Di negara-negara maju dalam arti materiel yang ditakar dengan GNP, tiga sekawan modal - industri - teknologi saling pacu. Sebabnya ialah lebih banyak investasi modal di bidang industri akan menghasilkan kwantitas luaran industri yang lebih tinggi. Sebagian dari output itu dipakai untuk menambah investasi dan sebagiannya pula dipakai untuk biaya riset pengembangan teknologi. Maka tiga sekawan tersebut, ibarat roda yang berputar makin lama makin cepat. Keadaan saling pacu tersebut dinamakan umpan balik positif. Ungkapan ini dipinjam dari dunia permesinan. Keadaan umpan balik positif ini dalam teknik mengatur adalah keadaan yang tidak dikehendaki. Suatu poros yang berputar makin lama makin cepat akhirnya akan patah, karena poros itu dibebani momen puntir yang kian membesar. Dalam teknik mengatur didesainlah gabungan tiga jenis pengaturan PDI (proporsional, diferensial, integral) sehingga sistem itu tidak akan mengalami umpan balik positif.
Tiga sekawan yang saling pacu itu akan mengambrukkan sistem sosial, ibarat poros mesin yang patah. Adapun beban momen puntir dalam sistem sosial ini berupa kesenjangan sosial dalam bentuk makro yang berwujud pembagian dunia: utara - selatan, pengurasan sumberdaya alam, dan pencemaran global termasuk di dalamnya kesulitan dalam pembuangan limbah industri.
Tiga sekawan ini mulai berpacu dalam sejarah sejak peristiwa yang dikenal dengan revolusi industri. Metodologi keilmuan yang dipungut barat dari dunia Islam, yaitu menguji kebenaran teori secara experimental, menyebabkan kemajuan sains di barat mulai dari era Newton dalam abad ke-17. Kemajuan sains ini merambat dan memacu perkembangan teknologi dalam abad berikutnya tatkala James Watt mendapatkan mesin uap atau lebih tepat jika dikatakan mempermaju mesin uap Newcome (1712). Substitusi tenaga otot manusia dan binatang dengan tenaga mesin ini beserta dengan persediaan batubara yang banyak di Cornwall dan Lancashire melahirkan revolusi industri di Inggeris dan merupakan titik mula gerak saling pacu tiga sekawan modal - industri - teknologi.
Orang Yahudi yang hidup di Eropah dengan ciri khasnya yang eksklusif, menyebabkan mereka dilarang berdagang barang-barang pokok kebutuhan hidup. Untuk dapat bertahan hidup mereka itu berdagang uang, menjadi rentenir. Revolusi industri yang membutuhkan uang menjadikan perdagangan uang orang Yahudi menjadi subur yang meningkatkan mereka dari rentenir menjadi bankir. Dan dari sinilah asal muasalnya mengapa orang Yahudi menguasai pasar modal hingga kini, bahkan meraka juga memutar modal petro dollar dari negara-negara Arab.
Orang-orang barat memungut pengetahuan dari dunia Islam secara parsial, yaitu hanya memungut metodologi keilmuan. Sedangkan sistem sosial menurut ajaran Islam tidak dipungutnya. Ini dapat dimaklumi oleh karena mereka itu tidak beragama Islam. Sistem sosial yang sudah terlanjur dalam keadaan umpan balik positif dari tiga sekawan itu dewasa ini, tidak mempunyai alat kontrol semacam pengatur PDI dalam sistem permesinan.
Salah satu Rukun Islam ialah zakat, baik yang bersifat konsumtif yang disebut zakat fithri, maupun yang bersifat produktif yang disebut zakat tijarah atau zakat dagang. Bagaimana zakat dagang ini dikenakan pada industri? Sebenarnya dagang dengan industri tidak berbeda secara esensial, yaitu keduanya berkisar pada membeli dan menjual. Kalau orang membeli kayu gelondongan dan juga menjual kayu gelondongan disebut dagang kayu gelondongan. Tetapi kalau membeli kayu gelondongan dijadikan balok kayu dan papan lebih dahulu sebelum dijual disebutlah industri penggergajian kayu. Jadi membeli barang kemudian menjualnya tanpa mengolahnya maka itu dagang. Tetapi kalau beli - olah - jual maka itu industri. Walhasil perlakuan ataupun perhitungan zakat tijarah terhadap industri tidak berbeda dengan terhadap dagang.
