2 Juli 1995

183. Perempuan Dijadikan dari Tulang Rusuk?

Ada dua peristiwa yang saya pernah alami dalam hubungannya dengan perempuan itu dijadikan dari tulang rusuk.
Peristiwa yang pertama ialah tatkala saya akan ke p. Jawa sebagai ibnussabil. Seperti biasanya pada waktu itu jika ada yang akan pergi jauh (Jawa dianggap sudah jauh), berkumpullah sanak keluarga. Adik bungsu kakek saya memberi nasihat: "Hai cucuku dengarlah nasihat ini untuk bekalmu. Engkau akan pergi ke rantau jauh. Senantiasalah ingat kepada Allah SWT. Kalau engkau berdiri di sisi yang benar, janganlah gentar menghadapi bahaya, jangan mundur, lebih-lebih lagi jangan menghadapkan punggungmu kemudian melarikan diri. Di rantau itu jauh tempat berlari, rumahmu di seberang laut. Bawalah badik ini untuk mengganti tulang rusukmu. Dengan badik ini tulang rusukmu akan lengkap, supaya engkau menjadi laki-laki seutuhnya!"
Perisitiwa yang kedua. Pada tanggal 24 Juni 1995 dalam rangka Milad (Dies Natalis) Universitas Muslim Indonesia saya mendapat amanah untuk membawakan Orasi Ilmiyah, yang berjudul Metode Pendekatan Satu Kutub Dalam Mengkaji Ayat Qawliyah dan Ayat Kawniyah (Suatu Upaya Strategis Dalam Membina Sumberdaya Manusia yang Berkualitas, yang Ululalbab).

Sehabis mengorasi dalam menuju ke kantor pimpinan Fakultas Hukum untuk mencicipi hidangan, saya berjalan berdampingan dengan Drs K.H.Muhammad Ahmad Sekretaris Koordinator Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (Kopertais) yang menghadiri Milad UMI mewakili Kopertais. Ia mengemukakan bantahan sehubungan pernyataan saya dalam orasi itu. Saya mengatakan dalam orasi itu bahwa Sitti Hawa tidaklah dijadikan dari tulang rusuk Adam. "Kalau Hawa tidak dijadikan dari tulang rusuk Adam, lalu bagaimana cara menafsirkan ayat Alladziy Khalaqakum min Nafsin Wa-hidatin?", demikian sanggahanannya. Saya berjanji kepadanya akan menjawab bantahannya itu dalam kolom yang saya asuh ini, karena saya pikir tentu banyak yang sependapat dengannya. Dua hari kemudian Ir Zulkifli Manguluang, Pembantu Dekan III Fakultas Teknik UMI, yang juga menjadi Sekretaris Panitia Milad UMI mengemukakan kepada saya bahwa dosen-dosen agama di UMI banyak yang tidak sependapat dengan saya tentang ucapan saya bahwa Sitti Hawa tidaklah dijadikan dari tulang rusuk Adam.

