Kinerja sistem mekanisme organisasi sangat ditentukan oleh gaya kepemimpinan. Kinerja para menteri sangat ditentukan oleh gaya kepemimpinan Gus Dur sebagai Presiden. Gaya kepemimpinan masa lalu Gus Dur dalam dunia informal yang berakar dari pesantren, kemudian bertumbuh dalam iklim LSM dibawa masuk ke dalam dunia formal pemerintahan. Gaya kepemimpinan dalam pesantren serta organisasi tradisional bahkan sampai kepada perusahaan keluarga, adalah gaya “one man show”. Iklim dalam LSM membentuk sikap orang seperti Abu Zar Al Giffari, ahli dalam kritik, tajam kritikannya. Namun Nabi Muhammad SAW berpesan supaya Abu Zar tidak duduk dalam pemerintahan, supaya Abu Zar tetap berposisi sebagai tukang kritik, ia sangat diperlukan untuk melontarkan kritik. Iklim dalam LSM ibarat suasana penonton sepak bola, hanya tahu mengeritik tetapi tidak tahu main bola, hanya pintar mencicipi makanan tetapi tidak tahu memasak.
Alangkah baiknya jika Gus Dur introspeksi diri mengubah gaya kepemimpinan “one man show”, bergaya membiarkan orang mengeritik tetapi kritikan itu dianggap seperti angin lalu. Mengubah sikapnya yang dibentuk oleh iklim LSM, bersikap lempar “ucap” ke sana ke mari yang “kontroversial-kontraproduktif”. Bagaimanapun dan berapa kalipun bongkar-pasang kabinet, namun apabila Gus Dur tetap bergaya kepemimpinan “one man show” dan bersikap “lempar ucap sembarangan”, maka kinerja para pembantunya (baca: para menteri) akan tetap rendah. Kita berharap semoga Gus Dur dapat memimpin Republik Indonesia ini hingga akhir masa jabatannya tahun 2004. Sebab nanti akan menjadi preseden buruk menurunkan Presiden di tengah jalan. Kita berharap kepada MPR untuk memberikan kesempatan, katakanlah setahun lagi, untuk dapat mengubah gaya kepemimpnannya yang “one man show” dan sikapnya yang “lempar ucap sembarangan” itu.
***
Selanjutnya akan dibahas substansi salah satu kebudayaan daerah. Allah SWT berfirman: WJ’ALNKM SY’UWBA WQBA^L LT’AARFWA (S. ALHJRAT,13), dibaca: waja’alna-kum sy’ubaw waqaba-ila lita’a-rafu-(s. alhujura-t), artinya: Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya arif antara satu dengan yang lain (49:13). Apa yang akan dikemukakan selanjutnya ialah sastra kuno Makassar, yaitu baca-baca atau barrusuq dalam ilmu pekasih. Seperti juga pada bangsa-bangsa dan suku-suku lain, sastra kuno itu berupa mantera kedigjayaan, pekasih, penjinak binatang buas dll.
Barrusuq ilmu pekasih yang dibahas ini bernama Pasang-Pasang ri Anging (Berpesan pada Angin). Pada waktu tengah malam orang yang akan mengamalkannya pergi ke tempat yang ketinggian atau memanjat pohon yang tinggi untuk membaca barrusuq. Harus memperhatikan arah angin supaya kekuatan magis barrusuq itu dibawa oleh hembusan angin kepada sasarannya. Inilah dia barrusuq ilmu pekasih itu.
