan bahwa jumlah Basmalah 114 walaupun Surah 9 tidak di mulai dengan Basmalah, namun pada Surah 27 ada 2 Basmalah. Itu mengisyaratkan bahwa Basmalah adalah bagian dari Surah-Surah, kecuali Surah 9 (karena memang tidak dimulai dengan Basmalah). Maka lihatlah hasilnya, jika nomor Surat dijumlahkan dengan jumlah ayat dijumlahkan dengan Basmalah:
43 + 89 +1 =133 = 7 x 19
61 + 14 +1 = 76 = 4 x 19
-- 4. Yang terkahir, angka 43 dan 61 adalah sejenis dengan angka 19, yaitu ketiga-tiganya merupakan bilangan prima. WaLlahu a'lamu bishshawab.
*** Makassar, 22 September 2002
15 September 2002
[+/-] |
541. Siapapun Mereka Pelakunya |
Kehebatan Amerika dalam mempublikasikan misinya memang luar biasa. Alangkah mudahnya Amerika menembak sasaran dan menjatuhkan vonis "Sadis", "Kejam", "Teroris". Dia menguasai seluruh jaringan media massa yg tersebar di seluruh dunia. Melalui media massa itu dia pempropagandakan ajaran "luhurnya". Betapa simpatiknya cara penyampaian ajaran itu, sehingga orang tidak sadar telah "dicuci otaknya" untuk memeberikan "usapan" simpati.
Penayangan CNN tentang peristiwa 11 September 2001 / runtuhnya WTC yg disiarkan nonstop 24 jam secara berulang-ulang untuk menyentuh perasaan pirsawan, sehingga yg menonton terbawa arus ikut terharu, sedih dan menangis, yg kemudian berakhir pada "kutukan" terhadap pelaku teror. Sehingga tidak menyadari tingkah laku Amerika selama ini. Betapa halusnya cara penyampaian ajaran itu, sehingga pirsawan dapat terbuai dan tanpa sadar "membasuh", "mengusap", "membelai" memberikan rasa salut dan kasih sayang. Begitu gampangnya hati orang dibuai untuk menuding betapa kejamnya "teroris" yg telah melakukan itu. Betapa sadisnya dan biadabnya perbuatan itu. Dan begitulah opini umum dibina untuk lebih mempercayai apa yg mereka lihat secara pragmatis (penglihatan Musa), ketimbang melihat secara hakikat (penglihatan Nabi Khidhir AS). [Musa yang pada waktu itu belum Nabi menjadi kesal melihat Nabi Khidhir merusak perahu, membunuh remaja putera].
Siapapun mereka pelakunya, yg sudi mengorbankan nyawa dan hartanya, hanya untuk satu tujuan: MENGHANCURKAN musuhnya, kalau dia tidak benar-benar punya alasan yg kuat? Apakah kemampuan membajak pesawat berawak besar hanya dengan menggunakan pisau cutter, yg biasa digunakan memotong kertas, bisa dimiliki oleh orang yg tak waras? Siapapun mereka pelakunya, bagaimana bisa keamanan negara super power dan penguasa dunia itu dijebol oleh orang yg tak punya tujuan? Bagaimana mereka, siapapun pelakunya, berhasil menerapkan prinsip-prinsip dasar dari serangan udara terhadap sasaran-sasaran strategis yang bernilai politis, ekonomi, dan militer yang sangat tinggi. Serangan ini bukan sekadar serangan dengan pola taktik pasukan khusus, namun jauh lebih rumit, menggunakan sistem perencanaan, riset, pelatihan dan pelaksanaan sebagaimana layaknya serangan udara modern, siapapun mereka pelakunya. Dan opini umum menuduh mereka teroris. Jelas para pembajak itu, siapapun pelakunya, punya TUJUAN. Jelas mereka mengorganisir semua itu untuk satu tujuan, walau mereka sendiri bersedia untuk tidak melihat "hasil karya" mereka.
