Suwarlo (nama samaran?), menanggapi dalam Surat dari Pembaca, Harian FAJAR, edisi 23-12- 1998 atas Seri 341, yang berjudul Partai-Partai Politik yang Berdasar Marxisme yang Pernah Hidup di Republik Indonesia, edisi 27-09- 1998. Ia membuka suratnya dengan S. Al Buruj, 10 yang isinya melarang memfitnah dan menanyakan dari mana keterangan saya peroleh tentang gerombolan Merapi-Merbabu komplex dan mengenai Tan Malaka yang marxist trotzkist.
Pertama, saya dapatkan keterangan itu dari pendidikan politik oleh guru saya Allahu Yarham K.H. Isa Anshary, seorang tokoh Masyumi (parpol ini sekarang muncul kembali dalam wujud Partai Bulan Bintang) dan Ketua Front Anti Komunis. Beliau antara lain mengajarkan untuk mengenal aliran ataupun ideologi sesungguhnya dari organisasi-organisasi baik partai politik maupun organisasi kemasyarakatan, apabila aliran ataupun ideologi organisasi bersangkutan tidak dengan secara jelas tercantum dalam Anggaran Dasarnya. Gunanya supaya pemuda Islam tidak dapat dimanfaatkan oleh golongan lain yang merugikan ummat Islam. Karena banyak pemuda Islam dimanfaatkan tanpa sadar oleh golongan tersebut. Seperti halnya sekarang ini banyak pemuda (baca: mahasiswa) Islam yang tanpa sadar dimanfaatkan oleh kepentingan politik kubu segi-tiga TUA (Trisakti, UKI, Atmajaya) untuk shalat tarwih tidak di masjid melainkan di kampus Katolik Atmajaya.
K.H. Isa Anshary ditangkap dan ditahan tanpa diadili bersama-sama dengan tokoh-tokoh Masyumi lainnya dan tokoh-tokoh PSI oleh rejim Soekarno. Saya lebih mempercayai keterangan dari guru saya itu ketimbang dari koran mengenai gerombolan Merapi-Merbabu komplex. Juga saya lebih meyakini keterangan guru saya bahwa Tan Malaka(*) itu sesungguhnya seorang marxist trotzkist ketimbang bantahan dari Tan Malaka sendiri bahwa dia bukan marxist trotzkist (maksudnya marxisme yang diterapkan oleh Leon Trotzky, 1877 - 1940, yang nama aslinya Lev Davidovich Brottstein). Pengakuan bahwa Tan Malaka bukan marxist trotzkist bukanlah suatu jaminan dari hal yang sesungguhnya. Hal ini diisyaratkan oleh ayat: W MN ALNAS MN YQWL AMNA BALLH W BALYWM ALAKHR W MA HM BMW"MNYN (S. ALBQRT, 2:8), dibaca: wa minanna-si mayyaqu-lu a-manna- billa-hi wa bilyawmil a-khiri wa ma-hum bimu'mini-n, artinya: Di antara manusia ada yang berkata kami beriman kepada Allah dan hari kemudian, padahal sesungguhnya dia itu tidak beriman (2:8).
Kedua, Tan Malaka adalah seorang marxist saya ketahui dari buku karangan Tan Malaka sendiri: Madilog. Materialisme dan dialektika bukanlah buah pikiran asli dari Tan Malaka, melainkan diambilnya dari Karl Marx (1818 - 1883) yang membedah sejarah memakai pisau filsafat hitorische materialisme dengan metode dialektika: pertentangan kelas (these, anti-these) dan synthese. Dialektika ini bukanlah asli buah pikiran Marx melainkan dipinjamnya dari Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770 - 1831). Marx bersama Friedrich Engels (1820 - 1895) menulis buku: Communist Manifesto (1847) dan Das Kapital (3 jilid, 1867, 1885, 1895). Islam dalam Tinjauan Madilog, berbentuk brosur, dicungkil dari buku Madilog tersebut, yang disindir dengan gaya yang khas oleh Allahu Yarham Haji Abdul Malik Karim Amrullah, (bukan Haji Abubakar Muhammad Karim Amrullah menurut Suwarlo, dari mana pula Suwarlo ini memungut nama yang keliru tersebut!). Demikianlah, Madilog bukanlah buah pikiran orisinel dari Tan Malaka, melainkan diambilnya dari filsafat historische materialisme yang dialektis. Alhasil Tan Malaka adalah seorang penganut filsafat materialisme.
Jangan dikacaukan antara istilah materialis dengan materialisme. Materialis adalah orang mata duitan. Materialisme dipakai dalam filsafat, yaitu pandangan yang tidak mau tahu, tidak mengakui dan tidak percaya existensi di luar materi. Materialisme inilah yang menjadi paradigma ilmu pengetahuan yang diajarkan di sekolah-sekolah umum. Materialisme memperanakkan atheisme (tegas menolak eksistensi Tuhan) dan agnostisisme (meragukan adanya Tuhan). Filsafat historische materialisme yang dialektis dari Karl Marx termasuk dalam kategori ini. Jadi penggunaan S. Al Buruj, 10 oleh Suwarlo itu asal-asalan, Seri 341 tidak memfitnah siapa-siapa. Karena seperti ditunjukkan di atas Tan Malaka itu sungguh-sungguh seorang marxist, penganut materialisme yang tidak percaya pada existensi di luar materi.
***
Tanggapan Suwarlo ini mengingatkan saya akan tanggapan seorang paramedis terhadap Seri 334 yang berjudul: HIV/AIDS dan Reformasi Pasal 284 KUHP edisi 09-08-1998, dalam sebuah majelis yang membicarakan HIV/AIDS, bertempat di ruang Kesra Kantor Gubernur Sul-Sel. Berita ini saya dapatkan dari tangan pertama, yaitu dari isteri saya sendiri yang hadir dalam majelis itu mewakili Pengurus Wilayah 'Aisyiyah. Kemudian berita tanggapan itu saya dengar pula dari Ir M.Ridwan Abdullah MSc. dan Drs Ishak yang mewakili IMMIM yang juga hadir dalam majelis itu.
Saya pikir tanggapan ini perlu dipublikasikan, sebab boleh jadi ada beberapa orang yang mempunyai persepsi seperti paramedis itu, namun tidak sempat dikomunikasikannya kepada saya. Paramedis itu berkata dalam majelis tersebut bahwa ada seorang ustaz entah dari mana ia mendapatkan keterangan sehingga ia menulis tentang penyebaran virus HIV itu oleh nyamuk. Padahal yang saya tulis dalam Seri 334 itu berhubungan dengan penyuluhan-penyuluhan bahwa orang berpenyakit AIDS tidak perlu dihindari seperti halnya pengidap penyakit TBC, karena berjangkitnya HIV/AIDS hanya melalui jalur hubungan seksual, transfusi darah, jarum suntik dan dari ibu ke janin di dalam rahim. Saya mempertanyakan apa bedanya jarum suntik dengan moncong pengisap milik nyamuk. Boleh jadi virus itu mati atau nyamuknya yang mati jika virus itu diisap nyamuk. Akan tetapi suatu kenyataan ada virus yang kebal terhadap nyamuk (atau nyamuknya yang kebal virus?) seperti nyamuk yang menularkan virus malaria, nyamuk yang menularkan virus demam berdarah dan lalat yang dapat memindahkan virus penyakit tidur. Sehingga menurut hemat saya ada risiko potensial serumah dan bergaul dekat dengan pengidap AIDS oleh karena boleh jadi siapa tahu, hanya Allah Yang Maha Tahu, dengan berkembangnya penelitian belakangan akan dapat pula terungkap bahwa ada sejenis serangga yang dapat memindahkan HIV. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 27 Desember 1998
-------------------------
(*)
Percobaan kudeta 3 Juli 1946 dilancarkan di bawah pimpinan Tan Malaka dari Partai Murba. Tan Malaka mengajak kalangan militer Jawa Tengah, termasuk Soeharto. Yang akan digulingkan adalah Perdana Menteri Sjahrir. Awalnya, 20 Juni 1946 PM Sjahrir dan kawan-kawan diculik di Surakarta. Penculiknya adalah kelompok militer di bawah komando Divisi III dipimpin oleh Sudarsono. Soeharto selaku salah seorang komandan militer Surakarta terlibat dalam penculikan itu.
2 Juli 1946 kelompok penculik berkumpul di markas Soeharto sebanyak dua batalyon. Pasukan lantas dikerahkan untuk menguasai beberapa sektor strategis seperti RRI dan Telkom. Malam itu juga mereka menyiapkan surat keputusan pembubaran Kabinet Sjahrir dan menyusun kabinet baru yang sedianya akan ditandatangani oleh Presiden Soekarno di Istana Negara Yogyakarta, esok harinya.
SK dibuat dalam empat tingkat. Keputusan Presiden dimuat dalam maklumat nomor 1, 2 dan 3. Semua maklumat mengarah ke kudeta. Misalnya, maklumat nomor dua berbunyi demikian: Atas desakan rakyat dan tentara dalam tingkatan kedua terhadap Ketua Revolusi Indonesia yag berjuang untuk rakyat, maka kami atas nama Kepala Negara hari ini memberhentikan seluruh kementrian negara Sutan Sjahrir. Yogyakarta, 3 Juli 1946, tertanda: Presiden RI Soekarno.
Tetapi percobaan kudeta ini ternyata gagal. Para pelakunya ditangkap dan ditahan. Soeharto menangkapi komplotan penculik. Keberadaannya sebagai anggota komplotan penculik merupakan upaya Soeharto mengamankan penculik.
27 Desember 1998
[+/-] |
354. Dari Mana Keterangan Didapatkan |
20 Desember 1998
[+/-] |
353. Bulan Introspeksi |
Sejak matahari terbenam tadi malam, masuklah 1 Ramadhan 1419 Hijriyah. Bulan suci Ramadhan adalah bulan untuk introspeksi, seperti Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari: man sha-ma ramadha-na i-ma-nan wahtisa-ban ghufira lahu- ma- taqaddama min dzanbih, artinya: Siapa yang berpuasa ramadhan dalam keadaan beriman dan introspeksi diampuni bagi dia dosanya yang silam.
Ihtisa-ban, dari akar kata Ha, Sin, Ba, berarti menghisab, mengintrospeksi diri mengenai semua tindak tanduk kita lahir dan batin selama ini tentang pahala atau dosa dalam kriteria: benar atau salah, baik atau buruk, adil atau zalim, istiqamah atau munafiq, menyejukkan atau meresahkan, sabar atay bringas, sopan atau brutal, lemah lembut atau vulgar, terpuji atau tercela, rendah diri atau arogan, membujuk atau menterror, mau mendengar pendapat orang atau memaksakan kehendak, tasamuh atau tidak toleran, jujur atau curang, ikhlas atau ada pamrih, cermat atau ceroboh, menolong atau mencelakakan, bermanfaat atau merugikan, membangun atau merusak, menghormati atau melecehkan, beradab atau jahil.
Amin Rais mengatakan boleh saja berdemo dalam bulan Ramadhan asal tertib, tidak anarkis. Menurut hemat saya selama bulan Ramadhan sangatlah terpuji jika para mahasiswa berhenti turun kejalan. Sebab kenyataan menunjukkan pimpinan demonstran mahasiswa tidak dapat mengontrol kelompoknya dari mahasiswa radikal yang memprovokasi petugas keamanan dengan lemparan batu sehingga terjadi benrokan fisik yang akan menodai bulan Ramadhan. Andaikata pun benturan fisik dapat dihindarkan dalam berdemo, namun ingat buruh dan karyawan yang berpuasa yang terpaksa jalan kaki ke kantor kemudian pulang ke rumah terpaksa pula capek jalan kaki dan terlambat buka puasa, karena jalan tersumbat oleh aksi demo. Bukankah itu sangat melanggar HAM karena menzalimi orang yang sedang berpuasa?
Lebih baik mencoba secara kreatif memikirkan thema baru untuk diutarakan dengan cara yang lebih beradab yang berwarna akademis. Seperti misalnya mengundang pimpinan fraksi-fraksi dari DPR dan tokoh-tokoh partai baru untuk datang berdiskusi di kampus mengenai sistem distrik yang wakil rakyat dipilih secara langsung lebih demokratis ketimbang sistem proporsional. Bukankah thema yang selama ini dikemukakan telah direspons hampir seluruhnya dalam wujud Tap MPR? Bukankah menyampaikan aspirasi dengan cara turun ke jalan itu mengganggu aktivitas kehidupan rakyat sehari-hari yang justru diperjuangkan nasibnya itu?
Bahkan ada aspirasi yang sudah tidak proporsional lagi. Melalui layar kaca saya sempat melihat poster bertuliskan BUBARKAN ABRI, dalam pawai hari HAM baru-baru ini. ABRI bertugas melindungi tumpah darah Indonesia kok minta dibubarkan. Itu berarti melecehkan Hak Asasi Bangsa Indonesia untuk merdeka. Suatu pemikiran dan sikap yang sangat jahil, memperingati HAM dengan melecehkan Hak Asasi Bangsa Indonesia. AlhamduliLlah, ada kemajuan dari kepolisian, karena mulai bersikap tegas memberlakukan UU no.9 thn 1998, yaitu menangkap 143 orang dari Forkot, 15 Desember 1998 ybl. Juga telah berhasil menggiring mahasiswa Forkot dll ke kampus Atmajaya, tanpa ada korban tewas, tanggal 17 Desember 1998 ybl.
Bulan Ramadhan adalah bulan introspeksi. Ada baiknya dalam rangka introspeksi itu kita angkat sedikit ucapan WS Rendra alias Willy si burung merak, yang ditujukan kepada sebagian mahasiswa dalam dialog nasional MASA DEPAN BANGSA di Hotel Indonesia, tanggal 14 Desember 1998 sbb: Kalau anda menjadi pemimpin akan menjadi fasis yang lebih kejam dari Soeharto. Anda benar-benar fasis, dan saya tidak bisa menerima cara-cara anda yang memaksakan kehendak seperti itu. Anda itu belum ada apa-apanya sudah berlaku fasis seperti itu. Mencekal orang yang ingin berbicara. Anda fasis sangat berbahaya kalau anda menjadi pemimpin nanti.
Dalam mengintrospeksi diri ataupun kelompok dalam bulan suci Ramadhan ini tidak ada salahnya merenungkan ucapan Rendra ini, untuk dapat membersihkan jiwa dari penyakit tidak mau mendengarkan orang lain. Secara ilmu nafsani penyakit 'ujub (arogan) dapat timbul dalam diri seseorang apabila menganggap dirinya berjasa dalam memenangkan perjuangan.
Dalam mengintrospeksi diri ataupun kelompok dalam bulan suci ini perlu merenungkan keberhasilan menumbangkan Orde Baru. Dalam konteks kemenangan gerakan reformis nilai dari alinea ketiga Pembukaan UUD dapat diterjemahkan menjadi: Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan sinergi kekuatan-kekekuatan reformis, maka rakyat Indonesia berhasil menggulingkan Orde Baru.