Anging kupasangko anne
Aqbiciq ilalang tinro
Nambangung naiq
Namattimbo paqrisiqna
Anging ngerang dinging-dinging
Namallantansaq ri buku
Mangerang nakkuq
Mappaempo mangnguqrangi
Hai angin aku berpesan padamu
Bisiki dia di dalam tidur
Bila kelak ia terjaga
Kalbunya memendam rasa
Angin membawa rasa sejuk
Menusuk ke dalam sumsum
Membawa rindu
Membuat duduk termangu
Sastra kuno berupa barrusuq itu menjadi transparan oleh almarhum Borraq Dg Ngirate dengan improvisasi dalam wujud Lagu Anging Mammiriq (Angin Berhembus). Lagu ini menjadi populer sebelum almarhum Jayadi Jamain mempiring-hitamkan lagu-lagu Makassar. Lagu Anging Mammiriq menjadi populer di seluruh Indonesia melalui RRI Jakarta di akhir tahun 50-han, tatkala Ananda Sitompul menyanyikannya di hotel Homan, dalam kontes Baju Bodo yang diselenggakan oleh Persatuan Pelajar-Mahasiswa Sulawesi Selatan (PPSS) di Bandung. Hasil improvisasi Dg Ngirate itu seperti berikut:
Anging mammiriq kupasang
Pitujui tontonganna
Tusarroa takkaluppa
(Auleq) Namanngnguqrangi
Tutenayya (tutenayya) paqrisiqna
Battumi anging mammiriq
Anging ngerang dinging-dinging
Namallantasaq ribuku
(Auleq) Mangngerang nakkuq
Mappaempo (mappempo) mangnguraqngi
Angin berhembus kupesan
Menuju ke jendelanya
Yang tenggelam ditelan lupa
Oh angin ingatkan dia
Yang tak tahu memendam rasa
Datanglah angin berhembus
Angin membawa rasa sejuk
Menusuk ke dalam sumsum
Datanglah angin membawa rindu
Membuat terpaku termangu-mangu
Tubuh kasar kita dikelilingi oleh medan bio-elektro magnet, ada yang menamakannya aura. Medan bio-elektro magnet ini sudah dapat dideteksi oleh instrumen. Saya pernah melihatnya di televisi (bukan cerita fiksi-ilmiyah, melainkan bersifat dokumentasi) medan aura ini. Kekuatan pikiran dapat menggetarkan medan bio-elektro magnet yang mengelilingi kita itu. Apabila frekwensi getaran itu dapat menimbulkan resonansi pada medan bio-elektro magnet orang lain, maka menimbulkan efek pada orang tersebut yang disebut sugesti yang keras, yang dalam bahwa magisnya disebut sirap. Konsentrasi orang yang membaca barrusuq Pasang-Pasang ri Anging tersebut misalnya dapat menimbulkan getaran aura yang membaca barrusuq itu dan apabila konsentrasi itu mampu menimbulkan resonansi pada aura orang yang menjadi sasaran barusuq yang sementara tidur lalu terjadilah: Aqbiciq ilalang tinro. Nambangung naiq. Namattimbo paqrisiqna. Dalam dunia politik bisik-bisik yang mengandung magis ini masih trend. WaLlahu A'lamu bi Al Shawa-b.
*** Makassar, 25 Juni 2000
25 Juni 2000
[+/-] |
429. One Man Show dan Pasang-Pasang ri Anging |
18 Juni 2000
[+/-] |
428. Barzanji |
- Assalamu 'alaykum.
- Wa'alaykumussalam, inainjo rawa ri tukaka? (Siapa itu di bawah tangga)
- Inakke katte I Doraq. (Saya I Doraq)
- Ikau Doraq, naikko mae. (Engkau hai Doraq, mari naik ke rumah)
- Apantu mae nukunjuk-kunjungi Doraq.(Apa maksud kunjunganmu hai Doraq)
- Salanna katte uwakku, naminasaiki battu ri ballaka ri bangnginna jumaka. (Salamnya uwakku, beliau mengundang bapak datang ke rumah pada malam Jum'at)
- Apantu mae acara eroq na pareq uwaknu? (Ada acara apa yang akan diselenggarakan uwakmu)
- Lappabarajanji katte. (Akan menyelenggarakan pembacaan Barzanji)
***
Hari Kamis, 12 Rabiulawwal 1421 H, atau 15 Juni 2000 dalam rangka peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, DPP IMMIM menyelenggarakan diskusi tentang Maulid dan Barzanji. Ada tiga buah makalah tertulis, yaitu: Pro dan Kontra Perayaan Maulid dan Pembacaan kitab Barzanji oleh Drs KH Muhammad Ahmad, Maulid dan Barzanji, Tinjauan Sejarah dan Akidah oleh DR H.Ahmad M.Sewang MA, Kepercayaan dan Budaya Masyarakat Terhadap Barzanji oleh DR KH Sahabuddin, dan sebuah makalah secara lisan dibawakan oleh Drs KH Abdurrahim Amin. Para pemakalah memakai gaya yang sama, yaitu ibarat orang melempar umpan kepada ikan, yaitu mengemukakan isu untuk memancing peserta diskusi, ya seperti gaya Gus Dur. Pancingan pemakalah itu berhasil menimbulkan gairah peserta diskusi yang juga umumnya terdiri dari para kiyai dan pakar, ada juga yang seniman, sehingga diskusi berlangsung sengit tetapi semarak.
