Firman Allah:
-- AWLM YSYRWA FY ALARDH (S. ALRWM, 30:9), dibaca: awalam yasi-ru- fil ardhi (s. arru-m), artinya: Tidakkah mereka menjelajah bumi?
Sejumlah fakta menunjukkan bahwa Muslimin dari Spanyol dan Afrika Barat tiba di Amerika sekurang-kurangnya lima abad sebelum Columbus. Pada pertengahan abad ke-10, pada waktu pemerintahan Khalifah Umayyah, yaitu Abdurrahman III (929 - 961), Muslimin yang berasal dari Afrika berlayar ke Barat dari pelabuhan Delbra (Palos) di Spanyol menembus "samudra yang gelap dan berkabut". Setelah menghilang beberapa lama, mereka kembali dengan sejumlah harta dari negeri yang "tak dikenal dan aneh". Ada kaum Muslimin yang tinggal bermukim di negeri baru itu, dan mereka inilah kaum emigram Muslimin gelombang pertama.
Granada, benteng pertahanan terakhir ummat Islam jatuh pada 1492. Pada pertengahan abad ke-16 terjadilah pemaksaan besar-besaran secara kejam orang-orang Yahudi dan Muslimin untuk menganut agama Katholik, yang terkenal dalam sejarah sebagai Spanish Inquisition. Pada masa itu keadaan orang-orang Yahudi dan orang-orang Islam sangat menyedihkan, karena penganiayaan dari pihak Gereja Katolik Roma yang dilaksanakan oleh inkuisisi tersebut. Ada tiga macam sikap orang-orang Yahudi dan orang-orang Islam dalam menghadapi inkusisi itu. Pertama, yang tidak mau beralih agama. Akibatnya mereka disiksa kemudian dieksekusi dengan dibakar atau dipancangkan di kayu-sula. Kedua, beralih agama menjadi Katholik Roma. Mereka itu diawasi pula apakah memang berganti agama secara serius. Kelompok orang Islam yang beralih agama itu disebut kelompok Morisko, sedangkan yang dari agama Yahudi disebut kelompok Marrano. Ketiga meluputkan diri dengan hijrah menyeberang Laut Atlantik yang dahulunya dinamakan Samudra yang gelap dan berkabut. Inilah kelompok emigran gelombang kedua di negeri baru itu.
Penganiayaan itu mencapai puncaknya semasa Paus Sixtus V (1585-1590). Sekurang-kurangnya ada dua dokumen yang menyangkut inkusisi ini. Yang pertama, Raja Spanyol Carlos V mengeluarkan dekrit pada tahun 1539 melarang penduduk bermigrasi ke Amerika Latin bagi keturunan Muslimin yang dihukum bakar dan dieksekusi di kayu sula itu. Yang kedua dekrit itu diratifikasi pada 1543, dan disertai perintah pengusiran Muslimin keluar dari jajahan Spanyol di seberang laut Atlantik. Ini adalah bukti historis adanya emigran Muslimin gelombang kedua sebelum tahun 1543 (dekrit kedua). Tidak kurang rujukan yang tersedia untuk menunjukkan kedatangan Muslimin gelombang pertama ke Amerika pada zaman pra-Columbus, antara lain seperti berikut.
1. Dokumen Historis
1.1 ABUL-HASSAN ALI IBN AL-HUSSAIN AL-MASUDI (871-957 CE) seorang pakar sejarah dan geografi menulis dalam bukunya "Muruj adh-dhahab wa maad aljawhar" (Hamparan Emas dan Tambang Permata) bahwa pada waktu pemerintahan Khalifah Abdullah Ibn Muhammad (888-912), penjelajah Muslim Khasykhasy Ibn Sa'ied Ibn Aswad dari Quthuba (Cordova), berlayar dari Delba (Palos) pada 889, menyeberang Samudra yang gelap dan berkabut dan mencapai sebuah negeri yang asing (al-ardh majhul) dan kembali dengan harta yang mentakjubkan. Pada peta Al-Masudi terbentang luas negeri yang disebutnya dengan al-ardh majhul. [AL-MASUDI: Muruj Adh-Dhahab, Vol. 1, P. 1385]
1.2 LEO WEINER dari Harvard University, dalam bukunya Africa and the Discovery of America (1920) menulis bahwa Columbus telah mengetahui kehadiran orang-orang Islam yang tersebar seluas Caribbean, Amerika Tengah dan Utara termasuk Canada. Mereka berdagang dan kawin-mawin dengan Indian dari puak Iroquois dan Algonquin.
