Demi keotentikan, sebagai pertanggung-jawaban kepada Allah SWT, dalam kolom ini setiap ayat Al Quran ditransliterasikan huruf demi huruf. Bila pembaca merasa "terusik" dengan transliterasi ini, tolong dilampaui, langsung ke cara membacanya saja.
Pergumulan politik dalam kalangan elit, yaitu DPR = MPR vs Gus Dur, mencapai klimaksnya setelah kedua pihak masing-masing mengeluarkan senjata pamungkas SI vs dekrit, yang telah dimenangkan oleh SI. (DPR=MPR, maksudnya 700-500=200, tidak cukup signifikan untuk dapat membedakan DPR dengan MPR). Maka redalah pergumulan yang melelahkan bagi yang bergumul, yang membosankan bahkan memuakkan bagi "pemirsa". Diprediksi pergumulan yang telah mereda di tingkat elit juga akan berimbas ke bawah ke akar rumput, berhubungan luka dalam kalangan Nahdiyyin dapat terobati dengan terpilihnya Hamzah Haz menjadi Wapres.
Pengertian politik yang diadopsi dari barat hanya berorientasi kepada kekuasaan, yaitu macht vorming en macht aanwending (menyusun kekuasaan dan mengandalkan kekuasaan). Dengan demikian politik diberi predikat sebagai suatu najis yang penuh dengan tipu daya, makar dan kebohongan. Hingga akhirnya muncul seruan dari kaum sekuler agar agama yang suci harus dipisahkan dan dijauhkan sejauh-jauhnya dari politik yang kotor.
Oleh sebab itu ungkapan politik harus diluruskan oleh Syari'at Islam, artinya istilah politik itu diIslamkan, yaitu mengidentikkannya dengan siyasah. Selanjutnya kata politik yang telah diIslamkan dalam uraian ini dituliskan "politik". Adapun siyasah berakar dari sin, alif, sin, sa-sa, yasu-su. Kata siyasah digunakan untuk menerangkan tentang pengaturan urusan-urusan manusia, yang tercakup di dalamnya pemeliharaan (ri'ayah), perbaikan (ishlah), pelurusan (taqwim), pemberian arah (irsyad), dan pendidikan (ta'dib). Adapun pelaku yang melakukan pengaturan terhadap urusan-urusan manusia tersebut dinamakan siyasiyun ("politisi"). Rasulullah SAW menggunakan kata siyasah dalam sabda beliau:
-- "Adalah Bani Israil, mereka diurusi urusannya oleh para Nabi (TSWSHM ALANBYA@, tasusu humul anbiya). Ketika seorang Nabi wafat, Nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada Nabi setelahku, namun akan ada banyak para khalifah" (HR. Bukhari dan Muslim). Berdasarkan hal itu maka berkecimpung dalam bidang "politik" berarti memperhatikan kondisi ummat dengan cara menghilangkan kezaliman penguasa dan melenyapkan kejahatan atas kemanusiaan.
***
Dengan pemahaman "politik" = siyasah itu dipesankanlah kepada para pemangku negeri ini baik eksekutif maupun legislatif. Hai para pemangku negeri yang diberi amanah, ingatlah bahwa tuan-tuan dan puan-puan itu bukan hanya bertanggung-jawab kepada rakyat, akan tetapi, dan ini yang terpenting bagi yang beriman, antum juga sungguh-sungguh bertanggung jawab kepada Allah SWT di YWM ALDYN (yamud di-n, Hari Pengadilan) kelak. Oleh karena itu ber-"politik"lah dalam pengertian seperti disebutkan di atas, yaitu menyangkut: pemeliharaan (ri'ayah), perbaikan (ishlah), pelurusan (taqwim), pemberian arah (irsyad), dan pendidikan (ta'dib). Sungguh suatu pengamalaman pahit bertikai politik dalam kamusnya orang barat, bergumul, berlaga, bersilang-sengketa demi kekuasaan belaka.
