-- WSKHL M'AH ALSJN FTYN QAL AhDHMA ANY ARNY A'ASHR KHMRA WQAL ALAKHR ANY ARNY AhML KYF RAaSY KHBZA TAaKL ALTHYR MNH NBaNA BTAaWYLH ANA NRAK MN AL MhSNYN O YSHAhB ALSJN AMA AhD KMA DYSQY RBH KHMRA WAMA ALAKHR FYSHLB FTAaKL ALTHYR MN RAaSH QDHY ALAMR ALDZY FYH TSTFTYN [S.YWSF, 36,41], dibaca:
-- wasakhala ma'ahus sijna fataya-ni qa-la ahaduhuma- inni- ara-ni- a'shiru khamran waqa-lal a-kharu inni- ara-n- ahmilu fawqa ra'si- khubzan ta'kuluth thayru minhu nabbi'na- bita'wi-lihi- inna- nara-ka minal muhsini-na o ya-sha-bis sijni amma- ahadukuma- fayasqi- rabbahu- khamran waammal a-kharu fayushlabu fata'kuluth thayru mir ra'sihi- qudhiyal amru alladzi- fi-hi tastaftiya-ni [s.yu-suf], artinya:
-- Bersama dia (Yusuf) telah masuk dua orang pemuda ke dalam penjara; berkata salah seorang di antara keduanya, kulihat dalam mimpiku saya memeras anggur; berkata pula yang lain, kulihat dalam mimpiku saya menjunjung roti di atas kepalaku, tiba-tiba roti itu dimakan burung; cobalah engkau kabarkan kepada kami takwilnya, sesungguhnya kami lihat engkau termasuk orang-orang baik o Hai dua orang sahabatku dalam penjara, adapun salah seorang di antara kamu berdua (akan keluar) lalu memberi minum arak kepada majikannya; adapun yang lain akan disalib lalu sebagian kepalanya dimakan burung; telah terjawablah soal yang kamu tanyakan kepadaku [12:36,41].
Dialog dalam penjara itu benar secara naqliyah (sumber informasinya dari wahyu). Wahyu tersebut memberikan petunjuk kepada kita bahwa cerita dalam penjara itu tidak berdiri sendiri. Ada kaitannya dengan dunia luar penjara, yakni Raja (bukan Fir'aun) Mesir bermimpi, dan tak seorangpun yang dapat mentakwilkan mimpi Raja Mesir itu. Maka teringatlah oleh pelayan minuman Raja itu akan temannya dalam penjara dahulu, yaitu Yusuf yang ahli dalam mentakwilkan mimpi.
***
Sekarang marilah kita bandingkan dengan sebuah kejadian dalam penjara di Genoa: Marco Polo was captured by Genoese and imprisoned for a year at Genoa (1290), where he dictated to a fellow prisoner the story of his travels, published under the title of "The Book of Marco Polo". Marco Polo ditangkap oleh orang Genoa dan dipenjarakan selama setahun dalam penjara di Genoa (1290), di mana ia mengimlakan (mendikte) kepada seorang lelaki terpidana, perihal cerita petualangannya, kemudian hasil imla itu dipublikasikan berjudul "Kitab Marco Polo".
Tidak ada sama sekali hubungan ke luar penjara dalam proses penulisan cerita petualangan Marco Polo itu. Tidak seperti halnya dengan emigram Muslim pra-Columbus, beberapa orang telah menulis tentang adanya emigran Muslim yang menyeberangi samudra yang gelap dan berkabut, termasuk tulisan/laporan Columbus sendiri bahwa pada hari Senin 21 Oktober 1492 sementara ia berlayar dekat Gibara pada bagian tenggara pantai Cuba, Columbus menyaksikan masjid di atas puncak bukit yang indah. [lihat Seri 627, berjudul "Muslimin dari Spanyol dan Afrika di Amerika Zaman Pra-Columbus"]. Di samping tulisan-tulisan di satu pihak, maka pekabaran tentang emigran Muslim pra-Columbus itu ditelusuri juga jejak-jejak historis yang ada di benua baru itu pula.