2. Eksplorasi Geografis
2.1 Geografer dan pembuat peta AL-SYARIF AL-IDRISI (1099- 1166) menulis dalam bukunya yang terkenal Nuzhat al-Musytaq fi Ikhtiraq al-Afaaq (Ekskursi dari yang Rindu Mengarungi Ufuq) bahwa sekelompok pelaut dari Afrika Utara berlayar mengarungi Samudra yang gelap dan berkabut dari Lisbon (Portugal) dengan maksud mendapatkan apa yang ada di balik samudra itu, betapa luasnya dan di mana batasnya. Mereka menemukan pulau yang penghuninya bercocok tanam dan mereka mempergunakan bahasa Arab.
2.2 Columbus dan para penjelajah Spanyol serta Portugis mampu melayari menyeberang Samudra Atlantik dalam jarak sekitar 2400 km, adalah karena bantuan informasi geografis dan navigasi dari peta yang dibuat oleh pedagang-pedagang Muslimin, termasuk informasi dari buku tulisan ABUL-HASSAN AL-MASUDI yang berjudul Akhbar az-Zaman. Tidak banyak diketahui orang, bahwa Columbus dibantu oleh dua orang kapten Muslimain pada waktu pelayarannya yang pertama menyeberang transatlantik. Kedua kapten Muslimain itu adalah dua bersaudara Martin Alonso Pinzon yang menakodai kapal PINTA, dan Vicente Yanez Pinzon yang menakodai kapal NINA. Keduanya adalah hartawan yang mahir dalam seluk-beluk perkapalan, membantu Columbus dalam organisasi ekspedisi itu, dan mempersiapkan perlengkapan kapal bendera SANTA MARIA. Bersaudara Pinzon ini berkeluarga dengan ABUZAYAN MUHAMMAD III (1362-66), Sultan Marocco dari dinasti Marinid (1196-1465). [THACHER,JOHN BOYD: Christopher Columbus, New York 1950]
3. Prasasti dalam Bahasa Arab
3.1 Para anthropologis mendapatkan prasasti dalam bahasa Arab di lembah Mississipi dan Arizona. Dari prasasti itu diperoleh keterangan bahwa emigran itu membawa juga gajah dari Afrika. [WINTERS,CLYDE AHMAD: Islam in Early North and South America, Al-Ittihad, July 1977,P.60]
3.2 Columbus menuliskan bahwa pada hari Senin 21 Oktober 1492 sementara ia berlayar dekat Gibara pada bagian tenggara pantai Cuba, Columbus menyaksikan masjid di atas puncak bukit yang indah. Reruntuhan beberapa masjid dan menaranya serta tulisan ayat Al Quran telah didapatkan diberbagai tempat seperti Cuba, Mexico, Texas, dan Nevada. [THACHER,JOHN BOYD: Christopher Columbus, New York 1950]
3.3 Dr. Barry Fell dari Harvard University menulis bahwa fakta-fakta ilmiyah telah menunjukkan bahwa berabad-abad sebelum Columbus telah bermukim kaum Muslimin di Benua Baru dari Afrika Utara dan Barat. Dr. Fell mendapatkan adanya sekolah-sekolah Islam di Valley of Fire, Allan Springs, Logomarsino, Keyhole, Canyon, Washoe dan Hickison Summit Pass (Nevada), Mesa Verde (Colorado), Mimbres Valley (New Mexico) dan Tipper Canoe (Indiana) dalam tahun-tahun 700-800. [FELL,BARRY: Saga America, New York, 1980] dan GYR,DONALD: Exploring Rock Art, Santa Barbara, 1989]
WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 30 Mei 2004
-------------------------
(*) disadur dari PRECOLUMBIAN MUSLIMS IN THE AMERICAS, By Dr. Youssef Mroueh
30 Mei 2004
[+/-] |
627. Muslimin dari Spanyol dan Afrika di Amerika Zaman Pra-Columbus (*) |
23 Mei 2004
[+/-] |
626. Metode Kehidupan yang Diajarkan oleh Rasulullah SAW |
Tatkala TasuluLlah SAW mengawali kehidupan kaum Muslimin di kota Madinah, sebagai Kepala Negara beliau menempuh metode kehidupan yang meliputi tiga perkara, yaitu menjadikan aqidah Islam sebagai asas pembangunan peradaban, menjadikan halal dan haram sebagai standar pebuatan dan menjadikan makna kebahagiaan adalah ketentraman hakiki, yakni tercapainya ridha Allah SWT.
