Kutipan-kutipan yang masih akan dijawab.
1. Arthur Jeffery (AJ), orientalis campuran Australia-Amerika, menulis al:
Sura I of the Koran was not originally part of the text. [The Muslim World, Volume 29, 1939]
2. Luthfi Asysyaukani (LA), dosen Sejarah Pemikiran Islam di Universitas Paramadina, Jakarta, dan Editor jaringan yang menamakan dirinya Jaringan Islam Liberal, menulis al:
--Alquran kemudian mengalami berbagai proses "copy-editing". Kaum Muslim meyakini bahwa Alquran yang mereka lihat dan baca hari ini adalah persis seperti yang ada pada masa Nabi. Keyakinan semacam itu sesungguhnya lebih merupakan angan-angan teologis.
--Seperti dikatakan seorang filsuf kontemporer Perancis, teks --dan apalagi teks-teks suci-- selalu bersifat "repressive, violent, and authoritarian." Satu-satunya cara menyelamatkannya adalah dengan membebaskannya. Jika ada pelajaran yang bisa diambil dari sejarah pembentukan Alquran, saya kira, semangat pembebasan terhadap teks itulah yang patut ditiru. [Dari: www.islamlib.com "Merenungkan Sejarah Alquran", tanggal dimuat: 17/11/2003]
3. Taufik Adnan Amal (TAA), dosen mata kuliah ulumul Quran di IAIN Alauddin Makassar, aktivis jaringan yang menamakan dirinya Jaringan Islam Liberal, al menulis:
--Bagi rata-rata sarjana Muslim, "keistimewaan" rasm utsmani merupakan misteri ilahi dan karakter kemukjizatan al-Quran. Tetapi, pandangan ini lebih merupakan mitos.
[www.islamlib.com "Al-Quran Antara Fakta dan Fiksi", tanggal dimuat: 25/11/2001]
--Ada hal lainnya, yang luput dari pembacaan anda, yakni penyempurnaan mushaf utsmani. (Surat TAA kepada Ass. Prof. Dr. Ugi Suharto, Dosen di Kulliyyat ISTAC-IIUM, Malaysia, bertanggal 11 Januari 2002).
***
LA, AJ dan TAA membahas dengan orientasi proses, yaitu pendekatan historis. Akan disungkurkan dengan pembahasan berorientasi output, yaitu output teks Al Quran ejaan 'Utsman (Rasm 'Utsmany) dengan pendekatakan matematis. Allah berfirman:
-- ANA NhN NZLNA ALDzKR WANA LH LhFZhWN (AlhJR, 15:9), dibaca: inna- nahnu nazalnadz dzikra wainna- lahu- laha-fizhu-n, artinya: Sesungguhnya telah Kami turunkan Al Dzikr (Al Quran) dan sesungguhnya Kami memeliharanya. Cara Allah memelihara teks Al Quran ialah:
-- 'ALYHA TS'AT 'ASYR (S. ALMDTSR, 30), dibaca: 'alayha- tis'ata 'asyar (al muddatstsir), artinya: Padanya sembilan belas (74:11). Rasm 'Utsmany dikontrol oleh sistem keterkaitan matematis angka 19, disingkat dengan "sistem 19". Tentang Allah SWT menurunkan perangkat kontrol dengan sistem 19 telah berulang kali ditampilkan dalam Serial ini, yang terakhir adalah Seri 600, berjudul: "Jawaban yang Mendahului Bantahan, Suatu Mu'jizat," bertanggal 9 November 2003. Perlu dicatat bahwa agama Bahai juga memungut angka 19 dari Al Quran, namun dijadikannya khurafat dengan mensakralkan angka 19, yaitu dipengaruhi oleh filsafat Yunani aliran Phytagorean yang mensakralkan bilangan.
Marilah kita sungkurkan/patahkan satu demi satu kutipan-kutipan dari ocehan AJ, LA dan TAA.
Kita mulai dengan menyungkurkan JA, yang memfitnah bahwa Surah Al Fatihah bukan bagian dari Al Quran. Jumlah Surah dan juga Basmalah 114 = 6 x 19. Kalau S. Al Fatihah bukan bagian dari Al Quran, maka jumlah Surah, demikian pula Basmalah cuma 113, bukan sistem 19. Dengan alat kontrol sistem 19 tersungkurkanlah JA dan LA yang membeo kepada JA (lihat Seri 606).
Khusus giliran LA. Orang liberal ini memfitnah bahwa Al Quran kemudian mengalami berbagai proses "copy-editing". Kalau mengalami "copy editing", satu kata saja yang diubah hurufnya, seperti kata shalat menurut Rasm 'Utsmany: Shad, Lam, Waw, Ta, diubah menjadi Shad, Lam, Alif, Ta, maka sistem 19 akan mengontrol. Jumlah huruf Alif + Lam + Mim dalam Surah 2, 3, 7, 13, 29, 30, 31, 32, yaitu 12312 + 8493 + 5871 = 26676 = 1404 x 19. Kalau Waw diganti dengan Alif dalam kata shalat, maka akan rusaklah sistem 19 dalam jumlah huruf Alif + Lam + Mim dalam ke-8 Surah yang di atas itu. Alhasil fitnahan LA tentang proses "copy-editing" telah disungkurkan. Kegenitan LA dengan arogansinya mengejek bahwa kaum Muslimin berangan-angan teologis, telah disungkurkan dengan disungkurkannya fitnahan LA tentang proses "copy-editing" tersebut. (Waw diganti alif dapat kita baca dari teks adzan di semua siaran TV di Indonesia).
Terakhir gilirannya TAA. Kegenitan intelektual TAA tidak terangsang oleh salah satu "keanehan" dari Rasm 'Utsmany. Bukankah ambisinya itu adalah penyempurnaan Rasm 'Utsmany, seperti surat TAA kepada Ugi Suharto? Tulisan bismi dalan bismillah, yaitu 3 huruf BSM berbeda dengan bismi dalam bismi rabbik, yaitu 4 huruf BASM. Hai TAA, di mana itu "semangat liberal" dan kegenitan intelektualnya itu? Tulis saja bismi dalam bismillah dengan 4 huruf supaya sama dengan tulisan bismi dalam bismi rabbik, karena bukankah bismi itu dari bi + ismun? Itu tandanya kegenitan TAA hanya terbatas dalam menimba dari sumur orientalis saja. Tidak ada kedua masalah BSM dan BASM dalam "sumur" para orientalis, jadi tidak tertimba oleh TAA. Mari kita lihat! Kalau bismi dalam bismillah dituliskan menurut semestinya bi + ismun, yaitu BASM, maka jumlah huruf dalam bismilla-hirrahma-nirrahiym = 20. Boleh hitung sendiri: BASMALLHALRhMNALRhYM. Tetapi kalau bismi ditulis BSM, dicopot alif, maka jumlah huruf akan menjadi 19. Sebaliknya jika bismi dalam bismi rabbik ditulis dengan BSM, maka S. Al 'Alaq 1-5 [SK Muhammad diangkat Allah menjadi Nabi], jumlah hurufnya sebanyak 75. Kalau ditulis BASM maka jumlah huruf mrnjadi 76 = 4 x 19. Keanehan bismi ditulis BSM dan BASM itulah salah satu "keistimewaan" Rasm 'Utsmani yang diejek oleh TAA sebagai mitos. Data numerik bukanlah mitos. Arogansi TAA itu disungkurkan oleh alat kontrol sistem 19.
"Kemu'jizatan" teks al Quran yang ditulis menurut Rasm 'Utsmany yang diejek oleh TAA sebagai mitos, telah tersungkurkan dengan data numerik Alif+Lam+Mim. Mana bisa manusia bisa bikin data numerik 26676 = 1404 x 19 itu. Itu adalah mu'jizat, hai TAA.
***
Alhasil, provokasi LA, sebagai editor jaringan yang menamakan dirinya Jaringan Islam Liberal, bahwa "semangat pembebasan terhadap teks itu patut ditiru," dengan bertumpu diatas filosof kontemporer Perancis (kok LA tidak menyebutkan nama filosof agnostik itu?), maka tahulah kita "semangat" liberal kelompok yang menamakan dirinya Islam Liberal, adalah semangat liberal yang kebablasan, yang bertumpu di atas paradigma benak dari seorang FILOSOF AGNOSTIK. Suatu kegenitan intelektual yang bukan hanya menolak pendekatan tekstual melainkan bertujuan lebih dalam dari itu, yakni membebaskan diri dari kungkungan teks Al Quran. Maka sungguh tidak patut jaringan ini menyandang predikat Jaringan Islam Liberal (JIL), melainkan Jaringan Aliran Kepercayaaan Liberal (JAKL). WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 28 Desember 2003
28 Desember 2003
[+/-] |
607. Semangat Liberal yang Kebablasan |
21 Desember 2003
[+/-] |
606. Kegenitan Intelektual |
Sebermula akan dikutip "coretan" tiga orang:
1. Arthur Jeffery, orientalis campuran Australia-Amerika menulis:
Sura I of the Koran bears on its face evidence that it was not originally part of the text, but was a prayer composed to be placed at the head of the assembled volume, to be recited before reading the book, a custom not unfamiliar to us from other sacred books of the Near East [The Muslim World, Volume 29 (1939), pp. 158-162. The Text of the Qur'an Answering Islam Home Page]
2. Luthfi Asysyaukani (LA), dosen Sejarah Pemikiran Islam di Universitas Paramadina, Jakarta, dan Editor jaringan yang menamakan dirinya Jaringan Islam Liberal menulis al:
--Alquran kemudian mengalami berbagai proses "copy-editing" oleh para sahabat, tabi'in, ahli bacaan, qurra, otografi, mesin cetak, dan kekuasaan. Kaum Muslim juga meyakini bahwa Alquran yang mereka lihat dan baca hari ini adalah persis seperti yang ada pada masa Nabi lebih dari seribu empat ratus tahun silam. Keyakinan semacam itu sesungguhnya lebih merupakan formulasi dan angan-angan teologis (al-khayal al-dini) yang dibuat oleh para ulama sebagai bagian dari formalisasi doktrin-doktrin Islam.
--Ibn Mas'ud, seorang sahabat dekat Nabi, misalnya, memiliki mushaf Alquran yang tidak menyertakan surah al-Fatihah (surah pertama). Al Fatihah hanyalah "ungkapan liturgis" untuk memulai bacaan Alqur'an. Ini merupakan tradisi populer masyarakat Mediterania pada masa awal-awal Islam.
--Kemudian muncul beragam bacaan yang berbeda akibat absennya titik dan harakat (scripta defectiva).
--Kemungkinan besar hadis tujuh huruf adalah rekayasa para ulama belakangan untuk menjelaskan rumitnya varian-varian dalam Alquran yang beredar. Saya kira, varian-varian dan perbedaan bacaan yang sangat marak pada masa-masa awal Islam lebih tepat dimaknai sebagai upaya kaum Muslim untuk membebaskan makna dari kungkungan kata. Seperti dikatakan seorang filsuf kontemporer Perancis, teks --dan apalagi teks-teks suci-- selalu bersifat "repressive, violent, and authoritarian." Satu-satunya cara menyelamatkannya adalah dengan membebaskannya. Jika ada pelajaran yang bisa diambil dari sejarah pembentukan Alquran, saya kira, semangat pembebasan terhadap teks itulah yang patut ditiru, tentu saja dengan melakukan kreatifitas-kreatifitas baru dalam bentuk yang lain. [Dari: www.islamlib.com "Merenungkan Sejarah Alquran", tanggal dimuat: 17/11/2003]
3. Taufik Adnan Amal (TAA), dosen mata kuliah ulumul Quran di IAIN Alauddin Makassar, aktivis jaringan yang menamakan dirinya Jaringan Islam Liberal, al menulis:
--Bagi rata-rata sarjana Muslim, "keistimewaan" rasm utsmani merupakan misteri ilahi dan karakter kemukjizatan al-Quran. Tetapi, pandangan ini lebih merupakan mitos.
--Aksara primitif Arab (scriptio defectiva) yang digunakan ketika itu untuk menyalin al-Quran masih membuka peluang bagi pembacaan teks secara beragam. Selain ketiadaan tanda vokal, sejumlah konsonan berbeda dalam aksara ini dilambangkan dengan simbol-simbol yang sama. [www.islamlib.com "Al-Quran Antara Fakta dan Fiksi", tanggal dimuat: 25/11/2001]
--Ada hal lainnya, yang luput dari pembacaan anda, yakni penyempurnaan ortografis mushaf utsmani. (Surat TAA kepada Ass. Prof. Dr. Ugi Suharto, Dosen di Kulliyyat ISTAC-IIUM, Mlaysia, bertanggal 11 Januari 2002).
***
Baik LA maupun TAA kurang jujur, karena tidak menyebutkan dari mana keduanya mendapatkan sejumlah gagasan, jadi seakan-akan gagasan itu timbul dari benak keduanya. Ketiadaan Surah Al Fatihah dalam Mushhaf Ibn Mas'ud, "ditafsirkan" oleh LA seperti kita lihat dalam kutipan di atas, bahwa Al Fatihah hanyalah "ungkapan liturgis" untuk memulai bacaan Alqur'an. Ini merupakan tradisi populer masyarakat Mediterania pada masa awal-awal Islam. LA menjiplak tanpa menyebut nama orientalis AJ yang menulis seperti di atas itu, bahwa (terjemahan bebas): Surah Al Fatihah bukanlah bagian dari teks Al Quran, melainkan berupa susunan do'a yang ditempatkan pada permulaan kumpulan volume (maksudnya teks Al Quran), untuk dibaca sebelum membaca Al Quran, suatu kebiasaan yang lazim seperti pada waktu membaca kitab-kitab suci lainnya di Timur Dekat." Padahal secara akal sehat, walaupun dalam Mushhaf Ibn Mas'ud itu tidak ada dituliskan Al Fatihah, tidaklah mungkin Ibn Mas'ud menganggap bahwa Al Fatihah bukanlah bagian dari Al Quran, karena shalat tidak shah, jika setiap raka'at tidak dibaca Al Fatihah. Lagi pula bukankah semua tulisan di luar Mushhaf 'Utsmani semuanya dibakar, lalu dari mana orang tahu bahwa dalam Mushhaf Ibn Mas'ud itu tidak ada Al Fatihah? (Setiap turun wahyu, maka penempatan ayat ataupun "paket" ayat-ayat adalah atas petunjuk Nabi Muhammad SAW kepada para juru tulis. Tentu saja ada beberapa sahabat al. seperti Ibn Mas'ud, dengan inisiatif sendiri menuliskan ayat-ayat itu, ada yang lengkap, ada yang tidak lengkap, tidak tersusun rapi. Catatan-catatan para sahabat yang cerai berai yang dituliskan di atas apa saja tersebut, itulah semua yang dimusnahkan, untuk menghindarkan kekacauan cara menulis, susunan Surah dan susunan ayat, kelak di belakang hari).