Secara formal tentu berbeda antara Presiden Megawati dengan Ketua Umum PDIP Megawati. Namun secara hakiki (esensial) dan nafsani (psikologis) kedua perbedaan yang formal itu menyatu dalam diri Megawati. Maka Presiden Megawati harus menebus track record Ketua Umum PDIP Megawati yang "jelek" terhadap ummat Islam, dengan mengikis kebanyakan calon-calon anggota DPR dari kalangan orang-orang Muslim menjelang Pemilu ybl. Track record yang jelek itu "bersemi" dalam qalbu ummat Islam yang mempunyai harga-diri ibarat api dalam sekam. Api dalam sekam ini adalah hutang Megawati terhadap ummat Islam. Utang ini dapat dibayar dengan tindakan nyata Presiden Megawati dengan cara sesegera mungkin menanda-tangani UU Nanggroe Aceh Darussalam yang disahkan dalam Sidang Paripurna DPR yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR-RI Soetardjo Surjoguritno, pada hari Kamis, 19 Juli 2001 yang baru lalu. Kemudian Presiden Megawati melakukan pendekatan "politik" terhadap rakyat Aceh yang bermukim dalam rumah khusus itu, yaitu memerintahkan semua militer non-organik meninggalkan Aceh.
Firman Allah SWT:
-- WAMRHM SYWRY BYNHM (S.AL SYWRY, 38), dibaca: wa amruhum syu-ra- baynahum (s. sy syu-ra-), artinya: dan urusan mereka dimusyawarakan di antara mereka (42:38). Dalam konteks Aceh, hum (mereka) dalam ayat (42:38) berma'na orang-orang Aceh. Maka biarkanlah pendekatan "politik" itu dilaksanakan sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah Aceh dalam menyelesaikan masalah GAM. UU Nanggroe Aceh Darussalam mempunyai visi prinsipiel yang sama dengan GAM, yaitu pelaksanaan Syari'at Islam di Aceh. Keinginan GAM untuk melepaskan diri dari NKRI dipicu oleh emosi tidak mempercayai janji-janji pemerintah pusat sejak Orla sampai kepada Orba. Insya Allah dengan menarik militer non-organik dari Aceh dan menyerahkan urusan masalah GAM kepada Pemda Aceh, lambat-laun emosi atau "semangat" separatis itu akan pudar, GAM mundur selangkah dan bersedia bergabung dengan NKRI kembali, sebagai misalnya menjadi kesatuan Polri.
Akan halnya pesan kepada DPR singkat saja. DPR harus segera membayar hutangnya kepada rakyat yang diwakilinya. Hutang DPR itu banyak sekali, sejumlah di atas 100 buah RUU yang menumpuk belum tersentuh, sentuhlah menurut skala prioritas. Dan prioritas nomor satu ialah RUU anti korupsi dengan Pembuktian Terbalik, hasil karya Allahu yarham Baharuddin Lopa. Pembuktian terbalik itu sangat perlu untuk efektivitas pemberantasan KKN oleh Pemerintah. Pemberantasan KKN yang efektif dan tuntas, yaitu salah satu amanat reformasi. WaLla-hu a'lamu bishshawa-b.
*** Makassar, 29 Juli 2001
29 Juli 2001
[+/-] |
485. Pesan-Pesan untuk Eksekutif dan Legislatif |
22 Juli 2001
[+/-] |
484. Melawan HIV/AIDS dengan Penegakan Syari'at Islam |
Demi keotentikan, sebagai pertanggung-jawaban kepada Allah SWT, dalam kolom ini setiap ayat Al Quran ditransliterasikan huruf demi huruf. Bila pembaca merasa "terusik" dengan transliterasi ini, tolong dilampaui, langsung ke cara membacanya saja.