Pertama, membangun peradaban dengan aqidah islamiyyah, yakni menjadikan aqidah Islamiyyah sebagai asas bagi seluruh pemahaman hidup. Dengan asas ini Bani Adam akan dapat membangun kehidupan dan peradabannya serta menyelesaikan masalah-masalahnya.
Sikap menjadikan aqidah Islamiyah sebagai asas membangun peradaban ini menjadi modal dasar yang sangat berharga dalam menghadapi benturan peradaban dengan umat manapun di dunia. Sebab, pemikiran yang didasari aqidah Islam merupakan pemikiran terunggul di antara pemikiran yang dimiliki umat manusia. Hal ini secara praktis sudah pernah terjadi di masa Nabi SAW tatkala pada perang Badar 313 kaum Muslimin mengalahkan sekitar 1000 tentara Quraisy. Juga pada saat perang Mu'tah tatkala 3000 kaum Muslimin menghadapi 200 000 tentara adidaya Romawi. Kenapa kaum muslimin bisa begitu berani menghadapi lawan yang jumlahnya lebih banyak? Sebab mereka berperang melawan musuh bukan sekedar mengandalkan kekuatan fisik, melainkan mereka memerangi musuh dengan keyakinan akan kebenaran Islam yang mereka emban. Keyakinan inilah yang ditanamkan oleh salah satu panglima Perang Mu'tah, Abdullah bin Rawwahah tatkala memberikan pesan dan semangat kepada pasukan mujahidin yang sedang menghadapi jumlah pasukan Rumawi yang jumlahnya hampir tujuhpuluh kali Lipat itu! [Pada waktu qabilah-qabliah di perbatasan masuk Islam, maka qabilah-qabliah itu melepaskan diri dari wilayah kekuasaan Romawi dan bergabung masuk ke dalam Daulah Islamiyah Darul Islam al Madinatul Munawwarah. Maka Kaisar Romawi mengirimkan tenteranya untuk menghukum qabilah-qabilah itu, sehingga terjadilah Perang Mu'tah]. Jaminan keunggulan itu disebut oleh Allah SWT dalam firman-Nya (QS. Al Anfaal 65-66).
Kedua, metode kehidupan yang menjadikan pandangan halal-haram menurut Syari'at Islam sebagai standar perbuatan. Rasulullah SAW secara praktis mengajarkan kaum Muslimin untuk terikat dengan hukum Syara', yakni selalu menjadikan yang dihalalkan Allah dan Rasul-Nya sebagai perkara yang bisa dilakukan dan menjadikan yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya sebagai perkara yang mesti ditinggalkan. Tatkala khamar (miras) telah diharamkan oleh Allah SWT ada seorang yang (belum tahu) mendatangi Rasulullah SAW hendak memberikan hadiah khamar kepada beliau. Beliau menolaknya seraya menerangkan bahwa Allah SWT telah mengharamkan khamar. Orang itu bertanya: Bagaimana kalau saya jual? Rasulullah saw. menjawab bahwa zat yang diharamkan meminumnya diharamkan pula menjualnya. Lalu dia mengatakan bagaimana kalau saya hadiahkan kepada orang Yahudi? Baliau mengatakan bahwa Allah SWT yang telah mengaharamkan khamar itu mengharamkan pula barang itu dihadiahkan. Orang itu bertanya lalu bagaimana? Kata Nabi SAW : "Buang saja ke selokan!" Ketika Usman bin Mazh'un bertanya kepada Rasulullah SAW tentang mengeberi, beliau menjawab bahwa pengendalian nafsu adalah puasa.
Dan sikap selalu menyesuaikan diri dengan halal dan haramnya hukum Allah SWT menjadikan mereka sebagai umat yang konsisten dalam kehidupan dan tak mudah tergoda oleh musuh-musuhnya, bahkan disegani musuh. Ketika Abdullah bin Rawahah hendak disuap oleh orang-orang Yahudi di Khaibar, Abdullah berkata kepada mereka, "Wahai Yahudi, sesungguhnya suap yang kalian tawarkan itu adalah haram dan kaum muslimin tak memakannya." Maka orang-orang Yahudi itupun terkesan dan mereka berkata: "Dengan sikap seperti inilah langit dan bumi tetap tegak".
Ketiga, menjadikan makna kebahagiaan Ridha Allah SWT. Dengan demikian, bukanlah kenikmatan dan kelezatan materi yang membahagiakan hidup, melainkan segala perkara yang diridhai oleh Allah SWT, berbagai perkara yang Allah SWT perintahkan dan halalkan.