Dalam kasus Marco Polo ini hanya sendirian saja ia melahirkan "The Book of Marco Polo" di dalam penjara yang terasing dari dunia di luar penjara. Dan yang mencurigakan, Marco Polo sama sekali tidak bercerita tentang Tembok Besar Cina. Oleh sebab itu perlu ditelusuri negeri yang diceritakan oleh Marco Polo, yaitu negeri Cina, apakah ada disebutkan dalam Sejarah Cina adanya jejak Marco Polo itu.
***
Ilmu percetakan yang biasanya diajarkan dalam mata ajaran sejarah disekolah bahwa didapatkan oleh orang Jerman, tidak benar, itu suatu manipulasi. Bukanlah Johaan Gutenberg (1400 - 1465) yang mula pertama mendapatkan ilmu percetakan pada 1439. Sesungguhnya negeri China adalah tempat bermulanya didapatkan ilmu percetakan. Sejarah perkembangan percetakan mula berkembang dengan pesatnya pada Dinasti Sung (960-1279). Dan dengan itu berkembang luaslah bidang penulisan dan pengumpulan catatan sejarah di kalangan mereka. Di antara karya yang terkenal termasuklah karangan terkenal yaitu 'Chih Wu Tai-Shih' (Sejarah Lama Lima Dinasti), karya sejarah dari tahun 907-960. Karya 'Sung Shih' (Sejarah Dinasti Sung) yang merangkumi segala peristiwa yang berlaku dari tahun 960-1279. Karya ini dikatakan telah disusun oleh ramai sejarawan pada masa itu setelah diperintahkan oleh Maharaja. Juga terdapat karya 'Yuan-Shih' (Sejarah Dinasti Yuan) yang merangkumi sejarah dari tahun 1279-1368 yang telah disusun oleh Sung Lien dan beberapa penulis sejarah terkemuka dari zaman dinasti Ming (1368-1644). Tatkala itu orang-orang di negeri Cina peka dengan perkembangan sejarah negeri mereka. Dan selain di atas, terdapat banyak lagi karya-karya yang ditulis di setiap dinasti.
Ternyata di dalam setiap dokumen dan karya pencatat sejarah negeri Cina itu sama sekali tidak ada yang menceritakan tentang kedatangan petualang Marco Polo tersebut. Alhasil itu adalah rekayasa sejarah dari pihak barat saja, yang "diblow-up" oleh Arnold J.Tonybee yang menulis bercerita ria tentang kehebatan Marco Polo berpetualang ke negeri Cina di dalam bukunya, "A Study of History : A Bridgement". WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 27 Juni 2004
27 Juni 2004
[+/-] |
631. Petualangan Marco Polo, Fiksi Atau Fakta? |
20 Juni 2004
[+/-] |
630. Tersungkunya Orde Baru 6 Tahun Silam |
Judul di atas itu tertunda-tunda terus untuk dimuat dalam kolom ini, berhubung ketiga nomor seri sebelumnya kurang sedap jika tidak dimuat berturut-turut. Ditulis oleh orang yang tidak mau menonjolkan diri, sehingga dalam gaya ber-"kami" dan ber-"saya".
***
Jakarta, 20 Mei 1998 pagi, kami berada di rumah Pak Malik Fajar. Sementara mahasiswa dan masyarakat sudah menduduki gedung DPR-MPR. Teman-teman yang tergabung dalam Majelis Amanat Rakyat [MAR] lewat Sandra Hamid mendesak agar Pak Amien mau datang ke Senayan untuk berpidato di depan mahasiswa. Sandra memberitahu bahwa Emil Salim dan Adnan Buyung Nasution sudah menyatakan bersedia. Sementara itu, teman-teman yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia [KAMMI] menentang. Mereka mengatakan, orang-orang yang berkumpul di Senayan sangat beragam. Mereka tidak tahu, apakah mereka akan menerima atau justru mempermalukan Pak Amien. Setelah berfikir sejenak, akhirnya Pak Amien memutuskan untuk datang.