Harian Jomhuri ye Eslami memberitakan sebanyak 12 orang laki-laki, yang dipersalahkan melakukan pelanggaran seksual berencana dan mabuk-mabukan, dieksekusi pada 15 Juli 2001. Eksekusi itu berupa cambukan dilaksanakan secara terbuka di muka umum di ibu kota Iran, Teheran bagian tenggara. 27 November 1999, tepat terik matahari di ubun-ubun, bertempat di lapangan volli Desa Mata Ie, Blang Pidie Aceh Selatan, seorang pemuda yang berumur 25 tahun bernama Zulkarnaen alias Ogut, menjalani hukuman cambuk 100 kali, yang diputuskan oleh Qadhi dalam sidang pengadilan yang dihadiri oleh para ulama dan pemuka masyarakat. Ogut terbukti telah melakukan pidana perzinaan dengan Kurniawati di Desa Mata Ie, dikuatkan oleh pengakuan kedua anak Adam itu, disaksikan oleh 4 orang dan bukti material Kurniawati telah mengandung 4 bulan. Dengan "Basmalah" dan ucapan "Allahu Akbar", 10 orang eksekutor masing-masing melecutkan cemeti sebesar ibu jari, dengan lengan tetap merapat diketiak sewaktu mengayunkan cambuk ke tubuh Ogut mulai dari bahu sampai ke kaki. Eksekusi itu dilaksanakan secara terbuka di depan masyarakat Desa Mata Ie. Akan halnya dengan Kurniawati eksekusi ditunda berhubung telah hamil 4 bulan, yakni eksekusi baru akan dilaksanakan insya-Allah hingga bayinya yang akan lahir kelak berumur 2 tahun.
Firman Allah SWT:
-- ALZANYT WALZANY FAJLDWA KL WAHD MNHMA MA@T JLDT (S. ALNWR, 2), dibaca: Azza-niyatu wazza-ni- fajlidu- kullu wa-hidim minhuma- miata jaldah (s. Annu-r), artinya: Pezina perempuan dan pezina laki-laki setiap orang dari keduanya mendapatkan dera seratus cambukan (24:2). Sanksi dera 100 kali cambukan itu bagi ghayru muhsan (belum nikah). Sedangkan bagi pezina yang muhsan (sudah nikah), mendapatkan sanksi dirajam sampai mati sesuai dengan Hadits yang disepakati atasnya (muttafaqun 'alaih), tentang orang Arab pegunungan yang melaporkan kepada Nabi Muhammad saw berkaitan anak laki-lakinya yang masih lajang berzina dengan istri majikan anaknya. Nabi Muhammad SAW memberikan sanksi atas anak laki-laki pelapor itu didera 100 kali cambukan dan diasingkan selama setahun. Sedangkan istri majikan anaknya tersebut dirajam sampai mati.
***
Demikianlah secara de fakto penerapan hukum menurut Syari'at Islam telah diberlakukan di Aceh, seperti eksekusi atas Ogut di Desa Mata Ie tersebut. Dan alhamduliLlah de fakto tersebut telah menjadi de jure, yaitu RUU Nanggroe Aceh Darusslam (NAD) telah disahkan menjadi UU NAD oleh DPR-RI dalam Sidang Paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR-RI Soetardjo Surjoguritno, pada hari Kamis, 19 Juli 2001.
Dengan disahkannya RUU NAD menjadi UU, maka sudah tertolak apa yang disikapkan oleh PDIP melalui mulut Sutjipto, bahwa penerapan hukum menurut Syari'at Islam di Aceh itu bertentangan dengan hukum secara nasional. Sebenarnya tanpa melihat pada kenyataan disahkannya RUU NAD menjadi UU, hukum nasional tidaklah bertentangan dengan Syari’at Islam. Cukup mengacu pada Bab XI mengenai agama, pasal 29 ayat dua yang berbunyi: Negara menjamin kemerdekaan penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Sanksi dera 100 kali cambukan dan rajam termasuk dalam hal: "beribadat menurut agamanya". Demikian pula tertolak juga pendapat pengamat politik muda kita Andi Alfian Mallarangeng, yang tidak setuju dengan pemberlakuan Syari’at Islam di Aceh, dengan alasan nanti provinsi lain ikut-ikutan pula. Bahkan justru sebaliknya, dengan disahkannya RUU NAD menjadi UU, makin terbuka lebar pintu “Rumah Politik” yang sementara diperjuangkan oleh Komite Persiapan Penegakan Syari’at Islam Sulawesi Selatan. Rumah Politik termaksud ialah Otonomi Khusus Sulawesi Selatan dengan ciri khusus Syari’at Islam.
