Tersebutlah konon dahulu kala tumbuhlah sebatang pohon mangga. Daunnya rimbun, sarat dengan buah tak terhenti sepanjang tahun. Seorang bocah senang sekali datang bermain setiap hari di pohon mangga itu dan sekitarnya. Ia memanjat ke puncak pohon, merayap ke dahan, memetik dan makan buah mangga. Kemudian meluncur turun bersandar di batang pohon dan terlelap dalam kesejukan naungan daun yang rimbun Ia mencintai pohon mangga itu dan pohon itu demikian pula kepadanya.
Waktu meluncur dengan cepatnya tak terasa. Bocah itu bertumbuh menjadi remaja. Sudah tidak senang bermain-main lagi, telah jarang mendatangi pohon mangga itu.
Syahdan, sampai pada suatu hari sedang rembang matahari bocah yang telah remaja itu datang mendekati pohon mangga dengan wajah sedih. Pohon mangga menyambutnya dengan gembira: "Mari bermain seperti dahulu". "Saya bukan bocah lagi, saya sudah remaja, sudah tidak senang bermain", jawab bocah yang telah remaja itu." "Lalu apa masalahmu. Katakanlah segera, mungkin saya dapat menolongmu, keluar dari kesusahanmu," pohon mangga membujuk. "Begini, saya ingin mempunyai kecapi yang merdu untuk menghibur kekasihku," bocah yang telah remaja itu mengutarakan kemusykilannya." "Oh, itu gampang, petiklah buahku sehabis-habisnya, kemudian juallah untuk memperoleh uang. Dan engkau dapat membeli kecapi yang merdu". Bocah yang telah remaja itu bangkit gairahnya. Dipetiknya buah mangga habis-habisan dan meninggalkan pohon mangga, yang dalam sejenak itu bocah yang telah remaja itu menghilang dalam pandangan pohon mangga. Tampak gembira pohon mangga, karena telah mengeluarkan bocah yang telah remaja itu dari belenggu kesusahannya.
Arkian, tibalah pula suatu hari remaja itu datang lagi ke pohon mangga. Bergembiralah pohon mangga memanggil untuk bermain. "Saya tidak punya waktu untuk bermain, saya telah dewasa, telah beristeri," ujar remaja yang telah dewasa itu. "Lalu kesulitan apa pula yang membelenggumu, boleh jadi saya dapat menolongmu lagi," kata pohon mangga." "Begini, saya membutuhkan rumah tempat tinggal", belum sempat remaja yang telah dewasa itu mengakhiri kalimatnya, pohon mangga menyela: "Oh, gampang pangkaslah semua dahan, dan cabang dari batangku, cukuplah itu untuk mendirikan rumah." Remaja yang telah dewasa itu, karena memang profesinya tukang kayu, segera mengambil peralatan pertukangan kayu, lalu memangkas. Maka tinggallah pohon mangga seperti tonggak, hanya batang tanpa dahan, tanpa cabang, tanpa ranting dan tanpa daun. Tumbuh tidak, matipun tidak.
Syahdan, tahun berganti tahun, datanglah pula remaja yang sudah dewasa itu ke pohon mangga yang sudah menjadi tonggak itu, tumbuh tidak, matipun tidak. "Kita tak dapat bermain lagi, saya sudah menjadi tonggak," dengan sedih berkata pohon mangga yang sudah menjadi tonggak itu, tumbuh tidak, matipun tidak. "Boleh jadi inilah yang terakhir saya minta nasihat kepadamu. Saya sudah menjelang manula. Ingin menikmati hari tua, bersenggang waktu, berlayar-layar di danau. Bagaimana mungkin saya mendapatkan perahu," berujar bocah yang meremaja, yang mendewasa dan menjelang manula itu. "Oh, itu gampang, tebanglah batangku pada pangkalnya, buatlah perahu", itulah kata akhir pohon mangga yang telah menonggak itu.
Alhasil, pohon mangga yang dahulu berdaun rimbun, berbuah lebat, tinggal akar-akarnya saja yang tersembul sedikit di atas tanah, dari tonggak menjadi seperti bantal. Qissah belum berakhir, walaupun kata akhir telah terucapkan oleh pohon mangga yang dahulu berdaun rimbun, berbuah lebat, tinggal akar-akarnya saja yang tersembul sedikit di atas tanah itu.