Yang manakah gerangan kekuatan-kekuatan yang bersinergi itu. Pertama, gerakan moral mahasiswa sebagai motor pendorong. Kedua, KH Ali Yafie berkata di depan Soeharto bahwa yang dimaksudkan dengan reformasi ialah Pak Harto harus turun. Ketiga, 14 orang menteri tidak bersedia lagi duduk dalam kabinet baru yang akan dibentuk oleh Soeharto. Keempat, Yusril Ihza Mahendra yang menyusun konsep pidato singkat Soeharto dengan memakai ungkapan berhenti jadi presiden, sehingga dengan alasan itu Soeharto bersedia turun tahta. Tak kurang pula pentingnya adalah Rahmat Allah yang menyebabkan hati nurani (al Fuad) Soeharto mencegah nalurinya (al Haway) untuk mempertahankan kekuasaannya dengan pertumpahan darah. Ini betul-betul Rahmat Allah, karena ingat ada Tap MPR yang memberikan kekuasaan penuh kepada Soeharto untuk bertindak apa saja.
Inilah antara lain bahan-bahan yang dapat berguna untuk melakukan introspeksi diri dalam bulan suci Ramdhan ini, sehingga mudah-mudahan terbacalah dosa-dosa kita terhadap sesama manusia dalam wujud: perbuatan salah, buruk, zalim, munafiq, meresahkan, bringas, brutal, vulgar, tercela, arogan, menterror, memaksakan kehendak, tidak toleran, curang, tidak ikhlas, ceroboh, mencelakakan, merugikan, merusak, melecehkan, jahil.
Kaum reformis telah mencapai kemenangan menggulung Orde Baru. Firman Allah yang berikut adalah obat supaya orang tidak merasa hebat setelah mencapai kemenangan.
FSBH BHMD RBK W ASTGHFRH ANH KAN TWABA (S. ALNSHR, 3), dibaca: fasabbih bihamdi rabbika wastaghfirhu innahu- ka-na tawwa-ba-, artinya: maka sucikanlah serta panjatkanlah puji kepada Maha Pemeliharamu dan minta ampunlah kepadaNya, sesungguNya Dia Maha Penerima taubat (110:3).
Walla-hu a'lamu bishshawa-b.
*** Makassar, 20 Desember 1998
13 Desember 1998
[+/-] |
352. Khutbah Jum'at Tentang Pam Swakarsa |
Ajaran Islam diklasifikasikan dalam tiga unsur: yang strategis, yaitu aqidah, yang taktis yaitu akhlaq dan yang operasional yaitu syari'ah. Supaya efektif, Khutbah Jum'at waktunya tidak boleh terlalu lama, paling lama sekitar 20 menit. Untuk itu seorang khatib walaupun materi khutbahnya mengandung ketiga unsur tersebut namun harus memilih penekanan atas salah satu di antaranya.
Generasi saya dan boleh jadi satu generasi sesudahnya tentu masih ingat materi Khutbah Jum'at di Masjid Raya oleh KH Muh. Danyal, adik A.M. Dg Miyala seorang pujangga di daerah ini yang tergolong dalam angkatan Pujangga Baru. KH Muh. Danyal kalau masih belum di atas mimbar raut mukanya masih biasa-biasa saja. Namun apabila di atas mimbar raut mukanya menampilkan semangat yang tinggi, sorotan mata yang tajam. Nampak sekali tak ada yang ditakutinya selain Allah SWT. Materi khutbahnya yang diucapkan di samping dalam bahasa Al Quran, yang dijalinnya dalam 3 bahasa, yaitu: Indonesia, Bugis dan Makassar, bobotnya banyak-banyak mengenai yang operasional. Misalnya menyampaikan mengapa baru sekian di antara sekian banyak perkara yang belum diselesaikan pengadilan. Hasilnyapun ada, pengadilan meresponsnya, proses peradilan dipercepat.
Kalau dalam zaman tahun empat-puluhan, KH Muh.Danyal dan beberapa khatib yang lain melakukan kontrol sosial melalui Mimbar Jum'at, maka di zaman reformasi ini ada pula beberapa khatib bukan saja melakukan kontrol sosial melalui Mimbar Jum'at, melainkan mengkaunter pemberitaan mas media baik yang elektronika maupun yang grafika. Tepatnya memberikan perimbangan terhadap informasi yang berat sebelah. Mimbar Jum'at berfungsi sebagai mas media. Inilah hal yang baru yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mas media yang melakukan kontrol sosial, dikontrol pula melalui Mimbar Jum'at. Seperti misalnya berita yang terlalu diekspos pada korban di pihak mahasiswa, kurang diekspos pada korban di pihak ABRI dan Pam Swakarsa.
Harus diakui dengan jujur bahwa pemberitaan mas media sangat menyudutkan Pam Swakarsa, sehingga seorang tokoh semacam Amin Rais bahkan terbius pula, dengan mengatakan supaya segenap para Pam Swakarsa kembali saja ke rumah masing-masing. Ini diakibatkan oleh pemberitaan yang mengekspos bambu runcing yang dipegang oleh beberapa orang Pam Swakarsa.
Beberapa Jum'at yang lalu di Masjid Syura, seorang khatib yang mengkhususkan diri pada materi yang operasional dalam khutbahnya mengkaunter dalam arti memberikan perimbangan berita mas media tentang Pam Swakarsa. Khatib ini mengatakan apa bedanya bambu runcing dengan batu dan bom molotov. Mengapa Amin Rais tidak pula menyuruh demonstran yang bersenjatakan batu dan bom molotov itu pulang saja ke rumahnya masing-masing. Apabila kelompok yang bersenjatakan batu dan bom molotov itu merasa berhak untuk menggagalkan SI MPR, lalu mengapa kelompok Pam Swakarsa itu tidak pernah digubris oleh mas media bahwa mereka itu berhak pula mengambil sikap membela SI MPR, apakah kelompok Pam Swakarsa itu warga negara kelas dua? Kelompok Pam Swakarsa berhasil menggagalkan sidang tandingan kelompok radikal di tugu prolkamasi, karena Pam Swakarsa lebih dahulu menduduki lokasi itu. Bahkan korban yang tewas dari pihak Pam Swakarsa lebih banyak jumlahnya yaitu 7 orang. Mereka perlu pula menjadi perhatian Kontrasnya Munir dan perlu pula diekspos oleh mas media. Anggota Pam Swakarsa yang tewas itu adalah sebagian terdiri atas para remaja dan pemuda masjid. Mereka juga termasuk pahlawan yang gugur dalam membela negara.
Saya pikir benar juga sang khatib ini. Kalau saya tidak salah ingat pernah Menpen mengatakan bahwa pembentukan Pam Swakarsa ini didukung oleh undang-undang. Kemarin malam, yaitu malam Sabtu saya menyaksikan dalam tayangan TV dikemukakan tentang Rakyat Terlatih menurut UU no.20, tahun 1982. Coba bayangkan, andaikata para demonstran yang radikal yang berupaya menggagalkan SI MPR, yang belum tentu semuanya terdiri atas mahasiswa, dapat menerobos masuk menduduki dan menggagalkan SI MPR, maka Pemilu tahun 1999 tidak akan sampai terlaksana, demokrasi akan habis riwayatnya. Penanda-tangan komunike ke-17 orang para benggolan dari Barnas, PUDI dan PDI Megawati, akan berhasil membentuk komite rakyat dan membentuk presidium yang akan mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan Habibie.
Tak terpikirkah ke-17 orang yang tersangka makar itu, bahwa Indonesia bukan Jakarta saja. Mereka itu ibarat keledai yang terantuk pada patok untuk kedua kalinya. Seruan untuk membentuk Dewan Revolusi di daerah-daerah yang dilontarkan oleh Gerakan 30 September 1965 (baca: komunis) tidak mendapat respons sama sekali. Mereka ke-17 orang yang ingin memebentuk komite rakyat dan presidium itu tidak belajar dari kenyataan sejarah di Indonesia bahwa Indonesia itu bukan Jakarta. Boleh jadi penanda-tangan komunike itu belajar dari sejarah pemberontakan Bolsyewik (baca: komunis) di Rusia yang berhasil dengan strategi, menguasai Moskow berarti menguasai seluruh imperium Czar Rusia.
Jadi andaikata kelompok radikal dapat menembus barisan pagar betis penjaga keamanan dan dapat menggagalkan SI MPR, serta-merta kelompok 17 jadi membentuk komite rakyat dan presidium, maka daerah-daerah di luar Jawa tidak akan merespons dan tidak akan mengakui komite rakyat dan presidium itu. Akibatnya Indonesia di luar Jawa akan terpecah-pecah menjadi paling tidak negara bagian, bahkan akan terbentuk negara-negara tersendiri berdasarkan atas wilayah pulau ataupun kesatuan etnis. Sedangkan di Jawa akan timbul khaos yang berakhirkan revolusi sosial. AlhamduliLlah, SI MPR tidak sampai digagalkan, komite rakyat dan presidium tidak jadi terbentuk. Allah SWT masih melindungi bangsa Indonesia dari musibah terpecah-belah dan dari musibah khaos dan revolusi sosial.
Kembali pada sejumlah khatib yang mengkhususkan diri pada materi yang operasional, supaya meneruskan mengambil bagian khusus tersebut, mengontrol para pengontrol sosial: W TWASHWA BALHQ (S.AL'ASHR, 100:3) dibaca: watawa-saw bilhaqqi, artinya: informasikanlah wasiat di atas kebenaran (100:3).
Mulai seri 349 penulisan ayat-ayat Al Quran ditransliterasikan secara huruf demi huruf demi pertimbangan keotentikan, kemudian disusul cara membacanya, terakhir baru artinya. Ini atas saran para pakar dosen senior IAIN.
Walla-hu a'lamu bishshawa-b.
*** Makassar, 13 Desember 1998
6 Desember 1998
[+/-] |
351. Ummat Islam dan Nasrani Supaya Menahan Diri, serta Jangan Mudah Terpancing |
Firman Allah dalam Al Quran:
W LW LA DF'A ALLH ALNAS B'ADHHM BB'ADH LHDMT SHWAM'A W BY'A W SHLWAT W MSJD YDZKR FYHA ASM ALLH KTSYRA (S. ALHJ, 22:40), Dibaca: walaw la- daf'u lla-hi nna-sa ba'dhahum biba'dhi llahuddimat shawa-mi'u wa bi-'un wa shala-tun wa masa-jidu yudzkaru fi-ha smu lla-hi katsi-ra-, Artinya: sekiranya Allah tidak menahan manusia sebagian mereka terhadap yang lain niscaya robohlah biara-biara, gereja-gereja, sinagog-sinagog dan masjid-masjid yang di dalamnya diingat nama Allah banyak-banyak.
Ayat (22:40) yang dikutip di atas itu menunjukkan bahwa Allah menyuruh ummat menahan diri supaya tidak terjadi perobohan tempat-tempat ibadah yang didalamnya manusia mengingat Allah banyak-banyak. Ummat Islam mempunyai landasan moral dan hukum untuk mencegah perobohan (perusakan dan pembakaran) tempat-tempat ibadah berlandaskan ayat (22:40) tersebut.
Kita angkat sedikit beberapa kalimat dari Seri 350 ybl. yang berjudul Tragedi Ketapang.
Tragedi Ketapang menunjukkan masih aktifnya aktor intelektual (aktel) yang terpendam sosoknya namun muncul pula menunggangi tragedi Ketapang ini. Aktel itu mengeluarkan dan menyebarkan isu ada mesjid dibakar di Ketapang sehingga membakar kemarahan ummat dengan bertindak di atas batas kewajaran.
Siapa tahu, hanya Allah Yang Maha Tahu, para tersangka makar dari tokoh-tokoh Barnas, Pudi dan PDI perjuangan yang mengklaim atas nama rakyat (entah dari mana mereka mendapatkan legitimasi untuk mengklaim itu) untuk membubarkan MPR dan menggantinya dengan MPRS atau komite rakyat dan mengganti Pemerintahan Habibie dengan presidium, boleh jadi mereka sang tersangka itu hanya sekadar pion-pion dari seorang atau sekelompok kecil aktel tersebut.
Kita lihat bagaimana liciknya aktel ini mengirim pion-pionnya mengeruhkan kemurnian gerakan moral reformasi damai anak-anak kita mahasiswa yang berunjuk-rasa membawakan aspirasinya untuk didengarkan oleh anggota SI MPR yang sedang bersidang. Anak-anak kita mahasiswa yang masih murni itu tidak menginginkan untuk menggagalkan SI MPR, sebab kalau gagal lalu bagaimana aspirasinya itu dapat tertampung. Harapan atau keinginan aktel itu untuk menciptakan khaos dengan sasaran menggagalkan SI MPR tidak tercapai. Sekian kutipan itu.
Baik selama Orde Lama maupun selama Orde Baru ummat Islam di bidang politik senantiasa dipojokkan berhadapan melawan pemerintah dan ABRI. Namun dalam Orde Reformasi ini ummat Islam, dengan legitimasi Kongres Ummat Islam di Jakarta, berdiri di pihak pemerintah dan ABRI.
Secara pemikiran logis yang rasional ada benang merah atau sekurang-kurangnya resonansi antara gerakan mahasiswa radikal yang berupaya menerobos untuk menduduki gedung MPR guna menggagalkan SI MPR dengan komunike ke-17 tersangka makar, benggolan-benggolan Barnas, PUDI, PDI perjuangan. Seperti dijelaskan dalam kutipan dari Seri 350 di atas, komunike ke-17 tersangka makar tersebut mengklaim atas nama rakyat supaya SI MPR dihentikan, supaya dibentuk komite rakyat semacam MPRS dan supaya membentuk prsedium yang menggantikan pemerintahan Habibie. Upaya kepolisian memeriksa Syahrir yang berorasi di depan mahasiswa yang anti SI MPR patut diduga keras bahwa kepolisian sedang berupaya mengungkapkan benang merah tersebut.
Biarkanlah kepolisian menyidik benang merah tersebut, namun secara teori sangat diterima akal adanya aktel di belakang penanda tanganan komunike dan gerakan mahasiswa radikal yang didanai oleh Arifin Panigoro. Ini bukan trial by the press (baca: kolom Wahyu dan Akal - Iman dan Ilmu) melainkan sekadar mengemukakan opini dalam rangka kebebasan mengeluarkan pendapat.
Tragedi Kupang menyusul tragedi Ketapang sangat masuk diakal tidak berdiri sendiri. Ini merupakan rentetan upaya aktel untuk memancing kemarahan ummat Islam di daerah-daerah lain di seluruh Indonesia untuk mengadakan pembalasan. Ada perbedaan antara tragedi Ketapang dengan tragedi Kupang. Masyarakat Ketapang dibangunkan malam-malam oleh penyerbuan preman-preman bayaran yang menyerang mereka dan merusak masjid. Jadi pada mulanya masyarakat Ketapang melakukan serangan balik terjadi secara spontan, tidak ada yang menggerakkan mereka. Nantilah setelah itu keributan meluas keluar daerah Ketapang karena dipicu oleh isu pembakaran masjid yang disebarkan oleh pion-pion aktel. Pada tragedi Kupang secara akal sehat dapat kita lihat penyerangan dan perusakan itu tidak terjadi secara spontan, betul-betul direkayasa. Itulah sebabnya dikatakan di atas bahwa tragedi Kupang sangat masuk diakal tidak berdiri sendiri, melainkan sengaja direkayasa oleh aktel untuk memancing kemarahan ummat Islam di daerah-daerah lain di seluruh Indonesia untuk mengadakan pembalasan.