Gayung KH AR Amin yang melontarkan HQYRT ALMHMDYT, dibaca: Haqi-qatul Muhammadiyah tentang kepiawian balaghah dalam nuansa tasawuf Ja'far Al Barzanji sehingga dapat diterima baik oleh golongan Syi'ah, maupun Ahlussunnah, disambut dengan sanggahan oleh Drs KH Syukri Limpo yang menyorot HQYRT ALMHMDYT dari syari'ah dengan mengemukakan qaidah bahasa Arab. DR H.Rafiq Yunus yang menanggapi Tinjauan Sejarah Barzanji dari H.Ahmad M.Sewang, mengemukakan hal yang baru sama sekali, yang diakui oleh pemakalah bahwa walaupun satu kantor belum pernah dia mendengarkan hal baru yang dikemukakaN oleh H.Rafiq tersebut. Hal yang baru tersebut yaitu ada Riwayat Nabi Muhammad SAW yang ditulis 3 abad sebelum Ja'far Al Barzanji yang mirip-mirip dengan isi kitab Barzanji, yaitu karya Sulaiman Chelibi i Bursevi berjudul Merlidi Sherif. Hari lahir dan wafatnya tidak tercacat, namun ia hidup dalam rentang waktu pemerintahan Sultan Turki, bernama Sultan Bayazid Yilderin (Sang Halilintar, 1389 - 1403) M. Kemiripan dalam hal Nur Muhammad antara Chelibi dengan Ja'far Al Barzanji boleh jadi inspirasi (yang menurut bahasa filosof adalah imajinasi, yang dalam bahasa sufi disebut kasyaf) tersebut sebenarnya bersumber dari dari 2 abad sebelum Sulaiman i Bursevi atau 5 abad sebelum Ja'far Al Barzanji, yaitu dari Ibn 'Araby (1165 - 1240) M.). Husni Jamaluddin mengemukakan bahwa Barzanji harus didekati dari tiga segi, yaitu agama, ilmu dan seni. Secara ekspelisit Husni telah menjawab isu yang dikemukakan oleh Muhammad Ahmad yang diambil dari Barzanji bahwa pada malam kelahirannya (Muhammad) Asiyah (isteri yang beriman dari Fir'aun) dan Maryam (ibunda Nabi 'Isa AS) datang menjenguk ibunya (Aminah) dari Hazhiratul Qudsiyyah. Bahwa ungkapan itu harus ditanggapi dari segi seni sastra yang kaya dengan imajinasi dan perlambang. DR Qasim Mathar menyanggah KH Sahabuddin tentang generalisasi pemakalah tersebut tentang hal bahwa ulama-ulama terdahulu tidak menggunakan dan tidak membutuhkan buku-buku rujukan (references) berhubung para ulama tersebut mendapatkan ilmunya dari kasyaf. Juga Qasim Mathar mengemukakan bahwa FY RSWL ALLH USWT HSNH (S.ALAHZAB, 21), dibaca: fi- rasu-liLla-hi uswatun hasanah (s.alahza-b), artinya: dalam diri utusan Allah adalah contoh yang baik (33:21), bagi para kiyai dan muballigh tidak perlu dibahas lagi, sebab sudah eksak, yang penting bagaimana para muballigh, para kiyai pemimpin ummat menjadi contoh yang baik. Pengasuh kolom ini mengemukakan dalam diskusi itu antara lain bahwa perlu diteliti kitab Barzanji apakah otentik, oleh karena tidak mungkin seorang sufi seperti Ja'far Al Barzanji melanggar etika mendahulukan Salawat daripada Basmalah, seperti dapat kita lihat pada permulaan kitab Barzanji. WaLlahu A'lamu bi Al Shawa-b