Musim berganti musim, tahun berganti tahun datang lagi bocah yang meremaja, yang mendewasa yang menjelang manula dan sudah top, tua, pikun, ompong datang laki ke pohon mangga yang dahulu berdaun rimbun, berbuah lebat, tinggal akar-akarnya saja yang tersembul sedikit di atas tanah seperti bantal. Yang sudah top itu merebahkan diri berbantalkan akar pohon mangga. Qissah belum berakhir jua.
Qissah ini untuk siapa saja. Pohon mangga ibarat kedua orang tua kita. Ketika bocah kita senang bermain dengan kedua beliau. Tatkala bertumbuh dewasa, kita tinggalkan beliau berdua, hanya datang bila dianggap perlu, atau sedang dalam kesusahan. Tidak menjadi soal bagaimanapun keadaan orang tua kita, tetap akan memberikan segalanya kepada kita. Maka durhakalah kita jika tidak mendoakan kedua beliau itu, sekurang-krurang selesai shalat wajib lima waktu:
-- RB AGHFRLY WLWALDY W ARhMHMA KMA RBYNY SHGHYRA (S. NWh, 28 dan S. ASRY, 24), dibaca: Rabbighfirli- waliwa-lidayya warhamhuma- kama- rabbaya-ni- shagi-ran (s. nu-h dan s. isra-), artinya: Ya, Maha Pemeliharaku, ampunilah aku dan kedua orang tuaku dan kasihanilah keduanya sebagaimana keduanya memelihara dengan penuh kasih sayang di waktu kecilku (71:28 dan 17: 24). WaLlahu a'lamu bishshawab.
*** Makassar, 25 Mei 2003
25 Mei 2003
[+/-] |
576. Pohon Mangga |
18 Mei 2003
[+/-] |
575. Benang Merah dari Bisnis-Ngebor ke Protokol Zionisme |
Stasiun teve yang sebagian sahamnya dimiliki Open Society pimpinan George Soros ini dikenal turut membesarkan Inul. Lewat tayangannya, SCTV telah menyebarkan wabah goyang ngebor maksiatnya ke dalam bilik-bilik pribadi seluruh keluarga Indonesia. Di teve, penyanyi yang bernama asli Ainul Rokhimah tersebut muncul pertama kali di dalam acara Laris Manis. SCTV kembali menampilkan Inul di dalam acara Liga Italia Centrocampo dan 3 in 1.
SCTV kemudian membuat acara tersendiri bagi pecinta musik dangdut koplo, yakni Duet Maut. Kemunculan Inul yang disandingkan dengan Annisa Bahar pada tayangan 14 Maret 2003 merupakan kelahiran acara tersebut, yang pada akhirnya menjadi mesin pendulang uang bagi kantong SCTV. Setiap episodenya selalu kebanjiran iklan. "Sedikitnya 36 sampai 40 spot. Bisa akan lebih banyak bila kami tidak membatasi jumlah iklannya," aku Humas SCTV Budi Darmawan seperti dikutip Tabloid Citra (2/5). Dengan tarif sebesar 18 juta rupiah per-spot, maka SCTV sedikitnya mendapat pemasukan sekitar 720 juta rupiah setiap Inul muncul dalam Duet Maut!
[sumber: http://sabili.co.id/telut-edisi22thx03c.htm]
***
Di atas telah dikemukakan benang merah antara goyang maksiat dengan bisnis SCTV yang sebagian sahamnya dimiliki Open Society pimpinan George Soros . Ya, George Soros yang pernah menggoncangkan sistem moneter negeri-negeri Asia Tenggara, yang bagi Indonesia hingga saat ini masih sangat terasa akibat goncangan Soros, tokoh Zionis ini.
Dalam protokol dokumen rahasia Zionis termaktub visi Zionisme terhadap bangsa-bangsa yang bukan Yahudi. Secara substansial protokol Zionisme adalah suatu konspirasi jahat terhadap kemanusiaan. Protokol-protokol Zionisme itu merancang juklatnya dengan menyebarkan faham-faham yang bermacam-macam. Faham yang mereka tebarkan berbeda dari masa ke masa. Suatu waktu mempublikasikan sekularisme kapitalisme, suatu waktu menebar atheisme komunisme, suatu waktu berselubung agnostik sosialisme.