Siapapun mereka pelakunya, apa yang telah dilakukan mereka, telah pernah pula diterapkan oleh Amerika di Vietnam dan perang Teluk, serta terhadap kediaman Muammar Qadhdhafi di Tripoli dan Benghazi. Cara serupa pernah dilakukan Israel dalam beberapa operasi udara seperti serangan udara terhadap reaktor nuklir Irak. Yg berbeda adalah, Amerika menggunakan peralatan perang yang mahal dan canggih, karena takut mati, sedangkan para "teroris" itu, siapapun mereka pelakunya, menggunakan "ilmu kancil" dan otak mereka serta "merekayasa" pesawat penumpang berbadan lebar sebagai senjata penghancurnya. Mereka telah melaksanakan misinya dengan tingkat efisiensi dan efektivitas tinggi serta mencapai hasil yang luar biasa, siapapun mereka pelakunya.
Ketika Amerika merasa malu, bahwa "harga dirinya" diinjak-injak, dia mencari kambing hitam, siapa lagi kalau bukan Usaamah ibn Ladin (Lidah barat yg keseleo menyebetunya Osama ben Laden), seorang Muslim yg sepanjang hidupnya mempersembahkan harta, jiwa dan raganya untuk membela umat Islam di Saudi, Sudan, Chechnya, Irak, Kashmir, Palestina dan terakhir di Afghanistan. Dan untuk sekedar menangkap seorang Usamah, yg oleh Amerika disebut teroris, amerika yg sudah super power itu perlu mengajak dunia untuk turut serta BERPERANG dan siap menghancurkan negara mana saja yg menghalangi niatnya. Beramai-ramai Amerika-Inggris mengeroyok Afghanistan, negara miskin yg BARU mengalami kedamaian dan ketenangan di bawah kekuasaan Thaliban (Dan pasti akan terus berlanjut menjadi Negara Islam Afghanistan yg adil dan makmur, minimal seperti Iran, kalau tidak dihancurkan oleh Amerika dan Inggris). Dan karena takut dicap sebagai negara yg tidak "demokratis", negara-negara yg diundang tak segan-segan mendukung Amerika. Lebih-lebih negara berkembang, yg takut kena sanksi.
Itulah dia Amerika, berusaha dg segala daya upaya, dari delapan penjuru mata angin, melancarkan jurus-jurusnya, meneruskan tradisi nenek moyangnya sejak pertama merampas tanah dan membantai orang-orang Indian, menginjak, menindas, mempengaruhi dan mengendalikan orang lain, hingga entah kapan. Dan orang - orang yg sadar, yg merasa ngeri akan sepak terjangnya, dan menyimpan dendam kesumat akibat ulahnya, terakumulasi dalam segala bentuk teror dan ancaman, guna mencegah meluasnya wabah yg dibawa Amerika. Dan orang-orang yg MENGETAHUI bahaya tersebut, siapapun pelakunya , dan berusaha mencegah supaya tidak meluas memang sedikit jumlahnya, seolah, memang, pengejawantahan dari firman Allah:
-- WALLH GHALB 'ALY AMRH WLKN AKTSR ALNAS LA Y'ALMWN (S. YWSF, 21), dibaca: WaLla-hu gha-libun wala-kinna aktsaran na-si la- ya'lamu-n (s. yu-suf), artinya: Allah Maha Kuasa atas urusanNya, namun kebanyakan manusia tiada mengetahui (12:21). Tanyalah diri anda apakah termasuk dalam aktsaran na-su (kebanyakan manusia) atau qali-lun na-su (manusia yang sedikit). WaLlahu a'lamu bishshawab
*** Makassar, 15 September 2002
8 September 2002
[+/-] |
540. Mush'ab bin Umair |
Masyarakat Yastrib yang terdiri dari berbagai suku, selalu dalam kondisi terpecah dan saling curiga, ditambah dengan intrik-intrik Yahudi yang selalu meniupkan rasa permusuhan di antara mereka. Saat itu opini umum, jalur ekonomi dan politik dikuasai oleh orang-orang Yahudi. Sistem riba yang diterapkan Yahudi sangat mengganggu roda perekonomian, dimana kesenjangan antara kaya dan miskin teramat kentara. Keadaan diperparah dengan kepercayaan tradisi leluhur dan animisme yang membelenggu cara berpikir masyarakat.