Maka jelas aktel yang membuat skenario tragedi Ketapang dan tragedi Kupang itu ibarat mata gergaji yang bekerja ganda. Pertama menciptakan khaos untuk mengkondisikan timbulnya revolusi sosial, dan kedua menyudutkan posisi ummat Islam menjadi lawan ABRI. Sebab apabila ummat Islam secara meluas terpancing untuk merusak gereja tentu akan berhadapan dengan petugas keamanan dari ABRI yang menjaga gereja. Sama keadaannya dengan gerakan moral reformasi damai anak-anak kita mahasiswa yang berunjuk-rasa membawakan aspirasinya untuk didengarkan oleh anggota SI MPR yang sedang bersidang. Terjadi bentrokan fisik yang disebabkan oleh pion-pion yang dikirim oleh aktel ikut mengambil bagian pada baris terdepan, yang tatkala berhadap-hadapan dengan petugas keamanan menggoda, menghasut, melempari batu bahkan kotoran, sehingga memancing emosi petugas keamanan. Pada saat petugas keamanan terpancing emosinya pion-pion tersebut membuka barisannya, sehingga anak-anak kita mahasiswa yang membawakan aspirasi murni dilibatkan dalam bentrokan fisik dengan petugas keamanan.
Oleh sebab itu sangat diharapkan supaya ummat Islam utamanya di Makassar ini dapat menahan diri untuk tidak melanjutkan perusakan gereja. Dan kepada saudara-saudara sebangsa dan setanah air yang beragama Nasrani dapat pula menahan diri. Jangan terpancing oleh ulah pion-pion aktel sehingga keadaan menjadi aman dan kita dapat memfokuskan perhatian kita untuk menanggulangi krisis di tanah air kita yang tercinta ini.
Walla-hu a'lamu bishshawa-b.
*** Makassar, 6 Desember 1998
29 November 1998
[+/-] |
350. Tragedi Ketapang |
Tragedi Ketapang mengungkapkan kejengkelan yang terpendam selama ini terhadap kebijakan pemerintah kota mengeluarkan izin perjudian. Betapa banyak mendatangkan kesengsaraan atas kehidupan berumah tangga akibat kepala rumah tangga yang ketagihan bermain judi. Tiga sekawan: tempat bermain judi, bermain sex dan bermain mabuk-mabukan (baca: minuman keras, perangsang dan narkotika), merupakan titik rawan meletusnya konflik semacam di Ketapang itu. Benturan fisik yang terjadi akibat konflik itu membawa ekses yang tidak kurang dahsyatnya, karena birokrat yang mengeluarkan izin tempat maksiyat itu tidak memperhatikan adanya tempat ibadah yang berdekatan dengan rumah judi seperti di Ketapang itu. BL yang mengerahkan sekitar 200 orang preman berwarna kulit legam untuk menyerang pemukiman yang masyarakatnya tidak senang dengan adanya tempat perjudian itu menyebabkan terjadinya bentrokan fisik yang merusak mushalla. Kita dengan gampang saja mengatakan supaya masyarakat jangan mudah timbul emosinya. Kita lupa bahwa bahu memikul lebih berat dari sekadar mata memandang atau telinga mendengar. Dalam situasi yang demikian itu jika ummat secara spontan bereaksi di atas batas kewajaran akibat timbulnya ghirah untuk membela hak asasinya, tidaklah bijakasana untuk mengutuk reaksi spontan itu. Sikap yang wajar terhadap spontanitas itu adalah tidak membenarkan akan tetapi dapat memahaminya.
Tragedi Ketapang menunjukkan masih aktifnya aktor intelektual (aktel) yang terpendam sosoknya namun muncul pula menunggangi tragedi Ketapang ini. Aktel itu mengelurkan dan menyebarkan isu ada mesjid dibakar di Ketapang sehingga membakar kemarahan ummat dengan bertindak di atas batas kewajaran. Aktel yang masih tersembunyi ini terus-menerus berupaya untuk menimbulkan khaos sebagai sasaran antara dan revolusi sosial sebagai sasaran utama. Aktel ini tidak menginginkan Pemilu karena melalui Pemilu aktel tersebut tidak yakin dirinya akan mampu mendapat pasaran dalam bursa Pemilu.
Siapa tahu, hanya Allah Yang Maha Tahu, para tersangka makar dari tokoh-tokoh Barnas, Pudi dan PDI perjuangan yang mengklaim atas nama rakyat (entah dari mana mereka mendapatkan legitimasi untuk mengklaim itu) untuk membubarkan MPR dan menggantinya dengan MPRS atau komite rakyat dan mengganti Pemerintahan Habibie dengan presidium, boleh jadi mereka sang tersangka itu hanya sekadar pion-pion dari seorang atau sekelompok kecil aktel tersebut. Mudah-mudahan konstatering ini tidak benar, sebab jika benar kasihan sekali para tersangka yang pakar-pakar dan mantan-mantan petinggi ABRI itu tidak menyadari diri mereka itu dijadikan hanya sekadar pion-pion belaka.
Kita lihat bagaimana liciknya aktel ini mengirim pion-pionnya mengeruhkan kemurnian gerakan moral reformasi damai anak-anak kita mahasiswa yang berunjuk-rasa membawakan aspirasinya untuk didengarkan oleh anggota SI MPR yang sedang bersidang. Artinya anak-anak kita mahasiswa yang masih murni itu tidak menginginkan untuk menggagalkan SI MPR, sebab kalau gagal lalu bagaimana aspirasinya itu dapat tertampung. Yang sangat perlu digaris bawahi bahwa hampir semua substansi dari Tap MPR hasil SI MPR tersebut tidak mungkin sedemikan hasilnya tanpa unjuk-rasa anak-anak kita mahasiswa. Sayang sekali dan sangat disesalkan terjadinya bentrokan fisik yang disebabkan oleh pion-pion yang dikirim oleh aktel ikut mengambil bagian pada baris terdepan, yang tatkala berhadap-hadapan dengan petugas keamanan menggoda, menghasut, melempari batu bahkan kotoran, sehingga memancing emosi petugas keamanan. Pada saat petugas keamanan terpancing emosinya pion-pion tersebut membuka barisannya, sehingga anak-anak kita mahasiswa yang membawakan aspirasi murni itulah yang menanggung akibat tindakan represif di atas batas kewajaran dari petugas keamanan. Namun harapan atau keinginan aktel itu untuk menciptakan khaos dengan sasaran menggagalkan SI MPR tidak tercapai.
Ada satu hal yang patut dicatat tentang unjuk-rasa. Apabila jumlahnya puluhan ribu, maka sukar sekali bagi pimpinan pengunjuk-rasa itu untuk dapat mengetahui masuknya kelompok kecil pendompleng. Akan tetapi jika jumlahnya relatif kecil maka pimpinan pengujuk-rasa ataupun yang ikut memantau dari luar barisan dapat mengetahui dengan gampang adanya pendompleng yang menyusup. Contoh yang dekat dan baru saja terjadi ialah long march aksi keprihatinan mahasiswa UMI pada hari Selasa, 24 November 1998 ybl. Komite Masyarakat Sulawesi (Komas) mendompleng ikut bergabung yang membagi-bagikan selebaran berisikan seruan aksi. Mahasiswa UMI yang yakin gerakannya itu murni langsung mengumpulkan selebaran berwarna kuning dan merah itu kemudian merobek-robeknya.
Dari segi masih adanya aktivitas pion-pion aktel ini yang mencoba menimbulkan khaos dalam masyarakat, kita dapat memahami gagasan Agum Gumelar untuk mengadakan dialog nasional. Ini penting diselenggarakan walaupun tidak mungkin untuk dapat menyatukan pendapat antara pendukung pemerintah dengan oposan, namun sekurang-kurangnya dapat timbul saling pengertian (ta'arruf), disertai dengan sikap tidak ingin saling memaksakan kehendak. Jika saling pengertian ini telah terjalin, maka setiap kelompok dapat menjaga diri dari hasutan kelompok kecil aktel yang selalu menghendaki khaos sebagai suatu strategi untuk menimbulkan revolusi sosial. Lalu terciptalah keamanan dan rasa aman yang sangat kita butuhkan menjelang Pemilu yad.
Firman Allah:
W J'ALNKM SY'AWBA W QBA"L LT'AARFWA (S.ALHJRAT 49:13), dibaca: wa ja'alna-kum syu'u-ban wa qaba-ila lita'a-rafu- (s. alhujura-t, 13), artinya: dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa (bermacam-macam ummat) supaya kamu berta'arruf.
LA AKRAH FY ALDYN (S. ALBQRT, 2:256) dibaca: la- ikra-ha fiddi-n (s. albaqarah, 256), artinya: tidak ada paksaan dalam agama.
Ta'arruf ialah saling kenal pendapat dan argumentasi antara satu dengan yang lain, serta saling tidak memaksakan kehendak dalam arti sadar akan aturan main (baca: konstitusional). Sedangkan agama tidak boleh dipaksakan, mengapa pula akan memaksakan kehendak!
Mulai seri 349 penulisan ayat-ayat Al Quran ditransliterasikan secara huruf demi huruf demi pertimbangan keotentikan, kemudian disusul cara membacanya, terakhir baru artinya. Ini atas saran para pakar dosen senior IAIN. Walla-hu a'lamu bishshawa-b.
*** Makassar, 29 November 1998
22 November 1998
[+/-] |
349. Karena Trauma? |
Ada yang menarik dengan bincang-bincang di TVRI malam Jumat yang lalu. Riyas Rasyid mengeluh tetapi juga menganggap lucu mengapa banyak teman-temannya yang pakar berpikir tidak istiqamah (konsisten). Katanya, ini menurut Riyas Rasyid, mereka itu berpendapat bahwa presiden, gubernur dan bupati mestinya dipilih secara langsung, harus otonomi yang luas bahkan ada yang berpendapat lebih baik negara ini berbentuk federasi, akan tetapi mereka itu tidak setuju dengan sistem distrik dalam Pemilu. Padahal bukankah dengan sistem distrik itu wakil rakyat dipilih secara langsung. Dalam sistem proporsional wakil rakyat itu dipilih secara tidak langsung, karena yang menentukan wakil rakyat itu adalah partai. Dengan sistem distrik begitu perhitungan suara di suatu daerah pemilihan selesai dilakukan, maka wakil rakyat dari daerah berangkutan langsung dapat diketahui.
Apa yang dikatakan oleh Riyas Rasyid itu ada benarnya. Para pakar yang tidak setuju dengan sistem distrik, artinya yang setuju dengan sistem proporsional, kalau mereka itu berpikir konsisten seharusnya tidak pula setuju dengan sistem desentralisasi. Karena sistem proporsional itu sinkron dengan sistem sentralisasi, yaitu wakil rakyat ditentukan di pusat (baca: Jakarta) oleh pimpinan partai.
Riyas Rasyid kemudian menjawab sendiri keluhannya itu mengapa para pakar itu berpikir tidak istiqamah. Rencana UU Pemilu yang menyebutkan sistem distrik itu dibuat oleh pemerintah. Dewasa ini berkembang pendapat umum bahwa semua yang dari pemerintah itu salah dan patut dicurigai.
Menurut hemat saya mengapa terjadi alergi umum bahwa semua yang dari pemerintah itu serba salah dan patut dicurigai, karena trauma terhadap peristiwa yang dialami rakyat Indonesia selama pemerintahan Orde Baru, utamanya kecurangan yang dilakukan oleh Lembaga Pemilihan Umum yang anggotanya melulu terdiri atas para birokrat yang notabene kader-kader Golkar. Para birokrat itu menjadi wasit sekali gus pemain sehingga bebas berlaku curang. Gencarnya tuntutan untuk menghapuskan dwifungsi ABRI adalah juga karena trauma terhadap perlakuan ABRI terhadap rakyat di beberapa daerah seperti DOM di Aceh, peristiwa Lampung dan Tanjung Priok selama Orde Baru, serta banyaknya anggota ABRI yang dikaryakan menjadi gubernur, bupati dll. (Sebenarnya ungkapan menghapuskan dwifungsi ABRI tidak tepat, seharusnya menghapuskan peran sospol ABRI, karena kalau kedua fungsi ABRI dihapus, berarti fungsi pertahanan kemananpun turut dihapus).
Sehubungan dengan penghapusan peran sospol ABRI ini, menurut hemat saya tidak perlu sikap mutlak-mutlakan, oleh karena secara obyektif masih ada fungsi sosial ABRI yang bermanfaat, seperti ABRI masuk desa. Jembatan-jembatan runtuh yang perlu dibangun kembali cepat-cepat, jalan-jalan yang tertutup tanah longsor, apa mesti semuanya itu ditanggulangi oleh PU? Aspirasi ABRI dalam menyusun undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, tidaklah mungkin dikemukakan oleh mantan-mantan ABRI dalam parpol yang duduk dalam DPR, oleh karena anggaran yang dibutuhkan ABRI hanya mungkin secara rasional dapat dikemukakan oleh anggota ABRI yang masih aktif duduk dalam struktur organisasi ABRI. Mengenai tidak adanya dalam UUD-1945 perihal penunjukan anggota ABRI dalam DPR, itu dapat saja dicari jalan keluarnya. Yaitu dengan cara MPR membuat amandemen atas UUD-1945 bahwa sekian persen dari jumlah anggota DPR terdiri atas anggota ABRI. Sekian persennya itu ditentukan oleh undang-undang.
Namun, tidaklah semua yang bersikap bahwa semua dari pemerintah itu serba salah disebabkan oleh trauma. Tokoh-tokoh Barisan Nasional (Barnas) dan tokoh-tokoh "kritis" lainnya, yang bersikap menolak lembaga-lembaga formal, yang sekarang menjadi tersangka makar, bukanlah karena trauma, melainkan ingin menjerumuskan reformasi damai yang dipelopori anak-anak kita para mahasiswa ke arah revolusi yang radikal dengan membentuk komite rakyat dan presidium.
Sekarang ini sedang ramai dibicarakan tentang pro atau kontra tentang apakah ke-17 orang yang telah dinyatakan tersangka itu berbuat makar atau tidak. Para pakar hukum mengemukakan teori subyektif dan obyektif. Menurut teori subyektif kalau ada niat itu berarti sudah makar, sedangkan menurut teori obyektif baru dikatakan makar jika memenuhi dua unsur, adanya niat yang kemudian disusul oleh perbuatan permulaan. Yang melakukan penyelidikan dan penyidikan adalah kepolisian, sedangkan para pakar itu, siapapun dia, tidak menyelidik dan tidak menyidik. Lalu bagaimana para pakar yang tidak setuju tentang adanya makar dapat mengetahui belum ada perbuatan permulaan? Oleh sebab itu untuk menghemat energi lebih baik kita tunggu saja proses hukum selanjutnya, ke-17 tersangka itu diserahkan ke kejaksaan, selanjutnya ke pengadilan untuk divonis oleh hakim. Yang penting penegak hukum menjaring tersangka dengan KUHP, bukan UU Subversi seperti yang dilakukan oleh rejim Orde Lama dan Baru.
