14 Desember 2003

605. Masalah Adil Terhadap Isteri-Isteri.

Firman Allah:
-- WAN KHFTM ALA TQSTHWA FY ALYTMY FANKAhAWA MA RHABLKM MN ALNSA^ MTSNY WTSLTS WRB'A FAN KHFTM ALA T'ADLWA FWAhDt AW MA MLKT AYMANKM (S. ALNSA^, 4:3), dibaca: wain khiftum alla- tuqsithuw filyata-ma- fangkihu- ma- tha-ba lakum minan nisa-i matsna- watsula-tsa waruba-'a fain khiftum alla- ta'diluw- fawa-hidatan aw ma- malakat ayma-nukum (s. annisa-^), artinya: jika kamu kuatir kamu tidak akan berlaku adil tentang anak-anak yatim, maka nikahilah olehmu perempuan-perempuan yang baik bagimu, berdua, bertiga atau berempat orang; tetapi jika kamu kuatir tidak akan berlaku adil, maka nikahilah seorang saja, atau nikahilah hamba sahaya (4:3). WLN TSTHY'UWA AN T'ADLWA BYN ALNSA^ WLW hRSHTM (S. ALNSA^, 4:129), dibaca: walan tastathi-'u- an ta'dilu- baynan nisa-i walaw harashtum, artinya: kamu takkan kuasa berlaku adil di antara perempuan-perempuan (isteri-isteri) itu, meskipun kamu sangat ingin demikian itu (4:129).

Pertama, mengapa masalah keadilan terhadap isteri-isteri dalam ayat [4:129] tidak lantas disambung saja dengan ayat [4:3] ? Kedua, dalam ayat [4:3] Allah mengizinkan berpoligami dengan persyaratan harus adil, dalam ayat [4:129] Allah berfirman bahwa yang berpoligami itu takkan kuasa berlaku adil. Bukankah itu merupakan larangan secara halus untuk berpoligami? Demikianlah saya pungut dari "cyber space". Menurut hemat saya "kebingungan" tentang urutan ayat dan "tafsiran" tentang larangan halus berpoligami itu perlu diberikan penjelasan. (Karena keterbatasan ruangan, hanya kedua ayat di atas yang ditransliterasikan huruf demi huruf dan dituliskan cara membacanya, sedangkan ayat-ayat lainnya hanya terjemahannya saja).

***

Klasifikasi ayat berdasar atas kriteria turunnya wahyu.

1. Wahyu yang diturunkan tanpa latar belakang, ada tiga jenis:
1.1 Seruan langsung, contoh: Hai orang-orang beriman telah diwajibkan atasmu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, supaya kamu bertaqwa (S. Al Baqarah, 2:183)
1.2 Seruan tidak langsung, yaitu diserukan kepada Nabi Muhammad SAW, yang maksudnya tertuju pula kepada semua ummat Islam. Contoh: Hai Nabi, mengapakah engkau haramkan sesuatu yang dihalalkan Allah bagimu, karena menuntut keridhaan isteri-isterimu? Allah Pengampun lagi Penyayang (S. At Tahrim, 66:1).
1.3 Bukan berupa seruan khusus, tetapi langsung berupa informasi tentang:
1.3.1. Syari'ah untuk dipatuhi dan dilaksanakan. Contoh: Dan janganlah kamu jadikan nama Allah (dalam sumpah kalian) sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan (S. Al Baqarah 2:224).
1.3.2. Qissah/riwayat penting, biasanya dimulai dengan "idz". Contoh: Ingatlah tatkala Musa berkata kepada qaumnya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih sapi betina (S. Al Baqarah 2:67).

