Menyambut bulan suci Ramadhan mari meningkatkan iman dan taqwa kita. Begitulah kurang lebih kalimat yang sempat saya baca dalam tulisan pada pinggir bawah layar monitor TV yang disiarkan oleh RCTI dalam acara Hikmah Fajar pada bari Jum'at, 26 Desember 1997. Kalimat yang dikutip itu secara tersurat untuk menyambut bulan suci Ramadhan, akan tetapi secara tersirat adalah iklan terselubung dari sebuah perusahaan makanan, karena pada akhir kalimat itu dibubuhkan nama perusahaan tersebut. Dunia periklanan memanfaatkan kesempatan apa saja untuk mempromosikan produk apa saja. Tujuan perusahaan itu yang utama bukanlah pada substansi menyambut bulan suci Ramadhan, melainkan tujuan utamanya adalah menarik simpati masyarakat sehingga menjadi konsumen produk yang kita biasa menjumpai dalanm dunia periklanan yang tidak etis. Seperti misalnya mempromosikan rokok yang mengandung racun dengan membentuk liga sepak bola atas nama merk rokok yang mensponsorinya. Bukankah itu tidak etis, nikotin itu membahayakan kesehatan, padahal olah raga itu untuk kesehatan.
Kita melihat ketidak-sungguhan perusahaan makanan tersebut jika kita tilik substansi seruannya itu. Apakah betul ajakannyn itu: Agar meningkatkan iman dan taqwa kita dalam menyambut bulan suci Ramadhan?
-- Firman Allah: Ya-ayyuha- Lladziyna A-manunw Kutiba 'Alaykumu shShiya-mu Kama- Kutiba 'ala Lladziyna min Qablikum La'allakum Tattaquwna (S. Al Baqarah, 2:183). Hai orang-orang beriman, diperlukan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diperlukan atas orang-orang sebelum kamu, supaya kamu bertaqwa.
Cobalah tilik ayat itu dengan teliti. Puasa itu hanya diserukan kepada orang-orang beriman. Puasa itu tidak diserukan kepada semua manusia. Orang-orang beriman disuruh mempraktekkan puasa supaya meningkat menjadi orang yang bertaqwa. Beriman lebih rendah tingkatannya dari bertaqwa. Supaya dapat meningkat dari beriman menjadi bertaqwa, maka praktekkanlah puasa.
Jadi sungguh tidak benar seruan perusahaan makanan itu. Kita diajak menyambut bulan suci Ramadhan dengan meningkatkan iman dan taqwa. Dengan perkataan lain, supaya dapat melaksanakan puasa dengan baik dalam bulan Ramadhan, haruslah dengan persiapan meningkatkan iman dan taqwa terlebih dahulu, yang berarti bahwa iman dan taqwa ini sebagai modal dasar, sedangkan puasa adalah tujuan. Yang benar yang sesuai dengan ayat di atas, ialah untuk dapat mencapal taqwa, orang beriman harus melaksanakan puasa dengan baik terlebih dahulu, yang berarti iman adalah modal dasar, puasa adalah upaya untuk mencapal tujuan dan taqwa adalah tujuan. Bahwa derajat taqwa itu lebib tinggi da derajat beirman, dapat pula ditunjukkan oleli Firman Allah:
-- Alif, Lam, Mim. Dza-lika lKita-bu La- Rayba Fiyhi Hudan lilMuttqiyna (S. A! Baqarah, 2:1-2). Alif, Lam, Mim. Al Kitab itu tidak ada keraguan di dalamnya petunjuk bagi orang-orang bertaqwa.
Siapakah orang-orang bertaqwa itu? Bacalah ayat itu selanjutnya:
-- Alladziyna Yu'minuna bilGhaybi waYuqiymuwna shShalawta waMimma- Razaqna-hum Yunfiquwna (S. Al Baqarah, 2:3). Yaitu orang-orang yang beriman kepada Yang Ghaib, mendirikan shalat dan dari sebagian yang Kami rezkikan kepada mereka diinfaqkannya.