Demikian pula LA menulis "Kemudian muncul beragam bacaan yang berbeda akibat absennya titik dan harakat (scripta defectiva)." Secara substantif serupa dengan tulisan TAA: Aksara primitif Arab (scriptio defectiva) yang digunakan ketika itu untuk menyalin al-Quran masih membuka peluang bagi pembacaan teks secara beragam. LA dan TAA menjiplak ini dari karya orientalis Ignaz Goldziher yang terjemahan bahasa Indonesianya seperti berikut: "Perbedaan bacaan adalah disebabkan karena text Usmani itu pada asalnya tidak ada titik dan harakahnya." [Die Richtungen der islamischen Korananslegung", E. J. Brill, Leiden, 1970, blz. 3-4]. Teori Goldziher bertentangan dengan sabda RasuluLlah: "Al Quran ini diturunkan dalam 7 ahruf, maka bacalah dengan cara bacaan yang termudah bagimu (R. Bukhari 2287 dan Muslim, 818). Jadi dari Rasm 'Utsmani langsung secara serempak (bukan berkembang) dapat dibaca 7 ahruf (gaya bacaan), yang kita kenal hingga kini dengan qiraat 7 (7-bacaan). Shahih Bukhari dan Muslim dikatakan oleh LA: hadis tujuh huruf adalah rekayasa para ulama yang belakangan. Na'udzubiLlah, liberal nian si LA ini, yang lebih percaya teori "berkembang" dari orientalis Goldziher ketimbang informasi "serempak" 7 ahruf dari Shahih Bukhari wa Muslim. Alhasil LA maupun TAA melakukan kegenitan intelektual dengan menimba dari sumur orientalis dengan mengenyampingkan Shahih Bukhari dan Muslim. Silakan ditunggu sambungannya Ahad depan, insya Allah. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 21 Desember 2003
14 Desember 2003
[+/-] |
605. Masalah Adil Terhadap Isteri-Isteri. |
Firman Allah:
-- WAN KHFTM ALA TQSTHWA FY ALYTMY FANKAhAWA MA RHABLKM MN ALNSA^ MTSNY WTSLTS WRB'A FAN KHFTM ALA T'ADLWA FWAhDt AW MA MLKT AYMANKM (S. ALNSA^, 4:3), dibaca: wain khiftum alla- tuqsithuw filyata-ma- fangkihu- ma- tha-ba lakum minan nisa-i matsna- watsula-tsa waruba-'a fain khiftum alla- ta'diluw- fawa-hidatan aw ma- malakat ayma-nukum (s. annisa-^), artinya: jika kamu kuatir kamu tidak akan berlaku adil tentang anak-anak yatim, maka nikahilah olehmu perempuan-perempuan yang baik bagimu, berdua, bertiga atau berempat orang; tetapi jika kamu kuatir tidak akan berlaku adil, maka nikahilah seorang saja, atau nikahilah hamba sahaya (4:3). WLN TSTHY'UWA AN T'ADLWA BYN ALNSA^ WLW hRSHTM (S. ALNSA^, 4:129), dibaca: walan tastathi-'u- an ta'dilu- baynan nisa-i walaw harashtum, artinya: kamu takkan kuasa berlaku adil di antara perempuan-perempuan (isteri-isteri) itu, meskipun kamu sangat ingin demikian itu (4:129).
Pertama, mengapa masalah keadilan terhadap isteri-isteri dalam ayat [4:129] tidak lantas disambung saja dengan ayat [4:3] ? Kedua, dalam ayat [4:3] Allah mengizinkan berpoligami dengan persyaratan harus adil, dalam ayat [4:129] Allah berfirman bahwa yang berpoligami itu takkan kuasa berlaku adil. Bukankah itu merupakan larangan secara halus untuk berpoligami? Demikianlah saya pungut dari "cyber space". Menurut hemat saya "kebingungan" tentang urutan ayat dan "tafsiran" tentang larangan halus berpoligami itu perlu diberikan penjelasan. (Karena keterbatasan ruangan, hanya kedua ayat di atas yang ditransliterasikan huruf demi huruf dan dituliskan cara membacanya, sedangkan ayat-ayat lainnya hanya terjemahannya saja).
***
Klasifikasi ayat berdasar atas kriteria turunnya wahyu.
1. Wahyu yang diturunkan tanpa latar belakang, ada tiga jenis:
1.1 Seruan langsung, contoh: Hai orang-orang beriman telah diwajibkan atasmu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, supaya kamu bertaqwa (S. Al Baqarah, 2:183)
1.2 Seruan tidak langsung, yaitu diserukan kepada Nabi Muhammad SAW, yang maksudnya tertuju pula kepada semua ummat Islam. Contoh: Hai Nabi, mengapakah engkau haramkan sesuatu yang dihalalkan Allah bagimu, karena menuntut keridhaan isteri-isterimu? Allah Pengampun lagi Penyayang (S. At Tahrim, 66:1).
1.3 Bukan berupa seruan khusus, tetapi langsung berupa informasi tentang:
1.3.1. Syari'ah untuk dipatuhi dan dilaksanakan. Contoh: Dan janganlah kamu jadikan nama Allah (dalam sumpah kalian) sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan (S. Al Baqarah 2:224).
1.3.2. Qissah/riwayat penting, biasanya dimulai dengan "idz". Contoh: Ingatlah tatkala Musa berkata kepada qaumnya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih sapi betina (S. Al Baqarah 2:67).
2. Mempunyai Latar belakang yang biasa disebut Asbabun Nuzul, ada dua jenis:
2.1 Pertanyaan kepada Nabi Muhammad SAW, ada tiga jenis pula:
2.1.1 Pertanyaan berupa permintaan fatwa kepada Nabi Muhammad SAW. Contoh: Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para perempuan (S. An Nisa 4:127).
2.1.2 Pertanyaan kepada Nabi Muhammad SAW yang murni pertanyaan, tidak mengandung unsur perlawanan/bantahan. Contoh: Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit, katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi pelaksanaan ibadah) haji (S. Al Baqarah, 2:189).
2.1.3 Pertanyaan yang mengandung unsur perlawanan/bantahan. Contoh: Berkatalah orang-orang kafir: "Mengapa Al Qur^an itu tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) sekali turun saja?" Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu (untuk menghafal) dengannya, Kami menurunkannya (supaya engkau hai Muhammad) membacakannya kelompok demi kelompok (S. Al Furqan, 25:32).
2.2 Mempunyai latar belakang situasi Sosial Politik
2.2.1 Latar belakang situasi sosial, misalnya sehabis perang banyak anak yatim dan janda. Contoh: lihat (S. An Nisa, 4:3) pada permulaan tulisan di atas.
2.2.2 Latar Belakang Situasi Politik. Contoh: Telah dikalahkan Rum. Di bumi yang dekat, dan mereka sesudah kalah itu akan menang. Dalam beberapa tahun, kepunyaan Allah urusan sebelum itu dan sesudahnya. Pada hari (kemenangan Rum) itu akan bergembira orang-orang mukmin (S. Ar Rum, 30:2-4). Hiraqla (Heraclius) [575? - 641]M., Kaisar Rum [610 - 641]M. dikalahkan pasukannya di Chalcedon oleh pasukan Khosrau Parvez, Raja Sassan [590 - 628]M. Chalcedon itu terletak di mulut Asia Kecil hanya dipisahkan oleh selat Bosporus dari ibu kota Kerajaan Rum, Konstantinopel. Tatkala informasi tentang kekalahan pasukan Rum itu sampai di kota Makkah, penduduk negara-kota Makkah yang musyrik, penyembah berhala yang berpihak pada Sassan yang penyembah api, bersuka-ria kegirangan mengejek ummat Islam. Maka turunlah S. Ar Rum tersebut, yang memberikan informasi bahwa pasukan Rum sesudah dikalahkan dalam beberapa tahun kemudian akan menang terhadap Khosrau. Dalam serangan balasan yang kedua, Hiraqla berhasil memukul mundur pasukan Khosrau dan mendesak jauh ke dalam daerah Sassan sampai ke sungai Tigris, dan setahun kemudian Khosrau meninggal. Kemenangan Rum sesudah kalah itu seperti yang diprofesikan dalam S. arRum itu merupakan salah satu kemu'jizatan Al Qur^an. Tatkala berita kemenangan Rum itu sampai di Makkah, maka bergembiralah ummat Islam yang berpihak kepada Hiraqla yang Nasrani.
***
Masalah keadilan terhadap isteri-iateri pada S. An Nisa, 4:129 tidak lantas disambung saja dengan S. An Nisa 4:3, karena Asbabun Nuzul ayat (4:3) adalah banyak anak yatim dan janda setelah perang. Sedangkan Asbabun Nuzul turunnya ayat (4:129), karena beberapa tahun kemudian ada permintaan fatwa kepada Nabi Muhammad SAW, seperti yang dinyatakan dalam ayat (4:127), dalam butir [2.1.1] di atas. Keadilan dalam ayat (4:3) dalam konteks pertimbangan sebelum nikah, sedangkan keadilan dalam ayat (4:129) adalah dalam konteks beberapa tahun kemudian setelah menikah, sang suami dihadapkan pada kenyataan telah ada isteri yang sudah tua, dan Allah Maha Tahu, tidaklah mungkin seorang suami akan berlaku adil dalam kenyataan yang demikian itu.
Setiap turun wahyu, maka penempatan ayat ataupun "paket" ayat-ayat adalah atas petunjuk Nabi Muhammad SAW kepada para juru tulis. Misalnya paket ayat yang menginformasikan Bani Israil yang sangat cerewet dalam hal kriteria sapi betina yang akan disembelih, lihat butir [1.3.2] , Nabi Muhammad SAW menyuruh tempatkan tidak pada permulaan surah, walaupun paket tersebut adalah yang mula-mula turun, melainkan dalam urutan ayat no. 67-71. Umumnya surah itu diberi bernama dengan kata "sentral" dalam paket yang mula-mula turun itu, yang dalam hal ini Al Baqarah (sapi betina). Nabi SAW juga menginstruksikan Surah Al Baqarah itu dalam urutan surah no.2. Demikian pula paket ayat SK pengangkatan Muhammad menjadi Nabi, yang terdiri atas 19 kata, 76 (=4x19) huruf itu, diberi bernama Surah Al 'Alaq, kata yang ada dalam paket itu. Surah Al 'Alaq, yang kemudian digenapkan menjadi 19 ayat, disuruh tempatkan pada urutan no.19 dari belakang. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 14 Desember 2003
7 Desember 2003
[+/-] |
604. Interpretasi yang Berbeda Mengenai Fakta yang Sama |
Konon di Amerika pernah diadakan penelitian atas dua ras yang berbeda yang dipilih secara acak. Tujuan penelitian itu ialah untuk dapat mengetahui tentang IQ dari kedua ras itu, yakni ras kulit putih dan ras kulit hitam. Masing-masing ras itu diplot IQ dengan populasi (N). Hasil penelitian itu menujukkan bahwa baik kurva kulit putih maupun kurva kulit hitam mendekati kurva normal. Adapun kurva normal itu ibarat gunung yang lerengnya kiri dan kanan dari puncak bentuknya setangkup (simetris). Artinya puncak gunung itu berada di tengah-tengah antara lereng kiri dengan lereng kanan. Kurva IQ-N ras kulit putih puncaknya miring ke kanan dari puncak kurva normal, sedang kurva IQ-N ras kulit hitam puncaknya miring ke kekiri dari puncak normal. Baik kurva ras kulit putih maupun ras kulit hitam puncaknya sama tinggi dengan kurva normal. Itulah dia fakta yang pada pokoknya menunjukkan bahwa walaupun IQ-maksimum ras kulit putih sama tinggi dengan IQ-maksimum ras kulit hitam, namun lebih banyak jumlahnya ras kulit putih ber-IQ-maksimum ketimbang ras kulit hitam.
Dahulu di negerinya orang Boer (=petani) Afrika Selatan yang beremigrasi dari Negeri Kincir angin berpemerintahan rasis, yang memenjarakan Nelson Mandela lamanya (maaf, kurang ingat) sekitar 27(?) tahun. Maka pemerintahan rasis Afrika Selatan itu dan juga golongan rasis di Amerika Ku Klux Klan melihat fakta kurva IQ-N tersebut akan mengatakan bahwa memang ras kulit putih lebih unggul dari ras kulit hitam. Akan tetapi tentu Nelson Mandela akan berkata lain: "Itulah buktinya dalam hal pendidikan ras kulit hitam tidak diberi kesempatan yang sama ketimbang ras kulit putih.
***
Dua ekor cacing yang hidup, seekor dimasukkan ke dalam gelas yang berisi air mineral dan yang seekor lagi dimasukkan ke dalam gelas yang berisi arak. Lalu apa yang terjadi? Cacing yang berada dalam gelas yang berisi air mineral itu bersuka-ria di dasar gelas, namun cacing yang berada di dalam arak itu menggeletak mati.
Ada dua kelompok yang menyaksikan percobaan itu. Kelompok yang satu ingin menegakkan Syari'at Islam secara kaffah (totalitas) baik substantif maupun dalam proses, yaitu sekaligus kultural dan struktural, serta dengan pendekatan tekstual, kontekstual, hikmah, takwil, isyarat dan konsepsional. Sedang kelompok yang lain yang menamakan dirinya dengan "Islam Liberal" berfaham bahwa Rasul memang berhasil menterjemahkan cita-cita sosial dan spiritual Islam di Madinah. Akan tetapi, Islam yang diwujudkan di sana adalah Islam historis, sejarah masa lalu, partikular artinya bermuatan lokal, tidak universal, dan kontekstual yakni terikat dengan situasi/kondisi. Banyak ajaran Islam yang sudah tidak layak untuk diikuti, terutama ayat-ayat Madaniyah dan Sunnah Nabi yang terikat ruang (Hijaz) dan waktu (abad VII M) dan bersifat temporer.
Kelompok pertama setelah melihat hasil percobaan itu berpendapat: SubhanaLlah, itulah hikmah Allah SWT mengharamkan khamar dalam arti tekstual. Lihatlah arak itu membahayakan kehidupan makhluk. Dalam konteks kesehatan akal manusia arak itu merusak sel-sel otak. Sanksi cambuk bagi pemabuk adalah Rahamatan lil'A-lamiyn. Keras bagi pemabuk, tetapi rahmat bagi ummat manusia, Syari'at Islam melindungi dan memelihara akal manusia.