Sesungguhnya tabiat asli kaum Yahudi ini bukan hanya ada disebutkan dalam protokol dokumen rahasia Zionis tersebut, melainkan ini adalah warisan turun temurun sejak cucu Nabi Ibrahim AS dari jalur Nabi Ishaq AS ini setelah zamannya Nabi Sulaiman AS mulai mengalami dekadensi (baca: busuk ke dalam). Ini diungkap dalam Al Quran:
-- QALWA LYS 'ALYNA FY ALAMYN SBYL (S. AL 'AMRAN, 75), dibaca: Qa-lu- laysa 'alayna- fil ummiyi-na sabi-l (s. Ali 'imra-n), artinya: mereka berkata tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi (3:75). Yang dimaksud dengan ummi dalam ayat (3:75) adalah Umami = Joyeem, menurut istilah yang dipakai dalam protokol Zionisme, yaitu bangsa-bangsa yang bukan Yahudi. Mereka yang menyimpang dari Syari'at Nabi Musa AS inilah yang dimaksud dengan almaghdhu-b, artinya yang dimurkai dalam Surah Al Fa-tihah ayat 7.
Untuk menebarkan pengaruh internasional, protokol-protokol itu antara lain berisikan perencanaan keuangan bagi kerajaan Yahudi Internasional yang menyangkut mata uang, pinjaman-pinjaman, dan bursa. Media surat kabar adalah salah satu kekuatan besar dan melalui jalan ini akan dapat memimpin dunia. Harta benda, hawa nafsu dan perempuan adalah merupakan alat yang dapat dipergunakan terhadap Umami.
[sumber: Makalah HMNA dalam Mujadalah Bulanan DPP IMMIM]
***
Menururt Emha Ainun Nadjib, sesungguhnya apa yang dilakukan Inul adalah angka 9 dari 1,2,3.. 6,7,8 yang sebelumnya secara bertahap dicapai oleh dinamika musik dan budaya dangdut. Joget ngebor Inul adalah garda depan dari perkembangan panjang budaya joget dangdut. Budaya joget yang berkembang dalam kultur dangdut memang sangat akomodatif terhadap jenis kultur semacam ini.
Apa yang dikonstater Ainun Najib itu ada benarnya. Dangdut berasal dari India, yang menurut Rahman Arge dalam sebuah talk show (saya sudah lupa di mana dan bilamana, tetapi Bung Arge tentu lebih ingat dari saya), bahwa dangdut yang dari India ini "merayu" pendengarnya. Kalau menurut saya, musik dangdut mengandung sesuatu yang "primitif" yang mempesona membangkitkan gerakan erotis, sebagaimana musik yang berirama "dentuman" gendang Afrika, juga mengandung sesuatu yang "primitif " yang mempesona membangkitkan gerakan vandalis. Ini dapat kita lihat bagaimana Luis Armstrong dengan terompet dan suara seraknya menyebabkan remaja pendengarnya seperti kesetanan merusak kursi dan perabot yang lain-lain dalam ruangan. Kalau saya mau mengikuti gaya Ainun Najib, bahwa terompet Armtrong adalah angka 9 dari 1,2,3.. 6,7,8 yang sebelumnya secara bertahap dicapai oleh dinamika musik dari Afrika ini.
Mengapakah para artis kita tidak mempopulerkan irama keroncong yang sopan, lembut, membawa ketenangan. Lagu-lagu daerah Makassar, sejak dahulu, riyolo mariyolo, sangat serasi dengan irama keroncong. Mengapa dangdut yang satu sistem dengan goyang erotis itu (lihatlah filim-film Bolly Wood) tidak kita ganti dengan keroncong? Bahkan di Tugu, daerah pinggiran Jakarta, saudara-saudara kita yang beragama Nashrani mengiringi lagu-lagu gereja dengan irama keroncong.
Alhasil, karena dangdut itu satu sistem dengan gerakan erotis itu, maka tanpa peraturan perundang-undangan, law enforcement, angka 10 akan dicapai, yaitu bukan lagi (maaf) pantat seperti yang dipertontonkan oleh goyang maksiat ngebor dari Inul, melainkan bahagian depan dari pantat itu yang akan dipertontonkan, na'udzu biLla-hi min dzalik. Sekali lagi, tanpa law enforcement, angka 10 akan dicapai, dan pada waktu itu akan maju pula lagi kelompok yang akan bersikap seperti apa yang dikatakan oleh Habib Rizieq yang sementara diadili itu: "Jika mereka berani mati di dalam kemaksiatan, mengapa kita takut mati di dalam membela kebenaran?" WaLlahu a'lamu bishshawab.