Pertumbuhan modal dengan sistem kredit berbunga ibarat lilin cair yang menitik membentuk tumpukan-tumpukan ataupun gunung-gunung lilin. Tetapi sebaliknya dapat pula menjurus pada kredit macet yang berlanjut pada penyitaan barang jaminan di satu pihak atau ambruknya bank pada pihak yang lain. Pertumbuhan modal dapat terkendali dengan sistem zakat tijarah. Tidak seperti pada sistem kredit berbunga, sistem zakat tijarah ini potongan yang berupa zakat dari output industri itu dikelola oleh lembaga Baytu lMaal yang pegawainya disebut 'Aamil. Di sini tidak dikenal kredit berbunga dari nasabah melainkan sistem pemberian modal usaha kepada bakal pengusaha yang dididik oleh 'Aamil utamanya dalam hal manajemen sebelum diberi modal usaha. Kalau usahanya macet tidak ada penyitaan karena modal itu diberikan. Kalau usahanya maju maka ia harus mengeluarkan zakat mengisi Baytu lMaal. Sistem zakat tijarah ini ibarat cairan aspal yang menitik, tidak akan terbentuk tumpukan-tumpukan aspal, melainkan cenderung untuk merata.
Sistem perbankan Islam, yaitu sistim mudharabah, bank dengan nasabah berbagi keuntungan dan bersama menanggung risiko, yang diterapkan sekarang diharapkan dapat melepaskan diri dari sistem kredit berbunga yang mendominasi dunia sekarang ini. Tahapan selanjutnya adalah sistem perbankan Islam tersebut berjalan seiring dengan sistem Baytu lMaal, sistem pemberian modal usaha tersebut. Lalu siapa yang harus menjadi pemilik Baytu lMaal? Di negara-negara yang berdasar Islam, artinya hukum-hukum positifnya bersumber dari Al Quran dan Hadits, pemilik Baytu lMaal adalah negara. Di sini zakat tijarah itu dapat dianggap pajak. Sedangkan di negara-negara yang tidak berdasar Islam, yang hukum-hukum positifnya tidak bersumber dari Al Quran dan Hadits, pemilik Baytu lMaal adalah yayasan yang berbadan hukum, dengan komisaris Majelis Ulama. Dalam hal ini jelaslah pula bahwa zakat tijarah tidak boleh dianggap sama dengan pajak. WaLlahu a'lamu bishshawab.
*** Makassar, 28 November 1993
28 November 1993
[+/-] |
105. Mengendalikan Tiga Sekawan |
21 November 1993
[+/-] |
104. Tawhied, Nativisme dan Kepariwisataan |
Sudah sering didengar bahwa kita perlu selektif terhadap wisatawan manca negara jangan sampai mencemari lingkungan budaya dan fisik. Namun masih jarang diperdengarkan betapa perlunya pula selektif terhadap kebudayaan lama yang dipromosikan untuk menarik wisatawan, jangan sampai menjurus pada nativisme yang bententangan dengan nilai tawhied.
Dahulu kala orang mempertuhankan hantu penguasa hutan, bukit, lembah, rawa, sungai, danau yang disebutnya dengan Patanna Butta, yang empunya daerah. Menurut informasi yang pernah saya dengar dan E.A.Mokodompit konon menurut penduduk pedalaman di Sultra, hutan di sana dijaga oleh hantu yang bergelar Songko' Toroki. Tuhan kalau dibaca terbalik secara syllabic akan berubah bacaannya menjadi hantu, artinya hantu adalah lawan dari Tuhan. Jadi dilihat dan segi bahasa saja perbuatan mempertuhanl hantu ini adalah perbuatan yang kontradiktif. Perbegu, kepercayaan menyembah hantu ini melahirkan budaya sesembahan yang dianggap sakral. Hantu penguasa itu disuguhi sesembahan dalam upacara yang disebut accera', maccera', mendarah, yaitu menyembelih binatang, mengoleskan darah binatang itu, kepalanya ditanam, untuk persembahan yang sakral, yang dalam bahasa Inggeris disebut offering dan sacrifice (persembahan yang sakral). Dalam masyarakat tidak jarang binatang sesembahan itu dirancukan dengan istilah kurban. Maka kerancuan mi perlu dicerahkan.