Kelompok kedua berpendapat: Ajaran Islam tentang haramnya arak itu adalah muatan lokal sudah tidak layak untuk diikuti, itu termasuk larangan temporer terikat ruang (Hijaz) dan waktu (abad VII M). Benarlah apa yang dikatakan oleh iklan, "terjunlah ke dunia modern dengan minum arak" Lihatlah hasil percobaan itu, cacing mati dalam arak. Supaya tidak cacingan minumlah arak.
***
Kita kenal dalam ilmu manajemen yang disebut SWOT. Itu adalah kependekan dari 4 kata: strength, weakness, opportunity, dan threat, kekuatan, kelemahan, kesempatan dan tantangan. Adapun kekuatan dan kelemahan dipihak yang satu dengan kesempatan dan tantangan pada pihak yang lain merupakan dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. Kekuatan masa lalu membuahkan kesempatan masa depan. Kelemahan masa lalu membuahkan tantangan masa depan. Kekuatan dan kelemahan adalah kajian masa lalu, sedangkan, kesempatan dan tantangan adalah orientasi masa depan. Masa lalu erat kaitannya dengan masa depan, ibarat dua sisi mata uang seperti dikatakan di atas itulah.
Firman Allah: YAYHA ALDZYN AMNWA ATQALLH WLTNZHR NFS MA QDMT LGHD WATQALLH (S. ALhSYR, 59:18), dibaca: Ya-ayyuhalladzi-na a-manut taquLa-ha waltanzhur nafsum ma- qaddamat lighadin wattaquLa-h (s. alhasyr), artinya: Hai orang-orang beriman, taqwalah pada Allah dan wajiblah setiap diri manusia itu mengkaji masa lalu untuk orientasi masa depan, dan taqwalah pada Allah (59:18).
Petunjuk Allah SWT dalam mengkaji fakta masa lalu, dimulai dengan taqwa, dikunci dengan taqwa.
Kita baru saja selesai dengan menunaikan ibadah puasa, yang bertujuan meningkatkan diri orang beriman menjadi bertaqwa. Bahwa dalam seluruh aspek kehidupan, bertaqwa itu sangatlah terpenting, baik menyangkut tataran ruhaniyah maupun menyangkut tataran intelektual. Dengan pengkajian fakta masa lalu berlandaskan taqwa akan menghasilkan: "kekuatan akan dilihat sebagai kekuatan dan kelemahan akan dilihat sebagai kelemahan," karena pengkajian fakta masa lalu disinkronkan antara penglihatan qalbu dalam tataran ruhaniyah dengan penglihatan mata kasar, pengolahan pikiran yang rasional dalam tataran intelektual. Allahumma arina lhaqqa haqqan, ....... wa arina lbaathila baathilan, ....... Ya Allah perlihatkanlah pada kami yang benar itu benar, ....... dan perlihatkanlah pada kami yang salah itu salah, ....... WaLlahu a'lamu bishshawab.
*** Makassar, 7 Desember 2003
30 November 2003
[+/-] |
603. Surat Terbuka Kepada Menteri Agama RI |
Assalamu 'alaykum Wr. Wb.
Dipermaklumkan kepada Bapak, sepanjang yang saya dapatkan, bahwa sudah bertahun-tahun hingga cetakan terbaru(?) Edisi Revisi 1994, masih saja tidak direvisi dua kesalahan dalam Kitab "Al Quran dan Terjemahannya", yang diterbitkan oleh Departemen Agama Republik Indonesia, yaitu:
- Ayat [17:1]: alBashiyr diterjemahkan dengan Maha Mengetahui. Tidak perlu penjelasan lebih lanjut.
- Ayat [21:33]: WaHuwa Lladziy Khalaqa Llayla wanNahaara wasySyamsa walQamara Kullun fiy Falakin Yasbahuwna, diterjemahkan dengan: Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya. Yang ini perlu penjelasan. Ada satu yang tidak lazim dalam terjemahan dan ada dua kesalahan:
- 2.1. Masing-masing dari keduanya itu adalah "sisipan". Saya katakan tidak lazim, oleh karena pada lazimnya sisipan itu diletakkan di antara dua tanda kurung, jadi lazimnya demikian (Masing-masing dari keduanya).
- 2.2. Kesalahan gramatikal, yaitu "matahari dan bulan" adalah mutsanna, yasbahuwn adalah jama', kalau mutsanna mestinya "yasbahaan".
- 2.3. Kesalahan substansial, mempersempit makna ayat, yaitu bahwa hanya matahari dan bulan saja yang beredar, padahal menurut intizhar, tiap-tiap sesuatu termasuk bumi juga berenang dalam falaknya.
Yang terakhir: Alangkah eloknya jika Menteri Agama mengeluarkan seruan kepada semua pencetak Kitab Al Qur^an di Indonesia agar supaya memakai Rasm 'Utsmany, seperti Kitab Al Qur^an yang dihadiahkan oleh Pmerintah Arab Saudi kepada para Jama'ah Islamiyah yang telah menunaikan ibadah haji.
Wassalam,
Makassar, 30 November 2003
H.Muh.Nur Abdurrahman
***
Bagian selanjutnya adalah untuk para pembaca. Akan diceritakan romantika mengapa kesalahan itu dapat saya ketahui.
Kita mulai dahulu dengan kesalahan terjemahan ayat (17:1). Merupakan nostalgia bagi saya, sekitar tahun 70-han abad yang lalu. Saya masih tergolong muda, umur 40-han, tenaga masih kuat (kalah tangan maju coboq-coboq). Di taruh di antara tanda kurung, karena nilai itu saya tidak anut. (coboq-coboq = badik). Waktu masih muda itu, tenaga saya masih kuat berda'wah setiap malam bulan Ramadhan ada kalanya bahkan di tiga tempat, yang sekarang karena sudah tua (kepala 7) sudah tidak sanggup lagi. Kesanggupan saya sekarang hanya berda'wah dengan duduk di depan PC.
Suatu waktu di Paotereq Kecamatan Ujung Tanah saya diminta memberikan hikmah Isra-Mi'raj. Pada waktu dibacakan Al Qur^an, alBashiyr diterjemahkan dengan Maha Mengetahui. Maka tatkala saya mulai dengan ceramah, saya koreksi dahulu terjemahan itu. Namun setelah selesai acara, gadis yang menterjemahkan itu mendatangi saya lalu berucap dalam nada protes: "Ustadz, saya menyalin terjemahan itu dari buku ini," kemudian menyodorkan Kitab "Al Quran dan terjemahannya", yang diterbitkan oleh Departemen Agama Republik Indonesia. Saya berterima kasih kepadanya atas protesnya itu, karena pengetahuan saya bertambah: "Departemen Agama salah menterjemahkan alBashiyr."
Selanjutnya kesalahan terjemahan ayat [21:33]. Untuk itu saya kutip dari Seri 007, berjudul Makrokosmos, bertanggal 1 Desember 1991, jadi 12 tahun lalu + 1 hari: "Gerak benda-benda langit diatur Allah SWT sebagai Ar Rabb, Maha Pengatur, melalui TaqdiruLlah yang disebut al Falak. Istilah ini diambil dari bahasa Al Quran: Kullun fiy Falakin Yasbahuwna (S.Yasin,40), tiap-tiap sesuatu berenang dalam falaknya (36:40). Disekitar materi yang dalam hal ini benda langit, ruang menjadi lengkung membentuk jalur geodesik yang berwujud medan gravitasi. Maka Al Falak adalah Jalur Geodesik, dan melalui jalur inilah benda-benda langit bergerak." Sehubungan dengan yang saya tulis itu, ada dua orang yang menelepon, kalau saya tidak salah ingat mengaku bernama Abbas dan Palinrungi. Keduanya mengemukakan, bahwa selain (S.Yasin,40), keduanya mengemukakan ayat [21:33] itulah, bahwa menurut ucapan Abbas dan Palinrungi yang dimaksud Al Qur^an hanya matahari dan bulan saja yang beredar.
Maka demikianlah para pembaca romantika terungkapnya bagi saya 2 kesalahan terjemahan itu. Mina l'Aaidiyna wa lFaaiziyna, Taqabbala Lla-hu Minnaa wa Minkum. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 30 November 2003
23 November 2003
[+/-] |
602. Kamus Newspeak |
Saya menerima e-mail melalui japri dari Malaysia. Ia mempertanyakan ungkapan "Jama'ah Islamiyah yang melaksanakan ibadah haji", yang saya pergunakan dalam Seri 600 yang lalu. Mengapa katanya "berbeza dari yang lazim". Ada baiknya menurut hemat saya jawaban saya kepadanya saya kembangkan dalam Seri 602 ini.
Penggunaan ungkapan Jama'ah Haji yang lazim dipakai sesungguhnya tidak kena. Apabila dikatakan seorang petinggi pergi menjemput kloter pertama Jama'ah Haji dari Tanah Suci di lapangan terbang, maka penggunaan ungkapan Jama'ah Haji benarlah adanya, yaitu dengan asumsi semuanya yang datang itu adalah sudah haji, tidak ada yang batal ibadah hajinya karena tidak memenuhi seluruhnya rukun haji. Akan tetapi kalau dikatakan seorang petinggi melepas keberangkatan kloter satu Jama'ah Haji ke Tanah Suci di lapangan terbang, maka itu tidak benarlah adanya. Sebab yang berangkat itu umumnya calon-calon haji, namun tak kurang pula jumlahnya yang sudah haji. Dikatakan Jama'ah Calon Haji, itu tidak benar, karena sudah ada yang haji. Dikatakan Jama'ah Haji seperti yang lazim, juga tidak benar karena umumnya adalah calon haji. Maka saya pergunakanlah ungkapan "berbeza" dari yang lazim, yaitu: "Jama'ah Islamiyah yang melaksanakan ibadah haji". Saya pergunakan ungkapan yang panjang itu dengan tujuan ganda. Pertama mengoreksi yang lazim, dan kedua, ini yang lebih penting, yaitu "mengangkat kembali citra ungkapan "Jama'ah Islamiyah" yang telah tercemar oleh "Kamus Newspeak". Apa itu Kamus Mewspeak? Silakan dibaca selanjutnya.
***
Amerika memproduksi "Newspeak" (= ucapan baru). Terjadilah dua dunia dalam benak orang: dunia nyata dan dunia Newspeak. Noam Chomsky telah menginventarisasikan sejumlah kata yang telah diserongkan maknanya oleh American Ideological System dalam bukunya yang berjudul Pirates and Emperor : International Terrorism in the Real World, yang telah diterjemahkan oleh Mizan dengan titel Maling Teriak Maling. Menurut "Kamus Adikuasa" itu bila negara-negara Arab menerima posisi AS, mereka disebut "moderat". Bila menolak disebut "ekstremis". Dalam benak orang disuntikkanlah melalui mas media bahwa kata "ekstremis", termasuklah di dalamnya a.l. PLO, Libya, Iran, Thaliban dan Iraq. "Terrorisme", yang pada mulanya berarti tindakan yang dimaksudkan untuk menakut-nakuti lawan suatu istilah yang netral, dalam Kamus Newspeak, terrorisme adalah tindakan protes yang dilakukan oleh negara atau kelompok-kelompok kecil yang anti Amerika. Pembunuhan tiga orang Israel di Larnaca adalah terrorisme, tetapi penyerbuan sasaran sipil di Tunisia, pembantaian Sabra dan Satila disebut "tindakan mendahului" (preemptive). Makna Newspeak "Proses perdamaian" berarti "usulan perdamaian yang diajukan oleh Amerika Serikat". Usulan-usulan perdamaian, yang dikemukakan oleh negara-negara Arab, terlebih Palestina, betapapun realistisnya, jika tidak sama dengan usulan AS, menurut Kamus Newspeak disebut rejeksionisme.
Ungkapan Jama'ah Islamiyah sudah terkontaminasi oleh Kamus Newspeak, yaitu terroris dalam konotasi negatif. Padahal menurut Al Qur^an, seluruh umat Islam adalah Jama'ah Islamiyah: W'ATSHMWA BHBL ALLH JMY'AA WLA TFRQWA (S. AL'AMRAN, 103), dibaca: wa'tashimu- bihabli Lla-hi jami-'aw wa la- tafarrqu- (s. ali'imra-n), artinya: dan berpegang-teguhlah kamu pada tali Allah (Syari'at Islam) dengan berjama'ah dan janganlah berfirqah-firqah (bercerai-berai) (3:103). YAYHA ALDZYN AMNWA KHDZWA KHDZRKM FANFRWA TSBAT AW ANFRWA JMY'AA (S. ALNSAa, 71), dibaca: Ya-ayyuhal ladzi-na a-manu- khudzu- khidzrakum fanfiru- tsuba-tin awinfiru- jami-'an (s. annisa-') Hai orang-orang yang beriman waspadalah kamu dan dan keluarlah kamu dengan berpasukan-pasukan atau keluarlah secara berjama'ah (4:71).
Tidak pernah ada gerakan yang mengaku bertanggung jawab atas nama Jama'ah Islamiyah. Tidak sama misalnya dengan Al Qaidah yang menyatakan bertanggung jawab atas gerakannya, misalnya gerakan pemboman Konsulat Inggris dan Bank HSBC di Turki baru-baru ini. Nama Al Qaidah dipakai oleh baik kelompok Al Qaidah sendiri maupun dunia internasional. Jadi Al Qaidah tidak ada dalam Kamus Newspeak. Sebaliknya dari Jama'ah Islamiyah, yang tidak pernah ada kelompok yang mengaku identitas itu dalam gerakannya, hanya ada dalam Kamus Newspeak melalui PBB, maka Islam Liberal adalah Newspeak juga dicetuskan di Amerika tepatnya Universitas North Carolina, pencetusnya ialah Charles Kurzman. Ini diadopsi di mana-mana sedangkan di Indonesia diadopsi oleh kelompok Utan Kayu di Jakarta. Islam Liberal adalah sebaliknya dari Jama'ah Islamiyah, oleh karena sekali lagi dikatakan, tidak pernah ada gerakan atau kelompok yang memakai identitas gerakan terror yang berkonotasi negatif dengan nama Jama'ah Islamiyah yang bertanggung jawab atas hasil gerakannya, hanya ada dalam Kamus Newspeak. Sedangkan Newspeak Islam Liberal ada yang menamakan kelompoknya dengan nama itu, tetapi ada masyarakat di luar kelompok itu yang tidak mau memakai nama Islam Liberal, melainkan dengan nama Aliran Kepercayaan Liberal. Setiap bulan DPP Ikatan Masjid Mushalla Indonesia Muttahidah (IMMIM) di Makassar menyelenggarakan mujadalah (diskusi) bulanan. Dalam diskusi bulanan pada 12 Oktober 2002, saya menjadi pemakalah bersama-sama dengan seorang tokoh Kajian Islam Utan Kayu (KIUK), Drs. Taufiq Adnan Kamal MA. Hampir semua peserta diskusi menyetujui pemakaian Aliran Kepercayaan Liberal bagi yang menamakan dirinya Islam Liberal. WaLlahu a'lamu bishshawab.