Dalam Seri 344 telah dibicarakan juga tentang makar, namun titik beratnya pada segi etimologi (asal-usul kata). Kita angkat beberapa kalimat dari Seri 344 mengenai kata makar secara etimologis:
Makar berasal dari bahasa Al Quran, dibentuk oleh akar kata yang terdiri atas tiga huruf Mim, Kef, Ra, MaKaRa yang berarti merencanakan pembinasaan, kata bendanya Makr(un). Diriwayatkan dalam Al Quran Allah mengutus Nabi Shalih AS kepada bangsa Tsamud, yang ahli dalam bangunan. Bangsa Tsamud berbuat makar untuk menyerang dan membunuh Nabi Shalih AS beserta keluarganya di malam hari.
Akibat makar bangsa Tsamud itu terhadap Nabi Shalih AS beserta umatnya, Allah merobohkan bangunan-bangunan bangsa Tsamud.
FANZHR KYF KAN 'AAQBT MKRHM ANA DMRNHM WQWMHM AJM'AYN (S. AL NML, 27:51). Dibaca: fanzhur kayfa ka-na 'a-qibatu makriHim anna- dammarna-hum wa qawmahum ajma'i-n. Artinya: Maka perhatikanlah bagaimana akibat makar mereka itu, sesungguhnya Kami binasakan mereka dan kaumnya (Tsamud) sekalian.
Mulai seri ini penulisan ayat-ayat Al Quran ditransliterasikan secara huruf demi huruf demi pertimbangan keotentikan, kemudian disusul cara membacanya, terakhir baru artinya. Ini atas saran para pakar dosen senior IAIN seperti mantan Rektor IAIN Muh.Saleh Putuhena dan ananda Kasim Mathar. Walla-hu a'lamu bishshawa-b.
*** Makassar, 22 November 1998
15 November 1998
[+/-] |
348. Peluru Karet versus Bom Molotov |
Pada layar kaca saya lihat rektor Universitas Atmajaya mengomel mengapa petugas sampai ke dalam kampus Atmajaya menindaki mahasiswa. Sebelumnya saya saksikan bom molotov dilemparkan keluar ke arah pasukan penjaga keamanan dari dalam pekarangan kampus Atmajaya. Inilah ekses unjuk-rasa "damai" yang yang bernuansa show of force. Juga Kiyai Haji Abdul Qadir Jailani yang pernah dihukum rejim Orde-Baru (kalau saya tidak salah ingat) selama dua setengah tahun, menyaksikan dengan matanya sendiri mahasiswa dari kampus Atmajaya melempari batu kepada mobil yang mengangkut rombongan pengunjuk rasa yang mendukung SI MPR yang dijuluki Pam Swakarsa. Dari mana batu itu diambil kalau tidak disediakan terlebih dahulu. Sebagai senjata tentu tidak ada bedanya antara peluru karet, bom molotov dan batu.
Tiga hari sesudah Suharto lengser keprabon, kolom ini tanggal 24 Mei 1998 menyajikan Seri 323 yang berjudul: MensucikanNya, MemujiNya dan Minta Ampun KepadaNya. Judul ini diangkat dari:
-- FASBh BhMD RBK WASTGHFRH AnH KAN TWABA (S. ALNSHR, 310:3),
dibaca: fasabbih bihamdi rabbikan wastaghfirhu innahu- ka-na tawwaba-, artinya: Maka sucikanlah serta pujilah dan minta ampunlahkamu kepada Maha Pemeliharamu sesungguhnya Dia Maha Penerima taubat.
Surah [310:3] tersebut diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dalam hubungannya dengan kemenangan pendudukan atas kota Makkah secara damai oleh pasukan Islam dari Madinah.
Setelah kita mencapai kemenangan disuruh tasbih (FASabBiH), mensucikan Allah, hanya Allah Yang Maha Suci, suci dari kesalahan. Manusia tidak luput dari kesalahan, terutama yang berwatak impulsif emosional.
Setelah kita mencapai kemenangan disuruh tahmid, memuji Allah Yang Maha Pengatur dan Pemelihara (bihamdi Rabbika). Inilah ajaran berakhlak terhadap Allah SWT. Bahwa yang patut dipuji dalam hasil kemenangan melengserkan Suharto keprabon adalah Allah SWT, tidak boleh memuji manusia, apa pula memuji menyombongkan diri sendiri: "Kalau bukan jasa si anu, kalau bukan jasa saya, kemenangan ini tidak mungkin tercapai."
Setelah mencapai kemenangan disuruh istighfar, minta ampun kepada Allah SWT (wastaghfirrhu), berhubung dalam proses mencapai kemenangan itu memperbuat kesalahan-kesalahan, terutama kesalahan yang dapat mengaburkan tujuan reformasi, yaitu dengan membelok pada kesibukan pro dengan kontra terhadap Presiden Habibie.
Yang terakhir setelah mencapai kemenangan disuruh tawbat kepada Allah SWT (innahu- ka-na tawwa-ba-), karena dirinya telah dimanfaatkan oleh golongan yang mencoba mengeruhkan kemurnian gerakan moral reformasi damai ini.
Namun setelah mencapai kemenangan melengserkan Suharto keprabon, umumnya orang lupa mensucikan Allah, lupa memuji Yang Maha Pengatur dan Pemelihara, lupa minta ampun kepadaNya dan lupa tawbat kepada Allah SWT, sehingga menjadi mabuk kemenangan.
***
Suatu kenyataan yang tak dapat disangkal, setelah Suharto lengser keprabon mahasiswa tidak satu visi lagi, melainkan terpolarisasi menjadi kelompok pro dengan kontra terhadap Presiden Habibie, yang kemudian menjelma menjadi kubu yang menerima dengan yang menentang SI MPR. Padahal SI MPR adalah koridor menuju sasaran terselenggaranya Pemilu yang insya Allah akan menghasilkan wakil-wakil rakyat yang mempunyai letigimasi penuh baik secara formal maupun riel.
Bukan hanya mahasiswa yang pecah menjadi dua kubu. Masyarakat di luar mahasiswapun terpecah pula menjadi kubu yang mendukung dengan yang menentang SI MPR. Secara realitas masyarakat yang mendukung SI MPR jauh mengungguli yang menentang baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Secara kuantitas kita dapat lihat tatkala pendukung SI MPR Forum Silaturrahim Ulama-Habaib dan Tokoh Masyarakat menggelar apel akbar ummat Islam se-Jabotabek hari Kamis, 5 November 1998 di Istora Senayan. Unjuk-rasa ummat Islam yang mendukung SI MPR peserta rapat akbar itu menumpah-ruah stadion terbesar di Asia Tenggara itu, yang kapasitasnya 110.000 orang. Secara kualitas pendukung SI MPR tersebut dapat kita lihat Kongres Ummat Islam di Jakarta yang dihadiri oleh seluruh golongan ummat Islam dari seluruh pelosok wilayah Republik Indonesia. Masyarakat yang menentang SI MPR hanya terdiri atas Barisan Nasional (Barnas) dan golongan nasional sekuler lainnya. Mereka ini takut kalah bertarung dalam Pemilu secara demokratis. Mereka berorientasi pada ideologi yang dianut oleh Partai Sosialis Indonesia, yang para pakarnya bertanggung-jawab dalam meletakkan dasar strategi pembangunan Orde Baru yang berat ke atas, rapuh ke bawah yang menyebabkan anak-anak bangsa ini terpuruk ke dalam jurang serba krisis.
Sesungguhnya unjuk-rasa mahasiswa yang menuju ke gedung MPR sudah bercampur-baur antara yang menerima dan yang menentang SI MPR. Mahasiswa yang menerima SI MPR adalah reformis yang membawakan aspirasi secara damai dengan tema pokok: hapuskan dwifungsi ABRI, hapuskan asas tunggal Pancasila, adili Suharto. AlhamduiLlah, ketiga tuntutan itu telah terpenuhi dalam SI MPR, dengan catatan bahwa anggota ABRI dalam DPR akan dihilangkan secara bertahap.
Sayang sekali mahasiswa reformis yang menyuarakan aspirasi secara damai itu dibawa larut dalam arus radikal oleh mahasiswa penentang yang berupaya menggagalkan SI MPR yang bernuansa bukan lagi reformasi melainkan revolusi ingin membentuk komite rakyat, atau MPR Reformasi menurut istilah S.E.Swasono seorang tokoh Barnas. Mahasiswa radikal ini beriintikan Forkot, yang menjadi ujung tombak Barnas, tidak mau tahu dengan UUD-1945, ingin memebentuk komite rakyat. Gerakan Forkot yang radikal ini didanai oleh Arifin Panigoro sebagaimana diakuinya sendiri.
Gerakan radikal yang berupaya menggagalkan SI MPR tersebut membawa larut mahasiswa lain, yang pada mulanya reformis, turut terpancing menjadi radikal pula, sehingga terjadi adu fisik dengan aparat keamanan. Maka timbullah ekses, korban berjatuhan. Ekses korban berjatuhan ini memancing rasa solidaritas mahasiswa, sehingga sasaran menggagalkan SI MPR berubah menjadi isu anti Polri dan menurut pengakuannya sendiri dalam debat melawan Sayidiman di SCTV dijadikan alasan oleh S.E.Swasono (baca Barnas) untuk membentuk komite rakyat. Insya Allah, skenario Barnas ini tidak akan berhasil, Allah SWT melindungi bangsa Indonesia! WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 15 November 1998
8 November 1998
[+/-] |
347. Antara Legitimasi Formal dengan Legitimasi Riel |
Karena Winters menjadi tersangka, ia mencerca sistem hukum Indonesia, yang katanya itu hukum kolonial yang digunakan oleh pemerintah Habibie. Mencerca sistem hukum negara Republik Indonesia yang dikatakannya hukum kolonial, berarti Winters menghina bangsa Indonesia. Tidak percaya? Bacalah hasil wawancara yang berikut ini:
Kalau memang pemerintah Habibie mau menjadikan saya tersangka, maka itu berarti bahwa sebenarnya pemerintah Habibie ingin tetap menggunakan suatu instrumen hukum yang sebenarnya punya sejarah kolonial, yaitu dari zaman Belanda. Negara demokrasi tidak punya hukum kolonial seperti itu. Jadi itu hukum yang dipakai, kemudian dipakai Suharto dan sekarang dipakai oleh Habibie.
Winters boleh saja tidak mengakui legitimasi sistem perundang-undangan kita, karena ia warga-negara Amerika. Akan tetapi rakyat Indonesia harus melaknat Winters sekeras-kerasnya, karena ia menghujat sistem hukum kita yang dikatakannya hukum kolonial warisan Belanda. Selanjutnya rakyat Indonesia sangat patut meminta pertanggungan-jawab kepada meraka yang telah mendatangkan Winters ke Indonesia ini. Bagaimanpun juga mereka yang terlibat dalam aktivitas mendatangkan Winters itu, harus bertanggung jawab, oleh karena kedatangan Winters itu mengakibatkan keluarnya hujatan Winters yang menghina bangsa Indonesia.
"Gara-gara berita anda, orang-orang Barisan Nasional (Barnas) di sini geger. Mereka semua saling menebak siapa calon satria piningit," kata Syamsul, stafhumas Barnas kepada Bangkit, tabloid yang beralamatkan Jl Palmerah Barat 29-33, Jakarta. Menurut Bangkit kantornya kebanjiran telepon menanyakan siapa itu satria piningit, mulai dari bapak-bapak hingga orang tua, yang menurut tabloid itu pula menjadi bahan perembukan para pengurus Barnas. Menurut Mbah Giman alias Sultan H Joko Lelono sang Ratu Adil satria piningit itu kini telah berumur 56 tahun dan berasal dari militer, berpangkat letnan jenderal dan pensiun menjelang Soeharto lengser keprabon.
Kalau keterangan stafhumas Barnas benar demikian, bahwa satria piningit itu menjadi bahan diskusi para pengurus Barnas, saling menebak siapa itu satria piningit di antara mereka, maka Masya-Allah, dalam era globalisasi yang membuang jauh-jauh yang berbau tahyul dan khurafat, pengurus Barnas yang berdiskusi itu masih percaya tahyul dan khurafat dan ingin mendapatkan legitimasi dari tahyul satria piningit tersebut. Kalau memang benar demikian, maka maklumlah kita mengapa Barnas tidak mau mengakui legitimasi pemerintahan Habibie.
Negara Republik Indonesia yang penduduknya hampir 200 juta orang, ditambah pula dengan wilayahnya yang luas, tentu tidak mungkin dapat melakukan musyawarah secara langsung. Sehingga harus menempuh tehnik permusyaratan perwakilan. Orang sekarang digiring ke arah dikhotomi, yaitu legitimasi formal (konstitusional) versus legitimasi informal (legitimasi riel). Ada yang menganggap wakil-wakil rakyat hasil Pemilu yang baru lalu (dan Pemilu-Pemilu sebelumnya) tidak mempunyai legitimasi riel, oleh karena wakil-wakil rakyat yang terpilih itu melalui proses pemilihan yang curang. Ada yang menganggap wakil-wakil rakyat itu mempunyai legitimasi formal, karena telah terpilih secara konstitusional. Golongan pertama menolak SI MPR dan golongan kedua mendukung SI MPR. Kalau kita memakai kriteria pengerahan massa maka sampai kolom ini ditulis, golongan pendukung SI MPR lebih dominan ketimbang dengan yang menolak. Forum Silaturrahim Ulama-Habaib dan Tokoh Masyarakat yang menggelar apel akbar ummat Islam se-Jabotabek hari Kamis, 5 November 1998 di Istora Senayan, merupakan sebagai bentuk unjuk-rasa ummat Islam yang mendukung SI MPR. Ummat Islam peserta rapat akbar itu menumpah-ruah stadion terbesar di Asia Tenggara itu, yang kapasitasnya 110.000 orang. Lagi pula Kongres Ummat Islam di Jakarta mendukung SI MPR.
Kalau kita sedikit rasional sesungguhnya kedua sikap yang dikhotomis itu dapat diakomodasikan. Secara jujur harus diakui kenyataan bahwa dalam Pemilu yang baru lalu terjadi kecurangan di sana sini. Namun kalau kita berpikir secara jernih ada wakil-wakil rakyat yang terpilih yang tidak jadi-jadian, yaitu betul-betul wakil-wakil rakyat yang sesungguhnya. Wakil-wakil rakyat dari PPP dan PDI, kedua kontestan yang dicurangi, tentu mereka yang terpilih itu betul-betul wakil rakyat yang mempunyai legitimasi riel. Dalam pada itu wakil-wakil rakyat dari Golkar harus pula diakui bahwa tidak semuanya yang jadi-jadian, sebab tidak juga masuk akal sehat jika dikatakan terjadi kecurangan 100%, katakanlah hanya puluhan persen. Karena belum ada penelitian tentu tidak dapat disebutkan secara eksak dalam persen kuantitas kecurangan itu, maka kita katakan saja puluhan persen. Jadi wakil-wakil rakyat hasil Pemilu yang tidak jadi-jadian yang mempunyai legitimasi riel adalah semua wakil rakyat dalam PPP + semua wakil rakyat dalam PDI + (100% - puluhan%) dari wakil rakyat dalam Golkar. Mereka inilah wakil-wakil rakyat yang sekali-gus mempunyai legitimasi formal dan legitimasi riel.