***
Demikianlah, agar rakyat Indonesia tidak kebingungan, siapakah di antara pasangan-pasngan Capres - Cawapres yang programnya bertumpu pada yang paling mendekati ketiga kriteria metode kehidupan yang yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, itulah Insya-Allah yang dapat menyelamatkan Negara Tepublik Indonesia yang kita cintai ini dari bahaya antara lain dari konglomerat hitam, utamanya KKN. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 23 Mei 2004
16 Mei 2004
[+/-] |
625. Sekali Lagi Tekstual, Ta'wil dan Isyarat |
Saya menerima deringan telepon bertanyakan: "Ustadz, apakah semua ayat perlu dikaji secara tekstual, ta'wil dan isyarat?" Menurut hemat saya penjelasan kepada penanya itu, elok juga kiranya saya bentangkan dalam media grafika ini.
Tentulah tidak semua ayat dapat diberlakukan seperti itu ketiga-tiganya. Namun yang perlu diperhatikan ialah berjenjang naik ibarat anak tangga, anak tangga pertama tekstual, anak tangga kedua ta'wil dan anak tangga ketiga isyarat. Dalam memahamkan Al Quran maupun Al Hadits (Nash) tidaklah boleh mempertentangkan ketiga hal itu. Pemahaman tekstual adalah inti (core)-nya, tidak boleh mengabaikannya lalu sekonyong-konyong meloncat ke ta'wil dan isyarat secara kontekstual.
Al Quran telah menunjukkan cara khusus untuk menangani koruptor kelas kakap. Berfirman Allah dalam Al Quran:
-- WALSARQ WALSARQt FAQTH'AWA AYDYHMA JZAa BMA KSBA TKALA MN ALLH WALLH 'AZYZ hKYM (S. ALMAaDt, 38), dibaca: wassa-riqu wassa-riqatu faqtha'u- aydiyahuma- jaza-an bima- kasaba- taka-lam minaLla-hi waLla-hu 'azi-zun haki-m (s. al ma-idah 38), artinya: Terhadap pencuri laki-laki dan pencuri perempuan, maka potonglah tangan keduanya sebagai balasan pekerjaan keduanya, dan sebagai siksaan dari Allah, dan Allah Maha Perkasa dan Maha Bijaksana (5:38).
Atas diri pencuri laki-laki dan pencuri perempuan kelas kakap yang sangat merugikan orang banyak, sanksi hukuman atas mereka bukanlah untuk menyadarkan, akan tetapi untuk sebagai balasan atas perbuatannya, sebagai siksaan dari Allah SWT. Yang tampil di sini bukanlah Allah Yang bersifat Maha Pemurah dan Maha Penyayang (AlRahman AlRahiym), melainkan Allah dengan sifatNya Maha Perkasa dan Maha Bijaksana (al'Aziz alHakim). Terhadap pencuri kelas kakap itu perlu sanksi yang keras: potong tangan. Jadi pemahaman tekstual, itulah intinya. Dengan tetap tidak melepaskan pemahaman tekstual, dilanjutkanlah ke anak tangga kedua yaitu ta'wil, yaitu potong tangan dita'wilkan sebagai mencopot kekuasaan atapun fasilitasnya. Seterusnya ke anak tangga ketiga yaitu isyarat, membentuk mekanisme yang efektif yang berhubungan dengan pelaksanaan sanksi itu oleh pranata hukum dalam dua hal, yaitu: Pertama melaksanakan sanksi itu tanpa pandang bulu, kecuali dan ini yang kedua dalam keadaan pacelik orang yang mencuri sekadar untuk dimakan karena kelaparan, maka mengikuti jurisprudensi yang telah dilakukan oleh Khalifah 'Umar ibn Khattab, sanksi potong tangan itu dalam kasus spesifik itu dimaafkan. Artinya pemahaman tektual tetap dipegang, namun dalam kondisi darurat tidak diaktulisasikan.
***
Contoh kedua, Allah SWR berfirman
-- SBhN ALDZY ASRY B'ABDH LYLA MN ALMSJD ALhRAM ALY ALMSJD AL AQSHA ALDZY BRKNA hWLH LNRYH MN AYTNA ANH HW ALSMY'A ALBSHYR (S. BNY ASRAaYL, 1), dibaca: subha-nal ladzi- asra- bi'abdihi- laylam minal masjidil hara-mi ilal masjidil aqshal ladzi- ba-rakna- haulahu- linuriyahu- min a-ya-tina- innahu- huwas sami-'ul bashi-r (s. bani- isra-i-l), artinya: Maha Suci Yang mengisrakan hambaNya malam hari dari al Masjid al Haram ke al Masjid al Aqsha, yang Kami telah berkati sekelilingnya, untuk memperlihatkan (sebagian) dari ayat-ayat Kami, sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat (17:1).