*** Makassar, 23 November 2003
16 November 2003
[+/-] |
601. Badai Matahari, Hujan Meteor dan Dua Gerhana, Gerhana Matahari Disusul 1Syawwal 1424 H |
Empat fenomena alam yang terjadi dalam bulan Ramadhan 1424 H ini, yaitu badai matahari, hujan meteor, gerhana bulan dan matahari. Fenomena badai matahari terjadi pada permulaan pekan bulan Eamadhan 1424 yang baru lalu. Kantor Antariksa Jepang melaporkan mereka kehilangan kontak dengan satelit pemantau lingkungan saat badai itu terjadi. Sebelumnya, aktifitas matahari ini memang disebut-sebut akan berpengaruh pada kerja satelit dan radio komunikasi frekuensi tinggi. Aktifitas matahari ini juga mengirimkan pemandangan indah berupa aurora yang sangat spektakuler bentuknya. Semburat cahaya merah hijau jingga terlihat jelas di langit selatan Texas, Arizona, dan Alabama, Amerika Serikat.
Gerhana bulan telah berlalu, yaitu pada bulan purnama 14 Ramadhan 1424 H yang baru lalu. Bumi mulai berenang menerobos hamparan debu angkasa pada 13 November 2003 pukul 17:17 GMT (14 November 2003, pukul 01:17 Wita), malam Jum'at 19 Ramadhan 1424. Debu angkasa tersebut dihasilkan oleh komet Tempel-Tuttle tahun 1499 sejauh 393 ribu kilometer. Debu angkasa itu terbakar setelah bergesek dengan atmosfer bumi. Lintasan bunga api di angkasa tersebut dikenal dengan meteor atau bintang beralih. Meteor dari debu angkasa yang dihasilkan oleh komet Tempel-Tuttle mendapat predikat meteor Leonid karena tampak pada peta fiktif bola langit di lokasi rasi bintang Leo. Puncak hujan meteor itu, yang kecepatannya sekitar 71 kilometer per detik, insya Allah akan terjadi 17 hingga 19 November 2003, 22 hingga 24 Ramadhan 1424 dalam dua gelombang.
Gerhana matahari insya Allah akan terjadi pada hari Ahad 23 November 2003 jam 22:51 TD, yaitu pada jam (22.51 + 8 + 0.01.09 = 06.52.09) wita, tgl 24 November 2003 atau hari Senin 29 Ramadhan 1424 H. Sayang sekali di Indonesia gerhana matahari itu tidak dapat disaksikan, hanya dapat disaksikan gerhana matahari total di Antartika, sedangkan penduduk Australia dan Selandia Baru akan melihat fenomena alam itu sebagai gerhana matahari sebagian.
Gerhana matahari itu disusul oleh peralihan bulan Ramadhan ke bulan Syawwal. Pada malam Selasa (Senin malam) tgl 24 November 2003 di Makassar setelah matahari terbenam jam 17 59' 42", disusul oleh bulan terbenam jam 18 23' 42", tinggi al Hilal di ufuk barat 4° 37' 31", sehingga insya Allah al Hilal dapat diru'yah, artinya pada malam Selasa itu 1 Syawwal 1424 H sudah berwujud, artinya hari Selasa 25 November 2003 ummat Islam insya Allah akan Shalat 'IydulFithri.
***
Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Azzyumardi Azra kuatir munculnya sekte sesat seperi di Bandung, akan memunculkan kerawanan sosial dan keamanan. Dia menyarankan agar lembaga-lembaga keagamaan seperti PGI dan MUI mengantisipasi gejala-gelaja seperti yang terjadi di Kota Kembang itu. Sebab, tak tertutup kemungkinan, masalah tersebut akan terus berkelanjutan, baik di kalangan agama Kristen maupun di kalangan agama Islam. Menurut Azzyumardi gejala-gejala seperti sekte Jemaat Sibuea sebenarnya berasal dari Amerika Serikat, kemudian menggelobal dan sampai ke Indonesia. Mereka mengkultuskan orang-orang tertentu yang dipandang kharismatik yang dianggap bisa meramalkan masa depan, menyebut kapan kiamat dan lain seagainya.
Apa yang dikuatirkan oleh Azzyumardi Azra itu benar perlu mendapat perhatian dari MUI sehubungan terjadinya fenoma gerhana bulan yang disusul oleh gerhana matahari dalam bulan sucu Tamadhan ini. Karena diantara tanda-tanda kiamat kubra (besar) dijelaskan dalam banyak Nash yaitu Hadits Shahih, memang kita mendapatkan adanya fenomema gerhana. Dalam kitab yang berjudul "Asyraatus Saa`ah" karya Yusuf bin Abdullah bin yusuf al Wail disebutkan paling tidak ada sekitar sekitar 9 tanda kiamat kubro. Dan salah satunya dari tanda kiamat kubra itu adalah terjadinya khusuf: Dari Huzaifah Ibnu Usaid RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya kiamat tidak akan terjadi hingga kamu melihat 10 tanda-tandanya . . . . (diantaranya disebutkan) : tiga buah khusuf yaitu khusuf di timur, khusuf di barat dan khusuf di jazirah Arabia" (HR. Muslim). Dari Ummi Salamah berkata bahwa aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Akan terjadi sesudahku nanti khusuf di Timur, khusuf di Barat dan khusuf di jazirah Arabia". Aku bertanya,"Apakah akan terjadi khusuf sementara masih ada orang-orang shalih ?". Beliau menjawab," Ya, bila penduduknya memperbanyak kejahatan" (HR. Tabrany).
Khusuf sendiri dalam istilah bahasa arab adalah gerhana bulan, sedangkan gerhana matahari diistilahkan dengan kusuf. Al-Quran selain menggunakan istilah khusuf ini untuk fenomena gerhana bulan, juga banyak menggunakan istilah khusuf dengan makna ditenggelamkan, dibenamkan, ditelan bumi atau dihancurkan.
Diriwayatkan oleh Imam Ja'afar Sadiq : " Kehadiran Imam Mahadi dikalangan umat manusia dibuktikan dgn berlakunya gerhana bulan dan matahari dalam satu bulan yg suci, yg tidak pernah terjadi sebelumnya sejak kelahiran Nabi Muhammad s.a.w" (Ikmal Al-Din). Bahwa Al Mahdi akan turun sebagai salah satu pertanda akhir zaman nanti, memang jelas disebutkan dalam banyak Hadits Shahih, namun dalam Hadits Shahih tersebut tidak ada yang menyebutkan bahwa pertanda turunnya Al Mahdi pada bulan Ramadhan yang di dalamnya gerhana dua kali, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Ja'afar Sadiq tersebut.
Akhirulkalam, menurut Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Observatorium Bosscha ITB, Moedji Raharto: "pernah terjadi sebelumnya pada 1982, di mana terjadi dua gerhana dalam satu bulan Ramadhan," ujarnya kepada wartawan, di Labtek III ITB. Keterangan Moedji Raharto tersebut menggelitik saya untuk melacak data falakiyah mengenai gerhana yang terjadi dalam tahun 1982, seperti yang dikemukakan Raharto. Dan inilah hasilnya:
Gerhana Matahari 1982
25 Januari 1982 - 29 RabiulAwwal 1402
21 Juni 1982 - 28 Sya'ban 1402
20 Juli 1982 - 28 Ramadhan 1402
15 Desember 1982 - 29 Safar 1403
Gerhana Bulan 1982
9 Januari 1982 - 13 RabiulAwwal 1402
6 Juli 1982 - 14 Ramadhan 1402
30 Desember 1982 - 14 RabulAwwal 1403
Jadi memang betul pada bulan 14 Ramadhan 1402 terjadi gerhana bulan dan pada 28 Ramadhan 1402 terjadi gerhana matahari. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 16 November 2003
9 November 2003
[+/-] |
600. Jawaban yang Mendahului Bantahan, Suatu Mu'jizat |
Provokator Abu Jahil berhasil menghasut Al Walid ibn Al Mughirah: "Cobalah terangkan kepada kaum-kaummu itu bahwa engkau membantah Muhammad." Maka sehabis berpikir Al Walid berucap: "Yang dikatakan Muhammad itu tak lain dari sihir yang diterimanya dari orang lain. Itu tidak lain hanya ucapan manusia belaka." Tak lama kemudian, Allah menurunkan ayat 11 sampai dengan ayat 30 surah al Muddatstsir. Ucapan Al Walid itu terpateri dalam ayat 24 dan 25: FQAL AN HDzA ALA SHR YWaTsR * AN HDzA ALA QWL ALBSyR * Dibaca: faqa-la in ha-dza- illa- sihruy yu^tsaru * in ha-dza- illa- qawlul basyari, artinya: Maka ia berkata, ini tidak lain dari sihir yang diterimanya (dari ahli sihir) * Ini tak lain dari perkataan manusia * Maka ayat 30 (yang terakhir dari paket) menyuruh siapa saja yang mengatakan Qur'an itu "man made", mengadakan investigasi: 'ALYHA TS'At 'ASyR, dibaca: 'alayha- tis'ata 'asyara, artinya padanya 19.
Perhatikan, bilangan 19 tidak menunjuk suatu substansi tertentu. Inilah satu-satunya ayat dalam Al Qur'an tentang bilangan yang tidak menunjuk suatu substansi tertentu. Sebagai contoh bilangan 12 menunjuk jumlah bulan dalam setahun, 950 menunjuk tahun, yaitu umur Nabi Nuh AS dll.
Yang ditunjuk oleh nya, Haa adalah muannats (gender perempuan), sehingga semua kitab-kitab tafsir mengatakan bahwa yang ditunjuk itu adalah neraka Saqar (neraka termasuk jenis kata gender perempuan) dalam ayat 26. Sehingga bilangan 19 diberi substansi 19 malaikat penjaga neraka. Alasannya ialah dalam ayat 31 disebutkan (terjemahannya saja): Kami tidak adakan penjaga neraka itu, melainkan malaikat-malaikat dan Kami tidak adakan bilangan mereka melainkan untuk cobaan bagi orang-orang kafir. Ada tiga keberatan kita, jika Haa (nya) menunjuk pada ayat 26:
Pertama, ayat (11 s/d 30) merupakan satu paket, artinya antara ayat 30 dengan ayat 31 tidak diturunkan bersama-sama dalam satu waktu, melainkan dalam waktu yang berbeda, karena diantarai oleh turunnya ayat-ayat yang lain.
Kedua, neraka dalam ayat 31 menunjuk kepada neraka pada umumnya, sedangkan ayat 26 hanya menunjuk kepada neraka yang khusus yaitu Saqar.
Ketiga, jika ayat Haa (nya) pada ayat 30 tidak menunjuk pada ayat 24 dan 25, yaitu bagian dari Al Qur'an, yang dituduhkan oleh Al Walid sebagai kata-kata manusia (bukan wahyu), maka tuduhan Al Walid tidaklah terjawab sama sekali. (Haa adalah muannats, gender perempuan, jadi bukanlah keseluruhan Al Qur'an, yang mudzakkar, laki-laki, karena dalam bahasa Arab, Haa hanya menunjuk sebagiannya saja. Contoh, mala-ikah, yang muannats adalah sebagian dari malak, yang mudzakkar, yang dalam bahasa Indonesia, mala-ikah, malakain dan malak semuanya diterjemahkan dengan malaikat).
***
Dalam melakukan investigasi bilangan 19 dapat saja dilakukan terhadap sebagian isi Al Qur'an SETELAH bantahan Al Walid. Seperti misalnya Surah alA'raaf dibuka dengan kombinasi huruf-huruf Al Muqaththa'a-t (potongan huruf) Alif, Lam, Mim, Shad. Maka jumlah keempat huruf itu dalam Surah tersebut adalah kelipatan 19.
Huruf | Jumlah |
Alif | 2572 |
Lam | 1523 |
Mim | 1165 |
Shad | 98 |
Jumlah | 5358 = 282 x 19 |
Oleh sebab itu kita akan melakukan investigasi dalam 3 contoh saja SEBELUM Al Walid melakukan bantahannya, seperti dinyatakan dalam judul di atas: "Jawaban yang Mendahului Bantahan."
***
Pertama, SK pengangkatan Muhammad menjadi Nabi dan Rasul Allah, yaitu ayat 1 s/d 5 dari surah AL'ALQ (dibaca al 'alaq). AQRA BASM RBK ALDZY KhLQ * KhLQ ALANSN MN 'ALQ * AQRA WRBK ALAKRM * ALDzY 'ALM BALQLM * 'ALM ALANSN MALM Y'ALM * Tidak dijelaskan cara membacanya, tidak juga artinya. Yang penting pembaca dapat menghitung sendiri jumlah kata dan huruf seperti termaktub dalam tabel di bawah:
Ayat | Jumlah Kata | Jumlah Huruf |
1 | 5 | 18 |
2 | 4 | 14 |
3 | 3 | 14 |
4 | 3 | 13 |
5 | 4 | 17 |
Jumlah | 19 | 76 |
Yaitu dengan catatan:
- Bagi yang tidak bisa membaca huruf 'Arab Al Qur'an: Kh dan Dz itu SATU huruf.
- Bagi yang bisa mengaji, dalam hadiah Kitab Al Quran dari Kerajaan Arab Saudi kepada para Jama'ah Islamiyah yang melaksanakan ibadah haji, pada halaman sampul termaktub bi alRasm al'Utsmaan (dengan ejaan 'Utsman), ayat 2 dan 5 dari surah AL'ALQ kata insa-an dengan memanjangkan sa-, menurut ejaan 'Utsman dituliskan ANSN (empat huruf), sa- yang panjang dinyatakan dengan tanda baca, tidak seperti dengan Kitab Al Quran cetakan Indonesia, perpanjangan sa- dinyatakan dengan Alif, sehingga dituliskan dengan ANSAN (lima huruf). Jadi kalau mau menghitung jumlah huruf dari ayat 1 s/d 5 dari surah AL'ALQ, jangan pakai Kitab Al Qur'an cetakan Indonesia.