Berfirman Allah dalam Al Quran S. Al Hajj 36,37 yang artinya:
-- Apabila gugur sembelihan-sembelihan itu makanlah sebagiannya dan selebihnya berilah makan kepada orang-orang miskin yang tidak meminta dan yang meminta. Tidak akan sampai kepada Allah daging-dagingnya dan tidak pula darah-darahnya, akan tetapi yang sampai kepadaNya ialah ketaqwaan kamu. Jadi ajaran Islam menolak pemahaman kurban sebagai sesembahan yang sakral. Kurban bukanlah offering, bukan pula sacrifice. Kurban dipungut dari bahasa Al Quran, yaitu "Qurban", yang dibentuk oleh akar kata yang terdiri dan 3 huruf: qaf, ra, ba, artinya dekat. Menyembelih binatang kurban, dagingnya untuk dimakan sendiri dan untuk dimakan fakir miskin sebagai fungsi sosial. Darahnya dibu?ng, karena haram dimakan. Dan arti spiritualnya mendekatkan din, taqarrub kepàth Allah SWT sebagai tanda berbakti kepadaNya melaksanakan perintahNya dengan semangat taqwa.
Dalam wawasan yang Mu'amalah berlaku qaidah: "semua boleh kecuali yang dilarang. Artinya segala produk budaya pada dasarnya semuanya boleh, kecuali yang bertentangan nilai tawhied. Semua produk budaya yang dibangun di atas landasan kepercayaan yang menyimpang dari nilai tawhied disebut khurafat. Jadi kebudayaan boleh berkembang secara selektif: yang khurafat harus dihentikan. Dalam hubungannya dengan khurafat dan kemungkaran lain pada umumnya, Allah berfirman
-- Fa Dzakkir in Nafa'ati dzDzikra-, maka berilah peringatan, sesungguhnya peringatan itu bermanfaat (S. Al A'la- 9). Dan RasuluLlah bersabda: Jikalau melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangan, kalau tidak mampu ubahlah dengan mulut, dan kalau itupun tidak mampu juga, jagalah qalbu. Namun yang terakhir mi adalah sikap beriman yang selemah-lemahnya. Ayat dan Hadits di atas itu dinyatakan dalam ungkapan yang lebih pendek: Amar Ma'ruwf Nahie Munkar, menyuruh anif bijaksana mencegah penyelewengan, yang menjadi inti dan Kewajiban Asasi Manusia. Apabila dalam rangka promosi kepariwisataan disuguhkan tradisi yang bertentangan dengan nilai tawhied, maka penyelenggara hendaklah dengan niat menyuguhkannya hanya sekadar sebagai tayangan saja, supaya terhindar dan dosa karena mengerjakan yang khurafat itu. Dan sebelum ditayangkan kepada khalayak, hendaklah diinformasikan baik secara tertulis maupun secara lisan bahwa: Demikianlah konon kepercayaan nenek moyang kami dahulu yang masih memuja hantu yang dianggap penguasa. Apa yang ditayangkan ini cuma sekadar untuk dilihat-lihat, bukan untuk ditiru atas dasar meyakini kebenarannya. Takusahlah pula diberi justifikasi dengan memberikan arti yang kelihatannya filosofis tentang makna kepala binatang sesembahan itu, seperti misal otak, telinga, mata, hidung, lidah, makna ini, kemini (ke ini + mengini), itu, kemitu. Hindarkanlah itu nativisme yang bertentangan dengan nilai tawhied.
Tentang sesembahan ini dengarlah Firman Allah:
-- Ya- Ayyuha Lladziena A-manuw Innama lKhamru wa lMaysiru wa lAnshaabu wa lAzlaamu Rijsun Min 'Amali sySyaythaani fa Jtanibuwhu La'allkum Tuflihuwn (S. Al Ma idah, 9O).Hai orang-onangberiman, sesungguhnya minuman keras, judi, sesembahan untuk berhala, undian nasib, adalah kotor, termasuk hasil perbuatan setan, maka jauhilah akan dia, agar kamu mendapat keberuntungan.
Kalau pada hari Ahad yang lalu ayat ini dikutip untuk disorotkan pada al maysir + al azlam, judi + undian, yang diberi label sumbangan dalam SDSB, maka hari ini disorotkan pada al anshaab, sesembahan, yang dibeberapa daerah ditayangkan untuk promosi menarik wisatawan, yang antara lain seperti misalnya maccera' tappareng. WaLlahu a'almu bisshawab.