Berdasarkan S.AlBaqarah, 2:1-3, kita dapat menumunkan rumus: Taqwa = Iman + Shalat + Infaq.
Infaq sukarela disebut sadaqah, infaq wajib disebut zakat. Dari rumus itu sangat jelas, bahwa iman adalah salah satu komponen taqwa, jadi taqwa kedudukannya lebih tinggi dan iman.
Jadi sesungguhnya apa yang kita harus persiapkan untuk menghadapi praktek puasa dalam bulan Ramadhan? Karena puasa hanya ditujukan kepada orang-orang beriman, maka focus perhatian kita adalah mengevaluasi keimanan kita. Allah SWT sebagai Maha Pengatur telah mengatur bahwa dua bulan sebelum bulan Ramadhan, yaitu bulan Rajab, terjadi peristiwa Isna-Mi'raj Nahi Muhammad SAW. Sehubungan dengan perisitiwa ini Allah berfirman:
-- WaMa- Ja'alna- rRu'ya- Llatiy Arayna-ka lila- Fitnatan linNa-si (S. Bany Isra-iyl, 17:60), dan tidaklah Kami jadikan penglihatan yang Kami perlihatkan kepadamu (hai Muhammad) melainkan sebagai fitnah bagi manusia.
Penglihatan yang diperlihatkan kepada Nabi Muhammad SAW ialah alam ghaib tatkala be1iau Mi'raj, sedangkan fitnah dalam ayat ini bermakna ujian ataupun cobaan atas keimanan seseorang. Menurut ayat ini peristiwa Isra-Mi'raj merupakan tolok ukur bagi seseorang untuk mengevaluasi keimnanannya. Yang harus kita kerjakan untuk menyambut bulan puasa Ramadhan ialah mengevaluasi keimanan kita dengan tolok ukur: Besarnya dorongan hasrat kepuasan intelektual terhadap lsra-Mi'raj berbanding terbalik dengan tingkat keimanan.
Mengapa puasa hanya ditujukan kepada orang-orang beriman? Puasa sifatnya pasif, tertutup. Berbeda dengan keempat rukun iman yang lain. Kalimah Syahadatain diucapkan oleh mulut, dibenarkan oleh pikiran dan diyakinkan oleb qalbu (sengaja dituliskan dengan "q", oleh karena kalau dituliskan dengan k berarti anjing). Karena diucapkan oleh mulut berupa bunyi maka sifatnya aktif, terbuka, yaitu dapat ditunjukkan kepada orang lain. Dapat saja diucapkan dimulut, tetapi tidak diyakinkan di qalbu, artinya Kalimah Syahadatain dapat ditunjukkan proaktif kepada orang lain walaupun sebenarnya tidak beriman. Demikian pula shalat yang berupa gerak dan bacaan, zakat yang berupa gerakan, naik haji yang berupa gerak dan bacaan, keempat-empatnya hersifat terbuka, dapat ditunjukkan proaktif kepada orang lain, jadi dapat saja dikerjakan tanpa berlandaskan iman.
Puasa yang sifatnya tertutup itu tidak dapat ditunjukkan proaktif kepada orang lain. Yang dapat ditunjukkan secara proaktif hanya berpura-pura loyo, meludah-ludah secara demonstratif, dan berbuka puasa. Orang dapat saja menerima undangan berbuka puasa, tetapi ia sendiri tidak berpuasa. Yang tahu seseorang berpuasa hanya dirinya sendiri dan Allah SWT, artinya orang berpuasa itu mestilah ia beriman. Itulah sebabnya praktek berpuasa hanya ditujukan kepada orang-onrng beirman. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 28 Desember 1997
28 Desember 1997
[+/-] |
304. Menyambut Bulan Suci Ramadhan |
21 Desember 1997
[+/-] |
303. KTT OKI Mengutuk Terrorisme dan Hubungannya dengan FIS di Aljazair |
Lima puluh lima negara anggota Organisasi Konfrensi Islam (OKI) yang mengakhiri Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) tanggal 11 Desember 1997 di Teheran terdiri atas dua kelompok, yaitu garis keras dan moderat. Yang membesarkan hati ialah walaupun terdapat perbedaan sikap tersebut, KTT itu dijiwai oleh semangat persatuan dalam Islam. Hampir semua peserta dalam pidatonya membacakan Firman Allah:
-- Wa'thasimuw biHabli Llahi Jamiy'an waLa- Tafarraquw (S. Ali 'Imra-n, 3:103), berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali Allah dan janganlah kamu berpecah belah.