- alif
- ba, ta, tsa
- jim, ha. kha
- dal, dzal
- ra, zay
- sin, syin
- shad, dhad
- tha, zha
- 'ain, ghain
- fa
- qaf ⇒ tidak masuk dalam (2), karena pakai kepala
- kef
- lam
- mim
- nun ⇒ tidak masuk dalam (2), karena berbentuk mangkuk
- waw
- ha
- hamza
- ya ⇒ juga tidak masuk dalam (2) karena pakai kepala
Sayangnya agama Bahai yang juga memungut angka 19 dari Al Qur'an dijadikannya khurafat dengan mensakralkan angka 19, yaitu dipengaruhi oleh filsafat Yunani aliran Phytagorean yang mensakralkan bilangan. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 9 November 2003
2 November 2003
[+/-] |
599. Demokrasi, HAM dan Kumpul Kebo |
Demokrasi berlandaskan atas paradigma filsafat humanisme agnostik (tidak mau tahu, indifference, acuh tak acuh tentang Tuhan), yang menjunjung tinggi "privacy" (kebebasan individu, individual freedom). Yaitu "everybody should be granted unrestricted freedom to believe whatever he likes and to do whatever he pleases so long he does not injure his neighbour", setiap orang harus diberikan secara tak terbatas kemerdekaan untuk mempercayai apa saja yang ia inginkan dan berbuat apa saja yang ia sukai sepanjang ia tidak mencederai orang-orang sekitarnya. Kalau orang bicara tentang hak asasi (bukan azasi) manusia, maka pemahaman tentang kemanusiaan juga bertumpu pada filsafat humanisme agnostik ini. Itulah sebabnya demokarasi tidak dapat dipisahkan dari HAM menurut kacamata agnostic humanism ini.
Berdasarkan atas filsafat humanisme agnostik ini, maka kekuasaan peradilan tidaklah menjangkau meliwati pintu kamar tidur. Privacy ini dianut pula di Indonesia oleh sementara orang yang tidak mau tahu tentang Syari'at Islam dan nilai-nilai agama wahyu sejak Indonesia diperintah oleh Belanda sampai sekarang ini, yaitu dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), pasal 284, bahwa zina itu hanyalah sekadar delik aduan belaka. Polisi hanya dapat menangkap orang yang berzina jika suami perempuan berzina itu atau isteri laki-laki yang berzina itu berkeberatan dan melapor ke polisi. Polisi tak dapat berbuat apa-apa walaupun menyarakat sekelilingnya melapor ke polisi tentang perzinaan itu. Maka gadis yang hamil karena berzina dengan seorang jejaka, tidaklah dapat ia mengadukan musibah kehamilannya itu ke polisi, berhubung gadis itu tidak punya suami ataupun jejaka itu tidak punya isteri yang akan berkeberatan. Dengan demikian jejaka yang menghamilkan itu tidak dapat diseret oleh polisi untuk disodorkan ke jaksa, untuk selanjutnya didudukkan di kursi terdakwa dalam ruang pengadilan. Nilai budaya siriq yang sudah longgar di kota, namun masih terpelihara di dusun-dusun membuahkan perbuatan menjadi hakim sendiri dan mengeksekusi secara beramai-ramai, oleh tumasiriq atas tumanyala, oleh karena hakim peradilan tidak dapat menyentuh laki-laki penghamil yang "dilindungi" oleh pasal 284 KUHP tersebut, sedangkan gadis yang dihamili tidak dapat menempuh upaya hukum. KUHP tidak melindungi perempuan!
Syari'at Islam memberikan tuntunan berbudaya, tidak terkecuali budaya berdemokrasi dan HAM. Demokrasi dan HAM adalah produk akal budi manusia tentulah tidak mutlak benar, karena akal budi manusia itu relatif sifatnya. Demokrasi dan HAM yang bertumpu di atas paradigma humanisme agnostik yang menjunjung tinggi privacy harus ditolak oleh hamba-hamba Allah yang menerima secara mutlak nilai-nilai transendental agama wahyu, yaitu Al Furqan. SYHR RMDHAN ALDZY ANZL FYH ALQURAN HDY LLNAS WBYNT MN ALHDY WALFRQAN (S ALBQRt, 2:185), dibaca: Syahru ramadha-nal ladzi- unzila fiyhil Qur-anu hudal linna-si wabayyina-tim minal huda- walfurqa-n (s. albaqarah), artinya: Bulan Ramadhan yaitu di dalamnya (mulai) diturunkan Al Qura^n, petunjuk bagi manusia, dan penjelasan mengenai petunjuk itu dan Al Furqan.
***
Nursyahbani Katjasungkana (NK), aktivis Solidaritas Perempuan dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik, dalam penuturannya kepada Nong Darol Mahmada dari Kajian Islam Utan Kayu (KIUK) pada hari Kamis, 9 Oktober 2003, antara lain menyatakan bahwa revisi KUHP bukan semakin menghormati hak atas kehidupan, kebebasan, dan keselamatan individu. Sebetulnya KUHP tidak bisa digunakan atau difungsikan sebagai penjaga moral, misalnya dalam hal kumpul kebo. Sebab, demikian menurut NM, ketentuan mengenai pasal kumpul kebo bisa terjadi perbedaan mencolok. Di Bali, Mentawai dan Irian, hal itu dianggap sesuatu yang biasa. Di beberapa komunitas tertentu, hidup bersama di luar perkawinan adalah hal biasa. Tapi masalahnya, apa yang dimaksud dengan di luar perkawinan itu? Kalau kita mengacu pada UU Perkawinan, perkawinan adalah sah bila dilakukan menurut agama dan kepercayaan yang sama. Ayat kedua menyatakan, setiap perkawinan harus dicatatkan.
Kita tahu, demikian NK selanjutnya, banyak perkawinan yang tidak dicatatkan. Nah, apakah itu termasuk dalam kategori delik aduan, atau semata-mata hidup bersama saja. Bagaimana kalau hidup bersama disahkan oleh agama atau adatnya; apakah itu masuk ketegori kumpul kebo? Nah, dengan demikian, perkawinan-perkawinan yang selama ini ditolak pencatatannya, seperti perkawinan agama Konghucu, kawin beda agama, perkawinan orang Kaharingan, mau masuk kategori yang mana?
***
Ada dua hal yang menarik dari pemahaman NK yang perlu disungkurkan. Kita mulai dahulu dengan yang pertama, yaitu: "KUHP tidak bisa digunakan atau difungsikan sebagai penjaga moral." Visi ini bertentangan dengan salah satu Kewajiban Asasi Manusia (KAM), yaitu YNHWN 'AN ALMNKR (dibaca: yanhawna 'anil mungkar), artinya mencegah kemungkaran. Apabila KAM ini tidak dilaksanakan oleh Pranata Hukum, maka akibatnya masyarakat yang sadar akan KAM akan menjadi hakim sendiri secara beramai-ramai. KAM tidak mengenal privacy dalam konteks free sex, yang salah satunya adalah kumpul kebo.
Yang kedua yang perlu disungkurkan ialah alasan "teknis" NK yang naif yang dipaksakan dan dicari-cari, yaitu: "Di Bali, Mentawai dan Irian, hal itu dianggap sesuatu yang biasa. Bagaimana kalau hidup bersama disahkan oleh agama atau adatnya." Kelihatan betul di sini bahwa NK tidak berpikir secara nizam (sistem), artinya ia hanya berpikir secara parsial. Bukankah dalam revisi KUHP itu termaktub diktum: "Penuntutannya hanya bisa dilakukan kalau ada pengaduan dari keluarga, kepala adat atau lurah/kepala desa." Jelas, bukan?
Alhasil kumpul kebo itu tidak bisa berlindung di bawah payung HAM. Namanya saja kumpul kebo, artinya berkumpul seperti kerbau, berbebas seks seperti binatang, berdegradasi dari manusia menjadi binatang. Melepaskan dirinya dari ciri khas manusia yang dimuliakan Allah: WLQD KRMNA BNY ADM (S. BNY ASRA^YL, 17:70), dibaca: walaqad karramna- bani- a-dama (s. bani- isra-i-l), artinya: sesungguhnya telah Kami muliakan bani Adam. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 2 November 2003
26 Oktober 2003
[+/-] |
598. Bulan Rajab dan Ramadhan |
Bulan Rajab, di dalamnya Allah SWT mengIsra-Mi'rajkan Nabi Muhammad SWA. Tujuan utama Nabi Muhammad SAW di-Isra-Mi'rajkan ialah untuk menerima secara langsung kewajiban shalat dari Allah SWT. Tujuan yang kedua, ialah untuk diperlihatkan kepada beliau sebagian dari Ayat-Ayat Allah, seperti dijelaskan belum lama ini dalam Seri 594, berjudul: Isra, Difahamkan Secara Tekstual, Ta'wil dan Isyarat. Tujuan ketiga, Isra-Mi'raj adalah untuk menjadi ujian bagi manusia mengimani atau mengingkari. WMA J'ALNA ALRaYA ALTY ARYNK ALA FTNt LLNAS (S.BNY ASRAaYL, 60), dibaca: wa ma- ja'alnar ru^yal lati- arayna-ka illa- fitnatal linna-si (s. bani- isra-i-l), artinya: dan tidaklah Kami jadikan penglihatan yang Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai fitnah bagi manusia (17:60). Penglihatan yang diperlihatkan yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah apa yang disaksikan RasuluLlah SAW tatkala diIsra-Mi'rajkan. Sedangkan fitnah dalam ayat ini bermakna ujian ataupun cobaan atas keimanan seseorang. Jadi menurut ayat ini Isra-Mi'raj merupakan tolok ukur bagi seseorang untuk mengevaluasi keimanannya. Tatkala provokator Abu Jahl yang pembenci RasuluLlah SAW, berkampanye anti Islam, ia bercerita kepada Abu Bakar RA apa yang telah didengarnya tentang Isra-Mi'raj, kemudian menghasut Abu Bakar RA: "Hai Abu Bakar masihkah juga engkau percaya kepada Muhammad?" Maka menjawablah Abu Bakar RA: "Lebih dari itu saya percaya, karena Muhammad sejak sebelum menjadi Nabi belum pernah berbohong, lebih-lebih setelah diutus Allah". Sejak itu Abu Bakar mendapatkan gelar Ashshiddiq (yang membenarkan). Alhasil apa yang kita petik dari Bulan Rajab ialah introspeksi mengenai kadar keimanan kita, sebagai bekal dalam memasuki bulan Ramadhan.
***
Dalam bidang psikologi yang bernuansa kekafiran, Sigmun Freud memperkenalkan Id yang berkarakteristik seksual. Mengapa dikatakan bernuansa kekafiran, oleh karena Freud (diucapkan froid) menganggap Id itu segala-galanya yang menjadi penentu internal manusia. Sama dengan Karl Marx dalam doktrin sosialismenya yang menganggap kondisi perekonomian yang menjadi penentu eksternal manusia. Ajaran kekafiran Freud dan Marx menjadikan manusia itu budak sepenuhnya, budak internal oleh Id dan budak eksternal oleh kondisi perekonomian.
Dalam berpuasa qalb(un) dilatih untuk mampu mengendalikan naluri, bukan melumpuhkannya, karena manusia itu perlu untuk mempertahankan dirinya. Bagi ummat Islam yang terpesona oleh doktrin Freud dan Marx, akan terjadi kerancuan berpikirnya. Itulah hikmahnya mengapa puasa hanya ditujukan kepada orang-orang beriman yang membersihkan alam pemikirannya dari teori-teori kekafiran Idnya Freud dan sosialismenya Marx. Firman Allah SWT YAYHA ALDZYN AMNWA KTB 'ALYKM ALSHYAM KMA KTB 'ALY ALDZYN MN QBLKM L'ALKM TTQWN (S. ALBQRT, 183), dibaca: ya- ayyuhal ladzi-na a-manu- kutiba 'alaykumsh shiya-mu kama- kutiba 'alal ladzi-na ming qablikum la'allaku tattaqu-n (s. albaqarah), artinya: hai orang-orang beriman, telah diwajibkan atasmu berpuasa, seperti telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, supaya kamu taqwa (2:183). Ayat ini dapat dijelaskan dengan diagram seperti di bawah:
Taqwa akarnya dari Waw, Qaf, Ya, WQY (dibaca: Waqa-), artinya waspada, memelihara diri, menghindarkan diri, menjaga diri. Taqwa kepada Allah, yaitu waspada supaya terhindar diri dari lalai melaksanakan perintah Allah dan terpelihara dari mengerjakan larangan Allah. Maka hakikat taqwa adalah sebagaimana yang disampaikan oleh Thalq bin Hubaib, "Taqwa adalah engkau melakukan ketaatan kepada Allah berdasarkan nur (petunjuk) dari Allah karena mengharapkan pahala dari-Nya. Dan engkau meninggalkan maksiat kepada Allah berdasarkan cahaya dari Allah karena takut akan siksa-Nya.
Tidak seorang juapun yang mengetahui bahwa kita berpuasa, kecuali Allah dan diri kita sendiri. Artinya tanpa iman, orang berpuasa itu bisa berpura-pura meloyo dan ikut berbuka puasa. Itulah makna bulan Rajab, mengintrosepeksi kualitas keimanan kita. Alhasil dengan bermodalkan iman, melalui proses berpuasa, qalb(un) dilatih untuk memapu mengendalikan naluri, ouputnya adalah taqwa, yaitu waspada supaya terhindar dari lalai melaksanakan perintah Allah dan terpelihara dari mengerjakan larangan Allah.
***
Adapun sikap waspada internal yang senantiasa kita hadapi yang ada dalam diri kita adalah naluri mempertahankan diri dan naluri meningkatkan kwalitas kehidupan material yang salah kiprah. Jika tidak salah kiprah, tidak liar, kedua naluri mempertahankan dan meningkatkan itu sebenarnya perlu bagi manusia. Naluri mempertahankan diri itu mendorong manusia untuk mencari makan dan minum serta dorongan sexual untuk mempertahankan jenisnya. Ini harus dikendalikan oleh kekuatan ruhaniyah agar kita tidak menjadi rakus, tidak menjadi sex maniak, tidak menjadi pemangsa, yang walaupun sudah kenyang masih mau menerkam. Adapun naluri yang kedua, naluri meningkatkan kwalitas kehidupan material, itulah yang mendorong manusia untuk pertumbuhan ekonomi (economic growth), sebagai bagian dari kebudayaan. Naluri inilah yang mendorong iradah manusia untuk memacu tiga sekawan: modal - industri - teknologi, ibarat roda yang berputar makin lama makin cepat.