Menurut Hadits pada waktu Rasulullah diisrakan, beliau menunggang buraq dituntun oleh Jibril.
-- "Utiyat bilBura-qi faHumiltu 'Alayhi Hattay Utiyat Baita lMaqdis," artinya: didatangkan kepadaku Buraq dinaikkan aku berkendara di atasnya hingga tiba di Bayt al Maqdis.
Secara tekstual itu benar-benar seperti demikian, RasuluLlah SAW isra betul-betul berkendaraan buraq diuntun oleh Jibril.
Dengan tetap memahamkan isra secara tekstual itu, pemahaman dilanjutkan ke anak tangga kedua, yaitu menta'wilkan konfigurasi Jibril menuntun Rasulullah yang mengendarai buraq itu dalam konteks konfigurasi antara wahyu, akal dengan naluri. Dengan demikian konfigurasi Jibril, Rasulullah dan buraq itu dapat dita'wilkan sebagai wahyu menuntun akal dan akal mengendalikan naluri.
Dilanjutkan ke anak tangga ketiga, yaitu isyarat. Bahwa itu akan diproyeksikan dalam kenyataan sejarah, satu setengah tahun kemudian setelah isra, yaitu peristiwa hijrah: Rasulullah menunggang unta dituntun oleh Abu Bakar Ashshidiq RA. Jibril adalah malaikat pembawa kebenaran dan Abu Bakar memperoleh gelar Ashshidiq. Baik Jibril, maupun Abu Bakar mendapat predikat "benar". Predikat Asshshiddiq bagi Abu Bakar RA diperoleh beliau, karena sikap beliau terhadap peristiwa Isra-Mi'raj. Tatkala provokator Abu Jahl yang pembenci RasuluLlah SAW, berkampanye anti Islam, ia bercerita kepada Abu Bakar RA apa yang telah didengarnya tentang Isra-Mi'raj, kemudian menghasut Abu Bakar RA: "Hai Abu Bakar masihkah juga engkau percaya kepada Muhammad?" Maka menjawablah Abu Bakar RA: "Lebih dari itu saya percaya, karena Muhammad sejak sebelum menjadi Nabi belum pernah berbohong, lebih-lebih setelah diutus Allah". Sejak itu Abu Bakar mendapatkan gelar Ashshiddiq (yang membenarkan). MN ALMSJD ALhRAM ALY ALMSJD AL AQSHA (minal masjidil hara-mi ilal masjidil aqsha-), isra dari masjid ke masjid diproyeksikan dalam sejarah hijrah Nabi SAW. Unta yang dikendarai RasuluLlah SAW berhenti ditempat, di mana pada tempat itu dibangun Masjid Nabawi. Dalam isra dari al Masjid al Haram ke alMasjid al Aqsha-, diproyeksikan dalam sejarah dari al Masjid al Haram ke al Masjid Nabawi. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 16 Mei 2004
9 Mei 2004
[+/-] |
624. Tekstual, Ta'wil dan Isyarat |
Seri 623 ybl memperbincangkan perkara intelektual Muslim yang keranjingan hermeneutika. Mereka ini juga sangat keranjingan dalam perkara pemahaman kontekstual, dan sangat sinis akan pemahaman tekstual, bahkan ada yang menggugat mushhaf (teks) Al Quran Rasm 'Utsmany, seperti yang telah ditulis oleh Luthfi Asysyaukani, dosen Sejarah Pemikiran Islam di Universitas Paramadina, Jakarta, dan Editor jaringan yang menamakan dirinya Jaringan Islam Liberal dan Taufik Adnan Amal, dosen mata kuliah ulumul Quran di IAIN Alauddin Makassar, aktivis jaringan yang menamakan dirinya Jaringan Islam Liberal, bahwa keyakinan akan keotentikan Al Quran Rasm Utsmany adalah angan-angan teologis dan hanya merupakan mitos (lihat Seri 606).