Ada pula segi yang menarik, yaitu negara-negara Islam yang tergolong dalam garis keras ada beberapa di antaranya mendapat predikat dari Amerika Serikat sebagai negara-negara penyokong kelompok-kelompok terorist. KTT OKI itu dengan tegas membantah Amerika Serikat, yakni konfrensi di Teheran itu dengan tegas mengutuk terorisme dalam segala bentuk dan pelaksanaannya. KTT tersebut juga menegaskan kembali komitmen OKI bagi undang-undang untuk memerangi terorisme yang disahkan dalam KTT OKI di Casablanca tahun 1994 yang menyerukan pula penyelenggaraan konfrensi internasional mengenai terorisme di bawah pengawasan PBB.
Sehubungan dengan itu akan disorot pemberitaan selama ini mengenai tuduhan atas FIS (Front Islamique du Salut) yang menteror dan membantai warga sipil di Aljazair tidak terkecuali terhadap perempuan dan anak-anak, bahkan diberitakan pula telah menggorok leher tujuh pelaut Italia yang kapalnya berlabuh di pelabuhan Jenjen Aljazair. Tuduhan terhadap FIS sebagai teroris yang kejam itu sangat merusak citra Islam.
Golongan Islam yang membentuk kekuatan politik dalam wadah Front Islamique du Salut, yang menempuh cara demokratis, menjadi salah satu kontestan pada Pemilu tahun 1992, dicap fundamentalis. Sebenarnya istilah fundamentalis ini pengertiannya sangat baik, yaitu Ahlu sSunnah. Tetapi dalam lapangan politik internasional istilah ini telah mempunyai konotasi yang khas, yaitu suka menempuh cara kekerasan. Kalaupun pada akhirnya kelompok ini terlibat dalam kekerasan dan pertumpahan darah, itu karena lebih dahulu dikerasi dan dizalimi oleh rejim militer. Karena Pemilu permulaan FIS menang mayoritas, maka Pemilu lanjutan dibatalkan kemudian FIS dibubarkan oleh rejim militer. Kalau akhirnya FIS terpaksa angkat senjata melawan rejim militer itu, apakah itu salah? Semutpun kalau diinjak, niscaya menggigit.
Amerika Serikat yang begitu menggemborkan dirinya pahlawan demokrasi, bungkam, bahkan bersikap menyokong rejim militer Aljazair, yang mentorpedo hasil dan proses lanjutan Pemilu itu. Mengapa? Amerika sedang risau. Iran potensial bakal menggantikan kedudukan mantan Uni Sovyet untuk menantang, menjadi rival Amerika. Ambisi Amerika untuk menjadi negara adidaya tunggal, menjadi polisi dunia, bakal mendapat hambatan, gangguan bahkan ancaman dari Iran. Ini membentuk sikap Amerika berprasangka kepada setiap gerakan Islam (doktrin Huntington) tidak terkecuali di Aljazair.
Hanya saja perlawanan bersenjata FIS itu diberitakan membantai perempuan dan anak-anak, menggorok pelaut Italia, menterror, itu merusak citra Islam. Kalau pemberitaan itu benar, maka FIS itu termasuk pula dalam golongan yang dikutuk oleh KTT OKI di Teheran itu. Namun kata pepatah: Sepandai-pandai membungkus barang yang busuk akhirnya berbau juga. Tokoh partai-partai Islam di Aljazair akhirnya mulai dapat melepaskan diri dari tuduhan perbuatan teror itu. Investigasi sejumlah media Inggris berhasil mendapatkan bukti bahwa elemen-elemen dalam tubuh rejim yang berkuasa di Aljazair bertanggung-jawab atas tewasnya ribuan warga sipil termasuk wanita dan anak-anak serta penggorokan leher tujuh pelaut Italia, yang dikambing-hitamkan selama ini ats FIS.