2. Mempunyai Latar belakang yang biasa disebut Asbabun Nuzul, ada dua jenis:
2.1 Pertanyaan kepada Nabi Muhammad SAW, ada tiga jenis pula:
2.1.1 Pertanyaan berupa permintaan fatwa kepada Nabi Muhammad SAW. Contoh: Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para perempuan (S. An Nisa 4:127).
2.1.2 Pertanyaan kepada Nabi Muhammad SAW yang murni pertanyaan, tidak mengandung unsur perlawanan/bantahan. Contoh: Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit, katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi pelaksanaan ibadah) haji (S. Al Baqarah, 2:189).
2.1.3 Pertanyaan yang mengandung unsur perlawanan/bantahan. Contoh: Berkatalah orang-orang kafir: "Mengapa Al Qur^an itu tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) sekali turun saja?" Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu (untuk menghafal) dengannya, Kami menurunkannya (supaya engkau hai Muhammad) membacakannya kelompok demi kelompok (S. Al Furqan, 25:32).
2.2 Mempunyai latar belakang situasi Sosial Politik
2.2.1 Latar belakang situasi sosial, misalnya sehabis perang banyak anak yatim dan janda. Contoh: lihat (S. An Nisa, 4:3) pada permulaan tulisan di atas.
2.2.2 Latar Belakang Situasi Politik. Contoh: Telah dikalahkan Rum. Di bumi yang dekat, dan mereka sesudah kalah itu akan menang. Dalam beberapa tahun, kepunyaan Allah urusan sebelum itu dan sesudahnya. Pada hari (kemenangan Rum) itu akan bergembira orang-orang mukmin (S. Ar Rum, 30:2-4). Hiraqla (Heraclius) [575? - 641]M., Kaisar Rum [610 - 641]M. dikalahkan pasukannya di Chalcedon oleh pasukan Khosrau Parvez, Raja Sassan [590 - 628]M. Chalcedon itu terletak di mulut Asia Kecil hanya dipisahkan oleh selat Bosporus dari ibu kota Kerajaan Rum, Konstantinopel. Tatkala informasi tentang kekalahan pasukan Rum itu sampai di kota Makkah, penduduk negara-kota Makkah yang musyrik, penyembah berhala yang berpihak pada Sassan yang penyembah api, bersuka-ria kegirangan mengejek ummat Islam. Maka turunlah S. Ar Rum tersebut, yang memberikan informasi bahwa pasukan Rum sesudah dikalahkan dalam beberapa tahun kemudian akan menang terhadap Khosrau. Dalam serangan balasan yang kedua, Hiraqla berhasil memukul mundur pasukan Khosrau dan mendesak jauh ke dalam daerah Sassan sampai ke sungai Tigris, dan setahun kemudian Khosrau meninggal. Kemenangan Rum sesudah kalah itu seperti yang diprofesikan dalam S. arRum itu merupakan salah satu kemu'jizatan Al Qur^an. Tatkala berita kemenangan Rum itu sampai di Makkah, maka bergembiralah ummat Islam yang berpihak kepada Hiraqla yang Nasrani.

***

Masalah keadilan terhadap isteri-iateri pada S. An Nisa, 4:129 tidak lantas disambung saja dengan S. An Nisa 4:3, karena Asbabun Nuzul ayat (4:3) adalah banyak anak yatim dan janda setelah perang. Sedangkan Asbabun Nuzul turunnya ayat (4:129), karena beberapa tahun kemudian ada permintaan fatwa kepada Nabi Muhammad SAW, seperti yang dinyatakan dalam ayat (4:127), dalam butir [2.1.1] di atas. Keadilan dalam ayat (4:3) dalam konteks pertimbangan sebelum nikah, sedangkan keadilan dalam ayat (4:129) adalah dalam konteks beberapa tahun kemudian setelah menikah, sang suami dihadapkan pada kenyataan telah ada isteri yang sudah tua, dan Allah Maha Tahu, tidaklah mungkin seorang suami akan berlaku adil dalam kenyataan yang demikian itu.

Setiap turun wahyu, maka penempatan ayat ataupun "paket" ayat-ayat adalah atas petunjuk Nabi Muhammad SAW kepada para juru tulis. Misalnya paket ayat yang menginformasikan Bani Israil yang sangat cerewet dalam hal kriteria sapi betina yang akan disembelih, lihat butir [1.3.2] , Nabi Muhammad SAW menyuruh tempatkan tidak pada permulaan surah, walaupun paket tersebut adalah yang mula-mula turun, melainkan dalam urutan ayat no. 67-71. Umumnya surah itu diberi bernama dengan kata "sentral" dalam paket yang mula-mula turun itu, yang dalam hal ini Al Baqarah (sapi betina). Nabi SAW juga menginstruksikan Surah Al Baqarah itu dalam urutan surah no.2. Demikian pula paket ayat SK pengangkatan Muhammad menjadi Nabi, yang terdiri atas 19 kata, 76 (=4x19) huruf itu, diberi bernama Surah Al 'Alaq, kata yang ada dalam paket itu. Surah Al 'Alaq, yang kemudian digenapkan menjadi 19 ayat, disuruh tempatkan pada urutan no.19 dari belakang. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 14 Desember 2003