Islam adalah untuk keselamatan ummat manusia dunia akhirat. Menyangkut salah satu aspek keselamatan dunia, dengan sanksi dera 100 kali cambukan dan rajam secara terbuka di depan umum, niscaya menjadikan orang-orang akan ngeri mengadakan hubungan seksual secara liar. Alhasil itulah cara paling efektif melawan penyebaran HIV/AIDS tanpa mengeluarkan dana. WaLla-hu a'lamu bishshawa-b.
*** Makassar, 22 Juli 2001
15 Juli 2001
[+/-] |
483. Buaya Putih Lima Jari |
Demi keotentikan, sebagai pertanggung-jawaban kepada Allah SWT, dalam kolom ini setiap ayat Al Quran ditranslitrasikan huruf demi huruf. Bila pembaca merasa "terusik" dengan transliterasi ini, tolong dilampaui, langsung ke cara membacanya saja.
Sebenarnya buaya putih lima jari ini telah disinggung 9 tahun yang lalu yaitu dalam Seri 027, 3 Mei 1992 dengan judul Tahyul Klasik dan Tahyul Kontemporer. Yaitu tahyul klasik yang masih mekar di Sulawesi Selatan ini tentang ibu yang melahirkan anak kembar manusia dengan buaya putih lima jari. Serta tahyul modern yang juga mekar dalam kalangan orang-orang yang berpikiran "modern" yang disebut: science fiction. Pada hakekatnya fiksi sains itu tidak lain dari "tahyul yang dibungkus oleh kemasan penampilan sains". Tahyul buaya putih ini dipaksakan naik pentas lagi dalam kolom ini setelah 9 tahun berselang, disebabkan oleh deringan telepon yang saya terima menanyakan bagaimana manusia beranak buaya menurut Wahyu dan Akal - Iman dan Ilmu. Hal ini sehubungan dengan baru-baru ini di S. Tallo', seekor buaya putih lima jari mengunjungi "saudara kembarnya" di rumah kecil di pinggir sungai. Buaya putih itu dalam keadaan sangat lemah dan mati di rumah "saudara kembarnya", memacetkan lalu lintas di jembatan Tallo', disebabkan oleh banyaknya orang yang tumpah ruah ingin menyaksikan buaya putih lima jari itu.
***
Perihal manusia melahirkan buaya disorot dari segi Wahyu dan Akal - Iman dan Ilmu, elok kiranya dimulai dengan mengangkat sedikit dari bagian Seri 027. Yaitu dialog kecil-kecilan pada 6 April 1992 (sehari setelah 'Iydul Ftihri), bertempat di rumah keluarga di Benteng, Selayar. AN RBK F'AAL LMA YRYD (S. S.HWD, 107), dibaca: inna rabbaka fa''a-lul lima- yuri-d (s.hu-d), artinya: Sesungguhnya Maha Pengaturmu berbuat apa Yang dikehendakiNya (11:107). Salah seorang peserta diskusi mengutip ayat (11:107) tersebut. Serta-merta yang mengucapkan ayat itu disanggah oleh kemanakannya sendiri: "Orang beranak buaya? Tidak masuk akal, karena tidak ada dalam Al Quran." Sang paman menimpali: "Jadi kau anggap paman pembohong? Saya melihat dengan mata kepala sendiri dukun beranak memperlihatkan kepada semua yang hadir di dalam rumah seorang ibu yang baru saja melahirkan bayinya berkembar buaya".
Menarik betul soal jawab antara paman dengan kemanakan ini. Sang paman mengemukakan apa yang terjadi di lapangan ibu yang melahirkan buaya (baca: empirik) yang kemudian ia kuatkan dunia empirik itu dengan ayat: fa''a-lul lima- yuri-d. Sedangkan sang kemanakan berpendirian bahwa hal aneh orang beranak buaya itu tidak masuk akal karena tidak ada dalam Al Quran. Keteguhan iman sang kemanakan ini hebat juga: "Semua hal aneh yang tidak ada dalam Al Quran, itu tidak masuk akal."
