Dalam peringatan Hari Lingkungan Hidup sedunia di Indonesia pada umumnya dengan metode da'wah billisan, yaitu secara lisan, menyebarkan informasi baik melalui mas media maupun secara langsung dengan ceramah ataupun spanduk yang dipajang secara stasioner, yaitu diikat pada tiang-tiang dan secara mobil, yaitu spanduk dipegang orang berbaris yang "sedikit" mengganggu lalu-lintas. Alangkah eloknya jika metode billisan itu dibarengi pula dengan da'wah bilhal, yaitu dengan contoh perbuatan, dimulai oleh rumah-rumah sakit dengan mengolah limbahnya, karena hampir semua rumah sakit di Indonesia ini tidak mengolah limbahnya.
Dalam kegiatan peringatan Hari Lingkungan Hidup sedunia tersebut, masyarakat diperingatkan untuk sadar lingkungan, pabrik-pabrik harus mengolah limbahnya agar kadar racunnya berada di bawah nilai ambang batas (tidak mungkin menghilangkan racun seluruhnya dari limbah), dsb. dsb. Pada pokoknya masyarakat diingatkan supaya tidak meracuni muka bumi (darat dan laut) serta udara di atasnya.
Firman Allah SWT: ZHHR ALFSD FY ALBR WALBHR BMA KSBT AYD ALNAS LYZHYQHM B'ADH ALDZY 'AMLWA L'ALHM YRJ'AWN (S. ALRWM, 41), dibaca: zhaharal fasa-du fil barri walbahri bima- kasabat aydinna-si liyuzhi-qahum ba'dhal ladzi- 'amilu- la'allahum yarji'u-n (s. arru-m), artinya: Lahirlah bencana di darat dan di laut akibat tangan-tangan manusia, dirasakan kepada mereka sebagian (balasan) yang mereka lakukan, supaya mereka kembali (30:41).
Kalau saya tidak salah ingat di MTQ Palu (atau boleh jadi di tempat lain, saya lalai mencatat tempat tsb) Menteri Agama mengatakan supaya dalam menafsirkan Al Quran hendaknya menyoroti kejadian-kejadian yang aktual. Sebenarnya sejak kolom ini lahir apa yang dianjurkan oleh Menteri Agama itu telah kita lakukan. Ayat yang dikutip diatas itu akan dipakai untuk menyoroti apa yang telah dilakukan di Indonesia ini dalam rangka peringatan Hari Lingkungan Hidup sedunia. Yang diungkap dalam kegiatan peringatan itu adalah ditujukan semata-mata pada bahaya racun yang mencemari lingkungan hidup. Ayat di atas itu menunjukkan ada yang tersirat bahwa bencana itu bukan hanya sekadar oleh racun. Sebab kalau hanya sekadar racun itu saja maka tentu tidak dipakai ungkapan "yarji'u-n", kembali, melainkan akan dipakai seperti dalam hal miras dan judi, yaitu muntahu-n, berhenti.
Ada dua jenis gas pencemar yang tidak beracun, tidak berbau, tidak terlihat, tetapi tidak kurang bahayanya daripada zat pencemar yang beracun.