Kami berangkat dari rumah Pak Malik sekitar pukul 12.00 WIB, kemudian mampir sejenak di kantor PP Muhammadiyah, terus ke Senayan dengan menggunakan mobil kijang. Jalan-jalan sepi sekali, hanya satu-dua kendaraan yang nampak lewat. Suasana terasa amat mencekam. Kami melalui jalan Medan Merdeka Selatan, kemudian belok kiri menyusuri jalan Thamrin. Tank, panser, dan berbagai kendaraan lapis baja lainnya nampak ditempatkan di berbagai sudut jalan menuju Monas untuk mencegah digunakannya Lapangan Monas oleh para mahasiswa yang akan mengadakan Apel Akbar.
Di depan bekas Hotel Kartika Plaza, kendaraan kami dihentikan oleh sejumlah tentara yang menggenggam senjata laras panjang, dengan barikade kawat berduri di belakangnya. Dengan penuh selidik mereka mengamati mobil kami. Mereka kemudian mendekat dan dengan ramah menjelaskan, bahwa jalan di dekat Semanggi ditutup secara permanen dengan menggunakan balok beton. Mereka memberi saran agar kami berputar, dan masuk lewat jalan Kuningan. Kami segera berbalik. Pak Amien kemudian melambaikan tangannya pada para tentara yang dibalas dengan senyum dan lambaian tangan juga.
Sampai di Jembatan Semanggi, kendaraan harus berjalan perlahan, karena jalan dipenuhi para mahasiswa dan masyarakat yang berbaur dan berjejal sampai di Gedung DPR-MPR. Ketika mereka tahu yang datang Pak Amien, sebagian bersorak gembira yang diselingi oleh sumpah-serapah dan kata-kata kotor yang ditujukan pada Pak Harto. Mereka terus berkerumun mendekat ke mobil, bahkan sebagian menggandoli dan naik ke atas kap mobil, sehingga terdengar suara berderit. Kami yang di dalam berteriak-teriak meminta mereka turun, karena takut mobil akan rinsek. Sementara yang lainnya terus berusaha membukakan jalan.
Sesampainya di depan gerbang DPR/MPR, seorang petugas dari kesatuan Marinir membukakan pintu dan mempersilahkan mobil masuk. Puluhan wartawan terus mengarahkan kameranya ke wajah Pak Amien yang duduk di depan dengan kaca mobil yang sengaja dibuka. Pak Amien lalu dipersilahkan untuk naik ke podium. Dalam pidatonya sekitar dua puluh menit itu, ditutup dengan kalimat: Soeharto harus segera turun.....turun......turun.....!"
Pak Amien kemudian kembali ke kantor PP Muhammadiyah, di mana sejumlah tamu dan wartawan baik dalam maupun luar negeri sudah menanti. Pak Amien diwawancarai secara bergantian, sambil menerima tamu di sela-sela wawancaranya. Melihat wajahnya begitu lelah, dr Soegiat menawarkan Pak Amien untuk beristirahat di Rumah Sakit Islam Jakarta [RSIJ]. Pak Amien setuju dan langsung berangkat ke sana. Beliau kemudian beristirahat di salah satu kamar VIP di rumah sakit itu.
Menjelang pukul 24.00 WIB, telepon genggam saya berdering, terdengar suara Pak Malik yang meminta berbicara dengan Pak Amien. Saya langsung menyerahkannya pada Pak Amien. Tanpa memberikan jawaban, ia langsung menutup telepon itu, sembari memberikan isyarat untuk segera berangkat. Sesampainya di Jalan Indramayu, kediaman Pak Malik, saya sangat kaget. Sejumlah Pasukan Pengawal Presiden [Paswalpres] dengan posisi siaga menyandang senjata laras panjang berdiri di situ. Hanya Pak Amien yang diizinkan masuk, sementara yang lainnya harus menunggu di luar.
