18 Mei 2003

575. Benang Merah dari Bisnis-Ngebor ke Protokol Zionisme

Stasiun teve yang sebagian sahamnya dimiliki Open Society pimpinan George Soros ini dikenal turut membesarkan Inul. Lewat tayangannya, SCTV telah menyebarkan wabah goyang ngebor maksiatnya ke dalam bilik-bilik pribadi seluruh keluarga Indonesia. Di teve, penyanyi yang bernama asli Ainul Rokhimah tersebut muncul pertama kali di dalam acara Laris Manis. SCTV kembali menampilkan Inul di dalam acara Liga Italia Centrocampo dan 3 in 1.

SCTV kemudian membuat acara tersendiri bagi pecinta musik dangdut koplo, yakni Duet Maut. Kemunculan Inul yang disandingkan dengan Annisa Bahar pada tayangan 14 Maret 2003 merupakan kelahiran acara tersebut, yang pada akhirnya menjadi mesin pendulang uang bagi kantong SCTV. Setiap episodenya selalu kebanjiran iklan. "Sedikitnya 36 sampai 40 spot. Bisa akan lebih banyak bila kami tidak membatasi jumlah iklannya," aku Humas SCTV Budi Darmawan seperti dikutip Tabloid Citra (2/5). Dengan tarif sebesar 18 juta rupiah per-spot, maka SCTV sedikitnya mendapat pemasukan sekitar 720 juta rupiah setiap Inul muncul dalam Duet Maut!
[sumber: http://sabili.co.id/telut-edisi22thx03c.htm]

***
Di atas telah dikemukakan benang merah antara goyang maksiat dengan bisnis SCTV yang sebagian sahamnya dimiliki Open Society pimpinan George Soros . Ya, George Soros yang pernah menggoncangkan sistem moneter negeri-negeri Asia Tenggara, yang bagi Indonesia hingga saat ini masih sangat terasa akibat goncangan Soros, tokoh Zionis ini.

Dalam protokol dokumen rahasia Zionis termaktub visi Zionisme terhadap bangsa-bangsa yang bukan Yahudi. Secara substansial protokol Zionisme adalah suatu konspirasi jahat terhadap kemanusiaan. Protokol-protokol Zionisme itu merancang juklatnya dengan menyebarkan faham-faham yang bermacam-macam. Faham yang mereka tebarkan berbeda dari masa ke masa. Suatu waktu mempublikasikan sekularisme kapitalisme, suatu waktu menebar atheisme komunisme, suatu waktu berselubung agnostik sosialisme.

Sesungguhnya tabiat asli kaum Yahudi ini bukan hanya ada disebutkan dalam protokol dokumen rahasia Zionis tersebut, melainkan ini adalah warisan turun temurun sejak cucu Nabi Ibrahim AS dari jalur Nabi Ishaq AS ini setelah zamannya Nabi Sulaiman AS mulai mengalami dekadensi (baca: busuk ke dalam). Ini diungkap dalam Al Quran:
-- QALWA LYS 'ALYNA FY ALAMYN SBYL (S. AL 'AMRAN, 75), dibaca: Qa-lu- laysa 'alayna- fil ummiyi-na sabi-l (s. Ali 'imra-n), artinya: mereka berkata tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi (3:75). Yang dimaksud dengan ummi dalam ayat (3:75) adalah Umami = Joyeem, menurut istilah yang dipakai dalam protokol Zionisme, yaitu bangsa-bangsa yang bukan Yahudi. Mereka yang menyimpang dari Syari'at Nabi Musa AS inilah yang dimaksud dengan almaghdhu-b, artinya yang dimurkai dalam Surah Al Fa-tihah ayat 7.

Untuk menebarkan pengaruh internasional, protokol-protokol itu antara lain berisikan perencanaan keuangan bagi kerajaan Yahudi Internasional yang menyangkut mata uang, pinjaman-pinjaman, dan bursa. Media surat kabar adalah salah satu kekuatan besar dan melalui jalan ini akan dapat memimpin dunia. Harta benda, hawa nafsu dan perempuan adalah merupakan alat yang dapat dipergunakan terhadap Umami.
[sumber: Makalah HMNA dalam Mujadalah Bulanan DPP IMMIM]

***
Menururt Emha Ainun Nadjib, sesungguhnya apa yang dilakukan Inul adalah angka 9 dari 1,2,3.. 6,7,8 yang sebelumnya secara bertahap dicapai oleh dinamika musik dan budaya dangdut. Joget ngebor Inul adalah garda depan dari perkembangan panjang budaya joget dangdut. Budaya joget yang berkembang dalam kultur dangdut memang sangat akomodatif terhadap jenis kultur semacam ini.

Apa yang dikonstater Ainun Najib itu ada benarnya. Dangdut berasal dari India, yang menurut Rahman Arge dalam sebuah talk show (saya sudah lupa di mana dan bilamana, tetapi Bung Arge tentu lebih ingat dari saya), bahwa dangdut yang dari India ini "merayu" pendengarnya. Kalau menurut saya, musik dangdut mengandung sesuatu yang "primitif" yang mempesona membangkitkan gerakan erotis, sebagaimana musik yang berirama "dentuman" gendang Afrika, juga mengandung sesuatu yang "primitif " yang mempesona membangkitkan gerakan vandalis. Ini dapat kita lihat bagaimana Luis Armstrong dengan terompet dan suara seraknya menyebabkan remaja pendengarnya seperti kesetanan merusak kursi dan perabot yang lain-lain dalam ruangan. Kalau saya mau mengikuti gaya Ainun Najib, bahwa terompet Armtrong adalah angka 9 dari 1,2,3.. 6,7,8 yang sebelumnya secara bertahap dicapai oleh dinamika musik dari Afrika ini.

Mengapakah para artis kita tidak mempopulerkan irama keroncong yang sopan, lembut, membawa ketenangan. Lagu-lagu daerah Makassar, sejak dahulu, riyolo mariyolo, sangat serasi dengan irama keroncong. Mengapa dangdut yang satu sistem dengan goyang erotis itu (lihatlah filim-film Bolly Wood) tidak kita ganti dengan keroncong? Bahkan di Tugu, daerah pinggiran Jakarta, saudara-saudara kita yang beragama Nashrani mengiringi lagu-lagu gereja dengan irama keroncong.

Alhasil, karena dangdut itu satu sistem dengan gerakan erotis itu, maka tanpa peraturan perundang-undangan, law enforcement, angka 10 akan dicapai, yaitu bukan lagi (maaf) pantat seperti yang dipertontonkan oleh goyang maksiat ngebor dari Inul, melainkan bahagian depan dari pantat itu yang akan dipertontonkan, na'udzu biLla-hi min dzalik. Sekali lagi, tanpa law enforcement, angka 10 akan dicapai, dan pada waktu itu akan maju pula lagi kelompok yang akan bersikap seperti apa yang dikatakan oleh Habib Rizieq yang sementara diadili itu: "Jika mereka berani mati di dalam kemaksiatan, mengapa kita takut mati di dalam membela kebenaran?" WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 18 Mei 2003