Kita mulai dahulu dengan yang normatif. Seperti diketahui syari'at diklasifikasikan dalam yang 'ubudiyyah dan yang mu'a-malah. Klasifikasi hanya berarti pembedaan, bukan pemisahan. Syari'at yang 'ubudiyyah menyangkut peribadatan langsung antara hamba dengan Allah, sedangkan yang yang mu'a-malah peribadatan itu sifatnya tidak langsung tetapi tujuan akhirnya adalah tertuju kepada Allah SWT. Keduanya baik yang 'ubudiyyah maupun yang mu'a-malah tergantung pada nawaytunya (niat). Shalat termasuk dalam syari'at yang 'ubudiyah, namun tidaklah mempunyai nilai 'ibadah jika niatnya bukan karena Allah. Shalat penampilan (riya) tidak mempunyai nilai 'ibadah karena niatnya misalnya untuk menarik simpati calon mertua, maupun simpati massa. Memungut beling dari jalan kemudian membuangnya ke tempat yang aman adalah 'ibadah yang termasuk klasifikasi kedua, dengan syarat niatnya karena melaksanakan perintah Allah SWT, berbuat baik kepada sesama makhluk. Syari'at yang ubudiyah sangat ketat bentuk pelaksanaannya dalam arti caranya, waktunya, tempatnya. Berlaku kaidah: semua tidak boleh kecuali yang diperintahkan dan dicontohkan. Syari'at yang mu'a-malah berlaku kaidah sebaliknya yaitu longgar dalam bingkai tertentu: semua boleh kecuali yang dilarang. Kebolehan itu berbingkai larangan yaitu yang bertentangan dengan nilai-nilai wahyu.
'Ibadah Haji termasuk dalam klasifikasi syari'at yang 'ubudiyah, namun seperti dikatakan di atas walaupun menyangkut hubungan antara hamba dengan Allah secara langsung, tidak terlepas kaitannya dengan hubungan antara manusia dengan sesamanya makhluk. Dalam keadaan ihram tidak boleh memetik tumbuh-tumbuhan dan tidak boleh berburu binatang. Rangkaian 'ibadah Haji adalah menyembelih hewan kurban, dagingnya untuk dimakan sesama manusia yang miskin, yang tidak meminta dan yang meminta. Karena 'ibadah Haji tergolong ke dalam syari'at yang 'ubudiyah berlakulah kaidah seperti dijelaskan di atas tadi: semua tidak boleh, kecuali yang diperintahkan dan dicontohkan, artinya tidak boleh ada tempat lain selain yang ditentukan: tempat thawaf di sekeliling Baytu Lla-h, tempat sa'iy antara Safa dengan Marwah, tempat wuquf di 'Arafah, tempat bermalam di Muzdalifah, tempat melempar jumrah di Mina.
Inilah penjelasan secara normatif bahwa naik Haji di puncak gunung BawakaraEng dan Lompobattang tidak benar menurut syari'at. Tentu saja penjelasan secara normatif walaupun perlu belumlah cukup dalam rangka upaya mencegah orang pergi ke kedua gunung itu. Upaya menghambat jalur ke kedua puncak gunung itu juga perlu tetapi belum cukup. Haruslah ditingkatkan upaya yang telah pernah diupayakan selama ini.
Untuk mendatangi ke pelosok-pelosok memberikan penerangan agama tentang tidak benarnya naik Haji ke BawakaraEng membutuhkan muballigh yang banyak, dan kesulitan lain tidak ada data yang cukup di kampung-kampung dan desa-desa di mana sajakah yang banyak penganut aliran ini. Jadi strateginya haruslah dipusatkan ke tempat sentral, yaitu di puncak BawakaraEng (dan Lompobattang) itu sendiri. Organisasi remaja pendaki gunung perlu turun tangan. Dalam bulan Ramadhan yang biasanya dilaksanakan pesantren kilat, para remaja pendaki gunung yang berbakat dididik menjadi muballigh dan khatib 'Iyd. Menjelang hari raya 'Iydu l'Qurban rombongan pendaki gunung ini sudah ada yang menanti di pos-pos penghabatan jalur ke puncak BawakaraEng. Yang tua-tua dan anak-anak dilarang ikut naik yang muda-muda dipandu naik. Di atas puncak dilaksanakanlah shalat 'Iyd dan pemotongan hewan kuban sesudahnya. Isi khutbah utamanya ditekankan bahwa shalat 'Iyd dapat dilaksanakan di mana saja, jadi bershalat 'Iyd di puncak BawakaraEng boleh saja. Namun 'Ibadah Haji tempatnya sudah ditentukan syari'at hanya di Makkah, 'Arafah dan Mina. Tahap pertama (jangka pendek) selama tradisi ke BawakaraEng masih sulit dibendung secara berakselerasi maka sasarannya ialah niat aliran BawakaraEng itu dibelokkan ke arah yang sesuai dengan syari'at, bahwa ke BawakaraEng itu bukanlah untuk naik Haji, melainkan hanya sekadar shalat 'Iyd dan menyembelih hewan kurban yang sempat dibawa. Tahap selanjutnya (jangka panjang) menanamkan kesan pada mereka hingga dapat bersikap buat apa jauh-jauh shalat 'Iyd ke puncak BawakaraEng.