Ternyata Yusril Ihza Mahendra yang datang membawa pesan Pak Harto. Ia menanyakan sikap Pak Amien: Jika beliau mundur, apakah Pak Amien dapat menerima Wakil Presiden Habibie menggantikan posisinya? Tanpa berfikir panjang, Pak Amien langsung menyatakan dapat menerimanya. Yusril kemudian langsung kembali menghadap Pak Harto.
21 Mei 1998, pukul 09.00 WIB, bertempat di Credentials Room, Pak Harto menyatakan "berhenti" dari jabatannya sebagai Presiden. Sesaat kemudian Wakil Presiden BJ Habibie dilantik menjadi Presiden RI ketiga. Pak Amien yang menyaksikan detik-detik bersejarah itu lewat layar TV langsung mengucap syukur: "Alhamdulillah." Sementara Pak Syafii Maarif yang duduk di sebelahnya tidak mengeluarkan sepatah kata pun, kecuali matanya yang terus berkaca-kaca.
***
Itulah dia nostalgia, namun bukan hanya sekadar nostalgia biasa, melainkan nostalgia yang "dlarutkan" dalam Firman Allah:
-- WLTNZHR NFS MA QAMT LGHD (S. ALhSYR, 18), dibaca: waltanzhur nafsum ma- qaddamat lighadin, artinya: dan mestilah setiap diri manusia itu mengkaji masa lalu untuk orientasi masa depan (59:18). WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 20 Juni 2004
13 Juni 2004
[+/-] |
629. Ahmad Izzah di Dunia Baru |
Seorang bocah, mungil tampan berumur sekitar lima tahun, malam itu masih berdiri tegak di lapangan Inkuisisi yang telah senyap. Korban-korban kebiadaban yang menolak menjadi Morisko itu telah syahid semua. Bocah mungil itu mencucurkan air matanya menatap sang ibu yang terkulai lemah di tiang gantungan. Perlahan-lahan bocah itu mendekati tubuh sang ummi yang sudah syahidah. Sang bocah berkata dengan suara parau,
-- Ummi, Ummi, mari kita pulang. Hari telah malam. Bukankah Ummi telah berjanji malam ini akan mengajariku lagi tentang alif, ba, ta, tsa? Ummi, cepat pulang ke rumah, Ummi. Bocah kecil itu akhirnya menangis keras, ketika sang Ummi tidak menjawab ucapannya. Ia semakin bingung dan takut, tak tahu harus berbuat apa. Untuk pulang ke rumah pun ia tak tahu arah. Akhirnya bocah itu berteriak memanggil bapaknya, 'Abi, Abi, Abi. Namun ia segera terhenti berteriak memanggil sang bapak ketika teringat kemarin petang bapaknya diseret dari rumah oleh beberapa orang berseragam.
-- Hai, siapa kamu?, teriak segerombolan orang yang tiba-tiba mendekati sang bocah.
-- Saya Ahmad Izzah, sedang menunggu Ummi, jawab sang bocah memohon belas kasihan. Tiba-tiba 'plak'!, sebuah tamparan mendarat di pipi sang bocah.
-- Hai bocah, wajahmu bagus, tetapi namamu jelek. Aku benci namamu. Sekarang kuganti namamu dengan nama yang bagus. Namamu sekarang Adolf Roberto. Awas!, jangan kau sebut lagi namamu yang jelek itu. Kalau kau sebut lagi nama lamamu itu, nanti akan kubunuh!, ancam laki-laki itu. Sang bocah meringis ketakutan, masih tetap meneteskan air mata. Bocah mungil itu hanya menurut ketika gerombolan itu membawanya keluar lapangan Inkuisisi. Akhirnya bocah tampan itu hidup bersama mereka.