Maka penduduk muslimin Yastrib yang masih sedikit jumlahnya memutuskan untuk mengirimkan delegasi menghadap Rasulullah, meminta kepada beliau agar mengirimkan seorang da'i dan instruktur ke Yastrib. Rasulullah sangat menghargai nilai strategis yang telah diputuskan oleh kaum muslimin Yastrib, beliau juga sangat memahami obsesi yang mereka miliki saat itu. Beliau mengabulkan permohonan delegasi Yastrib dengan menunjuk Mush'ab al-Khair bin 'Umair RA. Tentunya bukan tanpa alasan Rasulullah memilih pemuda pendiam yang satu ini. Ia adalah kader Rasulullah hasil binaan dan tempaan madrasah Arqam bin Arqam.
Mush'ab menerima tugas yang diamanahkan Rasulullah ke atas pundaknya. Jadilah ia seorang utusan dari Sang Utusan. Dengan segera, sesampainya di Yastrib, Mush'ab bersama para naqib (pimpinan kelompok) merencanakan langkah-langkah da'wah yang akan mereka lakukan. Untuk menghindari benturan langsung dengan masyarakat Yahudi, yang saat itu sangat geram karena mengetahui bahwa Nabi Terakhir ternyata bukan dari kalangan mereka, Mush'ab menetapkan untuk mempergunakan taktik da'wah secara sirriyyah (diam-diam). Disamping itu, ditetapkan untuk mempertinggi intensitas da'wah kepada beberapa kabilah, terutama Aus dan Khajraj, karena kedua kabilah ini dinilai sangat potensial dan merupakan kunci dalam memudahkan jalan da'wah.
Mush'ab bin Umair terjun langsung memimpin para naqib dalam berda'wah. Beliau berda'wah tanpa membagi-bagikan roti dan nasi atau jampi-jampi. Ia meyakini Islam ini adalah diynu lhaq, dan harus disampaikan dengan haq (benar) pula, bukan dengan bujukan apalagi paksaan. Mush'ab terkenal sangat lembut namun tegas dalam menyampaikan da'wahnya, termasuk ketika ia diancam dengan pedang oleh Usaid bin Khudzair dan Sa'ad bin Muadz, dua pemuka Bani Abdil Asyhal. Dengan tenang, Mush'ab berkata: "Mengapa anda tidak duduk dulu bersama kami untuk mendengarkan apa yang saya sampaikan? Bila tertarik, alhamdulillah, bila tidak, kami pun tidak akan memaksakan apa-apa yang tidak kalian sukai." Keduanya terdiam dan menerima tawaran Mush'ab, duduk mendengarkan apa yang dikatakannya. Mereka ternyata tidak hanya sekedar tertarik, dengan seketika keduanya bersyahadat, bahkan mereka kembali kepada kelompoknya dan mengajak mereka semua memeluk Islam.
Demikianlah, satu persatu kabilah-kabilah di Yastrib menerima Islam. Hampir semua anggota kedua kabilah besar: Aus dan Khajraj, mau dan mampu menerima Islam. Gaya hidup terasa mulai berubah di Yastrib. Lingkaran jama'ah muslim semakin melebar, hampir di setiap perkampungan ditemui halaqah-halaqah Al-Qur'an. Potensi ummat telah tergalang, namun demikian Mush'ab tidak lantas merasa berwenang untuk memutuskan langkah da'wah selanjutnya. Untuk itu Mush'ab mengirim utusan kepada Rasulullah untuk meminta pendapat beliau mengenai langkah da'wah selanjutnya, apakah perlu diadakan "show of force". Mush'ab bersama tujuh puluhan muslim Yastrib menuju Makkah dengan tujuan utama menemui Rasulullah SAW, untuk melaporkan hasil dan problema da'wah di Yastrib, serta mengantarkan para muslimin Yastrib untuk berbai'ah kepada Rasulullah SAW. Mush'ab tidak berlama-lama di kampung halamannya, karena tugasnya di Yastrib telah menanti. Beliau segera kembali bersama rombongan menuju ke Yastrib untuk semakin menggiatkan aktifitas da'wah, serta mempersiapkan kondisi bila sewaktu-waktu Rasulullah dan muslimin Makkah berhijrah ke Yastrib. Penerapan nilai-nilai Islam di Yastrib berjalan mulus, murni dan konsekuen. Kaum Yahudi tidak banyak berbicara, mereka melihat kekuatan muslimin yang semakin besar, sulit untuk dipecah. Singkatnya, saat itu, kota Yastrib dan mayoritas penduduknya telah siap secara aqidah dan siyasah (politik). Mereka dengan antusias menantikan kedatangan Rasulullah dan muslimin Makkah.