Supaya jelas tentang bantahan itu saya kutip dari bagian orasi saya: Guru saya Allahu yarham DR S.Majidi mengajarkan saya bahwa salah satu kriteria untuk shahihnya sebuah Hadits di samping sanadnya, perlu pula kriteria lain untuk mengujinya, yaitu materinya, tidak boleh menambah materi Al Quran, karena sesungguhnya fungsi Hadits dan Sunnah Rasul adalah penjelasan dan pedoman operasional ayat-ayat Al Quran. Karena dalam Al Quran tidak ada satu ayatpun yang menyebutkan bahwa perempuan itu dijadikan dari tulang rusuk, itu artinya menambah materi Al Quran. Hawa dijadikan dari tulang rusuk Adam bersumber dari Israiliyat.(#)
Adapun lengkapnya ayat yang dikemukakan H.Muhammad Ahmad itu seperti berikut:
-- Ya-ayyuha nNa-su Ittaquw Rabbakumu Lladziy Khalaqakum min Nafsin Wa-hidatin wa Khalaqa minha- Zawjaha- wa Batstsa minhuma- Rija-lan Katsiyran wa Nisa-an (S.AnNisa-', 1). Hai sekalian manusia bertaqwalah kepada Maha Pengaturmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya menciptakan jodohnya dan dari pada keduanya memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak (4:1).
Dalam catatan kaki no.263 terjemahan AlQuran yang dikeluarkan Departemen Agama Republik Indonesia dapat kita baca: "Maksud dari padanya menurut jumhur mufassirin ialah dari bagian tubuh (tulang rusuk) Adam a.s. berdasarkan hadis riwayat Bukhari dan Muslim. Di samping itu ada pula yang menafsirkan dari padanya ialah dari unsur yang serupa ya'ni tanah yang dari padanya Adam a.s.
diciptakan." Yang dimaksud dengan jumhur mufassirin adalah para penafsir aliran terbanyak (main stream).
Lagi pula melihat ayat (4:1) kalau ditanyakan: "man hiya Nafsun Wahidah wa man huwa Zawjuhaa?", tentu tidaklah ditujukan kepada Adam, karena Adam adalah muzakkar (gender laki-laki) padahal Nafsun Wahidah adalah muannats (gender perempuan), yang pasangannya Zawjun muzakkar (gender laki-laki). Manusia terdiri atas tiga tataran, jasmani, nafsani dan ruhani. Yang dimaksud dengan "Nafs(un)" dalam ayat (4:1) adalah tataran nafsani dari Adam, yaitu "diri" atau "jiwa" Adam. Sehingga Sitti Hawa yang diciptakan "min Nafsin Wahidatin" itu adalah majazi (metaforis). Artinya Sitti Hawa itu adalah "belahan jiwa" dari jiwa Adam. Artinya suami isteri itu seyogianya merupakan satu jiwa.
Dalam metode pendekatan seperti yang saya tawarkan dalam orasi saya itu, dikemukakan bahwa hasil pengamatan ditafsirkan. Penafsiran membuahkan teori. Teori adalah hasil pemikiran manusia, dan itu perlu diragukan, artinya belum tentu benar. Jadi menururt Metode Pendekatan Satu Kutub, harus diujicoba dengan jalan memperhadapkannya pada sumber informasi, yaitu ayat Qawliyah dan Kawniyah. Apabila diaplikasikan metode tersebut dalam penafsiran (S.AnNisa-', 1), maka tahap yang bersifat status quo di antara kedua penafsiran yang berbeda itu perlu diselesaikan dengan menembus status quo ke tahap berikutnya yaitu menguji coba kedua penafsiran itu dengan ayat Kawniyah. Menurut ayat Kawniyah jumlah tulang rusuk laki-laki yang sebelah kanan sama banyak dengan jumlah yang sebelah kiri. Apabila Sitti Hawa dijadikan dari salah satu tulang rusuk Adam, maka tentu ada satu tulang rusuk Adam yang berkurang di sebelah kanan atau sebelah kiri, yang akan menurun menjadi warisan anak cucu Adam. Jadi setelah diuji coba dengan ayat Kawniyah, maka gugurlah teori yang pertama, artinya perempuan tidak berasal dari tulang rusuk.
-- QAL RSWL ALLH SHLY ALLH ‘ALYH W SLM ASTWSHWA BALNSAa KHYRA .- FaaN ALMRAt KHLQT MN DHL’A - WAN A’AWJ MA FY ALDHL’A A’ALAH – FAN DZHBT TQYMH KFRTH - WAN TRKTH LM YZL A’AWJ – FASHTWSHWA BALNSAa ( RWAH MTFQ ‘ALYH ), dibaca:
-- Qa-la rasu-luLlahi shallLa-hu ‘alayhi wasallam Ishtawshu- bin nisa-i khayran , fainnal mar.ata khuliqat min dhal’in , wain a’waju ma- fil dhil’i a’la-hu , fain dzhabat taqiymuhu kasratuhu , wain taraktuhu lam yazil a’waju , fashtawshu- bin nisa-i (mutafaqqun ‘alayhi), artinya:
"berwasiatlah/nasihatilah kepada perempuan-perempuan kalian dengan kebaikan, sebab mereka diciptakan bersifat(##) seperti tulang rusuk. Sesungguhnya tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas. Jika kalian memaksa/berkeras untuk meluruskannya, niscaya ia akan patah. Namun jika kalian biarkan, mereka akan senantiasa bengkok, maka berwasiatlah/nasihatilah dengan kebaikan kepada perempuan-perempuan." (H.R. Bukhari&Muslim)