*** Makassar, 18 Mei 2003
11 Mei 2003
[+/-] |
574. Cerita Ibu Guru |
Pelajaran baru akan dimulai, seorang murid mengacungkan tangannya: "Bu Guru, mengapa orang Yahudi diusir keluar Madinah setelah perang Khandaq?" "Anak-anakku sekalian sekarang bukan pelajaran tarikh (sejarah), melainkan pendidikan akhlaq", jawab Ibu Guru berjilbab yang rapi itu (lihat Seri 573 ybl). "Tetapi Bu Guru, tolong dijawab barang beberapa menit pertanyaan teman kami itu tadi, dan apakah itu perang Khandaq?", murid-murid lain menyokong temannya yang bertanya itu. "Bailkah anak-anak. Kamu sekalian telah menerima pelajaran tarikh mengenai perang Badar dan perang Uhud, bukan?" "Betul Bu Guru, kami masih sangat ingat itu", murid-murid mengiakan. "Nah, setelah kedua perang itu ummat Islam di Madinah, yang jumlah laki-laki Muslim sebermula sekitar 700 orang telah menyusut menjadi sekitar 400 orang. Padahal menurut laporan "intel" kaum kafir Quraisy dibantu oleh qabilah-qabilah telah bersiap-siap untuk menyerang Madinah. Kota Madinah tidak terlindung seluruhnya untuk menghadapi serangan frontal. Memang ada benteng Yahudi dan jajaran pohon-pohon kurma sebagai benteng alam terhadap pasukan berkuda, akan tetapi ada pula bagian/lini yang terbuka. Seorang sahabat yang berasal dari Parsi, yaitu Salman Al Farisi mengusulkan agar menggali parit sepanjang lini terbuka. Itulah sebabnya perang itu disebut pernag Khandaq, artinya perang parit. Kaum kafir Quraisy yang dibantu qabilah-qabilah Arab itu yang jumlahnya mendekati 10 000 orang, yang belum pernah mengalami perang parit, tertegun didepan parit. Mereka lalu memasang kemah sambil mempelajari situasi. Lalu mereka memutuskan untuk mendekati orang Yahudi, membujuk mereka supaya melanggar perjanjian dengan kaum Muslimin yang tertera dalam Piagam Madinah, yaitu akan bersama-sama mempertahankan Madinah apabila diserang musuh. Orang Yahudi setuju dengan itu dengan minta beberapa petinggi qabilah Arab tinggal di benteng sebagai jaminan. Pada malam hari, yang esoknya telah ditetapkan hari penyerbuan bersama itu, cuaca sangat dingin disertai angin keras yang membalikkan periuk-periuk mereka yang sedang terjerang. Bagi orang Arab, itu pertanda buruk, sehingga mereka pada malam itu mundur dari Madinah, tidak jadi menyerang. Sedangkan konspirasi Yahudi akan menohok ummat Islam dari belakang itu telah bocor. Maka benteng Yahudi dikepung, dan karena kelaparan lalu menyerah. Itulah sebabnya mereka diusir dari Madinah." Ibu Guru mengakhiri ceritanya. "Memang orang Yahudi itu jahat, ya Bu Guru, pantaslah dibinasakan saja semuanya", sela beberapa orang murid. "Anak-anakku sekalian, mari kita mulai dengan pendidikan akhlaq, kata Ibu Guru seolah-olah tidak mengacuhkan ucapan murid-muridnya.