Tidak kurang 60.000 jiwa termasuk perempuan dan anak-anak yang melayang sejak Jenderal Muhammad Lamari melakukan aksi militer untuk membatalkan Pemilu Aljazair tahun 1992 tersebut yang nyaris dimenangkan oleh FIS. Di antara mereka yang tewas terdapat 70 orang wartawan yang semuanya mati secara mengenaskan. Setiap insiden berdarah rejim berkuasa di Aljazair melemparkan tuduhan FIS berada di belakangnya. Tuduhan itu tanpa kritis disiarkan media massa internasional. Namun kebenaran tidak menunggu hingga Hari Pengadilan sesudah kiamat. Sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh jua. Masih di dunia ini rejim berkuasa di Aljazair tidak dapat mencuci tangannya dari lumuran darah rakyatnya.
Bungkusan yang berbau busuk ini berhasil dibongkar oleh para wartawan Inggris secara terpisah, yaitu Robert Fisk dari harian Independent, John Sweeney dari The Observer, Anthony Loyds dari The Times dan Sairah Shah dari TV Channel Four. Hasil investigasi dari para wartawan tersebut berhasil membongkar sebahagian kejahatan Jenderal M.Lamari, pejabar rejim militer Aljazair.
The Observer edisi Ahad, 16 November 1997 menurunkan wawancara eksklusif dengan seorang bekas anggota intelejen bernama "Joseph" yang mengaku berpartisipasi aktif dalam sejumlah pembunuhan. Karena begitu takutnya ia lari ke London setelah hati nuraninya tidak tahan lagi untuk melaksanakan tugas membantai sesama warga Aljazair sendiri dan melaksanakan aksi terorisme internasional. Dialah yang melaksanakan aksi pemboman di Paris serta menggorok leher tujuh pelaut Italia itu.
Pengakuan "Joseph" ini diperkuat pula oleh agen rahasia lain bernama "Hakim" yang diwawancarai oleh harian Le Monde di Paris. Akibatnya di ibu kota Prancis itu digelas demonstrasi terbesar selama 20 tahun terakhir ini di Paris yang menuntut "Hakim" yang didalangi oleh Jenderal M.Mediani dengan panggilan rahasianya "Tawfiq". Pemboman di Paris dan penggorokan pelaut Italia itu menimbulkan krisis diplomatik antara Italia dan Prancis di satu pihak dengan Aljazair pada pihak yang lain.
Wahai rejim militer Aljazair! Sepandai-pandai membungkus barang yang busuk akhirnya berbau juga. Sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh jua. Di dunia ini telah terbongkar, apatah pula di Hari Pengadilan kelak. WaLla-hu a'lamu bishshawa-b.
*** Makassar, 21 Desember 1997
14 Desember 1997
[+/-] |
302. Dua Wanita Hamil, serta Hubungan antara Atasan dengan Bawahan |
Berita dua wanita hamil ternyata simpang siur. Berikut ini kita kutip dari tiga sumber:
Dua karyawan Puskesmas Tamamaung, Kartini dan Rosdiana, yang berniat menggugat Walikota Ujung Pandang H.A. Malik B. Masry kemarin (maksudnya hari Kamis, 11 Desember 1997), masih tetap masuk kerja. Keduanya sejak mendapat hukuman jalan kaki sepanjang Jalan Abdullah Dg Sirua beberapa hari lalu memang sangat mengkhawatirkan keselamatan janinnya. "Keduanya kini harus menjalani penanganan dokter secara intensif," ujar sejumlah pegawai Puskesmas Tamamaung Kamis kemarin. (FAJAR, 12/12-97)
Sebenarnya yang ada dalam rahim kedua wanita itu sudah lebih dari janin. Sejak terjadi pembuahan sel telur oleh sperma suaminya hingga rentang waktu 3 x 40 hari = 120 hari masih berupa janin. Jika dikeluarkan dengan paksa dari dalam rahim disebut pengguguran kandungan (aborsi). Liwat 120 hari Allah telah meniupkan ruh ke dalam janin itu, sehingga menjadi makhluk yang lain yang disebut bayi. Tsumma Ansya"nahu Khalqan Akhara (S. Al Baqarah, 2:14), kemudian Kami jadikan dia (janin) makhluk yang lain (bayi). Mengeluarkan bayi itu dengan paksa, atau tindakan perlakuan terhadap sang ibu yang menyebabkan bayi keluar dari dalam rahim, bukan lagi aborsi melainkan termasuk pembunuhan manusia.