Memang Allah SWT berbuat sekehendakNya, karena Allah Maha Kuasa. Allah SWT sebagai RB AL'ALMYN (dibaca: rabbul 'a-lami-n), Maha Pengatur alam semesta, adalam Maha Pencipta Peraturan yang disebut dengan "Aturan Allah" (TQDR ALLH, taqdiruLlah), atau "Urusan Allah" (AMR ALLH, amruLlah), atau "Ketetapan Yang Maha Perkasa, Maha Mengetahui (TQDYR AZYZ AL'ALYM, taqdi-rul 'azi-zil 'ali-m). Ada Aturan Allah yang ditanam di alam semesta, yang disebut dalam istilah sekulernya: "hukum alam". Aturan Allah yang ditanam di alam semesta berproses secara sinambung, terbuka untuk semua orang di segala tempat dan di setiap waktu, jadi dapat dipelajari oleh manusia, sehingga melahirkan output yang disebut dengan ilmu pengetahuan alam (science, sains). Ada pula Aturan Allah yang tidak ditanam di alam semesta. Hanya muncul sewaktu-waktu yang biasanya erat hubungannya dengan mu'jizat seorang Nabi, seperti umur Nabi Nuh AS 950 tahun, tongkat Nabi Musa AS membelah Laut Merah, Nabi 'Isa AS dilahirkan tanpa ayah (tanpa proses pembuahan biologis), Isra'-Mi'raj Nabi Muhammad SAW. Aturan Allah yang tidak ditanam ini tidak mungkin dapat dipelajari, karena prosesnya tidak sinambung, hanya terjadi sekali saja, sehingga tidak dapat dikaji oleh sains. Demikian pula Aturan Allah yang tidak ditanam ini, hanya dapat diterima akal oleh orang-orang yang beriman, jika disebutkan dalam Al Quran.
Oleh sebab itu menyangkut manusia yang beranak buaya, kita harus bertanya kepada sains, ilmu yang memperlajari Aturan Allah yang ditanam di alam semsesta, dan bertanya apakah itu Aturan Allah yang tidak ditanam di alam semesta. Menyangkut yang pertama, manusia beranak buaya adalah "hil" yang mustahil, karena dilihat dari ilmu genetika, gen manusia tidak sama dengan gen buaya. Menyangkut yang kedua, manusia beranak budaya adalah tahyul dan khurafat, karena tidak ada dalam Al Quran manusia beranak buaya.
Yang terakhir bagaimana dengan pengalaman empirik dari sang paman yang melihat dengan mata kepalanya sendiri dukun beranak memperlihatkan kepada semua yang hadir di dalam rumah seorang ibu yang baru saja melahirkan bayinya berkembar buaya? Ini dapat dijawab dengan pertanyaan pula: "Pernahkah ada dilaporkan dalam berita acara kelahiran dalam rumah sakit ataupun klinik bersalin manusia melahirkan buaya? Jangan kira merekayasa hanya dapat dilakukan oleh elit-elit politik, tetapi dukun beranakpun dapat juga merekayasa dengan teknik yang dapat mengelabui orang-orang seperti sang paman dan semua yang hadir di dalam rumah seorang ibu yang baru saja melahirkan bayinya itu? Lalu untuk apa rekayasa itu? Jawabnya untuk sasaran antara sensasi dan sasaran akhir do it. Demikian pula halnya buaya putih lima jari yang sudah mati itu "direka-yasa" sebagai "saudara kembar" pemilik rumah kecil di pinggir sungai Tallo' itu. WaL'la-hu a'lamu bishshawa-b.
*** Makassar, 15 Juli 2001
8 Juli 2001
[+/-] |
482. Isyarat Allah |
Demi keotentikan, sebagai pertanggung-jawaban kepada Allah SWT, dalam kolom ini setiap ayat Al Quran ditranslitrasikan huruf demi huruf. Bila pembaca merasa "terusik" dengan transliterasi ini, tolong dilampaui, langsung ke cara membacanya saja.