***
"Anak-anakku sekalian, kita patut bersikap keras kepada orang-orang Yahudi, atau kelompok siapa saja yang membahayakan kita. Tetapi siapa saja, kaum siapa saja yang tidak membahayakan kita apakah itu Yahudi atau bukan Yahudi, sikap kita harus sebaliknya. Orang-orang Yahudi yang tidak tinggal di benteng dan tidak membahayakan tidak diusir keluar Madinah. Ada sebuah contoh yang patut diteladani dari sikap RasuluLlah SAW. Firman Allah:
-- LQD KAN LKM FY RSWL ALLH ASWt hSNt LMN KAN YRJWA ALLH W ALYW ALAKHR W DZKR ALLH KTSYRA (S. S. AL AHZAB, 21), dibaca: laqad ka-na lakum fi- rasu-liLla-hi uswatun hasanatul limang ka-na yarjuLla-ha wal yawmal a-khira dzakaraLla-ha katsiyran (s. al ahza-b), artinya: Sesungguhnya telah ada dalam (diri) Rasulullah itu teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan menyebut Allah banyak-banyak (33:21).
Di sudut pasar Madinah seorang pengemis Yahudi buta hari demi hari apabila ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata "Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya". Namun setiap pagi Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad. Rasulullah SAW melakukannya hingga menjelang Rasulullah SAW wafat.
Setelah kewafatan Rasulullah tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari Abu Bakar R.A. berkunjung ke rumah anaknya St 'Aisyah R.ha. Beliau bertanya kepada anaknya, "Anakku adakah sunnah kekasihku (Muhammad) yang belum aku kerjakan?". St 'Aisyah R.ha menjawab pertanyaan ayahnya, "Wahai Ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah lakukan kecuali satu sunnah saja". "Apakah Itu?", tanya Abu Bakar R.A. "Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana", kata St 'Aisyah R.H.
Keesokan harinya Abu Bakar R.A. pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikannya kepada pengemis itu. Abu Bakar R.A. mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abu Bakar R.A. mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil berteriak, "siapakah kamu?". Abu Bakar R.A menjawab, "Aku orang yang biasa". "Bukan!, engkau bukan orang yang biasa mendatangiku", jawab si pengemis buta itu, "Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku dengan lembut", pengemis itu melanjutkan perkataannya. Abu Bakar R.A. tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, "Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu, aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW." Setelah pengemis itu mendengar cerita Abu Bakar R.A. ia pun ikut menangis, kemudian berkata, "Benarkah demikian?, selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia..." Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat dihadapan Abu Bakar R.A. WaLlahu a'lamu bishshawab.
*** Makassar, 11 Mei 2003
4 Mei 2003
[+/-] |
573. Permainan Ibu Guru |
Ibu Guru berjilbab rapi tampak bersemangat di depan kelas sedang mendidik murid-muridnya dalam pendidikan Syari'at Islam. Di tangan kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada penghapus. Ibu Guru berkata, "Saya punya permainan. Caranya begini, di tangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan ada penghapus. Jika saya angkat kapur ini, maka berserulah "Kapur!", jika saya angkat penghapus ini, maka berserulah "Penghapus!" Murid muridnya pun mengerti dan mengikuti. Ibu Guru mengangkat silih berganti antara tangan kanan dan tangan kirinya, kian lama kian cepat.
Beberapa saat kemudian sang guru kembali berkata, "Baik sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka berserulah "Penghapus!", jika saya angkat penghapus, maka katakanlah "Kapur!". Dan permainan diulang kembali. Maka pada mulanya murid-murid itu keliru dan kikuk, dan sangat sukar untuk mengubahnya. Namun lambat laun, mereka sudah biasa dan tidak lagi kikuk. Selang beberapa saat, permainan berhenti. Sang guru tersenyum kepada murid-muridnya.
"Anak-anak, begitulah ummat Islam. Sebermula kalian jelas dapat membedakan yang haq itu haq, yang bathil itu bathil. Namun kemudian, musuh musuh ummat Islam berupaya melalui berbagai cara, untuk menukarkan yang haq itu menjadi bathil, dan sebaliknya. Pertama-tama mungkin akan sukar bagi kalian menerima hal tersebut, tetapi karena terus disosialisasikan dengan cara-cara menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kalian terbiasa dengan hal itu. Dan kalian mulai dapat mengikutinya. Musuh-musuh kalian tidak pernah berhenti membalik dan menukar nilai dan etika."