Ditempuhlah pula taktik pesan berantai. Para penduduk yang beraliran Haji BawakaraEng yang telah berhasil dibina meneruskannya kepada teman-teman bekas sealirannya di kampung asalnya. Jangka pendek, jangka panjang dan taktik pesan berantai itulah metode yang digariskan dalam Al Quran, yaitu metode alhikmah, almaw'izatu lhasanah dan almuja-dalatu billaty hiya ahsan (kebijaksanaan, penerangan yang baik dan berdialog dengan sebaik-baiknya).
Sebenarnya metode itu telah ditempuh dan kelihatannya sudah hampir berhasil dalam hal menghibur orang kematian (ta'ziyah). Cara-cara yang mulanya tidak sesuai dengan syari'at, yaitu meniga hari, menujuh hari, mengempat puluh hari dan seterusnya, telah hampir berhasil diluruskan. Bukan lagi niatnya memperingati hari yang ketiga, hari yang ketujuh dst. dari orang yang meninggal (mendiang), melainkan sudah hampir berhasil sekarang diarahkan kepada yang sesuai dengan yang dicontohkan RasululLah bagaimana seharusnya ta'ziah itu. Bukan untuk mendiang, melainkan untuk orang yang masih hidup, yaitu untuk menghibur keluarga yang bersedih, dan caranya tidak boleh memberatkan keluarga yang ditimpa musibah itu.
Demikianlah sekadar tawaran bagi para remaja pendaki gunung untuk mengupayakan menuntun ke jalan yang benar terhadap aliran Haji BawakaraEng itu. Insya Allah, mudah-mudahan berhasil dalam menuntun meluruskan mereka. Fastabiqu lKhayra-t, hai para remaja pendaki gunung! WaLlahu a'lamu bishshawab.
*** Makassar, 29 Mei 1994
29 Mei 1994
[+/-] |
129. Haji BawakaraEng |
22 Mei 1994
[+/-] |
128. Qarraba Qurba-nan Mendekatkan diri kepada Allah dengan Memberikan yang Berkwalitas kepada Orang Lain |
Dalam bulan Ramadhan yang lalu Ummat Islam telah melaksanakan ibadah puasa, yang bertujuan mengangkat insan ke derajat yang mulia yaitu taqwa. Dalam bulan Dzu lHijjah ini ketaqwaan itu diaplikasikan dalam ibadah qurban, yang wujudnya taqarrub kepada Allah SWT, mendekatkan diri kepadaNya. Pada hari 'Iydu nNahr ('Iydu lQurba-n) dan tiga hari berikutnya Ummat Islam dituntut menyembelih hewan kurban dengan semangat taqwa.
Apakah daging kurban itu dapat meredakan murka Tuhan? Apakah Tuhan berhajat kepada daging kurban itu? Apakah darah kurban yang mengalir itu sesuatu yang sakral, dapat mensucikan kembali manusia dari dosa? Apakah binatang kurban itu untuk kendaraan yang berkurban di hari kemudian kelak? Untuk itu marilah kita baca firman Allah dalam S. Al Hajj 36, 37, yang artinya:
Dan binatang-binatang kurban itu Aku jadikan dia buat kamu, sebagai sebahagian upacara-upacara agama Allah; padanya ada kebaikan buat kamu. Maka sebutlah nama Allah waktu menyembelihnya dalam keadaan berbaris-baris. Maka apabila gugur sembelihan-sembelihan itu makanlah daripadanya dan berilah makan kepada orang-orang miskin yang tidak meminta dan yang meminta. Demikianlah Aku mudahkan binatng-binatang itu untuk kamu, supaya kamu bersyukur. Tidak akan sampai kepada Allah daging-dagingnya dan tidak pula darah-darahnya, akan tetapi yang sampai kepadaNya ialah ketaqwaan kamu. Demikianlah Ia mudahkan kurban-kurban itu untuk kamu, supaya kamu mengagungkan Allah atas pimpinanNya yang diberikan kepada kamu. Dan hendaklah engkau gembirakan orang-orang yang berbuat kebajikan.
