29 Juli 2001

485. Pesan-Pesan untuk Eksekutif dan Legislatif

Demi keotentikan, sebagai pertanggung-jawaban kepada Allah SWT, dalam kolom ini setiap ayat Al Quran ditransliterasikan huruf demi huruf. Bila pembaca merasa "terusik" dengan transliterasi ini, tolong dilampaui, langsung ke cara membacanya saja.

Pergumulan politik dalam kalangan elit, yaitu DPR = MPR vs Gus Dur, mencapai klimaksnya setelah kedua pihak masing-masing mengeluarkan senjata pamungkas SI vs dekrit, yang telah dimenangkan oleh SI. (DPR=MPR, maksudnya 700-500=200, tidak cukup signifikan untuk dapat membedakan DPR dengan MPR). Maka redalah pergumulan yang melelahkan bagi yang bergumul, yang membosankan bahkan memuakkan bagi "pemirsa". Diprediksi pergumulan yang telah mereda di tingkat elit juga akan berimbas ke bawah ke akar rumput, berhubungan luka dalam kalangan Nahdiyyin dapat terobati dengan terpilihnya Hamzah Haz menjadi Wapres.

Pengertian politik yang diadopsi dari barat hanya berorientasi kepada kekuasaan, yaitu macht vorming en macht aanwending (menyusun kekuasaan dan mengandalkan kekuasaan). Dengan demikian politik diberi predikat sebagai suatu najis yang penuh dengan tipu daya, makar dan kebohongan. Hingga akhirnya muncul seruan dari kaum sekuler agar agama yang suci harus dipisahkan dan dijauhkan sejauh-jauhnya dari politik yang kotor.

Oleh sebab itu ungkapan politik harus diluruskan oleh Syari'at Islam, artinya istilah politik itu diIslamkan, yaitu mengidentikkannya dengan siyasah. Selanjutnya kata politik yang telah diIslamkan dalam uraian ini dituliskan "politik". Adapun siyasah berakar dari sin, alif, sin, sa-sa, yasu-su. Kata siyasah digunakan untuk menerangkan tentang pengaturan urusan-urusan manusia, yang tercakup di dalamnya pemeliharaan (ri'ayah), perbaikan (ishlah), pelurusan (taqwim), pemberian arah (irsyad), dan pendidikan (ta'dib). Adapun pelaku yang melakukan pengaturan terhadap urusan-urusan manusia tersebut dinamakan siyasiyun ("politisi"). Rasulullah SAW menggunakan kata siyasah dalam sabda beliau:
-- "Adalah Bani Israil, mereka diurusi urusannya oleh para Nabi (TSWSHM ALANBYA@, tasusu humul anbiya). Ketika seorang Nabi wafat, Nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada Nabi setelahku, namun akan ada banyak para khalifah" (HR. Bukhari dan Muslim). Berdasarkan hal itu maka berkecimpung dalam bidang "politik" berarti memperhatikan kondisi ummat dengan cara menghilangkan kezaliman penguasa dan melenyapkan kejahatan atas kemanusiaan.

***

Dengan pemahaman "politik" = siyasah itu dipesankanlah kepada para pemangku negeri ini baik eksekutif maupun legislatif. Hai para pemangku negeri yang diberi amanah, ingatlah bahwa tuan-tuan dan puan-puan itu bukan hanya bertanggung-jawab kepada rakyat, akan tetapi, dan ini yang terpenting bagi yang beriman, antum juga sungguh-sungguh bertanggung jawab kepada Allah SWT di YWM ALDYN (yamud di-n, Hari Pengadilan) kelak. Oleh karena itu ber-"politik"lah dalam pengertian seperti disebutkan di atas, yaitu menyangkut: pemeliharaan (ri'ayah), perbaikan (ishlah), pelurusan (taqwim), pemberian arah (irsyad), dan pendidikan (ta'dib). Sungguh suatu pengamalaman pahit bertikai politik dalam kamusnya orang barat, bergumul, berlaga, bersilang-sengketa demi kekuasaan belaka.

Secara formal tentu berbeda antara Presiden Megawati dengan Ketua Umum PDIP Megawati. Namun secara hakiki (esensial) dan nafsani (psikologis) kedua perbedaan yang formal itu menyatu dalam diri Megawati. Maka Presiden Megawati harus menebus track record Ketua Umum PDIP Megawati yang "jelek" terhadap ummat Islam, dengan mengikis kebanyakan calon-calon anggota DPR dari kalangan orang-orang Muslim menjelang Pemilu ybl. Track record yang jelek itu "bersemi" dalam qalbu ummat Islam yang mempunyai harga-diri ibarat api dalam sekam. Api dalam sekam ini adalah hutang Megawati terhadap ummat Islam. Utang ini dapat dibayar dengan tindakan nyata Presiden Megawati dengan cara sesegera mungkin menanda-tangani UU Nanggroe Aceh Darussalam yang disahkan dalam Sidang Paripurna DPR yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR-RI Soetardjo Surjoguritno, pada hari Kamis, 19 Juli 2001 yang baru lalu. Kemudian Presiden Megawati melakukan pendekatan "politik" terhadap rakyat Aceh yang bermukim dalam rumah khusus itu, yaitu memerintahkan semua militer non-organik meninggalkan Aceh.

Firman Allah SWT:
-- WAMRHM SYWRY BYNHM (S.AL SYWRY, 38), dibaca: wa amruhum syu-ra- baynahum (s. sy syu-ra-), artinya: dan urusan mereka dimusyawarakan di antara mereka (42:38). Dalam konteks Aceh, hum (mereka) dalam ayat (42:38) berma'na orang-orang Aceh. Maka biarkanlah pendekatan "politik" itu dilaksanakan sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah Aceh dalam menyelesaikan masalah GAM. UU Nanggroe Aceh Darussalam mempunyai visi prinsipiel yang sama dengan GAM, yaitu pelaksanaan Syari'at Islam di Aceh. Keinginan GAM untuk melepaskan diri dari NKRI dipicu oleh emosi tidak mempercayai janji-janji pemerintah pusat sejak Orla sampai kepada Orba. Insya Allah dengan menarik militer non-organik dari Aceh dan menyerahkan urusan masalah GAM kepada Pemda Aceh, lambat-laun emosi atau "semangat" separatis itu akan pudar, GAM mundur selangkah dan bersedia bergabung dengan NKRI kembali, sebagai misalnya menjadi kesatuan Polri.

Akan halnya pesan kepada DPR singkat saja. DPR harus segera membayar hutangnya kepada rakyat yang diwakilinya. Hutang DPR itu banyak sekali, sejumlah di atas 100 buah RUU yang menumpuk belum tersentuh, sentuhlah menurut skala prioritas. Dan prioritas nomor satu ialah RUU anti korupsi dengan Pembuktian Terbalik, hasil karya Allahu yarham Baharuddin Lopa. Pembuktian terbalik itu sangat perlu untuk efektivitas pemberantasan KKN oleh Pemerintah. Pemberantasan KKN yang efektif dan tuntas, yaitu salah satu amanat reformasi. WaLla-hu a'lamu bishshawa-b.

*** Makassar, 29 Juli 2001