Alhasil jika mau berpikir jernih, tidak emosional, tidaklah logis jika menolak SI MPR. Karena SI MPR ini adalah koridor menuju sasaran tercapainya Pemilu yang luber, jurdil dan bersih, yang insya-Allah akan dilaksanakan pertengahan tahun 1999 yang akan menghasilkan wakil-wakil rakyat yang 100% mempunyai legitimasi formal dan riel, yang akan mengadakan SU MPR yang insya-Allah akan bersidang dalam akhir tahun 1999. Secara hakikat SU MPR tersebut tidak lain merupakan konsiliasi nasional yang sesungguhnya. Aspirasi-aspirasi yang sebanyak itu yang dilontarkan dalam unjuk-rasa tentu saja tidak dapat semuanya ditampung dalam agenda SI MPR yang hanya berlangsung dalam tiga hari itu. Namun SI MPR patut memperhatikan betul rekomendasi politik Kongres Ummat Islam utamanya pencabutan ketentuan asas tunggal. Dalam pada itu kelompok-kelompok pengunjuk rasa yang belum tertampung aspirasinya, cobalah bersabar sedikit menunggu SU MPR, karena
-- WALLH YHB ALSHBRYN (S. AL 'AMRAN, 3:146), dibaca: waLla-hu yuhibbush sha-biri-n, artinya: Sesungguhnya Allah mengasihi orangorang sabar. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 8 November 1998
1 November 1998
[+/-] |
346. Bhinneka Tunggal Ika |
Setelah 70 tahun Sumpah Pemuda, maka: Berbangsa satu, bangsa Indonesia, mendapat terpaan hebat, yang menyebabkan sikap anak-anak bangsa ini terkelompok menjadi tiga: negara kesatuan, negara federasi dan separatis. Kelompok pertama dan kedua masih dalam kerangka Sumpah Pemuda, sehingga tidak begitu mengkhawatirkan. Namun kelompok ketiga sudah keluar dari kerangka Sumpah Pemuda. Kelompok ketiga pernah besuara nyaring dari Irian Jaya dan Timtim, yang mengatakan, jika Megawati tidak terpilih jadi presiden akan memisahkan diri. Tentu tidaklah semua rakyat dalam kedua daerah itu yang separatis, tetapi karena bersuara nyaring gaungnya terdengar jauh. Daerah ketiga yang ingin memisahkan diri ialah Bali, karena mereka menganggap agamanya dihina, yaitu agama Hindu Bali. Tentu saja seperti rakyat di kedua daerah yang tersebut pertama itu tidaklah semuanya ingin memisahkan diri, yang berunjuk rasa belum tentu mewakili seluruh rakyat di daerah Bali.
Penguasa Orde Baru disamping mensakralkan UUD-1945 juga membuat sebuah monster yang disebut Sara. UUD-1945 tidak boleh disakralkan, boleh diubah, diamandemen sesuai kebutuhan zaman. Yang tidak boleh diubah ialah pembukaannya, bukan karena disakralkan melainkan karena pembukaan itu pada alinea ketiga terkait dengan proklamasi kemerdekaan. Artinya mengubah pembukaan berarti membubarkan Negara Republik Indonesia yang diprokalamsikan pada 17 Agustus 1945. Adalah hal yang sangat mubadzdzir jika negara ini, yang dipertahankan dengan berkuah darah dan berlinang air mata akan dibubarkan begitu saja. Demikian pula mengenai Sara. Rakyat Indonesia oleh Orde Baru dijadikan ibarat anak kecil dipertakut-takuti dengan hantu. Sara tidak boleh sekali-kali disentuh harena sensitif. Padahal justru sebaliknya, Sara menjadi sensitif karena tidak boleh disentuh.
Adat kebiasaan suku-suku perlu sekali dimasyarakatkan dalam hal menyangkut pergaulan sehari-sehari. Semisal perbedaan dalam tatakrama bertamu. Ada adat kebiasaan yang berorientasi kualitas. Tamu yang disuguhi minuman harus meminumnya sampai habis. Ini mengandung nilai bahwa demikian enaknya (berkualitas) minuman yang disuguhkan sehingga sang tamu meminum suguhan itu sampai habis. Akan tetapi ada pula yang berorientasi pada kuantitas, maka tamu harus menyisakan minumannya. Ini mengandung nilai, demikian banyaknya (kuantitas) minuman yang disuguhkan sehingga sang tamu tidak sanggup meminumnya sampai habis.
Demikian pula dengan agama. Perbandingan agama jangan hanya dalam ruang lingkup akademis, melainkan dimasyarakatkan, sehingga penganut agama yang satu mengetahui hal-hal yang pokok mengenai agama lain dari saudara-saudaranya sebangsa. Dengan demikian timbullah saling pengertian bahwa memang ada perbedaan pokok di antara agama-agama yang dianut oleh para penganut masing-masing agama di antara saudara-saudara sebangsa yang berlainan agama, sehingga tidak mudah tersinggung. Inilah yang disebut dengan sepakat untuk tidak sama, di antara saudara sebangsa setanah air. Itulah hakekat Bhinneka Tunggal Ika.
***
Maka dalam kolom ini akan dikemukakan keyakinan ummat Islam dalam hal kepemimpinan, untuk diketahui oleh saudara-saudara sebangsa dan setanah air yang tidak beragama Islam dan juga untuk para remaja dan pemuda Islam yang kurang mengenal ajaran agamanya sendiri.
Firman Allah dalam Al Quran:
-- FLA TTKHDZWA MNHM AWLYAa HTY YHAJRWA FY SBYL ALLH (S. ALNSAa, 4:89), dibaca: fala- tattakhidzu- minhum awliya-a hatta- yuha-jiru- fi- sabi-li Lla-hi, artinya: Maka janganlah kamu angkat mereka menjadi wali (pemimpin), kecuali jika mereka telah berhijrah ke jalan Allah.
-- ALRJAL QWAMWN 'ALY ALNSAa (S. ALNSAa, 4:34), dibaca: arrija-lu kawwa-mu-na 'alan nisa-i, artinya: Laki-laki itu tulang-punggung (pemimpin) atas perempuan.
Jadi menurut keyakinan ummat Islam berdasarkan agamanya, dilarang mengangkat kepala negara yang tidak beragama Islam (4:89) dan tidak boleh pula menjadikan perempuan sebagai pemimpin (4:34). Mengenai ayat (4:34) ini ada dua penafsiran, yang jumhur (main stream) menafsirkannya secara tekstual, perempuan tidak boleh diangkat jadi kepala negara. Hanya sedikit yang menafsirkannya secara kontekstual, yaitu laki-laki itu pemimpin perempuan dalam konteks kehidupan berumah tangga.
Ahmad Muflih Saefuddin yang menyatakan siap mencalonkan diri menjadi presiden, ketika ditanya apakah ia siap bersaing dengan Megawati, ia mantap meyatakan kesiapannya. "Diakan agamanya Hindu. Saya Islam. Relakah rakyat Indonesia presidennya beragama Hindu." Ketika para wartawan menyebutkan Megawati seorang Muslim, Saefuddin menukas: "Di koran-koran masa anda tidak tahu, saya lihat (fotonya) sembahyang di pura." Ketika wartawan mendesak: "Tapi ia menikahkan anaknya secara Islam", dengan enteng Saefuddin menjawab: "Mungkin dia agamanya dua."
Pada waktu saya masih di SMA saya mempunyai adik kelas bernama Jalu, anak R. Marjatmo alias Jatmo yang direktur SMA tersebut. Jalu pernah berkata kepada saya: "Nur, saya itu sudah sembahyang di mesjid, juga di gereja, juga di pure." Saya menjadi heran waktu itu, lalu sepulangnya ke rumah saya bertanya kepada ayah saya, mengapa ada orang tiga agamanya. Ayah saya menjawab pendek: "Itu yang disebut sinkretisme."
Jawaban Saefuddin yang spontan secara singkat atas pertanyaan-pertanyaan wartawan, bagi saudara-saudara kita sebangsa dan setanah air yang beragama Hindu, terkesan menghina agama Hindu dan diskriminatif: "Relakah rakyat Indonesia presidennya beragama Hindu." Semestinya ia menjawab: "Menurut ajaran agama saya, ummat Islam dilarang memilih presiden yang bukan Islam, dan perempuan tidak boleh jadi presiden. Sehingga saya yakin dapat menyaingi Megawati, karena Megawati saya lihat gambarnya sembahyang di pura, jadi ia beragama Hindu, lagi pula ia perempuan sehingga rakyat Indonesia yang beragama Islam yang jumlahnya jauh lebih banyak tentu tidak akan memilihnya menjadi presiden."
Secara substansial kalimat pendek Saefuddin dengan uraian panjang itu adalah sama. Memang orang biasa menjawab pendek-pendek dalam menjawab wawancara. Saefuddin telah menyadari terkesan menghina agama Hindu dengan kalimat pendeknya itu, makanya itu ia telah minta maaf. Andaikan tidak diperpolitiser sesungguhnya hal itu telah selesai. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 1 November 1998
25 Oktober 1998
[+/-] |
345. Awas Globalisasi Panas Bumi |
Kita tinggalkan dahulu bola langit dan pergolakan hamba Allah di bumi ini yang banyak terjadi peristiwa kontradiktif. Seperti misalnya Komnas HAM yang tanpa pertimbangan kemanusiaan mendesak Gus Dur yang sedang sakit parah untuk menunjuk siapa itu menteri yang berada di belakang peristiwa pembantaian dukun sihir. Bukankah desakan itu akan memperparah penyakit beliau yang sudah parah. Menurut hemat saya tidak usah dianggap serius ucapan Gus Dur, termasuk pandangan politik beliau, karena otak (mekanisme untuk berfikir) beliau belum pulih dari serangan penyakit, sehingga efektifitas berfikirnya menurun. Dari peristiwa ini saja terjadi dua hal yang kontradiktif. Yaitu pertama, Komnas HAM yang tanpa pertimbangan kemanusiaan, dan kedua, menganggap serius ucapan Gus Dur yang efektifitas berfikirnya menurun.
Maka kita palingkan perhatian ke arah musibah besar yang sementara berproses. Baru-baru ini pada layar kaca media elektronika kita bersama (bagi yang sempat dan berminat) menyaksikan gambar berwarna dari bola bumi yang berotasi. Pada gambar itu tampak selubung warna merah pada samudera Pasifik yang menunjukkan suhu di tempat itu meningkat. Itulah yang mengancam penduduk bumi sekarang ini, yaitu pemanasan global atau globalisasi panas bumi. Panas global itu menyebabkan es pada kutub utara dan selatan mencair, sehingga permukaan air laut naik. Lebih-lebih lagi panas global itu menjadi pula penyebab ganasnya El Nino yang membawa musibah iklim yang sangat kering dan akan mengganasnya La Nina pembawa iklim yang sangat basah.
Panas global itu adalah akibat ulah manusia. Firman Allah:
-- ZHHR ALFSAD FY ALBR WALBHR BMA KSBT AYDY ALNAS (S. AlRWM, 20:41), dibaca: zharal fasa-du fil barri walbahri bima- kasabat aidin na-s, artnya: Lahirlah kerusakan-kerusakan di darat dan di laut akibat tangan-tangan manusia.
Mengapa panas global diakibatkan oleh ulah manusia? Dengarlah isyarat Allah SWT dalam Al Quran:
-- ALDZiY J'AL LKM MN ALSYJR ALAKHDHR NARA FADZA ANTM MNH TWQDWN (S. YaSin, 36:80), dibaca: alladzi- ja'ala lakum minasy syajaril akhdhari na-ran faidza- antum minhu tu-qidu-n, artinya: Yaitu (Yang) menjadikan api bagi kamu sekalian dari pohon hijau dan kamu dengan itu membakar.
Dalam dunia ilmu pengetahuan dikenal khlorofil, dari bahasa Yunani khloros (hijau) + phyllon (daun) di-Indonesiakan menjadi hijau daun. Dalam inti sel tumbuh-tumbuhan terdapat butir-butir berwarna, salah satu di antaranya yang terpenting ialah butir berwarna hijau.
Dengan menempatkan sumber informasi yang berasal dari Ayat Qawliyah dan Ayat Kawniyah dalam satu kerangka, maka istilah zat hijau daun itu perlu dikoreksi menjadi zat hijau pohon, ALSYJR (pohon) ALAKHDHR hijau. Butir-butir berwarna hijau ini bukan hanya terdapat di daun melainkan terdapat pada seluruh bagian pohon yang masih hijau warnanya, di akar, batang, cabang, dahan, ranting, daun, pucuk, ulam, bunga, putik dan buah. Dengan pertolongan sinar matahari zat hijau pohon ini menyusun bahan baku air dan karbon-dioksida di udara menjadi bahan bakar (juga makanan) dan oksigen. Jadi zat hijau pohon itu mengadakan proses penyusunan dari air dan karbon-dioksida menjadi bahan bakar dan makanan dengan pertolongan sinar matahari, sehingga proses itu disebut dengan proses foto-sintesis, (photon = cahaya dan synthese = penyusunan).
Dilihat dari segi peralihan energi, zat hijau pohon mentransfer energi radiasi menjadi energi potensial kimiawi dalam bahan bakar dan makanan. Jika bahan bakar dibakar, artinya bahan bakar itu bersenyawa dengan oksigen terjadilah reaksi eksotherm, mengeluarkan panas, lalu menghasilkan kembali air dan karbon-dioksida. Yang dari segi peralihan energi terjadi transfer energi dari energi potensial kimiawi menjadi energi panas yang disebut api. Demikianlah penjelasan: Yang menjadikan api bagi kamu sekalian dari pohon hijau dan kamu dengan itu membakar (36:80).
Dari keterangan di atas itu kita lihat bahwa pembakaran bahan bakar menghasilkan karbon-dioksida, dan dengan proses foto-sintesis yang dilakukan oleh zat hijau pohon, air + karbon-dioksida diubah menjadi bahan bakar + oksigen.
Karbon-dioksida dalam ilmu pengetahuan lingkungan disebut gas rumah kaca. Mengapa disebutkan demikian, karena karena gas ini menjadi penyebab terjadinya efek rumah kaca. Di tempat beriklim dingin buah-buahan dan sayur-sayuran ditanam dalam rumah kaca, yang berfungsi sebagai perangkap panas. Penjelasannya seperti berikut:
Energi radiasi sinar gamma dari bagian dalam matahari menembus keluar, sehingga energinya berkurang setelah sampai di luar. Energi radiasi yang berdegradasi itu dikenal sebagai foton yang memancar ke sekeliling matahari termasuk bumi. Di bumi foton itu menembus kaca dari rumah kaca. Dalam rumah kaca foton itu memukul molekul-molekul udara, sehingga getaran molekul udara itu dipacu, frekuensi getarannya meningkat, suhu udara meningkat. Maka terjadilah transfer energi dari energi radiasi menjadi energi panas. Kaca adalah pengantar panas yang jelek, jadi panas sukar menembus keluar dari rumah kaca. Padahal sementara itu foton terus-menerus menembus masuk, sehingga panas dalam rumah kaca terus meningkat. Panas terperangkaplah dalam rumah kaca. Itulah efek rumah kaca.