Menanggapi tentang materi dari gugatan para pegawai Puskesmas itu, Walikota H.A. Malik B. Masry membantahnya. Menurut Malik, pegawai tersebut disuruh berjalan kaki pada pagi hari, usai apel pagi, yakni sekitar pukul 08.00 Wita. Dan saat itu pula, Walikota tidak melihat ada pegawai yang sedang hamil 7 bulan. "Kalau toh ada, kenapa dokternya tidak memberitahukan kepada kami," kata Walikota. (FAJAR, 12/12-97)
Lain pula keterangan pers Kepala Bagian Humas Pemda KMUP, H.M. Rusli Kamaruddin. Menurut Rusli Kamaruddin, petugas kesehatan yang ikut dalam rombongan terdapat dua wanita hamil. Namun, kedua wanita itu dikeluarkan dari barisan jalan pagi. (PR, 12/12-97)
Demikianlah simpang siurnya berita tentang dua wanita hamil yang disuruh berjalan di Jalan Abdullah Dg Sirua tersebut. Menanggapi berita itu ada yang percaya, yaitu sejumlah pegawai Puskesmas Tamamaung, "Keduanya kini harus menjalani penanganan dokter secara intensif," ujar mereka itu. Ada yang ragu-ragu yaitu Walikota Ujung Pandang H.A. Malik B. Masry. Walikota tidak melihat ada pegawai yang sedang hamil 7 bulan. "Kalau toh ada, kenapa dokternya tidak memberitahukan kepada kami," katanya. Ada yang membantah, yaitu Kepala Bagian Humas Pemda KMUP, H.M. Rusli Kamaruddin. Menurut Kamaruddin, kedua wanita hamil itu dikeluarkan dari barisan jalan pagi.
Bantahan H.M. Rusli Kamaruddin tersebut adalah bersifat keterangan resmi dari Pemda KMUP, oleh karena dikeluarkan oleh lembaga resmi, yaitu Kepala Bagian Humas Pemda KMUP dalam keterangan persnya pada malam Jum'at, sehubungan dengan pemberitaan pers tentang keberatan para pegawai Puskesmas Tamamaung. Secara logika kita lebih mempercayai informasi dari sejumlah pegawai Puskesmas Tamamaung bahwa kedua orang wanita hamil itu termasuk dalam barisan (tidak dikeluarkan), oleh karena kalau benarlah keterangan resmi Kepala Bagian Humas Pemda KMUP tersebut, mana mungkin kedua wanita hamil itu akan menuntut Walikota.
Mengenai hubungan antara atasan dengan bawahan, antara kepala Puskesmas Tamamaung dengan bawahannya dalam skala kecil, atau hubungan antara Walikota dengan para pegawainya dalam skala yang lebih tinggi, hendaklah menjadi renungan kita bersama apakah hubungan itu melulu yang bersifat normatif yang kaku? Apakah masih ada relung-relung kehidupan berkomunikasi yang bersifat manusiawi?