-- Firman Allah SWT: WBSYR ALSHABRYN . ALDZYN ADZA ASHABTHM MSHYBT QALWA ANA LLH WANA ALYH RJ'UWN (S. ALBQRT, 155-156), dibaca: Wabasysyirish sha-biri-n. Alladzi-na idza- asha-bathum mushi-batun qa-lu- inna- lilla-hi wainna- ilayhi ra-ji'u-n (s. albaqarah), artinya: Gembirakanlah orang-orang yang sabar. Yaitu mereka yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata sesungguhnya kita kepunyaan Allah dan sesungguhnya kita akan kembali kepadaNya (2:155-156).
Bangsa Indonesia yang telah menderita multi krisis, tiba-tiba ditimpa lagi musibah dengan berpulangnya ke rahmatuLlah Allahu yarham Prof.DR H. Baharuddin Lopa,SH. Allah SWT telah mencabut secercah harapan Presiden Abdurrahman Wahid untuk dapat meningkatkan kinerja pemerintahannya memberantas KKN. Menurut sahabat saya Prof.A.Muis dalam kolomnya hari Kamis tgl 5 Juli 2001, kepergian Prof. DR H. Baharuddin Lopa,SH buat selama-lamanya seolah isyarat dari Allah SWT, bahwa orang yang bersih khususnya dalam bidang hukum, politik dan sosial budaya "tidak diperbolehkan" turut mengelola pemerintah RI ini. Boleh jadi pula menurut hemat pengasuh kolom ini, berpulangnya ke rahmatuLlah Allahu yarham Prof.DR H. Baharuddin Lopa,SH merupakan isyarat Allah SWT terhadap sikap Gus Dur memprotes Allah SWT, beberapa hari sebelum almarhum dipanggil menghadap kehadiratNya.
Bolehkah manusia memprotes Allah SWT? Firman Allah:
-- WADZQAL RBK LLML@KT ANY JA'AL FY ALARDH KHLFT QALWA ATJ'AL FYHA MN YFSHD FYHA WYSFK ALDMA@ WNHN NSBH BHMDK WNQDSLK QAL ANY A'ALM MALA T'ALMWN (S. ALBAQARAT, 30), dibaca: Waidzqa-la rabbuka lilmala-ikati inni- ja'ilum fil ardhi khali-fatan qa-lu- ataj'alu fi-ha may yufsidu fi-ha- wayasfiqud dima-a wanahnu nusabbohu bihamdika wanuqaddisulaka qa-la inni- a'lamu ma-la- ta'malu-n (s. albaqarah), artinya: Ingatlah tatkala Maha Pemeliharamu berkata kepada malaikat: sesungguhnya akan Kujadikan khalifah di bumi, berkata (malaikat): apakah Engkau jadikan di atasnya yang akan merusak dan menumpahkan darah di atasnya, padahal kami (malaikat) tasbih, memuji dan mengquduskanMu, berkata (Allah): sesungguhnya Aku ketahui apa yang kamu tidak ketahui (2:30).
Boleh jadi Gus Dur berpendapat bahwa sedangkan malaikat yang mulia tanpa dosa boleh memprotes Allah, apapula (let alone, wattemeer) dirinya hanyalah seorang manusia biasa yang tidak suci dari dosa. Kalau kepada malaikat Allah SWT langsung berkata: "Aku ketahui apa yang kamu tidak ketahui", maka kepada Gus Dur yang manusia biasa, Allah SWT cukup dengan mmberikan isyarat memanggil pulang hambaNya yang dikasihiNya itu.