Pembakaran dalam pabrik-pabrik menghasilkan karbon-dioksida terus-menerus, sehingga itu menumpuk di udara. Ruang antara lapisan karbon-dioksida dengan tanah di darat (filbarri) dan dengan muka laut (filbahri), tak ubahnya dengan ruang dalam rumah kaca. Artinya lapisan karbon-dioksida di udara membangun rumah kaca yang besar baik di darat maupun di laut. Karbon-dioksida sifatnya sama dengan kaca, mudah ditembus sinar matahari, sukar ditembus panas. Maka terperangkaplah panas di bawah lapisan karbon-dioksida. Terjadilah pemanasan global. Alhasil pemanasan global adalah akibat ulah manusia. Yaitu terlalu banyak melepaskan karbon-dioksida dari budak-budak tenaga (energy slaves) yang disebut mesin-mesin. Gas asap mesin-mesin stasioner di pabrik-pabrik dan mesin-mesin propulsi menyebabkan emisi karbon-dioksida makin menjadi-jadi.
Bagaimana caranya supaya pemanasan global tidak meningkat? Pertama, kurangi pemakaian budak-budak energi. Kedua, pelihara hutan, minimalkan HPH! Karena zat hijau pohon mengubah karbon-dioksida menjadi oksigen. Eloknya kurangi main kayu dalam arti industri kayu dikurangi, cukup industri kertas saja. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 25 Oktober 1998
18 Oktober 1998
[+/-] |
344. Makar, Menegakkan Benang Basah, dan Himbauan |
Makar berasal dari bahasa Al Quran, dibentuk oleh akar kata yang terdiri atas tiga huruf Mim, Kef, Ra, MaKaRa yang berarti merencanakan, kata bendanya Makr(un), rencana. Diriwayatkan dalam Al Quran Allah mengutus Nabi Shalih AS kepada bangsa Tsamud, yang ahli dalam bangunan. Bangsa Tsamud merencanakan menyerang Nabi Shalih AS beserta keluarganya di malam hari.
Firman Allah:
-- WMKRWA WMKR ALH WALH KHYR ALMAKRYN (S. AL 'AMRAN, 3:54), dibaca: wamakaru- wamakara Lla-hu waLla-hu khairul ma-kiri-n, artinya: Mereka berbuat makar (rencana) dan Allah berbuat makar (rencana) dan Allah adalah sebaik-baik berbuat makar (rencana).
-- WMKRWA MKRA WMKRNA MKRA WHM LA YSY'ARWN (S. ALNML, 27:50), dibaca: wamakaru- makran wamakarna- makran wahum la- yasy'uru-n, artinya: Mereka bermakar dengan suatu makar dan Kami bermakar dengan suatu makar, sedang mereka tiada sadar.
Akibat makar bangsa Tsamud itu terhadap Nabi Shalih AS beserta umatnya, Allah merobohkan bangunan-bangunan bangsa Tsamud.
-- FANZHRWA KYF KAN 'AAQBT MKRHM ANA DMRNHM WQWMHM AJM'AYN (S. ALNML, 27:51), dibaca: fanzhuru- kaifa ka-na 'a-qibatu makrihim anna- dammarna-hum waqawmahum ajma'i-n, artinya: Maka perhatikanlah bagaimana akibat makar mereka itu, sesungguhnya Kami binasakan mereka dan kaumnya (Tsamud) sekalian.
Dalam bahasa Indonesia makar mempunyai arti khusus, yaitu berencana untuk menggulingkan sebuah pemerintahan yang sah (bukan syah!) secara inkonstitusional.
***
Pada waktu menjelang balig, dalam zaman pendudukan Jepang, saya menyaksikan di kampung seorang yang menganggap dirinya jagoan bernama Kade' bukan main beraninya menggertak lawannya memberikan ultimatum dengan badik terhunus di pasar. Tappali' sang lawan tidak gentar atas gertakan itu dan akibatnya? Sang jagoan tiba-tiba seperti ayam jantan yang bulu kuduknya merinding ke atas, kedua sayapnya dikepitkan masuk, bulu-bulunya menempel rapat sehingga tubuhnya menjadi kecil, sebuah pernyataan sikap yang sangat ketakutan. Skenario ini berulang dalam bulan Oktober 1998. Barisan Nasional (Barnas) yang menganggap dirinya berani, garang dalam pernyataan-pernyataannya tiba-tiba mulai bersikap membantah apa yang telah dilontarkannya, selayak menjilat ludah yang telah disemprotkannya keluar.
Rahmat Witular, sekjen Barnas merasa dituding oleh Presiden Habibie dalam pidatonya pada 5 Oktober 1998. Yang bungkuk dimakan sarung. Yang merasa tertuduh, sesungguhnya berindikasi tertuduh. Rahmat Witular mengatakan bahwa Barnas tidak bermaksud berbuat makar, karena, katanya, Barnas tetap mengacu pada UUD-1945. Barnas mencoba menegakkan benang basah, rupanya gentar merasa dituding, lalu mengingkari apa yang telah dinyatakannya di Bandung.
Syahdan, semua pemirsa media elektronika dan pembaca media grafika tahu, Barnas menyatakan diri mendukung Gerakan Reformasi se-Jawa (Gerja) yang diprakarsai Gerakan Reformasi Bandung. Pada 1 Oktober 1998, hari Kamis, Gerja ini memaklumkan seruan unjuk-rasa secara besar-besaran seluruh Jawa untuk menggerakkan kekuatan rakyat guna mengganti Habibie dengan presidium ataupun komite rakyat. Unjuk-rasa secara besar-besaran itu direncanakan akan dilancarkan selama 40 hari mulai 5 Oktober 1998 di seluruh pulau Jawa. Persekongkolan Bandung itu dihadiri oleh tokoh-tokoh Barnas, seperti Kemal Idris sang ketua Barnas, Subroto, Ali Sadikin dan Dimyati Hartono (yang tidak berani menyambut tantangan Yusril Ihza Mahendra untuk berdebat secara terbuka mengenai sahnya Habibie sebagai Presiden Republik Indonesia).
Sejak di bangku SMP orang sudah tahu tidak ada itu yang dinamakan presidium atupun komite rakyat dalam UUD-1945. Itu cuma ada dalam perbendaharaan kamus revolusi Marx-Engels. Sehingga membentuk presidium ataupun komite rakyat adalah inkonstitusional. Padahal semua orang tahu mengganti pemerintahan dengan cara inkonstitusional, itu namanya makar. Rahmat Witular yang mengatakan belakangan bahwa Barnas tidak bermaksud berbuat makar, karena, katanya, Barnas tetap mengacu pada UUD-1945, padahal presidium ataupun komite rakyat tidak ada dalam UUD-1945, berarti berupaya mencoba menegakkan benang basah. Barnas telah menjilat air liurnya.
Ada baiknya direkam pula dalam kolom ini deklarasi Komite Aksi Kemaslahatan Ummat Sulawesi Selatan di masjid Al Markaz Al Islami dalam rapat akbar dan istighatsah, hari Selasa, 13 Oktober 1998, yang terdiri atas lima sikap. Pertama, tidak mentolerer setiap gerakan massa yang mengatas-namakan rakyat untuk meronrong pemerintahan BJ Habibie. Kedua, mendukung sepenuhnya rencana pemerintah untuk melaksanakan agenda reformasi nasional. Ketiga, menghimbau kepada ummat Islam agar senantiasa waspada terhadap gerakan komunis gaya baru. Keempat, menyerukan kepada ummat Islam Sulawesi Selatan untuk tidak terpancing dengan langkah-langkah Barisan Nasional. Kelima, mengingatkan pemerintah khususnya ABRI agar tidak terpancing meninggalkan atau memusuhi ummat Islam.
Sebelum deklarasi itu diumumkan, KH Ali Yafie mengingatkan ummat Islam untuk segera merapatkan barisan dan jangan mau diadu domba oleh orang-orang yang ingin memanfaatkan situasi sesaat. Juga tokoh demonstran reformasi Egy Soejana mengingatkan dalam orasinya agar badut-badut politik utamanya Barisan Nasional mau menahan diri tidak memperkeruh suasana. Kalau tidak, ummat Islam akan melawan mereka, karena ketenangan sangat dibutuhkan untuk melaksanakan agenda reformasi nasional.
Alhasil, kolom ini menghimbau ummat Islam seluruhnya, utamanya remaja, pemuda, mahasiswa, tiliklah dengan baik jika diajak berunjuk-rasa. Jika ajakan unjuk-rasa itu murni menyangkut reformasi, seperti misalnya reformasi hukum dalam hal mendukung sepenuhnya langkah Kajati Sulsel HM Gaguk Soebagiyanto SH untuk tetap membawa HM Nurdin Khalid ke pengadilan, maka terpuji sekali jika ajakan itu dipenuhi. Akan tetapi apabila yang mengajak itu hanya menjadikan isu reformasi sekadar kendaraan untuk mengeruhkan suasana seperti Gerja, Barnas dan sejenisnya, maka tampiklah ajakan itu supaya terhindar dari musibah dimanfaatkan sebagai pendorong gerobak, lalu kemudian menjadi sepah tebu, habis manis sepah dibuang. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 18 Oktober 1998
11 Oktober 1998
[+/-] |
343. Klasifikasi Bintang-Bintang |
Seri ini masih menyangkut bintang-bintang pada bola langit. Ini tetap aktual untuk dibahas. Sejenak kita tinggalkan dahulu pergolakan hamba Allah di atas globa ini. Ada dua jalur ilmu itu berkembang, pertama, akumulasi pengetahuan secara berdikit-dikit dalam kerangka (framework, pola, paradigma) yang sudah ada, kedua, pengetahuan itu berkembang dalam kerangka yang berubah. Ilmu yang berkembang sekarang ini menempuh jalur yang pertama dalam kerangka pandangan materialisme, utamanya filsafat positivisme.
Perlu dipertegas perbedaan materialistis dengan materialisme. Materialistis berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, yaitu berarti mata duitan, lawan dari idealistis yaitu mereka yang tidak begitu hirau akan harta-benda seperti para sufi. Materialisme dipakai dalam filsafat, yaitu pandangan yang tidak mengakui dan tidak percaya eksistensi di luar materi. Materialisme memperanakkan atheisme (tegas menolak eksistensi Tuhan) dan agonstisisme (meragukan adanya Tuhan). Filsafat historische materialisme yang dialektis dari Karl Marx termasuk dalam kategori ini. Lawannya adalah filsafat idealisme yang tidak mengakui apa yang ditangkap oleh pancaindera. Apa yang kita saksikan sebenarnya tidak nyata, melainkan hanyalah sekadar proyeksi alam ideal.
Demikianlah keadaannya ilmu yang berkembang sekarang ini. Hal-hal yang di luar materi, terletak di luar kerangka yang membatasi perkembangan ilmu itu. Maka memasukkan sumber informasi yang berasal dari wahyu dalam pembahasan ilmu dicap tidak ilmiyah, karena wahyu itu terletak di luar kerangka yang membatasi itu. Ini dapat memecah kepribadian seseorang. Dalam diskusi tentang teori evolusi Darwin yang diselenggarakan oleh jurusan Biologi Fakultas Mipa Universitas Hasanuddin beberapa tahun yang lalu (saya termasuk salah seorang pemakalah) saya merasa sangat sedih mendengarkan pernyataan seorang dosen senior biologi yang mengatakan: Sebagai seorang ilmuan saya menerima teori evolusi Darwin, tetapi sebagai seorang beragama saya bersikap menolak teori evolusi Darwin.
Dalam orasi ilmiyah yang saya kemukakan dalam Milad Universitas Muslim Indonesia yang ke-41, 25 Muharram 1416 H, 24 Juni 1995 M saya mengemukakan paradigma (frame work, kerangka) baru, yaitu materi dan wahyu diletakkan dalam satu paradigma. Yaitu mengkaji sumber informasi dari ayat Qawliyah (Al Quran) dan ayat Kawniyah (physical world) dalam satu paradigma.
Astronomi seperti ilmu-ilmu lain berkembang sedikit demi sedikit dalam paradigma filsafat materialisme. Allah sebagai Maha Pencipta dan Maha Pengatur alam semesta terletak di luar paradigma filsafat materialisme. Astronomi dalam paradigma filsafat materialisme seperti keadaannya sekarang ini tidak mengenal TaqgiruLlah (hukum Allah). Dalam kerangka filsafat materialisme benda-benda langit diatur oleh hukum alam yaitu mekanika khususnya gravitasi dan kinematika (ilmu gerak).
Bintang-bintang pada bola langit diklasifikasikan menurut kriteria gerakannya. Hampir semua benda-benda langit walaupun bergerak terbit di timur terbenam di barat, benda-benda langit itu tetap jaraknya antara satu dengan yang lain. Lalu dinamakanlah mereka dengan istilah bintang-bintang tetap. Ada sepuluh buah benda langit yang yang jaraknya tidak tetap terhadap bintang-bintang tetap, yaitu matahari, bulan dan delapan buah bintang. Maka dinamakanlah kedelapan bintang itu dengan planet (dari bahasa Yunani yang berarti musafir). Diantara yang delapan planet itu ada lima buah yang dapat disaksikan langsung dengan mata kasar yaitu: bintang Utarid (Merkuri), bintang Timur atau bintang Kejora (Venus), bintang Marikh (Mars), bintang Mustari (Jupiter) dan bintang Zuhal (Saturnus). Sisanya tidak dapat dilihat kecuali dengan bantuan teropong bintang, yaitu Uranus, Neptunus dan Pluto. Sesungguhnya kedelapan planet itu adalah satelit matahari. Karena bumi kita ini tergolong pula dalam satelit matahari, maka bumi ini disebutlah pula planet, jadi ada sembilan planet. Disamping itu ada pula satelit matahari yang terdiri atas bungkahan-bungkahan yang disebut astroid (bintang-bintang kecil), diduga berasal dari sebuah planet yang telah berantakan, sehingga biasa pula disebut dengan planetoid. Sehingga pada bagian dalam dari bumi ada 2 planet, pada bagian luar ada 6 planet ditambah 1 planetoid. Di samping itu ada pula satelit matahari yang disebut komet, bintang berekor. Diduga bintang-bintang beralih (meteor) yang setiap saat menghantam bumi bersumber dari planetoiod. Sedangkan apabila terjadi hujan meteor, maka tatkala itu bumi masuk ke daerah debu angkasa yang diringgalkan oleh ekor komet.
Seperti dijelaskan dalam seri yang lalu, yang disebut bintang-bintang tetap itu beredar mengelilingi pusat galaxy Milky Way. Selanjutnya galaxies, clusters bergerak saling menjauhi. Kecepatan radialnya dilihat dari bumi kita berbanding lurus dengan jaraknya dari bumi. Jadi semuanya bergerak, sehingga dengan majunya astronomi, penggolongan bintang-bintang menurut kriteria gerak tidak dapat dipertahankan lagi.
***
Dengan ilmu yang baru, seperti hasil ijtihadi saya, yang saya presentasikan dalam orasi ilmiyah yang saya dalam Milad Universitas Muslim Indonesia yang ke-41, 25 Muharram 1416 H, 24 Juni 1995 M, yang telah saya tulis di atas, yaitu materi dan wahyu diletakkan dalam satu paradigma, maka kriteria penggolongan bintang-bintang dapat kita meruju' kepada Al Quran.
Firman Allah:
-- ANA ZYNA ALSMAa ALDNYA BZYNT n ALKWAKB (S. ALSHFT, 6), dibaca: inna- zayannas sama-ad dunya- bizi-natinil kawa-kibi (s. Ashshaffat), artinya: Sesungguhnya Kami hiasi langit yang dekat dunia dengan hiasan kawa-kib (37:6).