Sikap waspada eksternal, pada pokoknya ditujukan pada dua harga dasar yang dipakai untuk membayar hasrat meningkatkan kwalitas kehidupan material itu, yakni pengurasan sumberdaya alam dan pencemaran global. Alhasil, upaya untuk menyelamatkan kebudayaan ummat manusia dari pengurasan sumberdaya alam dan pencemran global, strateginya haruslah ditujukan pada hasrat naluri manusia yang ingin meningkatkan kwalitas kehidupan material yang tak ada puas-puasnya itu. Upaya penyelamatan itu terletak dalam hal kemampuan manusia untuk mengendalikan dorongan naluri meningkatkan kehidupan material itu. Kemampuan itu hanya dapat diperoleh dengan jalan latihan berpuasa itu dari skala individual ke skala global. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 26 Oktober 2003
19 Oktober 2003
[+/-] |
597. Para Homosex, Lesbian, Penganut Sex-Bebas Berlidung di bawah Payung HAM ??? |
Firman Allah: SYHR RMDHAN ALDZY ANZL FYH ALQURAN HDY LLNAS WBYNT MN ALHDY WALFRQAN (S ALBQRt, 185), dibaca: Syahru ramadha-nal ladzi- unzila fiyhil Qur-anu hudal linna-si wabayyina-tim minal huda- walfurqa-n (s. albaqarah), artinya: Bulan Ramadhan yaitu di dalamnya (mulai) diturunkan Al Qura^n, petunjuk bagi manusia, dan penjelasan mengenai petunjuk itu dan Al Furqan (2:185).
Nilai budaya yang bersumber dari akar historis sifatnya relatif, artinya dapat bergeser, karena tergantung dari kesepakatan komunitas, sehingga tidaklah segala-galanya. Masih ada di atasnya yaitu nilai universal, yang sifatnya mutlak, karena bersumber dari Yang Maha Mutlak, itulah yang disebut dengan nilai Al Furqan seperti termaktub dalam ayat (2:185). Oleh sebab itu supaya nilai budaya itu tidak bergeser, ia harus larut ke dalam nilai Al Furqan. Ini telah berlaku di negeri Minangkabau: Adat bersendi Syara', Syara' bersendi KitabuLlah dan dinegeri Bugis Makassar: Pattuppu' I ri Ade' E, Passanre' I ri Syara' E (bertumpu pada Adat, bersandar pada Syara'). Yang dimaksud dengan syara' adalah nilai-nilai Syari'ah, yaitu Al Furqan.
***
Adalah menggembirakan bahwa Rancangan Undang Undang tentang Revisi KUHP yang disusun oleh Departemen Kehakiman dan HAM, sumbernya mengadopsi hukum Islam, hukum adat dan konvensi internasional.
Untuk jelasnya, berbeda dengan KUHP lama, di mana permukahan (overspel = keliwat main, yaitu hubungan sexual yang dilakukan oleh dua orang yang kedua-duanya berstatus isteri dan suami), hanya berupa delik aduan, maka di dalam revisi KUHP hubungan sex-bebas adalah merupakan tindak pidana. Perzinaan itu diatur secara rinci seperti berikut: Dalam Pasal 419 secara rinci diatur bahwa permukahan dapat dipidana (bukan lagi cuma delik aduan), jika laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya atau sebaliknya (butir 1a dan 1b); laki-laki yang tidak terikat dalam perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan, atau sebaliknya (butir 1c dan 1d). Terhadap laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan, bisa dipidana sesuai Pasal 420 (1). Demikianlah Revisi KUHP ini melindungi gadis-gadis yang dibuat hamil oleh laki-laki hidung belang. Secara khusus, di dalam revisi KUHP ini hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan atau dikenal sebagai kumpul kebo juga sebagai tindak pidana baru. Masih seputar hubungan seksual, revisi KUHP juga menjatuhkan hukuman pidana penjara bagi perbuatan oral seks dan sodomi. Dalam Pasal 423, tindakan tersebut dimasukkan sebagai bagian dari tindak pidana perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan paling singkat 3 tahun.
Tidak lama setelah Menteri Kehakiman dan HAM diwawancarai oleh reporter Belanda yang rupanya(?) penganut sex-bebas (free sex) dan homosex, di layar TV sekelompok sangat kecil para homosex, lesbian, penganut sex-bebas berunjuk gusi dan mengoceh meng-"copy paste" (menjiplak) wartawan Belanda yang membikin gusar Menteri Kehakiman dan HAM, yang berbuntut sengketa diplomatik. Wartawan Belanda yang rupanya(?) penganut sex-bebas (free sex) dan homosex itu berbusa-buda mulutnya mengatakan bahwa jika hal-hal free-sex dan homosex serta lebian itu dimasukkan dalam KUHP, berarti telah mengorbankan hak asasi manusia dan negara dianggap terlalu jauh mengintervensi wilayah yang bersifat pribadi (individual liberty). Para aktivis HAM di Indonesia ini perlu angkat bicara untuk membersihkan HAM dari nista yang dilontarkan oleh kelompok sangat kecil di layar TV itu yang menjiplak ocehan teman sejawatnya dari wartawan Belanda itu.
Dari segi logika saja pendapat para penganut sex-bebas, homosex dan lesbian itu dapat disungkurkan. Jika masalah tersebut dibiarkan mengambang, tidak ada hukum yang mengaturnya secara tegas dan jelas, maka seperti dalam kenyataan yang sering terjadi selama ini masyarakatlah yang menghukum pelakunya secara main hakim sendiri beramai-ramai. Tentu pembaca masih ingat beberapa tahun yang lalu guru besar politik-ekonomi Universitas Northwestern, Amerika Serikat Prof Dr Jeffrey Winters lari terbirit-birit meninggalkan Yogyakarta karena dihajar oleh beberapa orang karena Winters berupaya melakukan sodomi. Jadi untuk mencegah masyarakat bermain hakim sendiri secara beramai-ramai, maka sangat patut sex-bebas, homosex, lesbian dan sodomi diberi sanksi oleh negara. Itu sama sekali bukan hal yang privat, melainkan tidak mungkin publik tidak ikut melibatkan diri seperti kenyataan yang disebutkan di atas itu. Betapa pula perbuatan sex-bebas, homosex, lesbian dan sodomi menyebarkan penyakit yang sangat berbahaya yaitu Aids yang diakibatkan oleh HIV yang belum ada suntikan penangkalnya dan secara mekanis juga tidak bisa ditangkal, sebab pori-pori kondom lebih besar dari virus HI (tanpa V lagi, sudah dituliskan kok kata virus sebelumnya).
Secara logika telah dibeberkan. Kalau secara nilai Mutlak Al Furqan, sudah jelas sex-bebas adalah perbuatan kal an'am (seperti binatang), sedangkan sodomi adalah perbuatan lebih hina dari al an'am.(*) Jadi para homosex, lesbian dan penganut sex-bebas hanya perawakannya seperti manusia, tetapi tidak menyandang nilai kemanusiaan. Lalu bagaimana mungkin yang bukan manusia berlindung di bawah payung HAM ??? WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 19 Oktober 2003
-----------------------------
(*) Al Qur^an dan Bibel melukiskan bagaimana negeri para homosex/lesbian di Sodom dan Gomorrah dibinasakan.
FAKHDZTHM ALSHht MSYRQYN * FJ'ALNA 'ALYHA SAFLHA WAMTHRNA 'ALYHM hJARt MN SJYL (S. ALhJR, 73,74,), dibaca: fa akhadzathumush shayhatu musyriqi-na * fa ja'alna- 'alayha- sa-filaha- wa amtharna- 'alayhim hija-ratan min Sijji-li * wa innaha- labisabi-lim muqi-m (s.alhijr). Maka ledakan keras menyambar mereka itu waktu matahari terbit * Lalu Kami jadikan negeri mereka yang di atas jadi di bawah (terbongkar) dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras (15:73,74,).
And Abraham got up early in the morning to the place where he stood before the LORD * And he looked toward Sodom and Gomorrah, and toward all the land of the plain, and beheld, and lo, the smoke of the country went up as the smoke of the furnace (Genesis 19:27,28). Dan Ibrahim bangun pagi-pagi sekali menuju ke tempat ia telah berdiri menghadap hadirat Tuhan * Dan ia melihat ke arah Sodom dan Gomorrah, dan ke arah segenap tanah padang datar itu, dan amboi, asap membubung naik dari negeri itu laksana asap dari tungku.
Demikianlah qissah yang diangkat dari Al Qur^an dan Bibel tentang hancurnya Sodom dan Gomorrah yang penduduknya berdosa besar karena kejahatan homosexual
12 Oktober 2003
[+/-] |
596. Permulaan Puasa, 1 Ramadhan 1424 H |
Firman Allah: FMN SYHD MNKM ALSYHR FLYSHMH (S. ALBQRt, 185), dibaca: faman syahida mingkumusy syahra falyashumhu (s. al baqarah), artinya: apabila di antara kamu telah menyaksikan syahr, maka wajiblah berpuasa (2:185).
Ada tiga hal yang perlu penjelasan dalam terjemahan ayat (2:185) tersebut. Pertama, syahr tidak diterjemahkan, sebab tidak ada bahasa Indonesianya yang tegas, bahasa Inggrisnya month. Dikatakan tidak tegas, karena baik syahr (month) maupun qamar (moon) kedua-duanya dalam bahasa Indonesia adalah "bulan". Kedua, falyashumhu biasanya diterjemahkan dengan "hendaklah" berpuasa. Dalam terjemahan ini dipergunakan kata "wajib", bukan "hendaklah", oleh karena menurut ayat 183: KTB 'ALYKM ALSHYAM, dibaca: kutiba 'alaykumush shiya-m, artinya telah diwajibkan atasmu berpuasa, lagi pula dalam kalimah falyashumhu terdapat huruf Lam alAmr, Lam yang menyatakan perintah, sedangkan terjemahan "hendaklah" itu hanya menyatakan anjuran saja. Ketiga, syahr tidak bisa disaksikan dengan mata (ataupun dengan teropong), karena syahr itu bukan benda langit, melainkan perhitungan bulan (month). Jadi untuk dapat menyaksikannya ialah dengan perhitungan. Marilah kita melakukan perhitungan dari Timur ke Barat mengenai SYHR RMDHAN (Syahru Ramadha-n), 1 Ramadhan 1424 H.
***
MERAUKE
Ijtima' : 25 Okt. 2003, jam 21 : 50' 10" WS
Matahari Terbenam (MT) : jam 17 : 33' 12" WS
Hilal terbenam (HT) : jam 17 : 20' 02" WS
MT - HT : -0° 13' 10"
Tinggi Hilal : -3° 44' 06" (busur)
Hilal di bawah ufuk
WS = waktu setempat
MT = Matahari Terbenam
HT = Hilal Terbenam
MAKASSAR
Ijtima' : 25 Okt 2003, jam 20 : 50' 10" WS
Matahari Terbenam: jam 17 : 53' 40" WS
Hilal terbenam : jam 17 : 44' 22" WS
MT - HT : -0° 09' 18"
Tinggi Hilal : -2° 33' 47" (busur)
Hilal di bawah ufuk
JAKARTA
Ijtima' : 25 Okt 2003, jam 19 : 50' 10" WS
Matahari Terbenam: jam 17 : 45' 47" WS
Hilal Terbenam : jam 17 : 38' 19" WS
MT - HT : -0° 07' 28"
Tinggi Hilal : -1° 59' 17" (busur)
Hilal di bawah ufuk
MAKKAH AL MUKARRAMAH
Ijtima' : 25 Okt 2003, jam 15 : 50' 10" WS
Matahari Terbenam: jam 17 : 49' 13" WS
Hilal Terbenam : jam 17 : 53' 21" WS
MT - HT : 0° 04' 08"
Tinggi Hilal : 0° 31' 10" (busur)
Hilal di atas ufuk tak dapat dilihat
Kota Makkah al Mukarramah terletak hampir-hampir pada kurva batas antara akhir bulan Sya'ban dengan permulaan bulan Ramadhan, yaitu sedikit sebelah barat dari kurva batas tersebut. Adapun kurva batas adalah garis lengkung yang menjalur dari utara ke selatan, tempat kedudukan titik-titik di mana tinggi Hilal 0,00°.
***
Maka untuk kota-kota Merauke, Makassar dan Jakarta, bulan Sya'ban 1424 dicukupkan 30 hari, karena pada malam Ahad 25 Oktober 2003 Hilal masih di bawah ufuk. Pada malam Senin 26 Oktober 2003, pada waktu Matahari terbenam masuklah 1 Ramadhan 1424 H, karena dalam sistem Hijriyah pergantian hari terjadi pada saat Matahari terbenam. Jadi pada malam Senin insya Allah dimulai Shalat Tarwih, besoknya hari Senin 27 Oktober 2003 dimulai berpuasa di seluruh Indonesia.
Sedangkan untuk kota Makkah Al Mukarramah, yang hampir-hampir terletak pada kurva batas, di mana Hilal tak dapat dilihat, ada dua kemungkinan, kemungkinan pertama permulaan puasa sama dengan ketiga kota tersebut di atas, sedangkan kemungkinan kedua, satu hari lebih dahulu berpuasa, apabila, sekali lagi, apabila:
Apabila, sekali lagi apabila Pemerintah Arab Saudi masih berpegang pada kriteria Dr. Zaki Al-Mostafa (Kepala dari The Institute of Astronomical & Geophysical Research at King Abdulaziz City for Science & Technology, which is the official Saudi authority which prepares Umm Al-Qurah Calendar). Adapun kriteria Dr. Zaki Al-Mostafa adalah seperti berikut: Apabila pada hari ke-29 dari bulan Qamariyah memenuhi dua persyaratan tersebut di bawah, maka pada keesokan harinya adalah tanggal pertama dari bulan qamariyah berikutnya. Kedua persyaratan itu adalah:
- Ijtima' (conjunction) terjadi sebelum Matahari terbenam.
- Matahari lebih dahulu terbenam dari hilal.
Maka berpedomankan pada kriteria tersebut untuk Makkah Al Mukarramah:
- Ijtima' terjadi pada hari Sabtu 25 Oktober 2003 jam 15 : 50' 10" WS, Matahari terbenam pada jam 17 : 49' 13" WS, jadi ijtima' terjadi sebelum Matahari terbenam,
- Hilal terbenam jam 17 : 53' 21" WS, jadi Matahari lebih dahulu terbenam dari Hilal dengan tinggi 0,5°,
*** Makassar, 12 Oktober 2003
5 Oktober 2003
[+/-] |
595. Anna- Laka Ha-dza- |
Apa itu Anna- Laka Ha-dza-? Setiap kali Nabi Zakaria AS, yang mengasuh dan membesarkan Maryam binti 'Imran, masuk ke mihrab senantiasa telah tersedia makanan di hadapan Maryam. Bertanyalah Nabi Zakariya AS: YMRYM ANY LK HDZA QALT HW MN 'IND ALLH (S. AL 'IMRAN, 37), dibaca: ya- maryamu anna- laki ha-dza- qa-lat huwa min 'indiLLa-h (s. Ali 'imran), artinya: hai Maryam, dari manakah engkau mendapatkan ini, Maryam menjawab, itu dari sisi Allah (3:37).