Maka terpulang kepada Gus Dur apakah akan bersikap seperti malaikat dalam merespons isyarat Allah SWT dengan sikap:
-- SBHNK LA 'ALM LNA (S. ALBQRT, 32), dibaca: subha-naka la- 'ilma lana- (s. albaqarah), artinya: Mahasuci Engkau, tiadalah ilmu bagi kami (2:32). Alangkah baiknya bagi Gus Dur jika secepatnya menunjuk pengganti Allahu yarham Prof.DR H. Baharuddin Lopa,SH, eloknya dengan kriteria dari kalangan kampus, track recordnya yang tidak suram, seperti misalnya Prof.DR Ahmad Ali,SH atau DR Laica Marzuki,SH, yang tentu saja dengan kriteria tambahan “berani” naik kapal yang sudah oleng ditimpa badai politik, seperti sikap almarhum. Dalam riwayat Syaikh Yusuf Tuanta Salamaka disebutkan Datoka ri Pa'gentungan dengan gesit menyulut rokok pada kilat (attunu kaluru' ri kila' ta’bebea). Ini untuk meningkatkan kinerja pemerintahan Gus Dur dalam beberapa minggu membakar rokok (baca: memberantas KKN), amanah utama dari reformasi.
Wa 'ala- kulli hal, elok kiranya jika Gus Dur berani menghadapi forum SI dengan memberikan laporan pertanggung-jawaban, seperti yang diagendakan oleh MPR. Boleh jadi dengan demikian "kapal" Gus Dur dapat menembus badai politik, waLla-hu a'lamu bishshawa-b.
*** Makassar, 8 Juli 2001
1 Juli 2001
[+/-] |
481. Sesuai Dengan Prosedur? dan Sudah Dianggarkan dalam APBN? |
Sikap panglima TNI, Widodo, dan Kapuspen TNI, Graito, yang dalam pernyataan keduanya melalui media elektronika, yang bernuansa menutup-nutupi kebengisan Yon Gab terhadap pasien dan perawat di poliklinik Laskar Jihad Kebun Cengkeh Ambon dalam Tragedi Berdarah 14 Juni 2001, menunjukkan bahwa Widodo dan Graito berupaya menegakkan benang basah. Di manapun di dalam dunia beradab sikap "tegas" (seperti yang diucapkan oleh petinggi TNI tersebut) sama sekali tidak berarti menyiksa serta membunuh pasien dan perawat medis, bahkan terhadap negara lawan sekalipun. Dalam kondisi perang, apa pula kalau hanya dalam daerah Tertib Sipil belaka, sarana dan tenaga medis tidak boleh diserang. Itu bukan "ketegasan" melainkan kejahatan perang, artinya pelanggaran HAM. Sudah menjadi kesepakatan internasional dalam dunia beradab bahwa sarana serta tenaga medis dan paramedis wajib dihormati dan dilindungi.
Lagi pula dalam Tragedi Berdarah 14 Juni 2001, Yon Gab yang dikomandoi Mayor Ricky Samuel ini, diketahui juga telah menggunakan senjata pemusnah berat dalam operasinya. Mortir M-81 yang seharusnya digunakan dalam perang antar negara dan antar zona militer telah diluncurkan Yon Gab dari Karang Panjang ke arah komunitas Muslim Ahuru, Kamis 14 Juni 2991 yang lalu. Tercatat 5 buah peluru mortir yang diluncurkan, 3 buah yang meledak, namun ketiganya tidak mengenai sasaran, yang 2 buah lainnya tidak meledak. Seorang anggota Yon Gab yang saat itu mengoperasikan mortir, wajahnya mengalami luka bakar akibat kena semburan mesiu pelontar saat diluncurkan. Sampai kini, oknum TNI tersebut tengah dirawat di Rumah Sakit Tentara (RST) Kota Ambon. Penggunaan M-81 ini jelas merupakan pelanggaran besar dalam operasi Yon Gab di Maluku.
Alhasil pernyataan bahwa Yon Gab telah "bertindak sesuai prosedur", jelas merupakan kebohongan besar, kecuali jika menyiksa serta membunuh pasien dan perawat medis, beserta penggunaan M-81 termasuk dalam protap Yon Gab.