Jadi menurut Al Quran, daging dan darah tidak ada relevansinya dengan upacara kurban. Ajaran Islam menolak pemahaman kurban sebagai persembahan atau sesajen (offering), dan juga menolak pemahaman kurban sebagai pembasuh dan penebus dosa yang sakral sifatnya (sacrifice), tegasnya ajaran Islam menolak pengertian kurban sebagai persembahan yang sakral. Juga tidak benar bahwa binatang kurban akan menjadi kendaraan di hari kemudian.
Kurban harus diresapkan artinya menurut rasa bahasa asalnya yaitu bahasa Al Quran, yang dibentuk oleh 3 huruf Qaf, Ra, Ba, qarraba, artinya mendekatkan diri (kepada Allah SWT). Dalam S. Al Maidah 27 terdapat ungkapan Qarraba Qurba-nan, yang artinya mendekatkan diri dengan berkurban. Jadi upacara kurban adalah menyembelih binatang, dagingnya untuk dimakan sendiri dan dimakan oleh fakir miskin sebagai fungsi sosial, darahnya dibuang, tidak boleh dimakan karena najis, jadi sangat jauh dari sakral. Dan arti spiritualnya adalah mendekatkan diri, taqarrub kepada Allah SWT sebagai tanda berbakti kepadaNya, melaksanakan perintahnya dengan semangat taqwa. Demikianlah, menurut bahasa asalnya, yaitu bahasa Al Quran, berkurban bermakna mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan memberikan yang berkwalitas kepada orang lain sebagai realisasi taqwa.
Ibadah kurban adalah napak tilas secara spiritual dari Nabi Ibrahim AS. Beliau ikhlas mengurbankan puteranya, dan dari pihak lain, sang putera, Ismail, ikhlas pula dirinya untuk dijadikan kurban. Dengarkanlah dialog antara bapak dan anak dalam S. Ash Shafaat 102 yang artinya: Tatkala (puteranya itu) meningkat remaja sehingga telah sanggup membantu pekerjaan (ayah-)nya, maka (pada suatu hari Ibrahim mengajuk perasaan puteranya) berkata: Hai anakku, sesungguhnya aku melihat di dalam tidurku, bahwa aku menyembelihmu, maka bagaimanakah pendapatmu mengenai hal ini? (Dengan sikap tenang dan disertai suara rendah penuh penyerahan Ismail) berkata: Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, engkau akan mendapati aku, insya Allah, termasuk golongan orang-orang tabah.
Ayat tersebut itu mengungkapkan keikhlasan berkurban dari kedua belah pihak, namun Allah SWT mengganti Ismail dengan hewan domba, seperti firmanNya dalam S. Ash Shaffaat 107 yang artinya: Aku gantikan akan dia (Ismail) dengan seekor sembelihan yang besar.
Apakah yang tersirat di balik penggantian Ismail dengan domba ini? Apakah yang tersirat di balik pembatalan mengurbankan Ismail itu? Untuk dapat menyimak nilai yang tersirat dibalik penggantian Ismail dengan domba ini, perlu kita ketahui situasi keagamaan di zamannya Nabi Ibrahim AS, yaitu sekitar 18 abad sebelum Miladiyah. Menjadi kebiasaan dalam agama-agama penyembah berhala dan dewa-dewa melakukan upacara kurban dengan membunuh manusia. Di Kan'an bayi-bayi dipersembahkan kepada dewa Ba'al; di Mesir gadis-gadis perawan dilemparkan ke dalam S. Nil untuk dipersembahkan kepada dewi S. Nil, bahkan upacara kurban gadis-gadis perawan ini masih berlangsung hingga zaman permulaan Islam, hingga datangnya pasukan Amr ibn Al Ash ke Mesir, seperti dapat kita baca dalam roman sejarah karya Jirji Zaidan yang berjudul Armanusatu lMishriyah. Dengan demikian jelaslah bahwa nilai yang tersirat di balik penggantian Ismail dengan domba, ialah untuk memberikan penekanan, penggaris-bawahan, pembedaan yang jelas antara agama wahyu dengan agama-agama kebudayaan penyembah berhala. Yaitu upacara kurban dari agama wahyu yang diturunkan dari Allah SWT tidak boleh menyembelih, tidak boleh membunuh manusia. Jadi nilai yang dapat disimak dari sini adalah menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
Keinginan Nabi Ibrahim AS yang dinyatakan dalam doa kepada Allah SWT untuk mendapatkan anak-cucu keturunan yang berkwalitas, dikabulkan Allah SWT, bahkan sejumlah nabi-nabi dan rasul-rasul berasal dari keturunannya, ditutup dengan nabi dan rasul yang terbesar, yaitu Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Disebutkan dalam Al Quran sejumlah 18 orang nabi keturunan Nabi Ibra-hiym AS. Silsilah keturunan Nabi Ibra-hiym AS telah disajikan dalam kolom ini hari Ahad yang lalu, yaitu Seri 127. Ni'mat berupa keturunan 18 orang nabi itu dianugerahkan kepada Nabi Ibrahim AS tidak secara gratis melainkan didahului dengan cobaan berat, perintah menyembelih anaknya. Dari sini dapat kita simak sebuah nilai yang penting sekali, yaitu tidak ada yang didapatkan dengan gratis di dunia ini
Demikianlah sebagian yang kami angkat dari Khuthbah kami dalam al Khuthbatu l'Iydi nNahr di Lapangan Olah Raga PLN UDIKLAT Mawang yang bertemakan: Qarraba Qurba-nan, Mendekatkan diri kepada Allah dengan Memberikan yang Berkwalitas kepada Orang Lain.