*** Makassar, 21 November 1993
14 November 1993
[+/-] |
103. Euphemisme Tanpa Bingkai? |
Dalam kesusasteraan lama biasa kita temui gaya simbolik untuk menghaIuskan ungkapan. Seperti misalnya dalam Kaba Cindue Mato dan dongeng Sangkuriang. Kaba adalah bentuk kesusateraan yang bergaya prosa berirama. Dalam prosa lirik Cindur Mata itu tersebutlah bahwa Bundo Kanduang, Ratu Pagarruyuang dan dayangnya diberi minum kelapa oleh sahaya istana. Keduanya lalu mengandung. Bunda Kandung melahirkan Dang Tuanku dan sang dayang melahirkan Cindur Mata. Ini adalah ungkapan penghalusan yaitu Dang Tuanku dengan Cindur Mata bersaudara tiri sebapak dengan yang sahaya istana. Keduanya masing-masing beribukan Ratu Kerajaan Pagarruyung dan dayang istana. Demikian pula dalam dongeng Sangkuriang tersebut seorang anak raja yang pergi berburu kencing di atas daun keladi, kemudian datang seekor babi ménjilat daun keladi yang basah dengan air kencing anak raja itu. Babi itu hamil, kemudian melahirkan Dayang Sumbi, ibu Sangkuriang. Ini adalah gaya penghalusan dilihat dan segi ukuran feodalisme. Anak raja yang berburu di hutan itu jatuh cinta kepada anak gadis orang utas, perambah hutan menurut istilah sekarang. Dari kacamata feodalisme, orang utas yang rakyat jelata itu dianggap hina disamakan dengan babi.
Kalau menyangkut kata, maka gaya penghalusan itu disebut euphemisme. Seperti misalnya ungkapan yang serba tuna, tuna wisma untuk gelandangan, tuna karya untuk penganggur, tuna daksa untuk cacat tubuh, tuna grahita untuk cacat mental, tuna rungu untuk bisu-tuli, tuna netra untuk buta, dan tuna susila atàu menurut H. Dg.Mangemba tunasila untuk pelacur. (Menurut H.Dg.M. su artinya baik, jadi susila artinya sila yang baik, jadi kalau digabung dengan tuna, maka su harus dihilangkan, lalu menjadilah Tunasila). Kelihatannya sudah menggejala euphemisme ini tanpa batas, sehingga sudah ada nada protes menyindir. Pemabuk disebut dengan sindiran tuna saqring. Ini bahasa daerah Makassar tu nasaqring, arti harfiahnya orang yang alergi. Nasaqringi doang artinya alergi terhadap udang, nasaqringi atau nabengoi ballo', artinya alergi terhadap tuak, mabuk karena tuak.
Terkadang euphemisme ini menjurus pada ketidak jujuran. Yaitu menyembunyikan sesuatu dengan label atau bungkusan. Bahkan perihal bungkus-membungkus yang mencerminkan sikap ketidak-jujuran ini sudah merambat ke wawasan yang formal. Apa yang dibungkus dibalik kata sumbangan dalam SDSB dan SPP? Bukankah istilah judi itu disembunyikan di balik kata sumbangan? Mengapa tidak sejara jujur saja dikatakan uang sekolah?
Seharusnya euphemisme ini ada batasnya. Yang jelek dalam hubungannya dengan kesusilaan tidak perlu gaya euphemisme. Pelacur, banci, tidak usah dihaluskan. Sebab kalau dihaluskan yang bersangkutan tidak akan merasa malu bertingkah demikian. Maka tetaplah dikatakan pelacur, tidak usah dihaluskan menjadi tuna susila atau tuna sila, kalau perlu yang vulgar, lonte, cabo. Tidak usalah dihaluskan menjadi hadam, eh wadam, waria, melainkan tetaplah banci, bencong, atau usahakanlah bahasa daerah calabai menjadi kosa kata bahasa Indonesia. Melanggar HAM? Yaitu melanggar hak untuk diperlakukan secara adil? Artinya kalau yang lain diperlakukan dengan penghalusan tuna, mengapa pelacur tidak boleh? Menurut saya gaya euphemisme yang menyangkut penyelewangan melanggar KAM, Kewajiban Asasi Manusia: Amar Ma'ruwf Nahie Munkar, menyuruh arif bijaksana, mencegah penyelewengan. Mengatakan yang benar itu benar, yang salah itu salah. Tidak menyembunyikan yang salah itu dibalik bungkusan kebenaran yang semu. Mengatakan judi itu judi, tidak menyembunyikannya di balik label sumbangan berhadiah.