*** Makassar, 18 Juni 2000
11 Juni 2000
[+/-] |
427. Tidak Beracun, Tetapi Lebih Berbahaya |
Dalam peringatan Hari Lingkungan Hidup sedunia di Indonesia pada umumnya dengan metode da'wah billisan, yaitu secara lisan, menyebarkan informasi baik melalui mas media maupun secara langsung dengan ceramah ataupun spanduk yang dipajang secara stasioner, yaitu diikat pada tiang-tiang dan secara mobil, yaitu spanduk dipegang orang berbaris yang "sedikit" mengganggu lalu-lintas. Alangkah eloknya jika metode billisan itu dibarengi pula dengan da'wah bilhal, yaitu dengan contoh perbuatan, dimulai oleh rumah-rumah sakit dengan mengolah limbahnya, karena hampir semua rumah sakit di Indonesia ini tidak mengolah limbahnya.
Dalam kegiatan peringatan Hari Lingkungan Hidup sedunia tersebut, masyarakat diperingatkan untuk sadar lingkungan, pabrik-pabrik harus mengolah limbahnya agar kadar racunnya berada di bawah nilai ambang batas (tidak mungkin menghilangkan racun seluruhnya dari limbah), dsb. dsb. Pada pokoknya masyarakat diingatkan supaya tidak meracuni muka bumi (darat dan laut) serta udara di atasnya.
Firman Allah SWT: ZHHR ALFSD FY ALBR WALBHR BMA KSBT AYD ALNAS LYZHYQHM B'ADH ALDZY 'AMLWA L'ALHM YRJ'AWN (S. ALRWM, 41), dibaca: zhaharal fasa-du fil barri walbahri bima- kasabat aydinna-si liyuzhi-qahum ba'dhal ladzi- 'amilu- la'allahum yarji'u-n (s. arru-m), artinya: Lahirlah bencana di darat dan di laut akibat tangan-tangan manusia, dirasakan kepada mereka sebagian (balasan) yang mereka lakukan, supaya mereka kembali (30:41).
Kalau saya tidak salah ingat di MTQ Palu (atau boleh jadi di tempat lain, saya lalai mencatat tempat tsb) Menteri Agama mengatakan supaya dalam menafsirkan Al Quran hendaknya menyoroti kejadian-kejadian yang aktual. Sebenarnya sejak kolom ini lahir apa yang dianjurkan oleh Menteri Agama itu telah kita lakukan. Ayat yang dikutip diatas itu akan dipakai untuk menyoroti apa yang telah dilakukan di Indonesia ini dalam rangka peringatan Hari Lingkungan Hidup sedunia. Yang diungkap dalam kegiatan peringatan itu adalah ditujukan semata-mata pada bahaya racun yang mencemari lingkungan hidup. Ayat di atas itu menunjukkan ada yang tersirat bahwa bencana itu bukan hanya sekadar oleh racun. Sebab kalau hanya sekadar racun itu saja maka tentu tidak dipakai ungkapan "yarji'u-n", kembali, melainkan akan dipakai seperti dalam hal miras dan judi, yaitu muntahu-n, berhenti.
Ada dua jenis gas pencemar yang tidak beracun, tidak berbau, tidak terlihat, tetapi tidak kurang bahayanya daripada zat pencemar yang beracun.