ALMSHBAh FY ZJAJT ALZJAJT KANHA KWKB (S. ALNWR, 35), dibaca: almishba-hu fi- zuja-jah azzuja-jatu kaanha- kawkabun (a. Annu-r), artinya: Pelita di tengah kaca dan kaca itu ibarat kawkab.
-- WHW ALDZY J'AL LKM ALNJWM LTAHTDWA BHA FY ZHLMATI ALBR WLBhR (S. ALAN'AAM, 97), dibaca: wa huwal lladzi- ja'ala lakumun nuju-ma litahtadu- biha- fi- zhuluma-til barri wal bahri (s. Al an'a-m), artinya: Dialah yang menjadikan bagimu nujum untuk menjadi pedoman dengannya dalam kegelapan malam baik di darat maupun di laut (6:97).
ALNJM ALTSAQB (S. AL THARQ, 3), dibaca: annajmuts tsa-qib (s. Aththa-riq), artinya: najmun itu cemerlang (86:3).
Menurut Al Quran ada tiga jenis bintang yaitu kawkabun, najmun dan buruwjun. Pembagian itu berdasar atas kriteria jarak, keadaan fisik dan penggugusan. Kawkabun jaraknya dekat (langit yang dekat dunia, 37:6) dan tidak mempunyai cahaya sendiri (kaca itu ibarat kawkabun, 24:35), hanya memantulkan cahaya dari sinar matahari. Najmun letaknya jauh (pedoman dengannya dalam kegelapan malam, 6:97) dan memancarkan sinar sendiri bercahaya cemerlang (najmun itu cemerlang, 86:3). Dalam Al Quran kata buruwjun (bentuk jama') selalu dipakai, tidak ada dalam bentuk mufrad (singular).
Adapun klasifikasi benda-benda langit itu secara lengkap seperti berikut:
1. Kawa-kibun: jaraknya dari matahari(*) diameter(*)
Utarid (Merkuri), 36-juta 2900
Kejora (b.Timur, Venus), 67-juta 7600
Bumi, 93-juta 7913
Marikh (Mars), 142-juta 4100
Mustari (Jupiter), 483-juta 86600
Zuhal (Saturnus), 886-juta 72700
Uranus, 1780-juta 29500
Neptunus, 2790-juta 27800
Pluto, 3670-juta 3600
komet,
planetoid (astroid),
meteor
-------------------------
(*)dalam miles, angka rata-rata dibulatkan
2. Nujuwmun:
bintang tunggal,
bintang kembar,
bintang raksasa,
3. Burujun:
lubang-lubang hitam (black holes),
bintang-bintang redup (kerdil),
galaxy,
cluster
4. Dukhan
dll yang manusia belum dapat dan belum sempat mengenalnya. WaLlahu a'lamu bishshawab.
*** Makassar, 11 Oktober 1998
4 Oktober 1998
[+/-] |
342. Bintang yang Meledak di Langit |
Firman Allah dalam Al Quran:
WALSMAa WALTHARQ. W MA ADRK MA ALTHARQ. ALNJM ALTSAQB (S. AL THARQ, 1-3) dibaca: wassama-i waththa-riq. Wama- adra-ka maththa-riq. Annajmuts tsa-qib, artinya: Perhatikanlah langit, perhatikanlah yang datang di malam hari. Tahukah engkau yang datang di malam hari itu? Itulah bintang yang cemerlang (86:1-3).
Sudah bernomor-nomor berturut-turut kita bicara tentang ayat Kawniyah terkhusus pergolakan manusia dibumi ini, terkhusus di bumi Indonesia. Yang terakhir tentang reformasi dan maraknya unjuk rasa mengeluarkan aspirasi. Rasa-rasanya ada yang terlupakan dalam berunjuk-rasa. Rasa-rasanya mengeluarkan aspirasi dalam berunjuk-rasa Allah telah terlupakan. Semoga saja setelah Allah terlupakan sejenak dalam berunjuk-rasa, setelah kesejukan telah kembali bersemayam dalam qalbu masing-masing, lalu beristighfar, minta ampun kepada Allah karena telah melupakanNya sejenak, sehingga terjauh dari sikap Marxist yang atheis.
Itulah sebabnya dalam Seri 342 ini kita palingkan muka menengadah ke atas langit, melihat bintang-bintang pada bola langit di malam hari. Pada pengujung bulan September 1998 ybl, para astronom telah menyaksikan kejadian langka pada bola langit, yaitu bintang yang cemerlang karena meledak, ALNJM ALTSAQB, dibaca: annajmuts tsa-kib. Bintang yang meledak itu terdapat dalam galaxy Milky Way, jauhnya sekitar 20.000 (baca dua puluh ribu) tahun cahaya. (Laju cahaya 300.000 kilometer dalam satu detik, sehingga satu tahun cahaya berjarak 365 x 24 x 60 x 60 x 300.000 kilometer). Jadi sesungguhnya yang disaksikan oleh para astronom itu pada pengujung bulan September 1998 tersebut adalah sebuah kejadian yang telah terjadi 20.000 tahun yang lalu. Karena universum luas sekali, maka dalam ilmu falak ukuran jarak dinyatakan dalam tahun cahaya seperti yang baru ditulis dalam kalimat di atas itu.
Milky Way adalah gugus bintang tetap yang kualitasnya seperti matahari yang jumlahnya jutaan buah. Milky Way sesungguhnya adalah konglomerasi dari:
- bintang-bintang tetap yang tunggal,
- bintang-bintang tetap yang kembar,
- lubang hitam (black holes), diduga pada inti lubang itu bersemayam bintang yang sangat mampat massanya, sehingga gravitasinya berkekuatan sangat dahsyat, lalu melahap semua yang lalu dekatnya, termasuk cahaya bintang yang melintas ditariknya masuk, lalu terjadilah lubang yang gelap,
- bintang-bintang kerdil yaitu bintang-bintang yang telah redup,
- bintang-bintang yang terlalu lambat jalannya sehingga banyak menyedot zat interstellair (dukhan) lalu menjadi bintang raksasa yang menyedot planet-planetnya, kalau mempunyai planet,
- bintang-bintang yang tidak stabil sehingga sewaktu-waktu dapat meledak,
- dukhan,
- dll yang manusia belum dapat dan belum sempat mengenalnya.
Kembali kepada Milky Way. Dilihat dari bagian yang pipih Milky Way ibarat lensa cembung, tebalnya sekitar 15.000 tahun cahaya. Dilihat dari bagian yang yang cembung Milky Way berupa lengan spiral, diameternya sekitar 90.000 tahun cahaya. Matahari adalah anggota konglomerasi bintang-bintang tetap. Matahari beserta satelit-satelitnya yang disebut planet (dari bahasa Yunani artinya musafir) terletak pada lengan spiral yang jaraknya sekitar 20.000 tahun cahaya dari ujung lengan spiral.
Semua konglomerasi bintang-bintang itu beredar mengelilingi pusat Milky Way yang geraknya dikontrol oleh dukhan. Walaupun sangat tipis dukhan itu massanya jauh lebih besar dari jumlah massa bintang-bintang yang berkonglomerasi itu, oleh karena dukhan itu mengisi ruang antar bintang, itulah sebabnya dapat mengontrol gerak bintang-bintang yang berkonglomerasi itu, sehingga terjadi keseimbangan yang dinamis (dynamische evenwicht).
Galaxy Milky Way yang berukuran seperti di atas itu bukanlah satu-satunya galaxy. Ia menjadi salah satu anggota galaxy dari kumpulan (cluster) yang disebut Local Group Cluster yang beranggotakan 13 buah galaxies. Salah sebuah galaxy anggota Local Group Cluster bernama galaxy Andromeda, tetangga terdekat dari galaxy Milky Way yang jaraknya sekitar 800.000 tahun cahaya. Bentuk dan ukuran kedua tetangga itu hampir sama.
Local Group bukanlah satu-satunya cluster. Itu hanya sebuah cluster yang kecil saja. Ada cluster yang merupakan kumpulan dari ribuan galaxis. Cluster itu jutaan pula jumlahnya. Maka alangkah luasnya alam semesta ini. Alangkah kecilnya manusia, hentikanlah kesombongan intelektual, janganlah menyangka semua yang telah dicapai adalah karena hasil usaha manusia semata-mata, semua usahamu wahai manusia tidak ada secuilpun harganya tanpa Rahmat Allah. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar! WaLlahu a'lamu bishshawab.
*** Makassar, 4 Oktober 1998
27 September 1998
[+/-] |
341. Partai-Partai Politik yang Berdasar Marxisme yang Pernah Ada di Republik Indonesia |
Seri 338 tgl. 6 September 1998 yang berjudul: Bingkai Reformasi mendapat tanggapan melalui deringan-deringan telepon. Ini sehubungan dengan penggalan tulisan seperti berikut: "Reformasi bukanlah revolusi. Reformasi tidaklah menebas secara penuh serta membuang sama sekali semua nilai, produk zaman yang silam. Reformasi ialah meneruskan yang baik, meluruskan yang menyimpang, memperbaiki yang salah, menambah yang kurang dan membuang yang lebih dalam bingkai nilai yang telah disepakati secara nasional."
Yang ditanggapi ialah meneruskan yang baik dari produk zaman yang silam. Mereka bertanya, yang manakah yang baik yang harus diteruskan dari Orde Baru. Sedianya Seri ini bernomor-urut 339, untuk menjawab tanggapan deringan itu. Namun sengaja ditunda dua nomor dengan pertimbangan tanggal 27 September 1998 hari ini lebih dekat ke hari pemberontakan Gerakan 30 September 1965 oleh Partai Komunis Indonesia, 33 tahun yang lalu. Ada baiknya generasi muda sekarang ini diberikan informasi tentang partai-partai politik yang seasas dengan PKI, yang mungkin kurang diketahui oleh generasi muda kita itu tentang partai-partai politik yang berdasar Marxisme yang pernah hidup dalam negara Republik Indonesia.
Kembali kepada deringan telepon tadi, saya jawab dengan ayat yang telah saya kutip dalam Seri 338: WLA YRJMNAKM SYNAN QWMN 'ALY ALA T'ADLWA A'ADLWA HW AQRB LLTQWY (S. Al MAaDT, 8), dibaca: wala- yarjimannakum syana.a-nu qawmin 'ala- allaa- ta'dilu- i-dilu- huwa aqrabu littaqwa- (s. alma-idah), artinya: Janganlah karena kebencianmu atas suatu golongan sehingga kamu tidak berlaku adil, berlaku adillah karena keadilan itu lebih dekat kepada ketaqwaan (5:8).
Janganlah karena ketidak senangan kepada Orde Baru membuat orang tidak berlaku adil. Jangan sampai kebaikan seseorang ditutupi oleh rasa benci. Kalau kita mau adil, haruslah dengan jujur mengakui bahwa ada jasa Pak Harto bersama-sama dengan masyarakat yang anti komunis menyelamatkan Republik Indonesia dari cengkeraman komunisme. Inilah yang dimaksud dengan meneruskan yang baik dari produk zaman yang silam. Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang. Anti komunis, itulah gading Soeharto, KKN itulah belang Soeharto. Itu baru namanya adil, menimbang sama rata, menimbun sama tinggi, menggali sama dalam, menempatkan sesuatu pada tempatnya, mengeluarkan sesuatu dari yang bukan tempatnya.
Ketetapan MPR mengenai Marxisme dilarang di Indonesia harus tetap dipertahankan oleh bangsa Indonesia, oleh karena Das Kapitalnya Karl Marx walaupun memang mengenai ekonomi, akan tetapi berlandaskan atas filsafat historische materialisme, teori pertentangan kelas yang dialektis, radikalisme, dan sikap atheis yang memandang agama itu candu bagi rakyat. (Insya-Allah akan dikuliti nanti Marxisme dalam kolom ini). Maka perlu sekali Orde Reformasi menolak sekeras-kerasnya unjuk-rasa yang menyamaratakan untuk membebaskan semua napol, yang tidak memilah mana napol yang komunis, mana napol uang bukan komunis.
Berikut ini partai-partai politik yang berdasarkan Marxisme:
Partai Komunis Indonesia periode I, dipimpin oleh Muso, dihancurkan oleh Divisi Siliwangi setelah pemberontakan Madiun 1948. Pusatnya di Moscow ibu kota Uni Sovyet. Disebut Marxisme Leninisme, karena diterapkan oleh Lenin. Menerima Marxisme sebagai dogma.
Partai Komunis Indonesia periode II, dipimpin oleh Aidid, dihancurkan setelah pemberontakan Gerakan 30 September 1965. Pusatnya di Peking (sekarang dieja Beijing), ibu kota Republik Rakyat Cina. Disebut Marxisme Maoisme, karena diterapkan oleh Mao Tse Tung (sekarang dieja Mao Tse Dong). Menerima Marxisme sebagai dogma.
Partai Murba didirikan oleh Tan Malaka. Pernah memberontak dipimpin oleh Chairul Saleh, yang dikenal sebagai gerombolan pengacau Merapi-Merbabu komplex. Disebut Marxisme Trotzkisme, karena diterapkan oleh Trotzky. Juga menerima Marxisme sebagai dogma. Berbeda dengan Marxisme Leninisme dan Marxisme Maoisme yang menempuh gerakan terpusat secara internasional, maka Marxisme Trotzkisme bersifat gerakan nasional, artinya tidak perlu terpusat secara internasional.
Partai Sosialis Indonesia (PSI). Menerima Marxisme sebagai ajaran (leer) bukan sebagai dogma. Mereka lebih suka dengan istilah wetenschappelijke socialisme, sosialisme ilmiyah. Walaupun sama-sama Marxisme, PSI ini berbeda dengan PKI, bahkan mereka bermusuhan dalam kancah politik. PSI menghendaki tujuan partai harus dicapai secara parlementer melalui Pemilu, sedangkan PKI dengan jalan revolusi apabila secara parlementer tidak tercapai. Dalam lapangan politik PSI yang walaupun dasar dan tujuannya berbeda dengan Masyumi, namun karena cara kedua partai itu untuk mencapai tujuan sama, yaitu secara parlementer melalui Pemilu, maka PSI berjinak-jinakan dengan Masyumi, bahkan pernah bersama-sama duduk dalam kabinet pemerintahan. Karena kurang mendapat suara dalam Pemilu tahun 1955 mereka Para pemimpin PSI mengejek dirinya sendiri dengan: Wij zijn officieren zonder soldaten (kami ini perwira tanpa prajurit), tetapi mereka juga mengejek NU yang mendapat banyak suara di Jatim dengan: Zij zijn soldaten zonder officieren (mereka itu para prajurit tanpa perwira). Para pemimpin PSI bangga karena mereka umumnya kaum terpelajar jebolan barat. Itulah sebabnya gerangan setelah Soeharto mendirikan Orde Baru, maka secara individual dari tokoh-tokoh PSI inilah, yang umumnya bermadzhab Berkeley, yang diterima oleh Soeharto konsep strategi pembangunannya, yang berat ke atas, menumpuk pada konglomerasi perusahaan dan industri padat modal, sehingga membuahkan buah pahit, yaitu KKN, perekonomian keropos ke bawah, yang akhirnya bermuara pada serba krisis yang kita alami sekarang ini.