***
Dalam Al Quran Allah berfirman:
-- ALDZY J'AL LKM MN ALSYJR ALAKHDHR NARA FADZA ANTM MNH TWQDWN (A. Y-S, 80), dibaca: alladzi- ja'alalakum minasy syarail akhdhari na-ran faidza- antum minhu tu-qidu-n (S. Yasin), artinya: Yaitu Yang menjadikan bagimu api dari pohon hijau dan dengan itu kamu dapat membakar (36:80).
Pertama-tama ayat itu harus difahamkan secara tekstual, karena itulah inti pemahaman, bahwa kamu, maksudnya manusia dapat membakar dengan api yang berasal dari pohon hijau. Dalam kasus ini pemahaman tekstual itu perlu ditopang ilmu nahwu. ALSYJR (al syajaru) adalah mudzakkar (jantan) dalam bentuk mufrad (tunggal), yang menunjuk kepada pohon keseluruhan secara kolektif. Ada pengelompokan kolektif benda yang menunjukkan spesi seperti manusia, binatang, serangga, tumbuh-tumbuhan, mineral dll semacamnya yang berkelompok yang diciptakan Allah secara alamiyah. Dalam bahasa Arab Al Quran benda-benda ini secara gagasan adalah jama' (plural), yaitu dalam kalimat, fi'il (kata kerja) yang berhubungan dengan benda itu ditasrifkan sebagai jama', namun dinyatakan dalam ism mudzakkar mufrad (kata benda jantan tunggal), jadi mengandung gagasan jama' (plural), seperti juga dapat dilihat dalam ayat-ayat (22:28, 27:18, 27:60).
Sedangkan bentuk muannats mufrad ALSYJRt (asysyjarah), ALNMLt (annamlah) menunjuk kepada sebatang pohon, yaitu pohon larangan (2:35), sejenis pohon yaitu pohon zaitun (23:20, 24:35), dan seekor "semut" (27:18)
Tidaklah boleh kita mengabaikan pemahaman tekstual, lalu langsung melompat kepada pemahaman kontekstual sebagai "apologi", sehingga ayat (36:80) difahamkan bahwa ada semacam pohon di Aceh walaupun masih hijau dapat dipakai untuk membakar, berhubung kita menjumpai sepintas lalu kenyataan bahwa api itu tidak berasal dari pohon yang hijau, melainkan dari kayu-kayuan dan daun-daunan yang kering berwarna coklat. Sebab kalau yang dimaksud sejenis pohom di Aceh maka pohon itu dalam Al Quran niscaya dinyatakan dalam bentuk muannats asysyajaratu lkhadhra-u.
Dengan tetap memegang intinya yaitu pemahaman tekstual, kita lanjutkan dengan ta'wil, yaitu dengan memanfaatkan sains berupa: ilmu fisika, kimia, botani dengan pengkhususan anatomi tumbuh-tumbuhan.
Reaksi thermonuklir di matahari mentransfer wujud tenaga nuklir menjadi tenaga radiasi yang berwujud sinar gamma yang menembus ke lapisan bagian luar dari matahari, sehingga mengalami penyusutan energi. Maka di bagian luar sinar yang telah berdegradasi energinya itu dikenal sebagai photon yang memancar ke sekeliling matahari, antara lain menyiram permukaan bumi.
Tumbuh-tumbuhan dibangun oleh bahagian-bahagian kecil yang disebut sel. Di dalam inti sel terdapat butir-butir pembawa zat warna. Yang terpenting di antara butir-butir itu adalah pembawa zat warna hijau, yang disebut khlorophyl, zat hijau daun (istilah ilmiyah dari bahasa Yunani, Kholoros = hijau, Phyllon = daun). Khlorophyl ini menangkap photon dari matahari dan mengubah wujud tenaga photon itu menjadi tenaga potensial kimiawi dalam makanan dan bahan bakar hidrokarbon di dalam molekul-molekul melalui proses photosynthesis. Dalam proses photosynthesis oleh khlorophyl ini dari bahan baku CO2 dan air dan photon, dihasilkanlah makanan dan bahan bakar hidrokarbon dan oksigen. Selanjutnya melalui proses respirasi dalam tubuh manusia dan binatang dan mesin-mesin, makanan dan bahan bakar itu dengan oksigen dari udara berubahlah pula menjadi CO2 dan air. Demikianlah sterusnya daur atau siklus itu berlangsung. Jadi tumbuh-tumbuhan mengambil CO2 dan mengeluarkan oksigen. Sebaliknya manusia dan binatang mengambil oksigen dan mengeluarkan CO2.
