31 Desember 2006

760. Idun Nahar

Idun Nahar ('Iyd An-Nahr), artinya Hari Raya menyembelih hewan qurban, sehingga disebut pula Idul Qurban ('Iyd Al-Qurbaan), dilaksanakan pada sepenggal matahari naik (al-adhhay), maka disebut pula idul Adha ('Iyd Al-Adhhay). Ada perbedaan antara qurban dgn kurban dgn korban.

Korban, hanya terkhusus atas manusia yang ditimpa musibah, bahasa Inggrisnya, victim. Mati atau tidak mati, cedera atau tidak cedera, namun mereka yang rumahnya hancur di Palestina, Afghanistan dan Iraq kena rudal para imperialis yang bengis, yaitu Israel, Amerika dan Inggris, juga disebut korban.

Kurban, yaitu pacara khurafat ritual "accera'" (mengucurkan darah), seperti contohnya kepala kerbau, atau bahkan dalam agama primitif bisa berupa manusia juga, untuk dipersembahkan kepada hantu-hantu penguasa di tempat upacara khurafat itu, ataupun untuk persembahan kepada dewa-dewa. Persembahan itu dimaksudkan agar daging dan darahnya disantap dan diminum oleh para hantu dan dewa penguasa itu. Alhasil kata kurban berarti suguhan (offering) dan sesajen yang sakral (sacrifice), dan itu dapat saja terdiri dari manusia, binatang dan makanan.

Qurban adalah bahasa Al-Quran yang dibentuk oleh akar kata 3 huruf: Qaf-Ra-Ba [QRB], dengan wazan (pola) Fa-'Ain-Lam- Alif-Nun [F'ALAN], fu'laan, menjadi [QRBAN] qurbaan, artinya dekat. Jika ditasrifkan menjadi taqarrub berarti mendekatkan diri. Seperti telah disebutkan di atas qurban ini telah diserap ke dalam bahasa Indonesia dalam bentuk korban dan kurban. Akan tetapi kata-kata korban dan kurban dalam cita-rasa bahasa Indonesia sudah menyimpang dari makna "dekat" seperti dijelaskan di atas. Namun dalam pada itu apabila [QRB] dalam bentuk qarib, yang diserap ke dalam bahasa Indonesia dalam ungkapan sahabat karib, serta bentuk tafdhil (superlatif) yaitu aqrab dalam ungkapan pergaulan yang akrab, masih terasa maknanya yang asli. Kedua kata karib dan akrab tersebut masih kental cita-rasa makna bahasa asalnya, "dekat".

***

Dalam hal permulaan puasa dan Idulfitri ada perintah spb:
-- 'An Abiy Hurayrata yaquwlu qaala nNabiyyu Sh M shuwmuw liru'yatihi wafthuruw liru'yatihi fain ghubbiya 'alaykum fakmiluw 'iddata sya'baana tsalaatsiyn, artinya:
-- Dari Abu Hurayrah (ia) berkata: Nabi SAW (telah) bersabda puasalah kamu apabila melihatnya (al Hilal) dan berbukalah apabila kamu melihatnya dan jika bulan tertutup atasmu maka sempurnakanlah bilangan Sya'ban tiga puluh (HR Bukhari).
-- FMN SyHD MNKM ALsYHR FLYSMH (s. aLBQRt, 2:185), dibaca:
-- Faman syahida minkumusy syahra falyasumhu, artnya:
-- maka siapa menyaksikan syahr (month) wajiblah ia puasa.

Jadi dalam konteks puasa dan Idul Fithri ada perintah umum kepada semua ummat Islam untuk melihat bulan sabit (HR Bukhari) atau menghitung syahr (ayat 2:185), sehingga saat mulai puasa (shuwmuw) dan Idul Fithri (wafthuruw) tergantung dari mathla', di tempat mana pada permukaan bumi ini kita berpijak, maka tidak perlu kita di Indonesia ini ataupun di mana saja harus sama dengan Makkah dalam hal waktu pelaksanaan mulai puasa ataupun Idul Fithri.

Dalam hal Idun Nahar tidak ada perintah melihat dan menghitung bulan kepada seluruh ummat Islam. Idun Nahar adalah bagian dari ibadah haji, disebut pula Lebaran Haji, sehingga penterapan metode qiyas (analogi) melihat dan menghitung hilal hanya terkhusus bagi ummat Islam di tempat pelaksanaan ibadah haji saja, yang sentralnya ialah wuquf di 'Arafah. Kantor Berita Arab Saudi SPA menyebutkan, Majelis Pengadilan tertinggi Syariah Arab Saudi telah menetapkan hari wuquf di Arafah jatuh pada hari Jumat, 29 Desember 2006, sehingga Idun Nahar 30 Desember 2006. Jadi di Indonesia dan di mana saja di permukaan bumi ini puasa sunnat 'Arafah ialah pada hari Jum'at.