***
Roberto sadar dari renungannya yang panjang. Pemuda itu melompat ke arah sang tahanan. Secepat kilat dirobeknya baju penjara yang melekat pada tubuh sang ustadz. Ia mencari-cari sesuatu di pusar laki-laki itu. Ketika ia menemukan sebuah 'tanda hitam' ia berteriak histeris:
-- Abi, Abi, Abi. Ia pun menangis keras, tak ubahnya seperti Ahmad Izzah dulu. Pikirannya terus bergelut dengan masa lalunya. Ia masih ingat betul, bahwa buku kecil yang ada di dalam genggamannya adalah Kitab Suci Al Quran milik ayahnya, yang dahulu sering dibawa dan dibaca ayahnya ketika hendak menidurkannya. Ia juga ingat betul ayahnya mempunyai 'tanda hitam' pada bahagian pusar.
Pemuda beringas itu terus meraung dan memeluk erat tubuh tua renta yang lemah itu. Tampak sekali ada penyesalan yang amat dalam atas ulahnya selama ini. Lidahnya yang sudah berpuluh-puluh tahun alpa akan Islam, saat itu dengan spontan menyebut:
-- Abi, aku masih ingat alif, ba, ta, tsa, hanya sebatas kata itu yang masih terekam dalam kulit otaknya. Sang ustadz segera membuka mata ketika merasakan ada tetesan hangat yang membasahi wajahnya. Dengan tatapan samar dia masih dapat melihat seseorang yang tadi menyiksanya habis-habisan kini tengah memeluknya.
-- Tunjuki aku pada jalan yang telah engkau tempuh Abi, tunjukkan aku pada jalan itu, terdengar suara Roberto memelas.
Sang ustadz tengah mengatur nafas untuk berkata-kata, ia lalu memejamkan matanya. Air matanya pun turut berlinang. Betapa tidak, jika sekian puluh tahun kemudian, ternyata ia masih sempat berjumpa dengan buah hatinya, ditempat ini. Sungguh tak masuk akal. Ini semata-mata bukti kebesaran Allah. Sang Abi dengan susah payah masih bisa berucap.
-- Anakku, pergilah engkau ke Mesir. Di sana banyak saudaramu. Katakan saja bahwa engkau kenal dengan Syaikh Abdullah Fattah Ismail Al Andalusy. Belajarlah engkau di negeri itu. Setelah selesai berpesan, sang ustadz menghembuskan nafas terakhir dengan berbekal Kalimah Indah:
-- Asyahadu an la- ila-ha illaLla-h, wa asyahadu anna Muhammadan Rasu-luLla-h. Syaikh Abdullah Fattah Ismail Al Andalusy berpulang ke RahmatuLla-h menemui Rabbnya dengan tersenyum, setelah sekian lama berjihad dibumi yang fana ini.
***
Ahmad Izzah telah menjadi seorang alim di Mesir. Kemudian menyeberang Samudra yang gelap dan berkabut, bermukim di Dunia Baru. Seluruh hidupnya dibaktikan untuk agamanya, Islam, sebagai ganti kekejaman dan kemungkaran yang di masa muda telah diperbuatnya. Dekrit kedua Raja Spanyol Carlos V tahun 1543 yang berisikan perintah pengusiran Muslimin keluar dari jajahan Spanyol di seberang laut Atlantik, menyebabkan Ahmad Izzah dan seluruh pengikutnya berpindah ke Utara, di mana sebelumnya, yaitu sejak tahun-tahun 700-800 M, telah bermukim kaum Muslimin emigran gelombang pertama Pra-Columbus. Menurut Dr. Barry Fell dari Harvard University bahwa di tempat itu telah bermukim kaum Muslimin, yang telah mendirikan sekolah-sekolah Islam di daerah yang sekarang dikenal dengan Valley of Fire, Allan Springs, Logomarsino, Keyhole, Canyon, Washoe dan Hickison Summit Pass (Nevada), Mesa Verde (Colorado), Mimbres Valley (New Mexico) dan Tipper Canoe (Indiana).