*** Makassar, 22 Mei 1994
15 Mei 1994
[+/-] |
127. Silsilah Keturunan dan Asal-Usul Nabi Ibra-hiym AS, Bapak dari 18 Orang Nabi (*) |
Tokoh sentral dalam upacara ritual Ibadah Haji dan upacara Qurban adalah Nabi Ibra-hiym AS ibunda Hajar dan Nabi Isma-'iyl AS. Pelaksanaan Ibadah Haji yang antara lain dinyatakan dengan gerak fisik merupakan napak tilas ketiga orang tokoh sentral itu. Tawaf 7 kali dengan arah yang berlawanan dengan jarum jam jika dilihat dari udara, adalah napak tilas Nabi Ibra-hiym dan Nabi Isma-'iyl 'Alayhima sSala-m pada waktu membangun kembali Ka'bah yang dibangun oleh kakek dan nenek kita Nabi Adam AS dan Hawa. Pada zaman Nabi Ibra-hiym AS hanya tinggal bekasnya berupa dasar Ka'bah berwujud tanah yang ketinggian. Nabi Ibra-hiym AS mengenal tempat bekas bangunan itu atas petunjuk malaikat Jibriyl. Kedua ayah dan anak itu pada waktu membangun kembali Ka'bah 7 kali mengelilingi hingga selesai membangun.
Sa'iy, berjalan dan berlari 7 kali pulang balik antara bukit Safa dan Marwah adalah napak tilas yang dijalani ibunda Hajar berlari-lari di antara kedua bukit itu 7 kali untuk mencari air. Melempar jamrah di Mina (dewasa ini biasa pula diucapkan dengan Muna) adalah napak tilas melempar setan yang mencoba menghalangi pelaksanaan qurban, yang akhirnya Allah menyuruh ganti Isma-'iyl dengan domba. Menyembelih binatang qurban adalah napak tilas pelaksanaan qurban tersebut, yang bermakna bahwa betapapun juga pentingnya tujuan yang akan dicapai tidak boleh melecehkan apapula membunuh nilai kemanusiaan.
Dalam Al Quran disebutkan nama 25 orang nabi. Tetapi itu tidaklah berarti bahwa nabi-nabi hanya sejumlah 25. Sebelum Nabi Muhammad SAW, Allah mengutus nabi dan rasul kepada setiap bangsa. Nabi Ibrahim AS adalah bapak dari 18 orang nabi, yaitu Nabi-Nabi: Isma-'iyl, Isha-q, Ya'quwb, Yuwsuf, Ayyuwb, Dzu lKifli, Syu'aib, Yuwnus, Muwsa, Ha-ruwn, Ilya-s, Ilyasa', Da-wud, Sulayma-n, Zakariyya-, Yahya, 'Iysa 'Alahimu sSala-m, RasuluLlah Muhammad SAW.
Berikut ini disajikan silsilah keturunan Nabi Ibra-hiym AS.
Nabi Ibra-hiym AS(6) mempunyai 3 orang putera, yaitu Nabi Isma-'iyl AS(8) beribukan Hajar, Nabi Isha-q AS(9) beribukan Sarah dan Madyan (bukan nabi), beribukan Katurah.
GENERASI PERTAMA SESUDAH NABI IBRA-HIYM AS
- Nabi Isma-'iyl AS menurunkan: Haidar - Jamal - Sahail - Binta - Salaman - Hamyasa - 'Adad - 'Addi - Adnan - Ma'ad - Nizar - Mudhar - Ilyas - Mudrikah - Khuzaimah - Kinanah - Nadhar - Malik - Fihir - Ghalib - Luaiy - Ka'ab - Murrah - Kilab - Qushay - 'Abd.Manaf - Hasyim - 'Abd.Muththalib - 'Abdullah - NABI MUHAMMAD SAW(25).