Demikianlah tenaga radiasi berdegradasi pula menjadi tenaga potensial kimiawi dalam makanan dan bahan bakar melalui proses photosynthesis oleh zat hijau daun, dan selanjutnya berdegradasi pula menjadi tenaga panas melalui proses respirasi, yaitu reaksi kimiawi yang eksotherm (menghasilkan api). Pemakaian istilah asySyajaru lAkhdhar, zat hijau pohon, dalam Al Quran lebih tepat dari istilah ilmiyah khlorophyl, zat hijau daun, oleh karena zat tersebut bukan hanya terdapat dalam daun saja, melainkan pada seluruh bagian pohon asal masih berwarna hijau, mulai akar yang tersembul asal masih hijau, dari batang asal masih hijau, cabang asal masih hijau, ranting, daun, sampai ke pucuk serta buah yang masih hijau. Itulah ta'wil dengan memanfaatkan sains dari S. Yasin, 80.
Kemudian dilanjutkan dengan isyarat. Adapun S. Yasin, 80 mengisyaratkan bagaimana pentingnya hutan. Bukan hanya sekadar mengendalikan air di dalam tanah dan permukaan bumi, tidak banjir di musim hujan dan tidak kering di musim kemarau. Namun 'ala kulli hal isyarat yang lebih penting dari S. Yasin, 80, adalah hutan itu sangat perlu dipelihara untuk terjadinya daur: tumbuh-tumbuhan penghasil oksigen, membersihkan udara dari sampah CO2 yang dikeluarkan oleh manusia, binatang dan mesin-mesin. S. Yasin, 80 memberikan isyarat dalam konteks memelihara lingkungan hidup, tugas manusia sebagai Khalifatun fi lArdh. WaLlahu a'lamu bishshawab.
*** Makassar, 9 Mei 2004
2 Mei 2004
[+/-] |
623. Intelektual Muslim yang Keranjingan Hermeneutika |
Istilah hermeneutika berkaitan dengan mitos dewa Yunani Kuno yang bernama Hermes, yang memiliki kebiasaan "memintal". Mitos memintal ini mengungkap dua hal dalam hermeneutika, yaitu: pertama, memastikan maksud, isi suatu kata, kalimat, dan teks, kedua, menemukan instruksi-instruksi dibalik simbol. Hermeneutika tidak terlepas dari asumsi-asumsi dan adanya purbasangka (prejudice) spekulasi intelektual.
Ada asumsi spekulasi intelektual dari Fazlur Rahman, gurunya Nurcholis Madjid, yaitu bahwa Al Quran adalah "both the Word of God and the word of Muhammad". Asumsi ini bernuansa hermeneutika filosofis. Asumsi ini berpijak pada paradigma (kerangka dasar) bahwa Al Quran bukanlah teks yang turun dalam bentuk kata-kata aktual secara verbal, melainkan merupakan spirit wahyu yang disaring melalui Nabi Muhammad SAW dan sekaligus diekspresikan dalam tapal batas intelek dan kemampuan linguistiknya. Nabi Muhammad SAW sebagai penerima wahyu diposisikan sebagai "pengarang" Al Quran. Inilah latar belakang mengapa ada sementara kaum intelektual Muslim yang "keranjingan" hermeneutika untuk mengkaji Al Quran, dengan bertitik tolak dari sikap "meragukan" mushhaf (teks) Al Quran Rasm (ejaan) 'Utsmany.
Dalam 24 jam, sekurang-kurangnya 17 kali ummat Islam bermohon kepada Allah:
-- AHDNA ALSHRATH ALMSTQYM (S. ALFTht, 1:5), dibaca: ihdinash shira-thal
mustaqi-m (s. alfa-tihah), artinya: Tunjukilah kami kepada Jalan yang Lurus.
Allah SWT menjawab permohonan hambaNya itu dengan:
-- A-L-M . DZLK ALKTB LA RYB FYH HDY LLMTQYN (S. ALBQRt 2:1-2), dibaca: alif, lam, mim . dza-likal kita-bu la- rayba fi-hi hudal lilmuttaqiyn (s. albaqarah), artinya: Alif, lam, mim . Itulah Al Kitab tiada keraguan di dalamnya petunjuk bagi para muttaqin.
