1 Mei 1994

125. Berbuat Baik, Tetapi Tidak Berlaku Adil, Karena Distorsi

Tentang hal berlaku adil dan berbuat baik setiap hari Jum'at kita senantiasa mendengarnya. Sebab menjelang akhir Al Khuthbatu tsTsa-niyah, khutbah kedua, setelah doa penutup, khatib senantiasa membacakan ayat: Inna Lla-ha Ya'muru bi l'Adli wa lIhsa-n ....., sesungguhnya Allah memerintahkan berlaku adil dan berbuat baik. Orang tidak dapat langsung berbuat baik begitu
saja, melainkan ada prasyarat, berbuat adil. Apalah arti berbuat baik misalnya seperti untuk ketertiban dan keindahan kota lalu membersihkan pedagang K-5 sementara Bamboden dibiarkan terus tanpa lapangan parker sehingga sangat mengganggu ketertiban lalu lintas? Kalau terhadap Bamboden selama ini Pemerintah Kota bersikap tiba di mata dipicingkan, mengapa kalau terhadap pedagang K-5 bersikap tiba di mata dinyalangkan dalam hal ketertiban dan keindahan ini? Ketidak adilan yang menimpa para pedagang K-5 ini menimbulkan pula hal yang kontradiktif terhadap upaya berbuat baik: mengentaskan kemiskinan! Inna Lla-ha Ya^muru bi l'Adli wa lIhsa-n, suruh kosongkan ground floor Bamboden untuk lapangan parker, biarkanlah pedagang K-5 berdagang di tempatnya semula selama jam-jam tertentu dan ajar mereka bersih. Saya biasa berbelanja pada pedagang K-5 di Den Haag di Negeri Belanda. Pemerintah Kota (Gemeente) memberi kesempatan berdagang para pedagang K-5 ini. Untuk jam-jam tertentu lalu lintas kendaraan ditutup untuk dipakai pedagang K-5 menggelar dagangannya. Pada saya sekarang masih ada jas tebal panjang berwarna hijau yang saya beli dari pedagang K-5 di Den Haag itu.

Mengapa orang walaupun ingin berbuat baik kebanyakan terjerembab berlaku tidak adil? Pada umumnya ini dapat terjadi karena pandangannya mengalami distorsi. Apa itu distorsi?

Kata sahibulhikayat dalam sebuah pabrik pengilangan minyak (refinery) para isteri dari middle hingga top managers menjelang hari raya bersepakat untuk memberikan hadiah kepada para buruh rendahan. Untuk mengetahui jenis apa saja hadiah itu yang cocok untuk para buruh itu dibentuklah sebuah tim untuk melacaknya. Maka pergilah tim itu ke lokasi pabrik. Namun karena semua anggota tim itu tidak ingin sanggulnya rusak maka mereka itu cukup melihat dari luar lokasi saja. Perlu dijelaskan bahwa untuk dapat masuk ke lokasi pabrik yang cukup luas itu harus pakai helm. Tampaklah oleh mereka itu di mana-mana kelompok-kelompok kecil buruh sedang mengisap rokok. Rupanya pada waktu tim itu meninjau dari luar sedang tiba waktu istirahat. Setelah tim melaporkan hasil lacakannya diputuskanlah bahwa hadiah yang cocok bagi para buruh itu adalah rokok. Maka pada waktu hari raya dengan bangga para isteri managers itu menghadiahkan berpak-pak rokok kepada para buruh rendahan itu.

Para buruh yang tidak merokok merasa tidak diperlakukan adil. Apa sesungguhnya yang terjadi ialah sample yang diambil dalam pelacakan itu, tidaklah representatif untuk mewakili populasi, yakni para buruh itu keseluruhannya. Dalam lokasi pengilangan minyak tidak sembarang tempat orang dapat merokok seenaknya. Untuk keperluan merokok disediakan beberapa tempat terbuka yang aman dari bahaya kebakaran. Inilah yang sempat dilacak oleh tim, sehingga kelihatannya para buruh itu perokok semuanya. Ini namanya distorsi. Kesalahan terletak dalam hal mengambil sample. Tim perlu masuk ke dalam lokasi supaya dapat mengadakan stratifikasi. Cukup dua stratifikasi saja yaitu di tempat terbuka dan ditempat tertutup. Kesalahan tim ini pernah dilakukan oleh Sigmun Freud sebelumnya. Sigmun Freud hanya melacak sejumlah kecil orang di Vienna saja, lalu dianggapnya sudah mewakili semua manusia di bumi.

Tentang distorsi ini pernah terjadi di Hongaria dan di Serawak. Adapun sahibulhikayatnya adalah Hans Roseboom, dari Research-Instituut Voor Bedrijfswetenshappen (RVB) Delft, Nederland. Jadi kalau cerita dalam paragraf sebelumnya adalah imajinasi, maka cerita yang ini adalah kejadian yang sebenarnya. Di Hongaria tim peneliti yang sedang latihan praktek lapangan berkesimpulan angka kelahiran tinggi, sebaliknya di Serawak mereka berkesimpulan angka kelahiran rendah. Indikator yang mereka ambil adalah perempuan hamil. Persentase orang hamil di Hongaria lebih tinggi dari Serawak. Ternyata kesimpulan mereka itu setelah dikroscek dengan hasil sensus tidak sesuai. Distorsi terjadi karena sample yang diambil adalah perempuan yang ada di jalanan dalam kota. Latihan praktek lapangan di Hongaria diadakan pada musim panas, banyak yang pergi keluar kota untuk summer vacation. Perempuan-perempuan hamil tetap tinggal di kota. Jadi di sinilah penyebab distorsi itu. Sedangkan di Serawak menurut tradisi mereka perempuan hamil mesti tinggal di rumah, hanya keluar bila perlu betul. Tradisi inilah penyebab distorsi.

Lebih indah dari warna aslinya, inilah landasan dalam dunia promosi, sengaja menjebak orang agar pandangannya mengalami distorsi. Mau yang lebih canggih lagi? Distorsi yang terjadi oleh ulah Sudomo, membuat referensi bahwa Edy Tanzil orang baik-baik orang tepercaya, sehingga Edy Tanzil kelihatan indah pada hal warna aslinya ternyata jelek. Inilah distorsi yang membawa musibah 1,3 triliyun yang konon sudah membengkak menjadi 1,7 triliyun. Tentu saja ini dengan asumsi tidak ada sogok-menyogok dalam proses mendapatkan kredit itu. Apabila asumsi ini tidak benar, artinya ada sogok-menyogok, maka yang terjadi bukan distorsi melainkan kolusi (kongkalikong). Apakah itu distorsi atau kolusi, inilah yang menjadi penyebab puncak ketidak adilan, konglomerat gampang mendapat kredit yang banyak, ibarat kelong Mangkasaraq:

Iya gangga iya golla
Iya nirappo ganggai
Iya kaluku
Iya pole nisantangi

Gangga itu gula
Diberi berkuah gangga
Kelapalah dia
Diberi bersantan pula

WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 1 Mei 1994