-- Yang pertama ialah gas yang nama dagangnya CFC (chlor, fluor, carbon), yang dalam refrigeration engineering disebut freon. Dahulu sebelum orang benar-benar sadar lingkungan dalam buku-buku teks, yang juga diajarkan dalam mata ajaran teknik pendingin freon ini sangat dipuji sebagai regrigerant yang ideal, karena tidak beracun, tidak berbau, tidak terlihat, ikatan kimiawinya sangat stabil sehingga tidak bereaksi dengan bejana ataupun pipa-pipa yang ditempatinya. Akan tetapi kemudian ternyata karena stabilnya itu freon ini membawa bencana. Ia naik membubung ke atas langit kemudian memakan lapisan ozon (O3). Untunglah Allah SWT menempatkan ozon ini jauh di atas langit, sebab sebenarnya ia racun, karena molekulnya yang terdiri atas 3 butir atom oksigen, mudah sekali melepas sebutir oksigen yang akan bereaksi dengan (baca: "memakan") semua benda yang disentuhnya. Walaupun berat molekul ozon 48 lebih berat daripada berat molekul gas oksigen (O2) di udara yang hanya 32, namun sifat fisik ozon lebih ringan dari gas oksigen yang kita perlukan untuk bernafas itu. Coba andai kata sifat kimiawinya sama dengan sifat fisiknya, maka ozon sangatlah menyusahkan karena ozon yang racun itu akan menyapu-nyapu permukaan bumi. Itulah rahmat Allah yang kurang bahkan tidak disadari oleh utamanya para pakar kita dalam dunia sains. Adapun ozon itu terbentuk sehabis kilat mencambuk udara. Nun di atas langit sana lapisan ozon melindungi makhluq hidup ciptaan Allah yang menempati muka bumi ini dari serangan sinar ultra lembayung, sebuah fraksi yang berbahaya dari sinar gamma yang dipancarkan oleh matahari setiap saat. CFC yang membubung naik itu memakan lapisan ozon sang pelindung. Maka protokol Rio de Janeiro (diucapkan khaneiro) menyuruh untuk menghentikan pemakaian CFC sebagai refrigerant dan di Indonesia insya-Allah akan dihentikan pemakaiannya dalam waktu "dekat". Jadi pada pokoknya CFC gas tidak beracun tetapi berbahaya ini dapat dihentikan pemakaiannya, "muntahu-n".
-- Yang kedua ialah gas karbon diokasida (CO2), yang tidak beracun, tidak berbau, tidak terlihat. Ini lahir dari hasil pembakaran koponen karbon dari bahan bakar. Gas ini menyebabkan terjadinya efek rumah kaca. Disebut demikian karena efeknya seperti perangkap panas yang disebut rumah kaca. Di negeri-negeri beriklim dingin sayur-sayuran, yang membutuhkan hawa yang lebih panas, ditanam dalam rumah kaca. Kaca adalah zat bening yang tembus cahaya, yang memukul molekul-molekul udara di dalam rumah kaca, sehingga meningkat frekwensi getarannya, suhunya naik, panasnya bertambah. Kaca adalah penghantar panas yang jelek, sehingga terperangkaplah panas itu dalam rumah kaca. Itulah efek rumah kaca. Akibat aktivitas peradaban manusia yang setiap saat membakar bahan bakar, maka terjadilah akumulasi CO2 di udara. Ruang antara lapisan gas CO2 dengan permukaan bumi ibarat rumah kaca yang besar, sebab gas CO2 itu sama sifatnya dengan kaca dalam konteks meneruskan cahaya matahari namun menghambat jalan keluarnya panas. Terjadilah efek rumah kaca pada permukaan bumi, yang menyebabkan terjadinya pemanasan global. Mencairlah bungkahan es di kedua kutub, air laut naik, cuaca dan iklim tidak bersahabat, terjadi kekacauan global di atmosfer, mengganaslah la Nina (diucapkan ninya) dan el Nino (diucapkan ninyo). Penambahan CO2 tidak dapat dihentikan, sebab orang dan peradaban perlu membakar untuk bertahan hidup. Tidak dapat diupayakan muntahu-n berhenti, melainkan upaya yarji'u-n, kembali.