Walhasil euphemisme itu perlu diberi berbingkài dengan nilai bayan, kejelasan, clarity. Dengarlah Firman Allah dalam Al Quran, tentang Al Bayan:
-- Ya- Ayyuha Lladziyna A-manuw Innama lKhamru wa IMaysiru wa lAnshaabu wa lAzlaamu Rijsun Min 'Amali sySyaythaani fa Jtanibuwhu La'allkum Tuflihuwn (S. Al Maaidah, 90). Hai orang orang beriman, sesungguhnya minuman keras, judi, sesembahan untuk berhala, undian nasib, adalah kotor, termasuk hasil perbuatan setan, maka jauhilah akan dia. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 14 November 1993
7 November 1993
[+/-] |
102. Lahan Kering |
Dari tahun ke tahun peminat jurusan matematika Perguruan Tinggi relatif kecil jumlahnya ketimbang jurusan yang lain. Maka timbullah kesan umum selayang pandang bahwa matematika itu kering. Benarkah kesan itu? Atau kita pinjam berondongan pertanyaan pakar matematika M. Arif Tiro dalam tulisannya yang berjudul Benarkah Matematika itu Kering? dalam harian Fajar, edisi Kamis 14 Oktober 1993: "Benarkah anggapan itu? Berapa banyak orang beranggapan demikian? Orang-orang pada tingkat apa saja yang memiliki anggapan seperti itu?"
Tentu saja kesan itu tidak dapat dijawab dengan sikap black and white thinking. Terhadap matematika itu sendiri sebagai disiplin ilmu tentu tidak ada sangkut-pautnya dengan kata kering. Namun ini apabila menyangkut para pakar matematika yang mencari rezeki dalam bidangnya di negara-negara yang sedang berkembang apatah pula di negara-negara terkebelakang, maka itu ibarat petani yang mencari rezeki, berkebun di lahan kering. Adapun di negara-negara maju matematika itu terhitung subur sebagai lahan untuk mencari rezeki. Itu tidak berarti karena lahan kering di negara-negara yang bukan negara maju, lalu matematika tidak ada peminatnya. Orang yang senang pada matematika tidak akan perduli walaupun lahan itu kering.
Matematika sebagai disiplin ilmu memegang peranan penting dalam perkembangan Iptek. Bahkan pernah terjadi pengungkapan TaqdiruLLah di bidang fisika tidak segera dapat dikomunikasikan dalam gelanggang yang ilmiyah, karena kebudayaan belum melahirkan matematika untuk menjabarkannya. Dalam usia 23 tahun pemuda Isaac (Sir Isaac Newton, 1642 - 1727) mempunyai cukup waktu untuk berhari-hari melihat buah-buah appel yang jatuh. Pada waktu itu Isaac mengungsi ke sebuah pertanian di Lincolnshire untuk menghindarkan diri dari wabah penyakit sampar yang menyerang London dalam tahun 1665. Wabah itu menyebabkan Cambridge University ditutup buat sementara. Di antara sekian banyaknya buah appel yang jatuh yang disaksikannya hanya sebuah appel yang mempunyai peranan dalam karirnya sebagai ilmuwan yang menemukan TaqdiruLLah gravitasi.
Penemuannya itu dipendam selama 20 tahun. Barulah dalam tahun 1687 The Theory of Universal Gravity dipublikasikan dalam wujud sebuah buku dengan judul Philosophiae Naturalis Principa Mathematika. Sebagai diketahui inti gravitasi adalah gaya tarik menarik di antara benda-benda. Besarnya berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara benda-benda itu. Kalau benda itu adalah bumi dan bulan tidak ada masalah. Pendekatan yang dipakai Isaac Newton ialah baik bumi maupun bulan dikonsentrasikan sebagai titik benda yang disebutnya dengan Center of Gravity. Jarak antara kedua titik benda bumi dengan bulan dapat dianggap tetap. Tetapi halnya tidak akan sederhana apabila diaplikasikan pada buah appel yang jatuh, yang jaraknya terhadap bumi tidak tetap, makin lama makin kecil.