***
Konon, Prof Selo Soemardjan pernah bertanya kepada salah seorang anggota DPR apa pendapat anggota yang terhormat itu tentang perihal pembagian mesin cuci yang berharga enam juta rupiah itu. "Tidak ada masalah, karena itu sudah dianggarkan dalam APBN". Mudah-mudahan tidak semua anggota DPR berpikir seperti itu, menerima mesin cuci itu dengan alasan klise: "Pembagian mesin cuci itu sudah sesuai dengan prosedur." Ada bahayanya membiasakan diri berpikir segi prosedur saja, terutama bagi lapisan petinggi (elit). Mengapa? Karena dapat menjerumuskan menjadi "malas" berpikir substansial. Contohnya mesin cuci itu. Kalau anggota DPR yang ditanyai Pak Selo itu mau berpikir substansial tentang kepedulian sosial, kepedulian terhadap rakyat miskin yang diwakilinya, maka ia tidak akan menjawab seperti kalimat klise: "sudah sesuai dengan prosedur". Ia akan bersikap sebagai sikapnya 'Umar ibn al-Khaththab RA yang berpikir substansial, seperti yang ditimba dari "Târîkh ath-Thabarî” yang di bawah ini.
***
Tatkala 'Umar ibn al-Khaththab RA diangkat menjadi Khalifah, ditetapkanlah baginya tunjangan sebagaimana yang pernah diberikan kepada Khalifah Abû Bakar RA. Pada suatu saat, harga-harga barang di pasar mulai merangkak naik. Tokoh-tokoh Muhajirin seperti 'Utsman ibn Affan, 'Alî ibn Abi Thalib, Thalhah, dan Zubair R. 'Anhum bersepakat bahwa: "Alangkah baiknya jika diusulkan kepada Khalifah agar tunjangan hidup untuk beliau dinaikkan. Jika Khalifah menerima usulan ini, maka tunjangan hidup beliau akan dinaikkan."
Setelah itu, mereka berangkat menuju rumah 'Umar. Namun, 'Utsman menyela seraya berkata, "Sebaiknya usulan kita ini jangan langsung disampaikan kepada 'Umar. Lebih baik kita memberi isyarat lebih dulu melalui puteri beliau, Hafshah. Sebab, saya khawatir, 'Umar akan murka kepada kita." Ketika Hafshah menanyakan hal itu kepada 'Umar, beliau murka seraya berkata, "Man 'allamaki hadzal fiqh, ya Hafsah, siapa yang mengajari engkau aturan ini hai Hafsah?" Setelah berdialog, Khalifah menyampaikan kata akhir: "Hafshah, katakanlah kepada mereka, bahwa Rasulullah SAW selalu hidup sederhana. Kelebihan hartanya selalu beliau bagikan kepada mereka yang berhak. Oleh karena itu, akupun akan mengikuti jejak beliau."
***
Kita tidak akan menuntut kepada para petinggi politik itu "kualitas" kepedulian atas rakyat seperti Khalifah 'Umar itu, melainkan cukup dengan mengalihkan anggaran mesin cuci dan tunjangan komunikasi intensif itu untuk menambah jumlah subsidi kepada rakyat yang membutuhkannya. Boleh jadi di mata para anggota DPR yang terhormat itu jumlah 500 x harga mesin cuci ditambah tunjangan komunikasi intensif tidak seberapa, namun di mata rakyat miskin yang membutuhkannya jumlah itu cukup banyak. Lagi pula nilai immaterialnya, itulah yang terpenting. Sebab salah-salah akan masuk dalam golongan pendusta agama, seperti Firman Allah SWT (demi keotentikan transliterasi huruf demi huruf):
-- AR^YT ALDZY YKDZB BALDYN. FDZLK ALDZY YD'A ALYTYM. WLA YHDH 'ALY T'AAM ALMSKYN (S. ALMA'AWN, 1-3), dibaca: Ara.aytal ladzi- yukadzdzibu bid di-ni. Fadza-likal ladzi- yadu''ul yati-ma. Wala- yahudhdhu 'ala- tha'a-mil miski-ni (s. alma-'u-n), artinya: Apakah engkau tahu orang yang mendustakan agama? Yaitu orang yang mengusir anak yatim. Dan tiada perduli memberi makan orang miskin (107:1-3). Walla-hu a'lamu bisshawa-b
*** Makassar, 1 Juli 2001