- Nabi Isha-q AS mempunyai 2 orang putera yaitu Isu (bukan nabi) dan Nabi Ya'quwb AS, kemudian bernama Isra-iyl, sehingga keturunannya dinamakan Bani Israil.
- Madyan menurunkan: Nabit - Iya - Syafun - Nabi Syu'aib AS(14) (menjadi mertua Nabi Muwsa AS(16)
- Isu menurunkan: Anwas - Nabi Ayyuwb AS(12) - Nabi Dzu lKifli AS(13)
- Nabi Ya'quwb AS, (Israil) mempunyai 12 orang putera, dan dari ke-12 orang ini terbentuklah 12 suku Bani Israil. Yang disebutkan di sini hanya 4 orang di antaranya saja, yaitu yang menjadi nabi dan mempunyai keturunan nabi: 1. Nabi Yuwsuf AS(11), 2. Lawi (Wardun), 3. Yahuza (Ra'sun), dan 4. Bunyamin.
- Nabi Yuwsuf AS mempunyai tiga orang anak. Ketiga anaknya tidak ada yang menjadi nabi.
- Lawi (Wardun) menurunkan: Kahis - Yashar - Imran. Adapun Imran mempunyai 2 orang anak semuanya menjadi nabi, yaitu Nabi Musa AS (keturunannya tidak ada yang nabi) dan Nabi Ha-ruwn AS(17). Adapun Nabi Ha-ruwn AS menurunkan: Izhar - Fanhas. Adapun Fanhas ini berputra 2 orang yaitu Yasin dan Ukhtub. Yasin memperanakkan Nabi Ilya-s AS(18), sedangkan Yasin memperanakkan Nabi Ilyasa-'AS(19).
- Yahuza (Ra'sun) menurunkan: Baras - Hasrun - Raum - Umainizab - Yawksawn - Salmun - Yu'ar - Ufiz- Isya - Nabi Da-wud AS(20) - Nabi Sulayma-n AS(21)
- Bunyamin menurunkan: Abumatta - Matta - Nabi Yuwnus AS(15)
GENERASI KE-14 SETELAH NABI IBRA-HYM AS
Nabi Sulayma-n menurunkan: Raji'un (Roboam) - Ababa (Abia).
Adapun Ababa memperanakkan Sahfasat dan Radim.
Sahfasat menurunkan: Salum - Nakhur - Shadiqah - Muslim - Sulaiman - Daud - Yaksan - Shaduk - Muslim - Adam - Yahya - Nabi Zakariya AS(22) - Nabi Yahya AS(23).
Radim menurunkan: Yahusafat - Barid - Nausa - Nawas - Amsaya - Izazaya - Au'am - Ahrif - Hizkil - Misyam - Amur - Sahim - 'Imra-n - Maryam - Nabi'Isa AS(24).
Selanjutnya akan disajikan silsilah asal-usul Nabi Ibra-hiym AS.
Silsilah ini menanjak ke atas hingga Nabi Adam AS(1).
Nabi Ibra-hiym AS - Tarikh (Thara) - Nakhur - Sarugh - Urghu (Ragau) - Falikh - Abir - Syalikh (Sala) - Finan - Arfakhsyadz - Sam - Nabi Nuwh AS(3) - Lamik - Matusalkh - Mahanaukh (Enoch) - - - - - - - seterusnya, berapa jumlah generasi antaranya hanya Allah Yang Maha Tahu - Yarid - Mahkail - Qinan - Anwas - Syisy (Seth) - Nabi Adam AS.
Sebagai tambahan, dari Yarid hingga sejumlah beberapa generasi ke bawah - Yardukil - Nabi Idriys AS(2).
Adapun Sam selain memperanakkan Arfakhsyadz juga memperanakkan antara lain Iram, Amu dan Kursyun.
Iram menurunkan: 'Aush - Ad - Khulud - Riba - 'Abdullah - Nabi Huwd AS(4) - Haran - Nabi Luwth AS(7).
Amu menurunkan Tsamud - Hadzir - 'Ubayd - Masih - Asif - Ubaid - Nabi Shalih AS(5).