Tatkala 'Umar ibn Khattab RA menjadi khalifah, beliau memperkembang pertanyaan Nabi Zakaria AS menjadi "Anna- laka ha-dza-. Pertanyaan tersebut ditujukan Khalifah 'Umar kepada umara, yaitu aparatur negara. [Laki dalam ayat dikembangkan Khalifah 'Umar menjadi Laka, oleh karena Maryam adalah perempuan, sedangkan aparat adalah laki-laki]. Khalifah 'Umar mengharapkan (dan harapannya itu terkabul) bahwa seluruh aparat memberikan jawaban yang sama dengan jawaban Maryam, bahwa kekayaan para aparat itu adalah rezeki yang halal dari Allah SWT, bukan harta yang haram dari setan.
Tulisan Zainal A.M. Husein (ZAMH), berjudul Pembuktian Terbalik dan 'Perang' Terhadap Korupsi (Catatan Kecil untuk Jalaluddin Rahman) di halaman OPINI, bertanggal, Jum'at 19 September 2003, membuat pernyataan bahwa dia tidak suka yang bearoma presumption of guilty. Ini memancing rentetan pertanyaan: "Bukankah input perkara pidana ke dalam proses persidangan pengadilan adalah berupa sangkaan + dakwaan? Bukankah pada hakekatnya sangkaan + dakwaan itu beraroma presumption of guilty?" Lalu kalau ZAMH tidak suka yang beraroma presumption of guilty, apakah ZAMH mempunyai konsep bagaimana proses peradilan dalam pengadilan bisa berlangsung tanpa sangkaan dan dakwaan?
ZAMH memperkenalkan jati dirinya sebagai peneliti (aktivis juga?) HAM. Adalah umum bahwa peneliti/aktivis HAM tidak setuju dengan pembuktian terbalik. Mengapa para aktivis HAM itu umumnya tidak setuju dengan pembuktian terbalik? Karena "katanya" pembuktian terbalik itu, guilty until proven innocent itu tidak searoma dengan Hak Asasi Manusia.
***
Perselisihan antara Nuku dengan Wieling perihal asas tersangka harus membuktikan dirinya bersih bertentangan dengan asas praduga tak bersalah, betul-betul pernah terjadi dalam sejarah yang merobek gencetan senjata menjadi perang yang tidak dimaklumkan pada tahun 1805. Nuku adalah Sultan Tidore yang membebaskan kerajaannya dari bagian-bagian wilayah tiga gubernuran Kompeni Belanda (de drie Oostersche Provintien van Gouvernementen): Ternate, Ambon dan Banda. Nama lengkapnya Nuku Sulthan Said alJihad Muhammad alMabus Amiruddin Syah Kaicil Paparangan Gelar Tuan Barakat Sultan Tidore, Papua dan Seram.
Syahdan, 2 orang penghuni istana Tidore, yaitu dayang-dayang puteri Boki Fathimah yang bernama Sulasi dan Barunarasa mencuri emas, intan-berlian puteri itu dan melarikan diri ke Ternate. Nuku bersurat kepada Wieling pada 28 Muharram 1220 (18 April 1885) supaya kedua tersangka itu diextradisikan ke Tidore. Wieling menolak permintaan extradisi itu oleh karena kedua tertuduh itu adalah penduduk Ternate, bukan penduduk Tidore, jadi tidak tergolong di bawah jurisdictie kerajaan Tidore (en dus in geen opsigte tot de Jurisdictie van het Tidorsche Rijk behooren).
Nuku dapat memahami penolakan itu, namun yang Nuku tidak mau mengerti ialah bahwa hasil pengadilan Belanda di Ternate menyatakan kedua tersangka tidak bersalah karena penuntut tidak dapat membuktikan kesalahan mereka. Seseorang tidak dapat dikatakan bersalah apabila tidak dapat dibuktikan kesalahannya, yakni asas praduga tak bersalah. Kejaksaan bukan saja bertugas memberantas kejahatan, tetapi juga melindungi siapa yang tidak bersalah (om zoo wel de ontschuld te beschermen als het quaad te beteugelen). Sedangkan dalam Kerajaan Tidore sejak Kolano Kaicil Cire raja Tidore yang mula-pertama masuk Islam (1450), berlaku hukum acara sesuai yang diletakkan asasnya oleh Khalifah 'Umar ibn Khattab RA: Anna- laka ha-dza-, dari mana milikmu ini, tersangka harus membuktikan kebersihan dirinya." [dikutip dari Seri 120. Nuku vs Wieling, Membuktikan Diri Bersih, vs Praduga Tak Bersalah, bertanggal 20 Maret 1994]
Alhasil dengan pembuktian terbalik ini jaksa tidak perlu khawatir akan dibakar hangusnya dokumen-dokumen barang bukti, sebab jaksa tidak perlu akan barang bukti tersebut, berhubung bukan lagi jaksa yang harus membuktikan tindak pidana korupsi dan kolusi, melaikan pembuktian itu harus dilakukan oleh terdakwa dalam sidang pengadilan. Demikianlah proses itu menjadi efisien dan efektif. Kejaksaan dan pengadilan dapat menangani kasus korupsi dan kolusi dengan cepat, sehingga dapat menyelesaikan lebih banyak kasus korupsi dan kolusi. Dalam hal ini perlu ada sinkronisasi dengan undang-undang tentang keanggotaan lembaga-lembaga tinggi dan lembaga tertinggi negara, supaya tidak ada ketentuan dalam lembaga-lembaga tersebut bahwa para anggotanya tidak boleh dipanggil oleh lembaga kejaksaan tanpa izin. [dikutip dari Seri 332. Mengapa Pembuktian Terbalik?, bertanggal 26 Juli 1998]
***
Di NKRI ini realitas menunjukkan adanya kepincangan. Upaya menghadapi "bom" yang tidak kurang dahsyatnya, yaitu korupsi, tidak seintensif dengan upaya menghadapi terrorisme. Payung hukum untuk menghadapi terrorisme sudah ada, yaitu UU Antiteroris nomor 15 tahun 2003. Payung hukum untuk menghadapi korupsi, utamanya konglomerat hitam, walaupun sudah ada, yaitu UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi, itu masih banci/lemah karena dinyatakan bahwa terdakwa hanya mempunyai hak untuk membuktikan dirinya bersih, yang seharusnya supaya eifsien dan efektif seperti telah dikemukakan di atas, terdakwalah yang wajib membuktikan kebersihan dirinya.
Akhirulkalam, betapa banyaknya konglomerat hitam, koruptor kelas kerapu, berlindung dibalik presumption of innocent ! Maka terkhusus dalam kondisi seperti di NKRI ini di mana KKN amat sangat meraja lela, presumption of innocent hanya melindungi hak tidak asasi bagi konglomerat hitam. Yang cocok diterapkan ialah guilty until proven innocent dengan metode Anna- Laka Ha-dza-. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 5 Oktober 2003
28 September 2003
[+/-] |
594. Isra, Difahamkan Secara Tekstual, Ta'wil dan Isyarat |
Hari Rabu ybl bertanggal Kalender Hijriyah 27 Rajab 1424, adalah peristiwa Nabi Muhammad SAW diisrakan oleh Allah SWT. Kita akan perbincangkan pemahaman Isra secara komprehensif, yaitu baik secara tekstual, maupun ta'wil, ataupun isyarat seperti yang dinyatakan oleh judul di atas itu.
Firman Allah SWT (transliterasi huruf demi huruf): SBhN ALDZY ASRY B'ABDH LYLA MN ALMSJD ALhRAM ALY ALMSJD AL AQSHA ALDZY BRKNA hWLH LNRYH MN AYTNA ANH HW ALSMY'A ALBSHYR (S. BNY ASRAaYL, 1), dibaca: subha-nal ladzi- asra- bi'abdihi- laylam minal masjidil hara-mi ilal masjidil aqshal ladzi- ba-rakna- haulahu- linuriyahu- min a-ya-tina- innahu- huwas sami-'ul bashi-r (s. bani- isra-i-l), artinya: Maha Suci Yang mengisrakan hambaNya malam hari dari al Masjid al Haram ke al Masjid al Aqsha, yang Kami telah berkati sekelilingnya, untuk memperlihatkan (sebagian) dari ayat-ayat Kami, sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat (17:1).
Asra dalam ayat (17:1) tersebut, artinya memperjalankan. Bentuk-bentuk yang lain adalah asri terletak dalam 5 ayat dan yasri dalam sebuah ayat. Dari kelima ayat yang memuat asri semuanya berhubungan dengan perjalanan malam, yaitu perjalanan Nabi Luth AS serta dengan pengikutnya (S. Hud,81 dan S. Al Hijr,65), dan perjalanan Nabi Musa AS dengan ummatnya keluar dari Mesir (S. Taha,77, dan S. Asy Syu'ra',52, dan S. Ad Dukhan, 23). Dan bentuk yasri menyangkut perjalanan mengenai malam itu sendiri (S. Al Fajr,4). Adapun perjalanan malam Nabi Luth AS dan Nabi Musa AS mengandung pengertian yang biasa saja. Tidak sama dengan pengertian asra bagi Nabi Muhammad SAW, yang mempunyai kekhususan, yaitu tidak diikuti oleh manusia lain.
Menurut Hadits pada waktu Rasulullah diisrakan, beliau menunggang buraq dituntun oleh Jibril. Secara tekstual itu benar-benar seperti demikian. "Utiyat bilBura-qi faHumiltu 'Alayhi Hattay Utiyat Baita lMaqdis," artinya: didatangkan kepadaku Buraq dinaikkan aku berkendara di atasnya hingga tiba di Bayt al Maqdis. Atau seperti penuturan Anas: "Hattay Intihay Ilay Bayti Maqdis," artinya: sampailah ia ke Bayt al Maqdis. Dari Hadits tersebut jelas bahwa Nabi Muhammad SAW tatkala diisrakan mengendai buraq berakhir di Bayt alMaqdis. Demikianlah ayat (17:1) dan Hadits tersebut difahamkan secara tekstual. Seperti kita lihat ayat (17:1) menjelaskan bahwa akhir asra ialah al Masjid al Aqsha, sedangkan Hadits yang dikutip tersebut menjelaskan ujung perjalanan RasuluLlah SAW adalah di Bayt al Maqdis. Mengenai hubungan Bayt al Maqdis dengan al Masjid al Aqsha, apakah keduanya identik atau tidak, telah dibahas dalam Seri 065 berjudul "Mi'raj dengan Angkasa Luar", bertanggal 24 Januari 1993.
***
Allah meniupkan ruh ke dalam diri manusia, yang tidak diberikanNya kepada makhluq bumi yang lain. Karena manusia mempunyai ruh, ia mempunyai kekuatan ruhaniyah yaitu akal. Dengan akal itu manusia mempunyai kesadaran akan wujud dirinya. Dengan otak sebagai mekanisme, akal manusia dapat berpikir dan dengan qalbu (hati nurani) sebagai mekanisme akal manusia dapat merasa. Allah menciptakan manusia dalam keadaan: FY AhSN TQWYM (S. ALTYN, 4), dibaca: fi- ahsani taqwi-m (s. atti-n). artinya: sebaik-baik kejadian (95:4). Akallah yang membedakan antara manusia dengan binatang. Pada binatang tidak ada kekuatan lain dalam dirinya di atas nalurinya, sedangkan pada manusia ada akal di atas nalurinya. Akal manusia tidak mampu membunuh naluri, namun akal mampu menundukkan, mengarahkan dan mengendalikan nalurinya itu. Sungguhpun manusia itu diciptakan Allah dengan sebaik-baik kejadian, karena diberi perlengkapan akal, akan tetapi kalau akalnya tidak dapat mengendalikan nalurinya, maka akan jatuhlah ia ke tempat yang serendah-rendahnya, lebih rendah dari binatang, sehingga akal memerlukan tuntunan wahyu.
Maka di samping pemahaman tekstual terhadap Isra itu, dapat pula kita menta'wilkan konfigurasi Jibril, Rasulullah dan buraq itu. Yakni mengandung pula simbol/ibarat yang sangat relevan dalam konteks konfigurasi antara wahyu, akal dengan naluri. Jibril pembawa wahyu, RasuluLlah disimbolkan sebagai akal dan buraq perlambang naluri. Dengan demikian konfigurasi Jibril, Rasulullah dan buraq itu dapat dita'wilkan sebagai wahyu menuntun akal dan akal mengendalikan naluri.
***
Bahkan lebih dari itu, Rasulullah menunggang buraq dituntun oleh Jibril merupakan pula isyarat dari Allah SWT bahwa itu akan diproyeksikan dalam kenyataan sejarah, satu setengah tahun kemudian setelah Isra, yaitu peristiwa hijrah: Rasulullah menunggang unta dituntun oleh Abu Bakar Ashshidiq RA. Jibril adalah malaikat pembawa kebenaran dan Abu Bakar memperoleh gelar Ashshidiq. Baik Jibril, maupun Abu Bakar mendapat predikat "benar". Predikat Asshshiddiq bagi Abu Bakar RA diperoleh beliau, karena sikap beliau terhadap peristiwa Isra-Mi'raj. Tatkala provokator Abu Jahl yang pembenci RasuluLlah SAW, berkampanye anti Islam, ia bercerita kepada Abu Bakar RA apa yang telah didengarnya tentang Isra-Mi'raj, kemudian menghasut Abu Bakar RA: "Hai Abu Bakar masihkah juga engkau percaya kepada Muhammad?" Maka menjawablah Abu Bakar RA: "Lebih dari itu saya percaya, karena Muhammad sejak sebelum menjadi Nabi belum pernah berbohong, lebih-lebih setelah diutus Allah". Sejak itu Abu Bakar mendapatkan gelar Ashshiddiq (yang membenarkan).
Alhasil, dalam memahamkan Al Quran maupun Al Hadits (Nash) dengan mempergunakan akal tidaklah boleh mempertentangkan ketiga hal ini: tekstual, ta'wil dan isyarat. Pertama-tama secara tekstual, dan kalau mungkin barulah dita'wilkan secara kontekstual dan bila perlu dikaji isyarat yang terkandung dalam Nash tersebut. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 28 September 2003
21 September 2003
[+/-] |
593. Melepas Konglomerat Hitam, Menjaring Alumni Afghan |
Saya pernah membaca tulisan Prof. Ahmad Ali dalam kolom tetap Harian Fajar (beliau adalah pengasuh tetap kolom tsb. setiap Rabu), bahwa undang-undang itu baru sekadar "rencana hukum", dan barulah menjadi hukum jika telah dilaksanakan oleh pranata hukum. Selanjutnya melalui Radio Delta FM 16 Sept 2003 pagi-pagi, saya sempat mendengar ucapan beliau yang menyatakan kurang lebih bahwa UU Antiteroris nomor 15 tahun 2003 tergantung pada pelaksananya, polisi, jaksa dan hakim.