Akhirnya, sampailah para muhajirrin dari Makkah di Yastrib, yang diganti namanya menjadi Madinatu nNabi, kartinya Kota Nabi, disingkat Madinah. Islam berkembang semakin luas dan kuat. Mush'ab mendapatkan syahidnya di medan pertempuran Uhud dalam usia belum lagi 40 tahun.. Rasulullah sangat terharu sampai menitikkan air mata ketika melihat jenazah Mush'ab. Rasulullah membaca:
-- MN ALMWaMNYN RJAL SHDQWA MA 'AAHDWA ALLH 'ALYH FMNHM MN QDHY NhBH WMNHM MN YNZHR WMA BDLWA TBDYLA (S. AL AhZAB, 23), dibaca: minal mu'mini-na rija-lun shadaqu- ma- 'a-haduLla-ha 'alayhi faminhum man qdha- nahbahu- waminhum may yanzhiru wama- baddalu- tabdi-lan, artinya: Sebagian mu'min ada yang telah menepati janji mereka kepada Allah, sebagian mereka mati syahid, sebagian lainnya masih menunggu, dan mereka memang tidak pernah mengingkari janji. (33:23). Semoga Allah Rabbul Jalil merahmati Mush'ab al-Khair bin 'Umair. WaLla-hu a'lamu bishshawab.
*** Makassar, 8 September 2002
1 September 2002
[+/-] |
539. Mengapa Sekularisme Bertentangan dengan Syari'at Islam? |
Manusia adalah makhluk individu. Manusia mempunyai naluri mempertahankan diri, ia didorong oleh nalurinya itu untuk menonjolkan keakuannya, menonjolkan identitas dirinya.
Syari'at Islam mengatur tatacara peribadatan yang ubudiyya-t untuk manusia sebagai makhluk pribadi, yakni hubungan langsung antara manusia dengan Allah. Peribadatan yang ubudiyya-t ini sangat pribadi sifatnya. Pelaksanaanya tidak boleh mewakili atau diwakilkan kepada orang lain. Peribadatan yang ubudiyya-t inilah yang identik dengan pengertian religion, religie, godsdienst dalam bahasa-bahasa barat. Peribadatan yang ubudiyya-t ini qaidahnya sangat ketat: semua tidak boleh, kecuali yang diperintahkan dan dicontohkan oleh Nash (Al Quran dan Hadits Shahih). Contoh: Shalat Maghrib sudah ditetapkan tiga rakaat.(*) Akal tidak boleh berpikir liberal semacam ini: Empat lebih besar dari tiga. Jadi empat rakaat pahalanya lebih banyak dari tiga rakaat. Maka lebih baik shalat Maghrib empat rakaat supaya pahalanya lebih banyak. Dalam Syariat yang ketat ini, akal dibatasi kebebasannya, tidak boleh liberal. Akal hanya dapat digunakan secara deskriptif, yaitu hanya boleh dipakai untuk menjawab pertanyan: bagaimana, bilamana, di mana, tidak boleh dipakai untuk melayani pertanyaan: mengapa.
Manusia adalah makhluk sosial. Walaupun manusia itu makhluk pribadi, namun manusia itu tidak dapat hidup nafsi-nafsi. Cerita tentang Si Buta dan Si Lumpuh, Si Buta memikul Si Lumpuh di atas bahunya, menunjukkan ibarat kerjasama yang baik. Saling mengisi di antara keduanya, memakai kaki Si Buta untuk berjalan dan mempergunakan mata Si Lumpuh untuk melihat. Manusia itu masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, jadi tidak dapat hidup sendiri-sendiri, manusia itu saling membutuhkan di antara sesamanya manusia.