"Keluar berduaan, berkasih-kasihan tidak lagi sesuatu yang pelik, zina tidak lagi jadi persoalan, pakaian seksi menjadi hal yang lumrah, sex sebelum nikah menjadi suatu hiburan dan trend, materialistik kini menjadi suatu gaya hidup, korupsi menjadi kebanggaan dan lain lain. Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disedari, kalian sedikit demi sedikit menerimanya. Paham?" tanya Guru kepada murid-muridnya. "Paham Bu Guru"
"Baik permainan kedua," Ibu Guru melanjutkan. "Bu Guru ada Qur'an, Bu Guru akan meletakkannya di tengah karpet. Quran itu "dijaga" sekelilingnya oleh ummat yang dimisalkan karpet. Sekarang anak-anak berdiri di luar karpet. Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Qur'an yang ada di tengah dan ditukar dengan buku lain, tanpa memijak karpet?" Murid-muridnya berpikir. Ada yang mencoba alternatif dengan tongkat, dan lain-lain, tetapi tak ada yang berhasil.
Akhirnya Sang Guru memberikan jalan keluar, digulungnya karpet, dan ia ambil Qur'an ditukarnya dengan buku filsafat materialisme. Ia memenuhi syarat, tidak memijak karpet. "Murid-murid, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya. Musuh-musuh Islam tidak akan memijak-mijak kalian dengan terang-terangan. Karena tentu kalian akan menolaknya mentah mentah. Orang biasapun tak akan rela kalau Islam dihina dihadapan mereka. Tetapi mereka akan menggulung kalian perlahan-lahan dari pinggir, sehingga kalian tidak sadar. Jika seseorang ingin membuat rumah yang kuat, maka dibina pundasi yang kuat. Begitulah ummat Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau pundasinya dahulu. Lebih mudah hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dahulu, kursi dipindahkan dahulu, lemari dikeluarkan dahulu satu persatu, baru rumah dihancurkan..."
"Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kalian. Mereka tidak akan menghantam terang-terangan, tetapi ia akan perlahan-lahan meletihkan kalian. Mulai dari perangai, cara hidup, pakaian dan lain-lain, sehingga meskipun kalian itu Muslim, tetapi kalian telah meninggalkan Syari'at Islam sedikit demi sedikit. Dan itulah yang mereka inginkan."
"Kenapa mereka tidak berani terang-terangan menginjak-injak Bu Guru?" tanya mereka. Sesungguhnya dahulu mereka terang-terang menyerang, misalnya Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain. Tetapi sekarang tidak lagi. Begitulah ummat Islam. Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sadar, akhirnya hancur. Tetapi kalau diserang serentak terang-terangan, baru mereka akan sadar, lalu mereka bangkit serentak. Selesailah pelajaran kita kali ini, dan mari kita berdo'a dahulu sebelum pulang..."
Matahari bersinar terik tatkala anak-anak itu keluar meninggalkan tempat belajar mereka dengan pikiran masing-masing di kepalanya.
***
Ini semua adalah fenomena Ghazwu lFikri (perang pemikiran). Dan inilah yang dijalankan oleh musuh musuh Islam. Allah berfirman: YRYDWN AN YTHFaWA NWR ALLH BAFWAHHM WYAaBY ALLH ALA AN YTM NWRH WLW KRH ALKAFRWN (S. ALTWBt, 32), dibaca: yuri-du-na ayyuthfiu- nu-raLlaahi biafwa-hihim waya'baLla-hu illa- ayyu'timma nu-rahu- walaw karihal ka-firu-n (s. attawbah), artinya: Mereka hendak memadamkan cayaha Allah dengan mulut-mulut mereka, sedang Allah tidak mau selain menyempurnakan cahayaNya, sekalipun orang-orang kafir itu benci akan hal itu (9:32).
Musuh-musuh Islam berupaya dengan kata-kata yang membius ummat Islam untuk merusak aqidah ummat umumnya, terkhusus generasi muda Muslim. Kata-kata membius itu disuntikkan sedikit demi sedikit melalui mas media, grafika dan elektronika, tulisan-tulisan dan talk show, hingga tak terasa. Maka tampak dari luar masih Muslim, padahal internal dalam jiwa ummat, terkhusus generasi muda sesungguhnya sudah ibarat poteng (tapai singkong, peuyeum). Maka rasakan dan pikirkanlah itu dan ingatlah bahwa dunia ini hanya persinggahan sementara, ingatlah akan Yawmu dDiyn, Hari Pengadilan. WaLlahu a'lamu bishshawab.
*** Makassar, 4 Mei 2003