Siapapun dapat melihat, bahwa di NKRI ini pranata hukum berselera melepas para konglomerat hitam, sebaliknya bersemangat memburu terrorist. Sayangnya dalam rangka memburu terrorist itu pranata hukum mempunyai selera khusus menjaring para alumni Afghan. Maka secara faktual apa yang dikemukakan Prof. Ahmad Ali benarlah adanya. Dalam proses rencana hukum menjadi hukum sangatlah kental tergantung pada selera para pranata hukum, kejaksaan Melepas Konglomerat Hitam, dan kepolisian Menjaring Alumni Afghan, seperti dinyatakan oleh judul di atas.
***
Uang negara sebesar 306,6 juta Dolar AS yang diduga dilahap oleh putri sulung mantan Presiden Soeharto Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut), penipuan besar-besaran terhadap uang rakyat sejumlah Rp 331 miliar oleh pengusaha Prajogo Pangestu dan Djoko Ramiadji putra pengusaha jamu Mooryati Sudibyo yang membawa lari uang rakyat sebesar Rp 503 miliar, menurut selera pranata hukum Kejaksaan Agung yaitu yang berwenang menjadikan rencana hukum KUHP dan KUHAP menjadi hukum, prosesnya dihentikan, alias ketiga kasus konglomerat hitam itu tidaklah sempat menjadi hukum, alias di SP3-kan. Selera Kejaksaan Agung itu dikecam oleh Wakil koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW), Danang Widoyoko yang menyatakan bahwa, kejaksaan hanya memakai satu bukti. Padahal laporan Nurmahmudi (mantan Menhutbun, red) sudah ke kejaksaan, tapi tidak dipakai oleh mereka. Boleh jadi, menurut hemat pengasuh kolom ini, andaikata dahulu saingan berat M.A. Rahman untuk menjadi Kajagung, yaitu Prof. Ahmad Ali, yang jadi diangkat menjadi Kajagung, proses menjadikan rencana hukum menjadi hukum bisa mulus. Yang paling konyol, ialah Kejaksaan Agung bukan hanya melepaskan para konglomerat hitam yang tersangka, bahkan kedua konglomerat hitam yang telah meringkuk dalam jeruji besi, yaitu Sjamsul Nursalim dan Samadikun Hartono, dapat pula dilepas memalui jalur "berobat keluar negeri".
***
Alumni Afghan, siapakah mereka itu? Mereka adalah para aktivis Muslim dari berbagai elemen gerakan Islam di Indonesia yang dengan inisiatif sendiri maupun kolektif turut membantu perjuangan Mujahidin Afghanistan ketika mengusir penjajah "beruang lapuk" tentara Uni Soviet antara 1980-1990. Setelah jihad Afghan usai dengan kemenangan telak berada di tangan Mujahidin, yang diikuti dengan hancurnya negara Uni Sovyet, para aktivis Muslim yang pernah berjihad di Afghan tersebut kembali ke tanah air, menjadi warga negara biasa, normal dan ikut aktif dalam mengembangkan dakwah Islam di masyarakat. Bahkan, mereka yang dulunya bekerja di sebuah instansi atau perusahaan, juga kembali aktif seperti semula.
Kisah pembantaian terhadap umat Islam oleh 'tentara merah', yaitu tragedi pembantaian di Kupang (30/11/1998), tragedi pembantaian Idul Fitri berdarah di Ambon (19/1/1999), tragedi pembantaian di dalam Masjid Al-Muhajirin di Galela, Halmahera, dan tragedi pembantaian para santri sambil meluluh-lantakkan pesantren Walisongo di Poso sekitar pertengahan Juni-Juli 2000. Kejinya pembantaian oleh 'tentara merah' itu hanya bisa disaingi oleh kebiadaban PM Israel Ariel Sharon yang pernah membantai para pengungsi muslim Palestina yang juga terdiri dari orang tua, wanita, dan anak-anak di Sabra dan Shatila (1983). Ironis sekali, secara jujur harus diakui, tatkala itu aparat TNI-Polri sendiri tak sanggup melindungi umat Islam dari pembantaian tersebut. Bahkan Pemprov dan DPRD SulTeng mengundang para mujahidin itu datang ke Poso. Kenyataan inilah yang kemudian membangkitkan semangat jihad dari para 'alumni Afghan' untuk membantu saudaranya seiman di Ambon, Halmahera dan Poso, sebagaimana mereka dulu pernah membantu saudaranya seiman di Afghanistan. Percaya atau tidak, peran para alumni Afghan tersebut telah banyak menolong eksistensi umat Islam di wilayah tersebut dari upaya 'ethnic-cleansing' yang diterapkan secara sistematis oleh 'tentara merah' itu.
Kini para alumni Afghan itu ditengarai sebagai terrorist, akibat disinformasi pasca runtuhnya gedung kembar WTC (11/9/2001) dan berbagai tragedi bom di tanah air. Mereka "ditangkapi" satu demi satu, sebagaimana yang dialami oleh Solichin yang hanya penjual donat. Dan juga yang pernah dialami oleh Azzam, seorang aktivis Mer-C. Para aktivis Islam yang "ditangkap" aparat keamanan mengalami penganiyaan. Demikian hal itu diungkapkan Direktur Pusat Advokasi dan HAM (PAHAM) Zainuddin Paru kepada eramuslim.com, Selasa (16/9). Yang menjadi klien PAHAM adalah, Tikno (aktivis Islam Bekasi), Azzam (relawan Mer-C, seperti telah disebutkan di atas, sekarang bebas tapi wajib lapor), Zubair (Jakarta) dan dua orang dari Riau. Atas "penangkapan" aparat keamanan itu, PAHAM akan melakukan langkah hukum. "Kami akan mengadukan masalah ini ke Komnas HAM dan Komisi I dan II DPR," katanya. [sumber: http://eramuslim.com/berita/nasional/309/16163401,7771,1,v.html]. Supaya adil seyogianya penegak hukum juga bersemangat memburu para terrorist yang tidak bertanggung jawab di belakang tragedi Kupang, Ambon, Halmahera dan Poso tersebut.
Mudah-mudahan "penangkapan" ini semata-mata yuridis murni, artinya tidaklah politis, artinya tidaklah ada kaitannya dengan Pemilu 2004 nanti, artinya terlepas dari upaya mempertakut-takuti orang untuk bicara Islam, bicara soal politik Islam, bicara dakwah Islam. Maka dalam konteks ini sangatlah perlu ditanamkan ke dalam diri para penegak hukum, khususnya yang menangani konglomerat hitam dan alumni Afghan, yaitu Firman Allah dalam Al Quran: W BALAKHRt HM YWQNWN (S. ALBQRt, 4), dibaca: wa bil a-khirati hum yu-qinu-n (s. albagarah), artinya: dan dengan hari akhirat mereka itu yakin. Keyakinan akan hari akhirat, keyakinan tentang YWM ALDYN (yaumud di-n), Hari Pengadilan, sangatlah berarti bagi para penegak hukum itu dalam konteks menegakkan hukum di NKRI ini. WalLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 21 September 2003
14 September 2003
[+/-] |
592. Hikmah Haramnya Al Khamr |
Judul di atas itu adalah bahasa Al Quran dan tidak diterjemahkan, demikian pula tetap tidak diterjemahkan dalam terjemahan Firman Allah SWT yang berikut: YS^LWNK 'AN ALKHMR WALMYSR QL FYHMA ATSM KBYR WMNAF'A LLNAS WATSMHMA AKBR MN NF'AHMA (S. ALBQRT, 219), dibaca: Yas.alu-naka 'anil khamri walmaysiri qul fi-hima- itsmung kabi-ruw wamana-fi'u linna-si waitsmuhuma-akbaru min naf'ihima- (s. albaqarah), artinya: mereka menanya engkau tentang al khamr dan al maysir, katakan pada keduanya dosa besar dan bermanfaat bagi manusia, namun dosa keduanya lebih besar dari manfaat keduanya (2:219). ANMA YRYD ALSYYTHN AN YWQ'A BYNKM AL'ADAWT WALBGHDHA^ FY ALKHMR WALMYSR WYSHDKM 'AN DZKR ALLH W'AN ALSHLWT FHL ANTM MNTHWN (S. ALMA^DT, 91), dibaca: Innama-yuri-dusy syaytha-nu ay yu-qi'a baynakumul 'ada-wata walbaghdha-a fil khamri walmaysiri wayashuddakum 'an dzikriLla-hi wa'anish shala-ta fahal antum muntahu-na (s. alma-idah), artinya: Sesungguhnya setan itu tidak menghendaki, melainkan menghunjamkan permusuhan dan kebencian di antara kamu melalui al khamr dan al maysir, serta memalingkan kamu dari mengingat Allah dan shalat. Apakah kamu mau berhenti? (5:91).
Dalam kedua ayat itu khamr dan maysir digandengkan. Tidak cuma-cuma Allah SWT menggandengkan keduanya, karena keduanya mempunyai karakteristik yang sama, seperti akan dijelaskan berikut ini.
Cairan perasan buah anggur yang berupa larutan gula yang oleh aktivitas bakteri berfermentasi menjadi alkohol. Itulah dia al khamr, rumus kimianya C2H5OH. Bukan hanya sekadar memabukkan akan tetapi selalu "menagih" peminumnya untuk meminumnya berulang-ulang, maka menjadilah peminumnya itu "ketagihan". Dengan karakteristik memabukkan dan ketagihan itu, maka pengertian al khamr dapat dikembangkan: Al khamr adalah segala jenis zat yang masuk ke dalam darah manusia melalui mulut (baca: minum), hidung (baca: isap), langsung (baca: suntik), yang mengakibatkan orang mabuk dan ketagihan. Dengan pengembangan pengertian itu, maka al khamr adalah miras (orang Indian menyebutnya fire water, air api) dan narkoba.
Al maysir atau al qimar adalah permainan undian di zaman Arab jahiliyah. Al maysir menyebabkan orang mabuk waktu dan ketagihan, jadi mempunyai karakteristik yang sama dengan al khamr. Permainan undian yang menyebabkan orang mabuk waktu dan ketagihan, tentu kita sudah tahu semuanya, yaitu permainan judi.
***
Perbincangan dikhususkan dalam kesempatan ini hanya pada khamr saja, dengan pertimbangan teknis, yaitu ruang yang terbatas yang disediakan untuk kolom ini. Boleh jadi ada yang usil yang berkata, tak mungkinlah khamr itu dihindarkan, karena di dalam buah ada itu zat dengan rumus C2H5OH. Dalam Seri 591 ybl telah dikemukakan ayat (2:173) ttg haramnya bangkai, darah dan daging babi. Maka khamr di dalam buah yang sangat ranum tidak bedanya dengan darah di dalam daging, tak mungkinlah dipisahkan darah itu seluruhnya dari daging. Namun ada protap (prosedur tetap) oleh Nash, bagaimana darah itu dikeluarkan dari daging sebisa mungkin. Potong urat darah dengan menyembelih binatang sembelihan, biarkan darah keluar mengalir sampai berhenti sehenti-hentinya. Darah yang terpisah dari daging itulah yang haram, darah yang tertinggal dalam daging sudah tidak signifikan lagi, itulah rezki dari Allah SWT. Demikian pula halnya khamr di dalam buah yang ranum. Namun jangan coba-coba memisahkannya keluar, maka khmr itu menjadi haram, seperti haramnya darah yang sudah dipisahkan itu tadi, haram karena zatnya. Haram diminum, walaupun tidak sampai mabuk, karena walaupun sedikit, itu akan mengakibatkan bekerjanya kriteria yang kedua, yaitu ketagihan. Itulah hikmahnya secara psikologis, haram karena zatnya.
Di samping itu ada pula hikmahnya yang lain, yaitu akibatnya bagi kesehatan tubuh. Dr. Sath-han Ahmad dari Amerika telah mengadakan penelitian ttg hal itu. Beliau mentest berupa 6 jenis alkohol dengan kandungan 43% yang diberikannya kepada dua kelompok responden. Yaitu kepada orang biasa yang sehat yang berusia 23 - 30 tahun selama 2 jam, bagi kelompok pertama, dan 1 jam bagi kelompok kedua.
Terhadap kelompok pertama, setelah berselang 60 menit (1 jam), kandungan al-kohol menjadi + 74 mcm/ml ada penambahan selama pemompaan darah 90 - 96 mili kedua. Dan penambahan waktu kepastian 44 - 52, bertambah persentase keduanya dari 0,299 sampai 323. Dan mulai menurun setelah 2 jam pertama padahal jumlah alkohol dalam darah bertambah sampai 111 mg dengan peningkatan yang sangat cepat/drastis (pada kelompok kedua) dan terjadi dis-fungsi organ perut bagian kiri setelah 30 menit. Hal ini terjadi ketika keadaan alkohol dalam darah mencapai 50 mg/100ml.
Alhasil, penggunaan alkohol adalah kritis secara terus-menerus terhadap jantung. Hal ini diawali dengan berdebarnya detak jantung dan sampai pada tahapan berikutnya, sakit; penurunan stamina tubuh pada kerja pompa darah, kemudian pembengkakan jantung, munculnya dis-fungsi jantung. Berdasarkan hal tersebut, penggunaan alkohol dengan dosis apapun dan dalam kondisi apapun bukan hanya mempengaruhi aqidah saja, bahkan berdampak kepada jantung dengan dampak yang sangat berbahaya. [sumber: www.alsofwah.or.id]
***
Lalu bagaimana dengan tapai, peuyeum atau poteng, yang kadar C2H5OH-nya bertambah oleh fermentasi yang berlanjut, jadi menjadi fungsi dari waktu. Tentu ini tidak dapat diqiyaskan pada darah dalam daging, ataupun khamr dalam buah. Inilah yang masih belum terselesaikan, yaitu NAB (nilai ambang batas) C2H5OH di dalam tapai itu. Harus ada penelitian, berapa kadar darah yang tertinggal di dalam daging setelah binatang sembelihan itu disembelih secara protap yang digariskan oleh Nash. Dengan metode qiyas, NAB inilah yang pula diaplikasikan dalam kadar C2H5OH di dalam tapai. Ini tantangan bagi para pakar di bidang ilmu kimia untuk mengadakan penelitian ttg NAB itu. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 14 September 2003