Kursyun menurunkan: San'ar - Kana'an - Namruwj, yaitu raja yang membakar Nabi Ibra-hiym AS. WaLlahu a'lamu bishshawab
*** Makassar, 15 Mei 1994
-------------------------
(*) Dari "Handbook" (tulisan tangan yang beraksara 'Arab dan Lontaraq), Kitab Warisan dari Kakek saya Opu Tuan Imam Barat Batangmata
8 Mei 1994
[+/-] |
126. Pesan-pesan yang Bersifat Teknis Administratif dan yang Berupa Isyarat dalam Al Quran |
Pesan-pesan yang disampaikan yang bersifat teknis-administratif tidak akan membingungkan dan tidak akan menghebohkan bagi yang mendengarkan pesan itu, apapun latar belakang kebudayaan ataupun pendidikan mereka itu. Seperti misalnya tentang hal kewajiban menuliskan perjanjian dalam S. Al Baqarah, 282:
Wa idza- Tada-yantum bi Daynin ila- Ajalin Musamma Faktubuwhu, Walyaktub Baynakum Ka-tibun bi l'Adli,.....Falaysa 'Alaykum Juna-hun alla- Taktubuwha-, dan apabila kamu membuat perjanjian perikatan, hutang piutang, tuliskanlah, dan mestilah dituliskan oleh seorang penulis di antara kamu dengan adil,.....dan janganlah kamu malas untuk menuliskannya,
Sejak zaman RasululLah SAW sampai kepada hari ini kepada siapa saja, kepada bangsa apa saja, dari latar belakang kebudayaan atupun pendidikan yang bercorak ragam, tidaklah akan membingungkan apatah pula akan menghebohkan jika disuruh menuliskan perjanjian. Mereka itu akan cukup mengerti.
Namun apabila yang disampaikan itu berupa informasi seperti misalnya bumi itu bergerak mengelilingi matahari, maka ini pasti akan membingungkan bahkan menghebohkan masyarakat Arab pada zaman RasululLah SAW dan pada masyarakat di mana saja pada zaman itu. Mereka itu niscaya akan menolak kebenaran informasi itu, sebab berdasarkan pengetahuan yang didasarkan atas pengalaman mereka bumi yang bergerak itu sangat bertentangan kenyataan.
Sebaliknya apabila sebuah Kitab Suci jelas-jelas mengatakan secara konkrit bahwa bumi itu diam, agar komunikatif pada masyarakat waktu permulaan Kitab Suci diturunkan, tentu akan ditolak oleh masyarakat seperti yang keadaannya sekarang ini yang umumnya sudah mempunyai latar belakang pengetahuan yang telah maju. Masyarakat sekarang yang telah maju itu bukan hanya sekadar menolak tentang informasi tentang bumi yang diam itu, bahkan mereka itu akan menolak keseluruhan Kitab Suci itu, karena kebenaran yang dikandungnya hanya temporer, yaitu hanya berlaku pada waktu Kitab Suci itu mulai dimasyarakatkan.
Demikian pula informasi tentang bumi ini berpusing / berputar pada subunya yang menyebabkan terjadinya siang dan malam. Ini akan membingungkan bahkan menghebohkan masyarakat pada zaman Kitab Suci itu mulai dikomunikasikan. Itu sangat bertentangan dengan kenyataan. Ambillah pakaian basah, lalu putar. Air dari pakaian basah itu akan memercik, akan terlempar. Kalau bumi berpusing, niscaya akan habislah terlempar air laut meninggalkan bumi dan semua benda-benda yang tidak terpaku pada bumi, termasuk manusia.
Dalam hal bumi bergerak dan berpusing Al Quran memakai gaya bahasa yang tidak membingungkan dan tidak menghebohkan masyarakat Arab di zaman RasuluLlah SAW dan masyarakat lain di luar tanah Arab yang sezaman, ataupun yang latar budaya dan pengetahuaannya seperti masyarakat Arab itu, serta diterima pula oleh masyarakat yang latar belakang pengetahuannya seperti dewasa ini. Perhatikanlah gaya bahasa Al Quran mengenai kedua materi informasi di atas itu. Wa Tara lJiba-la wa Tashabuha- Ja-midatan wa Hiya Tamurru Marra sSaha-bi, Engkau lihat gunung-gunung dan engkau memperhitungkannya diam, pada hal gunung-gunung itu berlari, seperti larinya awan (S. An Namal, 88). Bagi masyarakat dahulu kala gunung yang diam yang berlari seperti larinya awan tidaklah membingungkan, karena tidak bertentangan dengan kenyataan yang berdasarkan pengalaman sehari-hari. Orang yang memacu kuda atau untanya, akan menyaksikan gunung itu berlari seperti pula dengan larinya awan dari kejauhan. Pada hal tadinya gunung itu diam sewaktu orang itu masih tegak dengan kudanya, diam seperti awan di kejauhan. Kitapun dapat menyaksikan hal serupa jika naik mobil dan melihat ke tempat yang jauh, gunung itu beralari mengikuti lari kencangnya mobil. Jangan melihat pada pohon-pohon ataupun tiang-tiang di pinggir jalan, yang berlari kencang ke belakang. Dan jika mobil kita berhenti, gunungpun berhenti, demikian pula pohon-pohon ataupun tiang-tiang di pinggir jalan. Ayat di atas itu mengisyaratkan bahwa kelak di kemudian hari ilmu pengetahuan akan mengungkapkan bahwa bumi ini sebenarnya bergerak. Kalau gunung itu diam terhadap bumi, sedangkan gunung itu berlari maka bumipun niscaya berlari atau bergerak pula.