Kalau diartikan secara metaforis demikian itu, maka tentu saja Hadits itu memenuhi kriteria tidak menambah materi Al Quran. Dan apabila Hadits itu diartikan dengan makna metaforis, maka tentu tidak boleh dipakai untuk menafsirkan S.AnNisa-',1 dengan mengatakan bahwa Hawa itu dijadikan dari tulang rusuk Adam. Sebab jika demikian berarti Hadits itu difungsikan menambah materi Al Quran, berhubung dalam Al Quran tidak ada disebutkan bahwa perempuan itu dijadikan dari tulang rusuk.
Sesuai dengan Metode Pendekatan Satu Kutub penafsiran di atas itu harus diuji-coba dengan merujukkannya kepada ayat-ayat yang lain. Akan dirujukkan hasil penafsiran tidak adanya pembedaan antara laki-laki dengan perempuan dalam kontex asal kejadiannya, akan dirujukkan pada dua ayat yang berikut:
-- Inna lMuslimiyna wa lMuslima-ti wa lMu'miniyna wa lMu'mina-ti wa lQa-nitiyna wa lQa-nita-ti wa lSha-diqiyna wa lShadiqa-ti wa lSha-biriyna wa lSha-bira-ti wa lKha-syi'iyna wa lKha-syi'a-ti wa lMutashaddiqiyna wa lMutashaddiqa-ti wa lSha-imiyna wa lSha-mia-ti wa lKha-fizhiyna furuwjahum wa lKha-fizha-ti wa lDza-kiriyna Lla-ha katsiyran wa lDza-kira-ti A'adda Lla-hu lahum Maghfiratan wa Ajran 'Azhiyman (S.AlAhza-b, 35), artinya: Sesungguhnya lelaki-lelaki muslim dan perempuan-perempuan muslimah lelaki-lelaki yang mukmin dan perempuan-perempuan yang mukminah, lelaki-lelaki yang patuh (Qa-nitiyn) dan perempuan-perempauna yang patuh (Qanita-t), lelaki-lelaki yang benar (Sha-diqiyn) dan perempua-perempuan yang benar (Sha-diqa-t), lelaki-lelaki yang khusyu' (Kha-syi'iyn) dan perempuan-perempuan khusyu' (Khasyi'a-t), lelaki-lelaki yang bersedeqah (Mutashaddiqiyn) dan perempuan-perempuan yang bersedeqah (Mutashaddiqa-t), lelaki-lelaki yang berpuasa (Sha-imiyn) dan perempuan-perempuan yang berpuasa (Sha-mia-t), lelaki-lelaki yang memelihara (Kha-fizhiyn) kemaluannya dan perempuan-perempuan yang memelihara (Kha-fizha-t) kemaluannya dan lelaki-lelaki yang banyak mengingat (Dza-kiriyn) Allah dan perempuan-perempuan yang banyak mengingat (Dza-kira-t)-Nya, maka Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar (33:35).
Ayat (33:35) memberikan penekanan atas tidak adanya pembedaan antara laki-laki dengan perempuan, oleh karena dalam bahasa 'Arab bentuk jama' (plural)-laki-laki sudah tercakup di dalamnya perempuan, seperti misalnya assala-mu 'alaykum sudah tercakup di dalamnya baik laki-laki maupun perempuan, jadi tidak perlu ditambah pula dengan 'alaykunna.
Demikian pula akan dirujukkan hasil penafsiran tidak adanya pembedaan antara laki-laki dengan perempuan dalam konteks beban dan tanggung-jawab atas tindak tanduknya, yaitu terhadap ayat:
-- Fa Azallahuma sySyaythanu 'Anha fa Akhrajahuma Mimma- Ka-na fiyhi wa Qulna- hbithuw Ba'dhukum liBa'dhin 'Aduwwun wa Lakum fiy lArdhi Mustaqarrun wa Mata-'un ilay Hiynin (S.Al Baqarah, 36), artinya: Maka keduanya diperdayakan setan lalu keluarlah keduanya dari apa yang telah dialaminya tadi dan Kami firmankan turunlah kamu, sebahagian menjadi musuh dari sebahagian yang lain dan bagi kamu kediaman dan kesenangan di dunia hingga seketika (2:36).
Ayat (2:36) menunjukkan tidak adanya pembedaan antara laki-laki dengan perempuan dalam konteks beban dan tanggung-jawab atas tindak tanduknya, tidak seperti yang diceritakan dalam Kitab Kejadian dari Perjanjian Lama yang bercerita bahwa Adam ditipu setan atas pengaruh isterinya. Jelas ayat (2:36) tersebut menunjukkan bahwa Fa Azallahuma sySyaythanu, (Maka keduanya diperdayakan setan).
Wa Lla-hu A'lamu bi shShawab.

*** Makassar, 2 Juli 1955
-----------------------------------
(#)
Memang Hawa dijadikan dari tulang rusuk Adam adalah dari Israiliyat, ini buktinya:
KJVR-Gen 2:
21 And the LORD God caused a deep sleep to fall upon Adam, and he slept: and he took one of his ribs, and closed up the flesh instead thereof; (Lalu TUHAN membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging)
22 And the rib, which the LORD God had taken from man, made he a woman, and brought her unto the man. (Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu)
(##)
Pada umumnya min berarti dari, namun "fainnal mar.ata khuliqat min dhal’in", dalam terjemahan kata min diterjemahkan dengan bersifat dasarnya adalah Al-Quran dijadikan kamus, yakni dalam Al-Quran ada kata min yang berarti bersifat:
-- KhLQT ALANSN MN ‘AJL (s. ALANBYa, 21:37), dibaca:
-- khuliqat insa-nu min ‘ajalin, artinya:
-- Manusia telah diciptakan bersifat tergesa-gesa
Dalam ayat (21:37) tersebut, Min, bermakna bersifat