Firman Allah
-- FAQM WJHK LLDYN hNYFA FTHRt ALLH ALTY FTHAR ALNAS 'ALYHA LA TBDYL LKHLQ ALLH DZLK ALDYN ALQYM WLKN AKTSR ALNAS LA Y'ALMWN (S. ALRWM, 30), dibaca: fa aqim wajhaka liddi-ni hani-fan fithrataLla-hi allati- fatharan na-sa 'alayha- la- tabdi-la lihaqqiLla-hi dz-likad di-nul qayyimu wala-kin aktsaran na-si la- ya'lamu-n (s. arru-m), artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama, serta condong kepadanya, itulah agama, yang Allah jadikan sesuai dengan fitrah manusia. Tiadalah bertukar perbuatan Allah, itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 13 Juni 2004
6 Juni 2004
[+/-] |
628. Menolak Jadi Morisko |
Suatu sore, ditahun 1525. Penjara terasa hening mencekam, penuh berisi orang-orang yang menolak menjadi Morisko (lihat Seri 627, orang Islam yang beralih agama ke Katholik Roma disebut kelompok Morisko, sedangkan yang dari agama Yahudi disebut kelompok Marrano). Jendral Adolf Roberto, pemimpin penjara yang terkenal bengis, tengah memeriksa setiap kamar tahanan. Setiap pegawai penjara membungkukkan badannya rendah-rendah ketika 'algojo penjara' itu berlalu di hadapan mereka. Karena kalau tidak, sepatu lars milik tuan Roberto itu niscaya akan mendarat di wajah mereka. Roberto marah besar ketika dari sebuah kamar tahanan terdengar seseorang mengumandangkan suara-suara yang amat ia benci.
-- Hai, hentikan suara jelekmu! Hentikan! Teriak Roberto sekeras-kerasnya sembari membelalakan mata. Namun apa yang terjadi? Laki-laki di kamar tahanan tadi tetap saja bersenandung dengan khusyu'nya. Roberto bertambah berang. Algojo penjara itu menghampiri kamar tahanan yang luasnya tak lebih sekadar cukup untuk satu orang. Dengan congkaknya ia menyemburkan ludahnya ke wajah renta sang tahanan yang keriput hanya tinggal tulang. Tak puas sampai di situ, ia lalu menyulut wajah badan orang tua renta itu dengan rokoknya yang menyala.
Sungguh ajaib, tak terdengar secuilpun keluh kesakitan. Bibir yang pucat kering milik sang tahanan hanya mengeluarkan kata:
-- Rabbiy, wa ana 'abduka. Laa hawla walaa quwwata illaa biLla-h. Tahanan lain yang menyaksikan kebiadaban itu serentak bertakbir sambil berkata,
-- Bersabarlah wahai ustadz, insya-Allah tempatmu filjannah.
Melihat kegigihan orang tua yang dipanggil ustadz oleh sesama tahanan, algojo penjara itu bertambah memuncak amarahnya. Ia memerintahkan pegawai penjara untuk membuka sel, dan ditariknya tubuh orang tua itu keras-keras hingga terjerembab di lantai.
-- Hai orang tua busuk! Bukankah engkau tahu, aku tidak suka bahasa jelekmu itu?! Aku tidak suka apa-apa yang berhubung dengan agamamu! Kau telah membuat aku benci dan geram dengan 'suara-suara' yang seharusnya tak pernah terdengar lagi di sini. Ketahuilah orang tua dungu, bumi Sepanyol ini kini telah berada dalam kekuasaan Gereja Katolik Roma. Sebagai balasannya engkau akan kubunuh. Kecuali, kalau engkau mau minta maaf dan menjadi Morisko.