Kembalikan gaya hidup seperti sebelum timbulnya euphora, kegilaan serba membakar. Pergunakanlah tenaga otot sebagai prioritas, baru minta pertolongan mesin-mesin. Seumpama kalau tubuh masih segar-bugar, tidak terlalu mengejar waktu, tidak membawa tetengan yang berat, tidak usah pakai lift, pakailah tangga. Sebab listrik dibangkitkan oleh generator yang diputar oleh turbin uap, sedangkan uap didapatkan dari membakar bahan bakar. Menghemat listrik berarti mengurangi proses pembakaran. Alhasil kembalikan gaya hidup seperti sebelum terjadinya euphora membakar. WaLlahu A'lamu bi Al Shawa-b.
*** Makassar, 11 Juni 2000
4 Juni 2000
[+/-] |
426. Lahirnya Pancasila dan Jeda Kemanusiaan |
Apa yang lahir pada 1 Juni 1945 adalah Pancasila menurut konsep Bung Karno, yaitu sila pertama adalah kebangsaan, sedangkan sila kelima adalah Ketuhanan yang berkebudayaan. Pada 22 Juni 1945 lahir pula konsep Pancasila yang dinyatakan dalam alinea ke-4 dari suatu dokumen sejarah yang dikenal dengan Piagam Jakarta. Akhirnya pada 18 Agustus 1945 lahirlah Pancasila yang bukan lagi konsep, yaitu pada alinea ke-4 Pembukaan UUD-1945. Hampir seluruh Piagam Jakarta yang 4 alinea itu sama dengan Pembukaan UUD-1945 yang 4 alinea itu juga. Perbedaannya, dalam Piagam Jakarta dipergunakan istilah Muqaddimah untuk Pembukaan, kemudian pada alinea ke-4 dalam Piagam Jakarta berbunyi: Ketuhanan dengan menjalankan Syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, sedangkan pada alinea ke-4 Pembukaan UUD-1945 berbunyi: Ketuhanan Yang Maha Esa.
Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam setiap Sidang Umum tahunannya memproses amandemen UUD-1945, yang diharapkan insya Allah amandemen itu akan rampung dalam tahun 2004. Telah disepakati bahwa Pembukaannya tidak diamandemen, oleh karena alinea ke-3 Pembukaan tersebut merupakan legitimasi proklamasi Negara Republik Indonesia: Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Demikianlah Negara Republik Indonesia dengan Pembukaan UUD-1945 merupakan satu sistem.
Alhasil, kalau kita merujuk pada kesepakatan bahwa Pembukaan UUD-1945 tidak akan diamandemen, maka Pancasila yang legitimate adalah Pancasila yang lahir pada 18 Agusutus 1945. Pancasila ala Bung Karno tidak dapat menjadi patokan lahirnya Pancasila, oleh karena pertama tidak legitimate dan kedua secara substantif dan redaksional menganggap sepele substansi Ketuhanan yang diletakkan pada kedudukan paling bawah, dengan embel-embel berkebudayaan segala.
Perihal usulan Gus Dur bahwa Pancasila adalah jiwa bangsa Indonesia, supaya tidak terjadi hal yang simpang-siur seperti Pancasila falsafah negara, pandangan hidup, jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, maka eloklah jika kita hanya merujuk pada yang legitimate seperti dalam alinea ke-4 UUD-1945: suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab dan seterusnya hingga akhir alinea. Maka yang legitimate adalah Pancasila itu dasar negara, titik. Buat apa repot-repot segala dengan jiwa, kepribadian, falsafah dan pandangan hidup.