Tidak perlu kita terlalu jauh menyangkutkannya dengan HAM. Ada tempat ruju' yang lebih dekat, yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dalam konteks keterbukaan menampung aspirasi bawahan, menyelesaikannya dengan bijaksana, seperti kata pepatah Minang: Ba' manari' rambui' dalam tapuang, rambui' inda' putuih, tapuang inda' basera', (ibarat menarik rambut dalam tepung, rambut tidak putus, tepung tidak berserak). Ini akan menghasilkan bawahan yang disiplin karena segan dan suka kepada atasannya, bukan bawahan yang tampaknya disiplin dari zahirnya, tetapi mengerutu dalam batinnya, disiplin hanya karena takut tetapi benci kepada atasannya yang arogan. Disiplin karena segan, walaupun atasannya tidak di tempat tetap ia disiplin. Disiplin karena takut, akan buyar disiplinnya tatkala atasannya tidak di tempat. Disiplin karena segan, tidak memerlukan aktivitas sidak, disiplin karena takut, selalu membutuhkan aktivitas sidak.
Cobalah kita renungkan ayat di bawah ini, memetik nilai berkomunikasi antara Atasan dengan bawahan:
Waidz Qa-la Rabbuka lilMalaikati Inniy Ja-'ilun fiy lArdhi Khalifatan Qa-luw Ataj'alu fiyHa- Man Yufsidu fiyHa- waYasfiku dDima-a wa Nahnu Nusabbihu biHamdika waNuqaddisulaka (S. Al Baqarah, 2:30). Ingatlah tatkala Maha Pengaturmu berfirman kepada para Malaikat, sesungguhnya Aku akan menjadikan khalifah di atas bumi. Berkata (Malaikat), adakah patut Engkau jadikan di atas bumi yang akan berbuat bencana di atasnya dan menumpahkan darah, padahal kami tasbih dan tahmid kepadaMu?
Aspirasi para malaikat yang menyatakan bahwa jenis malaikat lebih baik dari jenis manusia, karena malaikat selalu tasbih dan tahmid kepada Allah, sedangkan manusia itu sifatnya suka berbuat bencana dan menumpahkan darah, tidaklah menyebabkan Allah murka kepada malaikat atau menghukum mereka karena aspirasi mereka berlawanan dengan kehendakNya. Dalam rentetan ayat berikutnya kita dapat baca bahwa Allah memberi pengertian kepada malaikat, yaitu Adam (baca: manusia) mempunyai kemampuan yang melebihi malaikat untuk menjadi khalifah di bumi. Yaitu Allah memberikan ilmu kepada manusia untuk mampu mengenal tiap-tiap sesuatu di atas bumi, sehingga manusia lebih mampu dari malaikat untuk menjadi khalifah dalam mengelola bumi.
Sedangkan Allah SWT Yang Sangat Maha Kuasa Yang dapat berbuat sekehendakNya (Fa'a-lu liMa- Yuriyd) memperlakukan bawahan malaikatNya sedemikian pula, apatah pula makhluqNya yang berjenis manusia yang sangat-sangat kecil dan sangat tidak berkuasa itu. Allahu Akbar! WaLlahu A'lamu bi shShawab.
*** Makassar, 14 Desember 1997
7 Desember 1997
[+/-] |
301. Tujuan Isra-Mi'raj RasuluLlah SAW |
Tujuan utama Nabi Muhammad SAW di-Isra-Mi'rajkan ialah untuk menerima secara langsung kewajiban shalat dari Allah SWT. Furidhat 'Alayya shShala-tu Khamsiyna Shala-tan Kulla Yawmin. Aku diperintahkan melaksanakan shalat lima puluh kali setiap hari. Atas saran Musa, RasuluLlah kembali berulang kali menghadap Allah SWT minta keringanan hingga diturunkan hanya menjadi lima kali setiap hari, seperti sabda beliau: Umirtu biKhamsi Shala-tin Kulla Yawmin, diperintahkan kepadaku lima kali shalat setiap hari. Musa memberi tanggapan: Inna Ummataka La- Tastatiy'u Khamsa Shala-tin Kulla Yawmin, sesungguhnya ummatmu tidak akan sanggup melakukan lima kali shalat setiap hari.