Maka Isaac Newton berupaya membuat sendiri jenis matematika untuk dapat dipakai dalam teori gravitasinya, yang disebutnya dengan Calculus of Infinitesmals, disingkat Calculus dan istilah inilah yang dipakai hingga sekarang untuk jenis matematika ini. Dewasa ini kalkulus itu wawasannya sudah melebar ke kalkulus vektor dan kalkulus tensor, sehingga dapat memegang peranan penting dalam mengkaji serta sekaligus memperkembang ilmu fisika. The General Theory of Relativity dan The Unified Field Theory dari Einstein tidak akan lahir tanpa kalkulus tensor.
Dalam bidang management, khususnya pengelolaan proyek, jasa seorang pakar matematika C.A.Clark, tidaklah wajar untuk dilupakan begitu saja. Dalam tahun 1957 ia mengetuai team Project Evaluation Research Task (PERT) yang menghasilkan suatu metode dalam mengelola proyek Angkatan Laut Amerika Serikat dengan nama sandi Polaris. Metode baru itu diberi bernama pula dengan PERT oleh team PERT ini, namun kepanjangannya lain: Program Evaluation and Review Technique, suatu bagian dalam Network Planning. Dewasa ini janganlah diharapkan seorang kepala proyek akan dapat menjadi profesional apabila tidak menguasai ilmu ini. Adapun proyek Polaris ini menghasilkan roket yang menjadi cikal-bakal roket pendorong pesawat Columbia ke bulan dan pendorong pesawat ulang-alik sekarang ini. Itulah sekelumit contoh kasus bahwa pakar matematika menikmati lahan subur dalam negara maju.
Bilakah lapangan hidup mencari rezeki di lahan matematika berubah menjadi lahan subur di Indonesia ini? Menjelang akhir tahun 70-han organisasi Universitas Hasanuddin Makassar berstruktur matrix, aliran sumberdaya dan aliran program. Aliran sumberdaya dipimpin Dekan Fakultas dengan ujung tombak Ketua Jurusan menjalankan tugas-tugas rutin. Aliran program dipimpin Dekan Kajian dengan ujung tombak Ketua Program memikirkan pengembangan akademik, memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan aliran sumberdaya. Para dosen mempunyai dua bos, Dekan Fakultas dan Dekan Kajian. Bagi yang mengerti sejarah Kerajaan Makassar hal dua bos ini bukan hal yang aneh, yaitu kerajaan kembar Gowa-Talo', yang dalam lontara disebut rua karaeng se're joa', dua raja satu rakyat. Kerajaan Makassar mencapai puncaknya dengan struktur organisasi kerajaan kembar ini. Struktur organisasi matrix itu sifatnya dinamik. Program pendidikan dapat ditambah atau dikurangi sesuai dengan kebutuhan kualitatif dan kuantitatif para konsumen atau pasar sumberdaya manusia tanpa merombak organisasi, tanpa menambah atau mengurangi jurusan. Organisasi matrix ini ditiru dari dunia industri, perubahan jenis-jenis produksi secara dinamik dapat dilakukan tanpa mengubah struktur organisasi pabrik, untuk dapat memenuhi gelombangnya pasar.
Dengan diterapkannya organisasi matrix itu, tiga serangkai modal, industri, teknologi dapat saling pacu, yang dalam teknik mengatur dikenal dengan ungkapan umpan balik positif. Dan apabila di Indonesia ini ketiga serangkai itu sudah saling pacu maka matematika insya Allah akan berubah dari lahan kering menjadi lahan subur. Hanya saja perlu diantisipasi, saling pacu tiga serangkai itu dapat menjurus ke arah pencemaran global yang sulit dikontrol. Maka perlu kita ingat peringatan Allah SWT dalam S.ArRuwm,41: Zhahara lFasaadu fiy lBarri wa lBahri Bimaa Kasabat Aydi nNaasi, muncullah kerusakan di darat dan di laut akibat tangan-tangan manusia. WaLlahu a'lamu bishshawab.
*** Makassar, 7 November 1993