Sebagai tambahan informasi, setelah Bung Karno banting stir ke kiri, Partai Nasional Indonesia pecah dua menjadi PNI-Asu dan PNI-Osa Usep, maka Marhaenisme ajaran Bung Karno diplesetkan menjadi kependekan dari 3 nama orang pencetus dasar filsafat yang menjadi landasan komunisme yaitu Marx-Haegel-Engels. Ini untuk mengejek PNI-Asu yang bermesraan dengan PKI. Asu adalah kependekan dari nama 2 orang yaitu Ali Sastro Amidjojo dan Surachman. PNI yang dipimpin oleh Osa Maliki dan Usep yang anti komunis menyelamatkan PNI dari pengaruh komunisme. Tragedi pecah dua itu berulang kembali pada partai anak dari PNI ini, yaitu PDI. WaLla-hu a'lamu bishshawab.
*** Makassar, 27 September 1998
20 September 1998
[+/-] |
340. Serba Serbi Sanggahan Terhadap Pemerintahan Habibie |
Ada kebijakan strategis yang ditempuh oleh Pemerintahan Habibie, yaitu kebijakan membuka katup aspirasi seluas-luasnya. Maka maraklah timbulnya sanggahan di sana-sini.
Perpu no.2 thn.98 bertujuan membatasi jumlah pengunjuk-rasa, supaya unjuk-rasa itu tidak mudah disusupi perusuh. Walaupun Perpu ini tidak membatasi substansi aspirasi, namun ramai mendapat sanggahan berhubung adanya ketentuan perizinan, terutama pasal 9 yang mengganjal kebebasan pers. Perpu ini belum diberlakukan dan sementara digodok dalam DPR.
Rizal Ramli mengusulkan supaya Pemerintahan Habibie segera melakukan perombakan tim ekonomi yang jelas-jelas buruk kinerjanya. Ini pendapat kuda bendi yang hanya melihat satu arah. Coba bayangkan jika tim ekonomi segera dirombak maka rusaklah sistem kibernetika (cybernetics), terutama mizan (equilibrium) sistem dengan komitmen terhadap IMF yang sangat perlu untuk mendapatkan dana untuk mengatasi krisis. Tidaklah betul seperti pendapat Syahrir yang diucapkannya secara emosional bahwa IMF memberi bantuan kepada kita karena mereka kasihan kepada bangsa Indonesia yang hampir mampus, bukan karena kepercayaan IMF terhadap Pemerintahan Habibie. (Gaya preman hujatan mampus yang dilontarkan oleh Syahrir itu saya tidak dapat terima sebagai anggota dari bangsa Indonesia). Sistem kibernetika yang dirusak mizannya akan bereaksi membentuk dirinya menuju mizan yang baru. Akibatnya fatal, tanpa batuan IMF Indonesia yang terdiri dari kepulauan mudah sekali membentuk mizan yang baru yang berwujud Yugoslavia kedua, melalui proses khaos.
Dilihat dari segi ilmu nafsani kacamata kuda bendi ini yang hanya melihat tim ekonomi Pemerintahan Habibie, dalam hati kecil Rizal Ramli ingin diajak menduduki tim ekonomi dengan keyakinan dirinya lebih baik dari tim ekonomi Pemerintahan Habibie. Ibarat fabel anjing hutan dengan buah anggur. Karena lompatan anjing hutan itu tidak berhasil mencapai anggur, maka anjing hutan itu merepet, ah itu anggur yang asam. De druiven zijn hem te zuur (anggur itu asam baginya), kata pepatah Belanda.
Emil Salim mengatakan bahwa kebijakan Pemerintahan Habibie mengusut harta mantan Presiden Soeharto hanya sekadar untuk memuaskan golongan bawah, populis. Gayung bersambut, kata berjawab. Gayung Emil Salim disambut oleh Presiden Habibie dengan ucapan yang kurang populer di mata orang banyak, yaitu Presiden Habibie minta dengan hormat kepada masyarakat yang sedang ramai-ramai menghujat untuk segera berhenti mengakhiri sikap penghujatan atas Haji Muhammad Soeharto. Kalau kebijakan Pemerintahan Habibie mengusut harta mantan Presiden Soeharto hanya sekadar untuk memuaskan masyarakat, lebih baik ia diam saja buat apa mengeluarkan permintaan yang kurang populer di mata orang banyak yang sedang bersikap menghujat Soeharto.
Sarwono Kusuma Atmaja menganggap bahwa keputusan untuk mengusut kekayaan Pak Harto sesungguhnya terlambat dan bersifat reaktif, tidak proaktif. Menurut hemat saya kebijakan strategis Presiden Habibie untuk memberi kesempatan kepada masyarakat untuk bebas sebebas-bebasnya mengeluarkan pendapat adalah bersifat proaktif, karena kebijakan itu diambil tanpa ada tuntutan sebelumnya. Secara kacamata kuda bendi, alias pandangan sempit, memang kelihatannya kebijakan pengusutan harta mantan Presiden Soeharto itu bersifat reaktif. Akan tetapi jika penutup mata kanan kiri mata kuda bendi itu dibuka (baca: pandangan yang lebih luas), maka kebijakan pengusutan itu termasuk dalam kerangka strategis yang proaktif, yaitu hasil dari kemerdekaan mengeluarkan pendapat. Soal lambat atau cepat itu relatif. Mobil dengan laju 60 km pada jalan dalam kota yang simpang siur termasuk cepat, akan tetapi pada jalan bebas hambatan termasuk lambat. Pemerintahan Habibie ibarat orang yang harus membenahi bengkalai orang berpesta pora yang meninggalkan kesemrautan bersimpang siur, ibarat jaringan jalan dalam kota. Dilihat dari segi ini, maka keputusan Presiden Habibie untuk mengusut harta mantan Presiden Soeharto termasuk tindakan yang cepat.
Unjukrasa mahasiswa yang berlabel Reformasi Kedua antara lain menuntut dibentuknya komite untuk mengambil alih tugas pemerintahan. Menurut mantan kepala Bakin, Mendagri dan Ketua Badan Koordinasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) itu direkayasa, atau sekurang-kurangnya ditunggangi oleh kepentingan politik suatu golongan. Kita sayangkan golongan yang memanfaatkan mahasiswa untuk kepentingan politiknya. Mengapa tidak bersikap satria dan demokratis untuk tampil kedepan membentuk partai politik dan bersaing secara jujur dengan parpol yang lain dalam Pemilu yad., yaitu salah satu agenda politik Pemerintahan Habibie. Tindakan membentuk komite untuk mengambil alih pemerintahan ini bernuansa kekirian, tidak konstitusional dan keluar dari bingkai reformasi. Apakah dapat dijamin komite ini akan ditaati oleh seluruh bangsa Indonesia? Apa mau kalau Republik Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agusutus 1945 yang dengan susah payah berkuah darah berlinang airmata dipertahankan eksistensinya, akan menjadi Yugoslavia kedua?
Amin Rais dengan sikap curiga melalui wawancara di TV mengatakan bahwa pemerintah mengulur-ulur pembahasan UU Parpol, UU Pemilu, UU Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD, untuk memperlambat Pemilu, tidak menepati agenda politik yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Ternyata pada hari Rabu, 16 September 1998 pemerintah telah mengirimkan kepada DPR naskah RUU Parpol, RUU Pemilu, RUU Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD untuk segera dibahas. Hendaknya nilai Islami yang dalam hal ini sikap Husnuzhzhan, berprasangka baik, tidak hanya diterjemahkan dalam dunia hukum dengan apa yang kita kenal dengan asas praduga tak bersalah. Hendaknya Amin Rais meninggalkan pemahaman barat bahwa politik itu harus bersikap curiga. Nilai Islami Husnuzhzhan eloklah pula diterjemahkan ke dalam dunia poltik dengan tidak bersikap curiga terhadap sesama ummat, ASYiDaA"u ALaY (A)LKuFfaARi RuHaMaA"u BaYNaHuMHuM (S. Al FaTH, 48:29). Tegas atas orang kafir, bersikap lembut di antara mereka. Husnuzhzhan secara substantif serupa dengan lembut.
Wa Llahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 20 September 1998
13 September 1998
[+/-] |
339. Mengapa Alergi Terhadap Partai Politik? |
Kalau hasrat mengeluarkan aspirasi dikekang puluhan tahun, lalu tiba-tiba kekangan itu dilepas, maka orangpun bebas berunjuk-rasa dari yang tertib sampai yang berakibat menurunkan kurs rupiah, dari aspirasi murni hingga aspirasi titipan yang dibayar, menyembur seperti air yang menerpa keluar dari bendungan. Tidak terkecuali hasrat ingin berkumpul yang dikekang sehingga berakumulasi ibarat air dalam bendungan, setelah diberi kebebasan, maka bermunculanlah sejumlah partai politik. Seorang demokrat tidaklah perlu alergi dengan munculnya partai politik yang banyak itu, karena itu akan diseleksi oleh rakyat melalui Pemilu.
Ada alasan dangkal bagi pengidap alergi partai politik itu. Yakni yang penting sekarang adalah bagaimana menurunkan harga Sembako. Saya katakan dangkal oleh karena para pengidap alergi partai itu tidak dapat melihat jangka pendek dan jangka panjang. Menurunkan harga Sembako adalah jangka pendek, harus dengan segera ditanggulangi. Itulah pekerjaan kita semua, baik masyarakat maupun pemerintah. Bahu-bahu membantu dengan otak dan otot. Memberikan input kepada pemerintah cara terefisien penyaluran beras ke konsumen di pasar-pasar. Membantu memberikan informasi kepada yang berwajib tentang orang-orang yang terlibat dalam aktivitas subversi yaitu mafia beras yang menimbun beras untuk dilempar ke pasar luar negeri, sementara masyarakat kesulitan beras. Atau semacam demo Sembako para mahasiswa Teknologi Industri UMI yang berjalan kaki membagikan paket Sembako kepada abang-abang becak yang berpos pada simpang jalan antara Jal.Urip Sumoharjo dengan Jal.Racing Centre, Jal.Pampang Raya, dan Jal.Pongtiku. Itulah jangka pendeknya.
Kemudian jangka panjangnya ialah mengupayakan kestabilan politik, sehingga berlangsung pembangunan yang adil yang sesuai dengan aspirasi masyarakat. Untuk itu perlu diselenggarakan Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil dan bersih, untuk memilih wakil-wakil kita yang akan membawakan aspirasi kita dalam MPR dan DPR. Untuk itulah perlu partai politik.
Sebenarnya pada zaman Orde Baru ada juga yang alergi terhadap partai politik. Tetapi tidak alergi terhadap partai politik pada umumnya, melainkan alergi terhadap partai politik yang berasaskan Islam. Boleh jadi alergi itu adalah penyakit rekayasa sebagai perintis ke arah asas tunggal (menurut GBHN, satu-satunya asas). Yang menderita penyakit simptomatik alergi itu dipelopori oleh Nurcholis Majid dengan semboyannya yang terkenal: Islam, yes. Partai Islam, no! Maka disamping muslihat wasit menjadi pemain (baca: birokrat sebagai panitia Pemilu) dalam Pemilu, Nurcholis Majid secara komunikasi politik ikut pula bertanggung jawab dalam strategi menciptakan monster yang disebut single majority.
Firman Allah SWT dalam Al Quran: WLTKN MNKM AMT YD'AWN ALY ALKHYR WYaMRWN BALM'ARWF WYNHWN 'AN ALMNKR WAWLAaK HM MFLhWN (S. AL 'AMRAN, 3:104), dibaca: waltakum mingkum ummatuy yad'u-na ilal khayri waya'muru-na bil ma'ru-fi wayanhawna 'anil mungkari waula-ika humul muflihu-na (s. ali 'ilra-n), haruslah ada di antara kamu kelompok yang menyampaikan pesan-pesan kebajikan, memberikan perintah dengan arif dan mencegah kemungkaran, dan mereka itu orang-orang yang mendapat kemenangan.
Kalimah WLTKN -waltakun- dalam ayat (3:104) itu terdapat Lam Al Amr, yaitu huruf Lam yang menyatakan perintah, sehingga apa yang dinyatakan ayat itu wajib hukumnya tentang adanya kelompok berupa organisasi ataupun partai politik dalam kalangan ummat Islam. Sehingga mendirikan organisasi da'wah untuk menyampaikan pesan-pesan kebajikan dan organisasi berupa partai politik untuk memberikan perintah dengan arif dan mencegah kemungkaran merupakan fardhu kifayah. Organisasi da'wah menjalankan komunikasi berjenjang naik (bottom up) dan partai politik meneruskan kekuatan bertangga turun (top down).
Selama ini baik secara perorangan maupun secara organisasi da'wah Islamiyah telah dilancarkan secara intensif. Secara perorangan seperti para khatib melalui Khuthbah Jum'ah, para muballigh melalui ceramah-ceramah dalam bulan Ramadhan dan selesai shalat wajib berjama'ah, melalui majlis ta'lim, melalui peringatan mawlid dan isra/mi'raj, melalui media televisi dan tulisan-tulisan berupa artikel di media cetak dan berupa makalah dalam diskusi. Secara organisasi berupa seruan dari organisasi-organisasi da'wah seperti Dewan Da'wah, Muhammadiyah, NU, Persis, dll., bahkan fatwa dari Majelis 'Ulama.
Mereka itu semua telah menyampaikan pesan-pesan kebajikan. Akan tetapi mereka itu semua selama ini tidak dapat memberikan perintah dengan arif dan mencegah kemungkaran. Mengapa khatib, muballigh, da'i, Dewan Da'wah, Muhammadiyah, NU, Persis dll, hanya sebatas menyampaikan pesan, namun tidak dapat memberikan perintah dengan arif dan mencegah kemungkaran? Karena mereka tidak punya otoritas untuk Ya'muruwna, memerintahkan, memberikan instruksi. Apakah mereka itu semua para khatib, muballigh, da'i, Muhammadiyah, NU, Persis dll, dapat memberikan sanksi jika penyelenggara tempat-tempat maksiyat yang berkedok tempat hiburan itu tidak mau menutup night clubnya? Jika mereka itu memberikan sanksi dengan mengerahkan massa untuk mengobrak-abrik tempat-tempat maksiyat itu, tentu saja mereka sanggup, akan tetapi dengan cara itu mereka akan melanggar hukum positif yaitu menjadi hakim sendiri secara beramai-ramai.
Untuk itu ummat Islam supaya dapat melakukan ya'muru-na bil ma'ru-fi wayanhawna 'anil mungkari , haruslah membentuk kekuatan dengan mendirikan partai politik berasaskan Islam. Partai politik berasaskan Islam ini bukan hanya sekadar menampung aspirasi ummat Islam, akan tetapi yang terpenting ialah membumikan Nilai Wahyu di atas bumi Indonesia. Yaitu mentransfer Nilai Wahyu sebagai Rahmatan lil'A-lami-n menjadi konsep dasar dalam menyusun sistem politik, ekonomi, dan pemerintahan sehingga tidak terjadi "one man show". Sistem itu diwujudkan berupa peraturan perundang-undangan di negara Republik Indonesia. Itulah gunanya mendirikan partai politik berasaskan Islam, dan ini tidak keluar dari bingkai reformasi seperti yang telah dibahas dalam Seri 338 pada hari Ahad yang lalu. Kita tidak sependapat dengan Nurcholis Majid (jika seandainya masih demikian pendiriannya). Alhasil kita katakan Islam, yes. Partai Islam, yes. WaLla-hu a'lamu bishshawab.
*** Makassar, 13 September 1998