Tujuan yang kedua Nabi Muhammad SAW di-Isra-Mi'rajkan ialah untuk diperlihatkan kepada beliau sebagian dari Ayat-Ayat Allah, seperti dijelaskan oleh Firman Allah: Subhana Lladziy Asray bi'Abdihi Laylam mina lMasijidi lHara-mi ilay lMasjidi lAqsha- Lladziy Barakna- Hawlahu liNuriyahu min Ayatina- Innahu Huwa sSamiy'u lBashiyru (S. Bany Isra-iyl, 17:1), artinya: Mahasuci Yang memperjalankan hambaNya pada malam hari dari Al Masjid Al Haram ke Al Masjid Al Aqsha, yang telah Kami berkati sekelilingnya untuk Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari Ayat-Ayat Kami, sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat. Ayat-ayat apa yang diperlihatkan kepada RasuluLlah? Ada tiga macam ayat: Ayat Qawliyah, Ayat Kawniyah dan Ayat Al Kubra. Ayat Qawliyah adalah ayat yang diucapkan yaitu Al Quran, Ayat Kawniyah adalah ayat kosmologis yaitu alam syahadah (kasat mata, indrawi) dan Ayat Al Kubra adalah ayat di atas alam syahadah. Yang diperlihatkan kepada RasuluLlah tatkala Mi'raj adalah ayat jenis yang ketiga. Hanya kepada RasuluLlah manusia satu-satunya yang diperlihatkan oleh Allah Ayat Al Kubra itu: Laqad Raay min Ayati Rabbihi lKubray (S. An Najm, 53:18), artinya: Sungguh ia telah melihat beberapa ayat Maha Pengaturnya yang Agung.
Walaupun Mi'raj bukan bahasa Al Quran, namun akar katanya yang dibentuk oleh huruf-huruf: 'Ain, Ra, Jim menurunkan kata Al Ma'a-rij, sebuah nama surah. Ta'ruju lMalaikatu warRuwhu Ilayhi (S. Al Ma'a-rij, 70:4), artinya: Naik malaikat-malaikat dan ruh kepadaNya. 'Araja (naik) bukanlah naik menuju ke atas kepala. Kalau orang naik menuju ke atas kepala berarti keluar meninggalkan bumi menuju angkasa luar. Dalam Al Quran perjalanan di angkasa dalam alam syahadah dipakai istilah sabaha (berenang) dan nafadza (menembus): Kullun fiy Falakin Yasbahuwna (S. Yasin, 36:40), artinya tiap-tiap sesuatu berenang dalam jalurnya. La- Tanfudzuwna Illa- biSulthanin (S. Ar Rahman 55:33), tidak dapat kamu menembusnya melainkan dengan kekuatan. Yang dimaksud dengan kekuatan di sini ialah bahan bakar.
Jelaslah tatkala RasuluLlah Mi'raj, beliau keluar meninggalkan alam syahadah dari Bayt Al Maqdis langsung meningkat masuk ke alam yang lebih tinggi derajatnya, ke alam ghaib, Al Ayah Al Kubray. Di alam ghaib ini tidak ada lagi ruang, waktu dan kecepatan. Yang lalu, yang kini, yang akan datang menyatu. Maka tidak ada artinya berandai-andai dengan kecepatan cahaya tatkala RasuluLlah Mi'raj. Demikian pula tidak ada gunanya mempertanyakan bagaimana mungkin RasuluLlah bertemu dengan nabi-nabi, berdialog dengan Nabi Musa AS seperti Hadits yang dikemukakan di atas. Tidak efisien mempertanyakan bagaimana mungkin Nabi Adam AS menoleh ke kanan melihat penghuni surga dan menoleh ke kiri melihat pengisi neraka, pada hal surga dihuni dan neraka diisi setelah hari kiamat. Seperti dituliskan di atas, yang lalu, kekinian, yang akan datang menyatu di alam ghaib, Al Ayah Al Kubray. Itulah makna kalimah Subhana dalam (S. Bany Isra-iyl, 17:1) yang dikutip di atas itu.