***
Beberapa seri dalam kolom ini telah menyambut gayung Gus Dur dengan kritikan, yaitu mengenai usulan Gus Dur untuk mencabut Tap MPRS No.XXV/MPRS/1966. Namun rasanya tidaklah adil jika tidak dikemukakan pula kebijakan Gus Dur yang patut mendapat pujian, walaupun barangkali Gus Dur tidak suka dipuji. Yaitu Gus Dur bersikap realis mengambil langkah mengenyampingkan pendekatan yuridis formal menghadapi GAM di Aceh. Sebab kenyataan selama ini menunjukkan dengan pendekatan yuridis formal itu, yang menurut hukum yang berlaku GAM itu adalah pemberontak, yang menyebabkan pemerintah pusat (baca: militer) menempuh langkah represif berupa DOM, tidak menghasilkan apa-apa kecuali timbulnya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh kedua belah pihak. Demikianlah, kenyataan sejarah menunjukkan pula Aceh tidak dapat ditundukkan dengan senjata, baik oleh aksi militer Belanda selama revolusi, maupun oleh Pemerintah Hindia Belanda sebelum perang (Teuku Raja Sabi, putera suami isteri Teuku Cut Muhammad + Cut Meutia, anak tiri Pang Nanggroe, masih mengangkat senjata melawan Belanda hingga Perang Dunia kedua meletus).
Maka dengan mengenyampingkan pendekatan yuridis formal, Gus Dur melakukan pendekatan kemanusiaan dengan mengutus Bondan Gunawan untuk mengadakan kontak langsung bertatap-muka dengan Tengku Abdullah Syafei, panglima GAM. (Asal tahu saja gelar tengku di Aceh adalah gelar untuk ulama, sedangkan gelar tengku di tanah Deli dan Langkat adalah gelar bangsawan yang di Aceh disebut teuku). Terlepas apakah Bondan Gunawan tersangkut atau tidak dalam Buloggate, Bondan Gunawan patut mendapat penghormatan karena keberaniannya untuk masuk hutan di Aceh guna bertatap-muka dengan Tengku Abdullah Syafei. Langkah tatap-muka ini adalah langkah awal yang merintis perembukan dalam taraf institusi antara wakil Pemerintah Republik Indonesia dengan wakil pucuk pimpinan GAM Wali Nanggroe Tengku Hasan Muhammad Tiro di Swiss, yang pada 12 Mei 2000 berhasil ditanda-tanganinya kesepakatan yang disebut dengan Jeda Kemanusiaan. Karena kesepakatan itu bukanlah bertumpu di atas landasan yuridis formal melainkan atas landasan kemanusiaan, maka tidaklah relevan untuk memakai ungkapan yang berbau yuridis, seperti misalnya pengakuan de facto Pemerintah Republik Indonesia atas GAM, dan juga ungkapan mengapa perembukan dan penanda-tanganan itu mesti di luar negeri, bukan dalam negeri.
Pada hari Jum'at, tanggal 2 Juni 2000 dinyatakan mulai berlaku efektif Jeda Kemanusiaan tersebut. Dibentuk pula sebuah komite kemanusiaan yang terdiri atas 10 orang, 5 orang dari Polri+TNI dan 5 orang dari GAM untuk merembukkan aturan main secara bersama-sama dalam realisasi Jeda Kemanusiaan tersebut. Kalau saya tidak salah ingat ada tawaran dari pusat memberikan kesempatan kepada anggota GAM untuk menjadi TNI dengan cara seleksi. Dengan terbentuknya Komite tersebut yang kemudian akan terumuskan pula aturan main bersama dalam mengamankan Aceh, maka tawaran dari pusat tersebut sudah tidak relevan lagi. Langkah demi langkah ditempuh, seperti misalnya menarik semua TNI dari Aceh supaya kondusif untuk cooling down, Polri bersama GAM bertanggung jawab menjaga keamanan. Langkah berikutnua barangkali GAM bergabung masuk Polri. Dan yang terpenting langkah menetapkan berlakunya Syari’at Islam dalam rangka pelaksanaan Otoda di Aceh. Langkah demi langkah ditempuh: FADZA FRGHT FANSHB. WALY RBK FARGHB (S. ALANSYRAH, 7-8), dibaca: faidza- faraghta fanshab. wa ila- rabbika farghab (s. al insyira-h), artinya: apabila engkau selesai (setahap), berupayalah (tahap berikutnya). dan kepada Maha Pemeliharamu berharaplah (94:7-8). WaLlahu A'lamu bi Al Shawa-b.
*** Makassar, 4 Juni 2000