Mendengar 'khutbah' itu orang tua itu mendongakkan kepala, menatap Roberto dengan tatapan tajam dan dingin. Ia lalu berucap:
-- Sungguh, aku sangat merindukan kematian, agar aku segera dapat menjumpai kekasihku yang amat kucintai, Allah. Bila kini aku berada di puncak kebahagiaan karena akan segera menemuiNya, patutkah aku berlutut kepadamu, hai manusia busuk? Jika aku turuti kemauanmu, tentu aku termasuk manusia yang amat bodoh. Baru saja kata-kata itu terhenti, sepatu lars Roberto sudah mendarat di wajahnya. Laki-laki itu terhuyung. Kemudian jatuh terkapar di lantai penjara dengan wajah bersimbah darah. Ketika itu dari saku baju penjaranya yang telah lusuh, meluncur sebuah 'buku kecil'. Adolf Roberto bermaksud memungutnya. Namun tangan sang Ustadz telah terlebih dahulu mengambil dan menggenggamnya erat-erat.
-- Berikan buku itu, hai laki-laki dungu!, bentak Roberto.
-- Haram bagi tanganmu yang kafir dan berlumuran dosa untuk menyentuh barang suci ini!' ucap sang ustadz dengan tatapan menghina pada Roberto. Tak ada jalan lain, akhirnya sepatu lars Roberto yang berbobot dua kilogram itu menginjak jari-jari tangan sang ustadz yang telah lemah. Suara gemeretak tulang yang patah terdengar menggetarkan hati. Roberto memungut buku kecil yang membuatnya penasaran. Perlahan Roberto membuka sampul buku yang telah lusuh. Mendadak algojo itu termenung.
-- Ah. sepertinya aku pernah mengenal buku ini. Tetapi kapan? Ya, aku pernah mengenal buku ini, suara hati Roberto bertanya-tanya. Perlahan Roberto membuka lembaran pertama itu. Pemuda berumur tiga puluh tahun itu bertambah terkejut tatkala melihat tulisan-tulisan 'aneh' dalam buku itu. Rasanya ia pernah mengenal tulisan seperti itu dahulu. Namun, sekarang tak pernah dilihatnya di bumi Sepanyol.
Akhirnya Roberto duduk disamping sang ustadz yang telah melepas nafas-nafas terakhirnya. Mata Roberto rapat terpejam. Ia berusaha keras mengingat peristiwa yang dialaminya sewaktu masih kanak-kanak. Perlahan, sketsa masa lalu itu tergambar kembali dalam ingatan Roberto. Pemuda itu teringat ketika suatu sore di masa kanak-kanaknya terjadi kericuhan besar di negeri tempat kelahirannya ini. Sore itu ia melihat peristiwa yang mengerikan di lapangan Inkuisisi [lapangan tempat pembantaian kaum Muslimin dan Yahudi di Andalusia].
Di tempat itu tengah berlangsung pesta darah dan nyawa. Beribu-ribu jiwa tak berdosa berjatuhan di bumi Andalusia. Di hujung kiri lapangan, beberapa puluh perempuam berhijab digantung pada tiang-tiang kayu-sula yang terpancang tinggi. Tubuh mereka bergelantungan tertiup angin sore yang kencang, membuat pakaian Muslimah yang dikenakan berkibar-kibar di udara. Sementara, di tengah lapangan ratusan pemuda Islam dan Yahudi dibakar hidup-hidup pada tiang-tiang kayu-sula, hanya karena tidak mau memasuki agama yang dibawa oleh para rahib, tidak mau jadi Morisko dan Morrano. Siapakah dia, Jendral Adolf Roberto? Diminta kesabaran pembaca, imsya-Allah sampai hari Ahad yang akan datang. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 6 Juni 2004