Syari'at Islam mengatur pokok-pokok peribadatan yang mu'amala-t untuk manusia sebagai makhluk bermasyarakat. (Ibadah adalah segenap aktivitas kita untuk mewujudkan nilai-nilai kebenaran utama yang mutlak menurut Al Quran dalam kehidupan kita sehari-hari, berlandaskan aqiedah yang benar, dikerjakan dengan ikhlas, mengharapkan ridha Allah SWT semata, lebih luas pengertiannya dari bahasa-bahasa barat: religion, religie, godsdienst). Peribadatan yang mu'amala-t ini adalah Syari'at yang tidak ketat sifatnya, terbuka, namun tidak liberal, mempunyai qaidah: semua boleh, kecuali yang dilarang serta tidak bertentangan dengan Nash. Sebagai contoh adalah pemakaian bedug di mesjid. Kalau pemakaian bedug itu diniatkan sebagai persyaratan untuk azan, maka ia menjadi sub sistem dari peribadatan ubudiyyah yang ketat. Jadi tidak boleh, karena Rasulullah tidak pernah menyuruh pukul bedug di mesjid. Akan tetapi jika pemukulan bedug itu hanya diniatkan sebagai sarana untuk interaksi sosial, yang fungsinya seperti loud speaker, maka ini masuk dalam Syariat muamalah yang tidak ketat, semua boleh kecuali yang dilarang. Nabi hanya pernah melarang pemakain lonceng di mesjid, sedangkan bedug tidak pernah dilarang, jadi bedug boleh dipakai.
Karena Syariat yang muamalah ini hanya diberikan pokok-pokoknya saja, maka hal-hal yang mendetail dipikirkan oleh akal manusia. Tentu saja hal yang mendetail ini sifatnya situasional, akibat hasil pekerjaan akal yang relatif. Namun hasil akal yang situasional itu merupakan rahmat Allah, jika akal itu berkecimpung dalam bingkai Nash, dibatasi oleh rambu-rambu berupa aturan-aturan pokok Syariat Islam yang mu'amalaat. Jadi dalam Syariat yang mu'amala-t ini akal bebas terkendali. Kebebasan terkendali ini tidak identik dengan liberal, karena akal yang liberal itu mendobrak rambu-rambu Nash, menjangkau melampaui aturan-aturan pokok Syari'at.
Contohnya: Sikap berpikir yang tidak kaffah, bahwa yang menyangkut urusan duniawi (masyarakat dan negara) diserahkan seluruhnya kepada akal manusia, padahal Nash menentukan rambu-pokok:
-- YAYHA ALLDZYN AMNWA ADKHLWA FY ALSLM KAFT WLA TTB'AWA KHTHWT ALSYY.THAN ANH LKM 'ADW MBYN (S. AL BQRT, 208), dibaca: Ya-ayyuhal ladzi-na a-manud khulu- fis silmi ka-ffataw wa la- tattabi'u- khuthuwa-tisy syayta-ni innahu- lakum 'aduwwum mubiyn (S. Al Baqarah, 208), artinya: Hai orang-orang beriman masuklah kamu ke dalam Islam secara total, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan, sesungguhnya iaitu musuhmu yang nyata (2:208).
Jadi sikap berpikir yang mendikhotomikan antara urusan ukhrawi dengan urusan duniawi telah mendobrak bingkai Nash (2:208) tersebut. Sikap berpikir yang mendikhotomikan antara urusan ukhirawi dengan urusan duniawi itulah yang kita kenal dengan sekularisme. [Secularism (Lt, saeculum = world): a system of political philosophy that reject all forms of religious faith]. Kelompok yang menamakan diri sebagai "Islam Liberal" yang membuat network yang disebut Jaringan Islam Liberal (JIL) mempunyai sikap berpikir berlandaskan paradigma sekularisme yang mendobrak bingkai Nash, sudah keluar dari ruang lingkup Kaffah, sehingga tidak layak menyandang predikat "Islam" Liberal, melainkan cukup dengan predikat Aliran Kepercayaan Liberal, sub-sistem dari Aliran Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. WaLlahu a'lamu bishshawab.
*** Makassar, 1 September 2002
--------------------------------
(*) Akan dijelaskan nanti insya-Allah "harga mati" jumlah raka'at setiap waktu Shalat Wajib: 2 raka'at Subuh, 4 raka'at Zhuhur, 4 raka'at 'Ashar, 3 raka't Maghrib, 4 raka'at 'Isya dan 2 raka'at Shalat Jum'at