-- Yang pertama ialah gas yang nama dagangnya CFC (chlor, fluor, carbon), yang dalam refrigeration engineering disebut freon. Dahulu sebelum orang benar-benar sadar lingkungan dalam buku-buku teks, yang juga diajarkan dalam mata ajaran teknik pendingin freon ini sangat dipuji sebagai regrigerant yang ideal, karena tidak beracun, tidak berbau, tidak terlihat, ikatan kimiawinya sangat stabil sehingga tidak bereaksi dengan bejana ataupun pipa-pipa yang ditempatinya. Akan tetapi kemudian ternyata karena stabilnya itu freon ini membawa bencana. Ia naik membubung ke atas langit kemudian memakan lapisan ozon (O3). Untunglah Allah SWT menempatkan ozon ini jauh di atas langit, sebab sebenarnya ia racun, karena molekulnya yang terdiri atas 3 butir atom oksigen, mudah sekali melepas sebutir oksigen yang akan bereaksi dengan (baca: "memakan") semua benda yang disentuhnya. Walaupun berat molekul ozon 48 lebih berat daripada berat molekul gas oksigen (O2) di udara yang hanya 32, namun sifat fisik ozon lebih ringan dari gas oksigen yang kita perlukan untuk bernafas itu. Coba andai kata sifat kimiawinya sama dengan sifat fisiknya, maka ozon sangatlah menyusahkan karena ozon yang racun itu akan menyapu-nyapu permukaan bumi. Itulah rahmat Allah yang kurang bahkan tidak disadari oleh utamanya para pakar kita dalam dunia sains. Adapun ozon itu terbentuk sehabis kilat mencambuk udara. Nun di atas langit sana lapisan ozon melindungi makhluq hidup ciptaan Allah yang menempati muka bumi ini dari serangan sinar ultra lembayung, sebuah fraksi yang berbahaya dari sinar gamma yang dipancarkan oleh matahari setiap saat. CFC yang membubung naik itu memakan lapisan ozon sang pelindung. Maka protokol Rio de Janeiro (diucapkan khaneiro) menyuruh untuk menghentikan pemakaian CFC sebagai refrigerant dan di Indonesia insya-Allah akan dihentikan pemakaiannya dalam waktu "dekat". Jadi pada pokoknya CFC gas tidak beracun tetapi berbahaya ini dapat dihentikan pemakaiannya, "muntahu-n".
-- Yang kedua ialah gas karbon diokasida (CO2), yang tidak beracun, tidak berbau, tidak terlihat. Ini lahir dari hasil pembakaran koponen karbon dari bahan bakar. Gas ini menyebabkan terjadinya efek rumah kaca. Disebut demikian karena efeknya seperti perangkap panas yang disebut rumah kaca. Di negeri-negeri beriklim dingin sayur-sayuran, yang membutuhkan hawa yang lebih panas, ditanam dalam rumah kaca. Kaca adalah zat bening yang tembus cahaya, yang memukul molekul-molekul udara di dalam rumah kaca, sehingga meningkat frekwensi getarannya, suhunya naik, panasnya bertambah. Kaca adalah penghantar panas yang jelek, sehingga terperangkaplah panas itu dalam rumah kaca. Itulah efek rumah kaca. Akibat aktivitas peradaban manusia yang setiap saat membakar bahan bakar, maka terjadilah akumulasi CO2 di udara. Ruang antara lapisan gas CO2 dengan permukaan bumi ibarat rumah kaca yang besar, sebab gas CO2 itu sama sifatnya dengan kaca dalam konteks meneruskan cahaya matahari namun menghambat jalan keluarnya panas. Terjadilah efek rumah kaca pada permukaan bumi, yang menyebabkan terjadinya pemanasan global. Mencairlah bungkahan es di kedua kutub, air laut naik, cuaca dan iklim tidak bersahabat, terjadi kekacauan global di atmosfer, mengganaslah la Nina (diucapkan ninya) dan el Nino (diucapkan ninyo). Penambahan CO2 tidak dapat dihentikan, sebab orang dan peradaban perlu membakar untuk bertahan hidup. Tidak dapat diupayakan muntahu-n berhenti, melainkan upaya yarji'u-n, kembali.
Kembalikan gaya hidup seperti sebelum timbulnya euphora, kegilaan serba membakar. Pergunakanlah tenaga otot sebagai prioritas, baru minta pertolongan mesin-mesin. Seumpama kalau tubuh masih segar-bugar, tidak terlalu mengejar waktu, tidak membawa tetengan yang berat, tidak usah pakai lift, pakailah tangga. Sebab listrik dibangkitkan oleh generator yang diputar oleh turbin uap, sedangkan uap didapatkan dari membakar bahan bakar. Menghemat listrik berarti mengurangi proses pembakaran. Alhasil kembalikan gaya hidup seperti sebelum terjadinya euphora membakar. WaLlahu A'lamu bi Al Shawa-b.
*** Makassar, 11 Juni 2000