Ayat (2:1) alif-lam-mim adalah kode matematis
Surah | mim | lam | alif |
Al Baqarah | 2175 | 3204 | 4592 |
Ali 'Imran | 1251 | 1885 | 2578 |
Al A'raf | 1165 | 1523 | 2572 |
Ar Ra'd | 260 | 479 | 625 |
Al 'Ankabut | 347 | 554 | 784 |
Ar Rum | 318 | 396 | 545 |
Luqman | 177 | 298 | 348 |
As Sajadah | 158 | 154 | 268 |
Jumlah | 5871 | + 8493 + | 12312 |
= 26676 = 1404 x 19 |
Dalam ayat (2:2) ada tanda tiga titik (seperti titik pada huruf 'tsa' dan 'syin') terletak diatas kata "RYB" dan "FYH". Tanda tiga titik diatas dua kata tsb dalam ayat (2:2) menunjukkan mu'jizat lughawiyah, yaitu ayat (2:2) dapat bermakna dua yg keduanya mempunyai keutamaan masing-masing. Ada dua cara dalam membaca ayat (2:2) tersebut, yaitu dapat berhenti pada kata RYB, dan dapat pula berhenti pada kata FYH. Kedua cara bacaan tersebut menghasilkan penekanan dalam bobot yang berbeda, namun yang satu dengan yang lain saling bersinergi, saling mengisi.
Mari kita baca ayat (2:2):
Cara yang pertama, berhenti pada kata RYB: Dza-likal kita-bu la- rayba, berhenti sebentar kemudian dilanjutkan dengan fi-hi hudal lil muttaqi-n. Kalau kita membaca serupa ini maka maknanya ialah: Itulah Al Kitab tiada keraguan, pernyataan tegas dari Allah bahwa Al Kitab tiada keraguan sumbernya dari Allah SWT, kemudian dilanjutkan dengan: di dalamnya mengandung petunjuk bagi para muttaqin. Jadi cara membaca yang pertama ini bobotnya pada penegasan dari Allah SWT bahwa tiada keraguan bahwa Al Kitab bersumber dari Allah SWT.
Apa itu Al Kitab ? Dalam bahasa aslinya Kitab akarnya dari Kef-Ta-Ba artinya tulis. Artinya Al Kitab itu adalah Teks. Jadi cara membaca yang pertama ini adalah penegasan dari Allah SWT bahwa tiada keraguan Teks itu bersumber dari Allah SWT. Tabulasi penjabaran ayat (1:1), yaitu alif-lam-mim sebagai al muqaththa'aat (potongan-potongan huruf) persekutuan dari 8 surah menunjukkan pula bahwa Teks itu bersumber dari Allah SWT, sebab mana mungkin Teks itu dapat dikarang oleh manusia.
Alhasil paradigma bahwa Al Quran bukanlah teks yang turun dalam bentuk kata-kata aktual secara verbal, melainkan merupakan spirit wahyu yang disaring melalui Nabi Muhammad SAW yang diekspresikan dalam tapal batas intelek dan kemampuan linguistik beliau, ditolak oleh ayat (2:1-2). Maka tersungkurlah juga asumsi spekulasi intelektual dari Fazlur Rahman yang bertumpu pada paradigma itu, yaitu asumsi bahwa Al Quran adalah "both the Word of God and the word of Muhammad".
Al Quran, baik makna maupun teksnya adalah dari Allah SWT. Nabi Muhammad saw hanyalah sekedar menyampaikan, dan tidak mengapresiasi atau mengolah wahyu yang diterimanya. Posisi Nabi Muhammad SAW dalam menerima dan menyampaikan wahyu adalah pasif, hanya sebagai 'penyampai' apa-apa yang diwahyukan kepada beliau.
***
Cara membaca ayat (2:2) yang kedua, berhenti pada kata FYH: Dza-likal kita-bu la- rayba fi-hi, berhenti sebentar kemudian dilanjutkan dengan hudal lil muttaqi-n. Cara membaca yang kedua ini bermakna: Itulah Al Kitab tiada keraguan di dalamnya, menunjukkan bahwa tiada keraguan merupakan alat ukur bagi orang-orang taqwa dalam potongan ayat yang selanjutnya: petunjuk bagi para muttaqin. Jadi bobot cara pembacaan kedua ini ialah "tiada keraguan" adalah "alat ukur" mengenai ketaqwaan kita. Kita dapat mengukur ketaqwaan diri kita sendiri secara gradual haqqa tuqaatih (sebenar-benarnya taqwa) seberapa jauh qalbu kita istiqamah (konsisten, taat asas), setiap kita menghadapi suatu masalah, tidak terkecuali masalah "keranjingan" hermeneutika untuk mengkaji Al Quran dalam kalangan kaum intelektual Muslim, yang celakanya, bertitik tolak dari sikap "meragukan" mushhaf (teks) Al Quran Rasm 'Utsmany. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 2 Mei 2004