Namun, di Indonesia kebanyakan menterapkan metode qiyas melihat hilal dan menghitung syahr juga dalam hal penetapan Idun Nahar. Hasilnya ialah di Indonesia 1 Dzulhijjah jatuh pada malam/hari Jum'at, sehingga Idun Nahar, 10 Dzulhijjah jatuh pada hari Ahad, 31 Desember 2006. Terjadi ganjalan di dalam qalbu --saya pakai "q", bukan "k", karena kalbu(n) berarti anjing-- kalau sehari sebelum shalat Idun Nahar melakukan puasa sunnat 'Arafah, yaitu hari Sabtu ! Sehingga dapat dimaklumi bahwa "pemerintah tidak melarang masyarakat yang hendak shalat Idul Adha pada 30 Desember 2006," itu menurut Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam, Nas(a)ruddin Umar. Yang melakukan Lebaran Haji pada hari Sabtu di antaranya: DDII, HTI dan Hidayatullah. Karena isi rumah saya puasa 'Arafah pada hari Jum'at, maka kami Lebaran Haji hari Sabtu di rumah bersama keluarga, berhubung jalan di depan rumah menganak sungai setinggi paha orang dewasa.

***

Kolom ini bertemakan, wahyu dahulu, kemudian baru akal, iman dahulu kemudian baru ilmu. Jadi tekstual dahulu baru takwil dan kontekstual.

Tekstualnya:
"Menyembelih" . Untuk menghemat tempat dituliskan artinya saja:
-- apabila telah rebah badannya (hewan sembelihan), maka makanlah sebagian darinya dan beri makanlah orang yang tidak meminta dan orang yang meminta . Tidak akan sampai kepada Allah daging-dagingnya dan tidak darah-darahnya, melainkan yang sampai kepadaNya ialah ketaqwaan kamu (22:36-37).
-- maka shalatlah bagi Maha Pemeliharamu dan sembelihlah (108:2).
-- Bersabda Nabi SAW: pertama-tama yang kita lakukan pada hari ini shalat, kemudian kita kembali, lalu menyembelih (HR Bukhari).

Takwilnya:
Allah SWT memerintahkan Isma'il diganti dengan binatang sembelihan. takwilnya menyembelih naluri kebinatangan dalam diri kita untuk taqarrub ilaLlah, mendekatkan diri kepada Allah, serta kita berkewajiban agar nilai kemanusiaan tidak diinjak-injak, yaitu kewajiban asasi manusia (KAM).

Kontekstualnya:
Karena darah dan daging hewan itu tidak sampai kepada Allah, maka orang dapat mengangkatnya ke tataran nilai berbuat baik kepada orang miskin, buat apa diberikan secara konsumtif. Dalam konteks visi produktif, lebih baik hewan Qurban itu diberikan kepada mereka itu untuk diternakkan supaya terbuka lapangan kerja. Namun pendekatan kontekstual ini bertabrakan dengan yang tekstual. Dalam hal ini akal mesti bekerja. Apabila itu dilihat dari segi pasar, maka itu sangat mempunyai nilai ekonomis. Produksi saja tanpa pasar tidak ada gunanya. Bahkan tidak kurang dalam kegiatan ekonomi harus memperluas bahkan kalau perlu menciptakan pasar. Allah SWT telah menciptakan pasar bagi peternak kelas bawah dalam bulan Dzulhijjah setiap tahun. Melalui kredit usaha tani (KUT), para peternak dapatlah berternak sapi, kambing dan biri-biri khusus "diproduksi" untuk dipasarkan sekali setahun. Dengan demikian secara kontekstual sekali-gus mempunyai nilai ekonomis, nilai sosiologis dan tidak bertabrakan dengan pendekatan tekstual. Bahkan dengan menyembelih hewan, dagingnya diberikan kepada orang miskin sekali gus terbinalah komunikasi dalam konteks psikologis, yaitu ikatan batin antara yang memberi dengan yang menerima daging yang secara langsung dapat bermakna pula sebagai nilai kesehatan, peningkatan gizi, mengkonsumsi protein. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 31 Desember 2006