Demikianlah, kalau pada Mi'raj ruh dan jasad RasuluLlah keluar meninggalkan alam syahadah dari Bayt Al Maqdis langsung masuk ke alam yang lebih tinggi derajatnya, ke alam ghaib, maka perjalanan beliau dari Al Masjid Al Haram ke Bayt Al Maqdis adalah perjalanan biasa memakai kendaraan Buraq, seperti sabda RasuluLlah: Utiyat bilBura-qi faHumiltu 'Alayhi Hattay Utiyat Baita lMaqdis, didatangkan kepadaku Buraq dinaikkan aku berkendara di atasnya hingga tiba ke Bayt Al Maqdis. Atau seperti penuturan Anas Hattay Intihay Illay Bayti Maqdis, sampailah ia ke Bayt Al Maqdis. Demikianlah pada Mi'raj RasuluLlah hadir di alam ghaib melihat Ayat Kubra. Namun pada waktu beliau berada di Hijr, beliau melihat Bayt Al Maqdis hanya penglihatan beliau yang menembus waktu lampau (Bayt Al Maqdis atau Haikal Sulaiman dirobohkan oleh Titus pada 70 Miladiyah). Sedangkan ruh dan jasad beliau tidak ikut menembus waktu lampau, beliau tetap berada di Hijr, seperti sabdanya: Lamma- Kadzdzabtany Quraisyun Qumtu fiy lHijri faJalla Llahu Ly Bayta lMaqdis, tatkala kaum Quraisy mendustakan aku, berdiri aku di Hijr, maka Allah menampakkan kepadaku Bayt Al Maqdis.
Tujuan ketiga Nabi Muhammad SAW di-Isra-Mi'rajkan untuk ujian bagi manusia mengimani atau mengingkari. Wa Ma- Ja'alna- rRu"ya- Llatiy Araynaka Illa- Fitnatan linNa-si (S. Bany Isra-iyl, 17:60), artinya dan tidaklah Kami jadikan penglihatan yang Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai fitnah bagi manusia. Penglihatan yang diperlihatkan yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah Ayat Kubra tatkala beliau Mi'raj. Sedangkan fitnah dalam ayat ini bermakna ujian ataupun cobaan atas keimanan seseorang. Jadi menurut ayat ini Isra-Mi'raj merupakan tolok ukur bagi seseorang untuk mengevaluasi keimanannya. Makin cerewet fuadnya (rasionya) terhadap Isra-Mi'raj makin kurang kadar keimanannya. Inilah yang terjadi tatkala Nabi Muhammad SAW menginformasikan bahwa beliau Isra-Mi'raj kepada penduduk Makkah. Ummat Islam ada yang tetap teguh imannya, ada pula yang menjadi ragu, bahkan ada yang kembali kafir, sedangkan kaum kafir Quraisy bertambah-tambah kafir dan pembangkangannya. Terjadilah kristalisasi ummat Islam, walaupun secara kuantitas menurun, namun secara kualitas meningkat. Ummat Islam yang telah berkristal menjadi sumberdaya manusia yang berkualitas itu menjadi kaum Muhajirin satu tahun delapan bulan kemudian, lalu mereka bersama-sama kaum Anshar, penduduk Muslim Madinah, mendirikan Negara-Kota Islam Madinah.
S. Bany Isra-iyl, 17:60 yang kita kutip di atas itu membantah thema yang biasa kita lihat dan jumpai dalam peringatan Isra-Mi'raj: Dengan Isra-Mi'raj kita tingkatkan kualitas iman kita. Ayat (17:60) menunjukkan bahwa Isra-Mi'raj bukanlah untuk meningkatkan iman, melainkan sebaliknya: Isra-Mi'raj adalah "Illa- Fitnatan linNa-si", melainkan untuk menguji kualitas keimanan seseorang. WaLlahu A'lamu bi shShawab.
*** Makassar, 7 Desember 1997