Selanjutnya perhatikanlah pula ayat ini: Yukawwiru lLayla 'alay nNaha-ri, wa Yukawwiru nNaha-ra 'alay lLayli, (S. Az Zumar, 5). Kalimah Yukawwiru dalam ayat di atas asal katanya Kawwara artinya menggulung atau memutar sorban di kepala. Output dari pekerjaan menggulung atau memutar serban di kepala, yaitu kepala itu tertutup. Terjemahan Al Quran dengan Hak Cipta dari Departemen Agama Republik Indonesia bunyinya demikian: Dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam. Adapun terjemahan secara tekstual itu dapat diterima baik oleh semua orang di mana saja dan kapan saja, tidak tergantung pada latar belakang budaya apa saja.
Ayat itu dapat pula diterjemahkan secara kontekstual dengan ilmu pengetahuan kontemporer apabila pemahaman kata Kawwara ditekankan pada proses menggulung atau memutar sorban. Maka ayat di atas itu dapat diterjemahkan seperti berikut: (Allah) Memutar malam atas siang dan memutar siang atas malam. Dengan kalimah Yukawwiru dalam ayat itu, menunjukkan mu'jizat Al Quran, yaitu suatu isyarat bahwa kelak di kemudian hari ilmu pengetahuan akan mengungkapkan bahwa terjadinya siang dan malam itu karena perputaran bumi pada sumbunya.
Itulah dua buah contoh tentang hal informasi yang disampaikan Al Quran mengenai bumi yang bergerak dan berputar dengan gaya bahasa sedemikian rupa sehingga tidak membingungkan masyarakat dahulu kala dan diterima pula oleh masyarakat sejak ilmu pengetahuan mengungkapkan tentang hal bumi bergerak dan berputar itu. WaLla-hu a'lamu bishshawa-b.
*** Makassar, 8 Mei 1994
1 Mei 1994
[+/-] |
125. Berbuat Baik, Tetapi Tidak Berlaku Adil, Karena Distorsi |
Tentang hal berlaku adil dan berbuat baik setiap hari Jum'at kita senantiasa mendengarnya. Sebab menjelang akhir Al Khuthbatu tsTsa-niyah, khutbah kedua, setelah doa penutup, khatib senantiasa membacakan ayat: Inna Lla-ha Ya'muru bi l'Adli wa lIhsa-n ....., sesungguhnya Allah memerintahkan berlaku adil dan berbuat baik. Orang tidak dapat langsung berbuat baik begitu
saja, melainkan ada prasyarat, berbuat adil. Apalah arti berbuat baik misalnya seperti untuk ketertiban dan keindahan kota lalu membersihkan pedagang K-5 sementara Bamboden dibiarkan terus tanpa lapangan parker sehingga sangat mengganggu ketertiban lalu lintas? Kalau terhadap Bamboden selama ini Pemerintah Kota bersikap tiba di mata dipicingkan, mengapa kalau terhadap pedagang K-5 bersikap tiba di mata dinyalangkan dalam hal ketertiban dan keindahan ini? Ketidak adilan yang menimpa para pedagang K-5 ini menimbulkan pula hal yang kontradiktif terhadap upaya berbuat baik: mengentaskan kemiskinan! Inna Lla-ha Ya^muru bi l'Adli wa lIhsa-n, suruh kosongkan ground floor Bamboden untuk lapangan parker, biarkanlah pedagang K-5 berdagang di tempatnya semula selama jam-jam tertentu dan ajar mereka bersih. Saya biasa berbelanja pada pedagang K-5 di Den Haag di Negeri Belanda. Pemerintah Kota (Gemeente) memberi kesempatan berdagang para pedagang K-5 ini. Untuk jam-jam tertentu lalu lintas kendaraan ditutup untuk dipakai pedagang K-5 menggelar dagangannya. Pada saya sekarang masih ada jas tebal panjang berwarna hijau yang saya beli dari pedagang K-5 di Den Haag itu.
Mengapa orang walaupun ingin berbuat baik kebanyakan terjerembab berlaku tidak adil? Pada umumnya ini dapat terjadi karena pandangannya mengalami distorsi. Apa itu distorsi?
Kata sahibulhikayat dalam sebuah pabrik pengilangan minyak (refinery) para isteri dari middle hingga top managers menjelang hari raya bersepakat untuk memberikan hadiah kepada para buruh rendahan. Untuk mengetahui jenis apa saja hadiah itu yang cocok untuk para buruh itu dibentuklah sebuah tim untuk melacaknya. Maka pergilah tim itu ke lokasi pabrik. Namun karena semua anggota tim itu tidak ingin sanggulnya rusak maka mereka itu cukup melihat dari luar lokasi saja. Perlu dijelaskan bahwa untuk dapat masuk ke lokasi pabrik yang cukup luas itu harus pakai helm. Tampaklah oleh mereka itu di mana-mana kelompok-kelompok kecil buruh sedang mengisap rokok. Rupanya pada waktu tim itu meninjau dari luar sedang tiba waktu istirahat. Setelah tim melaporkan hasil lacakannya diputuskanlah bahwa hadiah yang cocok bagi para buruh itu adalah rokok. Maka pada waktu hari raya dengan bangga para isteri managers itu menghadiahkan berpak-pak rokok kepada para buruh rendahan itu.
Para buruh yang tidak merokok merasa tidak diperlakukan adil. Apa sesungguhnya yang terjadi ialah sample yang diambil dalam pelacakan itu, tidaklah representatif untuk mewakili populasi, yakni para buruh itu keseluruhannya. Dalam lokasi pengilangan minyak tidak sembarang tempat orang dapat merokok seenaknya. Untuk keperluan merokok disediakan beberapa tempat terbuka yang aman dari bahaya kebakaran. Inilah yang sempat dilacak oleh tim, sehingga kelihatannya para buruh itu perokok semuanya. Ini namanya distorsi. Kesalahan terletak dalam hal mengambil sample. Tim perlu masuk ke dalam lokasi supaya dapat mengadakan stratifikasi. Cukup dua stratifikasi saja yaitu di tempat terbuka dan ditempat tertutup. Kesalahan tim ini pernah dilakukan oleh Sigmun Freud sebelumnya. Sigmun Freud hanya melacak sejumlah kecil orang di Vienna saja, lalu dianggapnya sudah mewakili semua manusia di bumi.
Tentang distorsi ini pernah terjadi di Hongaria dan di Serawak. Adapun sahibulhikayatnya adalah Hans Roseboom, dari Research-Instituut Voor Bedrijfswetenshappen (RVB) Delft, Nederland. Jadi kalau cerita dalam paragraf sebelumnya adalah imajinasi, maka cerita yang ini adalah kejadian yang sebenarnya. Di Hongaria tim peneliti yang sedang latihan praktek lapangan berkesimpulan angka kelahiran tinggi, sebaliknya di Serawak mereka berkesimpulan angka kelahiran rendah. Indikator yang mereka ambil adalah perempuan hamil. Persentase orang hamil di Hongaria lebih tinggi dari Serawak. Ternyata kesimpulan mereka itu setelah dikroscek dengan hasil sensus tidak sesuai. Distorsi terjadi karena sample yang diambil adalah perempuan yang ada di jalanan dalam kota. Latihan praktek lapangan di Hongaria diadakan pada musim panas, banyak yang pergi keluar kota untuk summer vacation. Perempuan-perempuan hamil tetap tinggal di kota. Jadi di sinilah penyebab distorsi itu. Sedangkan di Serawak menurut tradisi mereka perempuan hamil mesti tinggal di rumah, hanya keluar bila perlu betul. Tradisi inilah penyebab distorsi.
Lebih indah dari warna aslinya, inilah landasan dalam dunia promosi, sengaja menjebak orang agar pandangannya mengalami distorsi. Mau yang lebih canggih lagi? Distorsi yang terjadi oleh ulah Sudomo, membuat referensi bahwa Edy Tanzil orang baik-baik orang tepercaya, sehingga Edy Tanzil kelihatan indah pada hal warna aslinya ternyata jelek. Inilah distorsi yang membawa musibah 1,3 triliyun yang konon sudah membengkak menjadi 1,7 triliyun. Tentu saja ini dengan asumsi tidak ada sogok-menyogok dalam proses mendapatkan kredit itu. Apabila asumsi ini tidak benar, artinya ada sogok-menyogok, maka yang terjadi bukan distorsi melainkan kolusi (kongkalikong). Apakah itu distorsi atau kolusi, inilah yang menjadi penyebab puncak ketidak adilan, konglomerat gampang mendapat kredit yang banyak, ibarat kelong Mangkasaraq:
Iya gangga iya golla
Iya nirappo ganggai
Iya kaluku
Iya pole nisantangi
Gangga itu gula
Diberi berkuah gangga
Kelapalah dia
Diberi bersantan pula
WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 1 Mei 1994