25 Juni 1995

182. Pacce

Pacce adalah mitra dari siri'. Nilai kembar siri' na pacce merupakan nilai sentral dari etnik yang mediami jazirah Sulawesi Selatan. Siri' menyangkut kehormatan, harga diri (dignity). Kehormatan diri dan keluarga. Kalau ditarik ke atas dapat menjadi kehormatan bangsa dan tanah air. Ditarik ke atas lagi akan menjadi kehormatan agama. Dalam kebudayaan Jepang kita kenal pula budaya siri' ini yang disebut bushido. Orang yang dilecehkan kehormatannya dapat membunuh jika budaya siri ataupun bushido masih mendarah daging dalam diri yang bersangkutan. Cuma bedanya kalau orang disini nipakasiri' ia akan membunuh orang lain. Sedangkan bagi orang Jepang dengan budaya bushido itu akan membunuh dirinya. Aplikasinya disebut harakiri. Tekniknya mengoyak perut sendiri dengan pedang samurai.

Ada untaian kata dalam bahasa Makassar: Ta'bangka tena siri'na, napaccenaseng niya'. Jika tak dijangkau rasa siri', ia akan merasakan pacce. Ini ditujukan kepada seseorang yang bukan dari kalangan keluarga dekat. Ukurannya, hingga sepupu empat kali masih dianggap dekat. Sepupu enam kali misalnya karena merasa sudah jauh, ada kemungkinan tidak lagi dijangkau oleh siri', akan tetapi masih dijangkau oleh rasa pacce, solidaritas julu bori' (sekampung sehalaman), solidaritas sosial. Rasa pedih dalam hati sanubari karena julu bori'nya ditimpah musibah, kehormatannya dilecehkan, kematian dan musibah yang lain.

Mengentaskan kemisikinan tidak cukup dengan upaya aplikasi mekanisme perangkat kasar sivilisasi, seperti organisasi, birokrasi, ekonomi, dan Ipatek. (Sengaja ditambah a oleh karena yang dimaksud dengan singkatan Iptek adalah Science and Technology, ilmu pengetahuan alam dan teknologi). Untuk mengentaskan kemiskinan, perlu sekali perangkat kasar sivilisasi itu diisi dengan perangkat halus kebudayaan yang menjadi jiwa yang akan membangkitkan motivasi dalam upaya mengentaskan itu. Nilai budaya yang menjadi motivator itu adalah nilai pacce, rasa pedih dalam hati sanubari.

Jadi perangkat kasar memang perlu untuk mengentaskan kemiskinan, tetapi itu belum cukup. Supaya perlu dan cukup maka mengentaskan itu harus didorong oleh rasa menyantuni dari dalam hati sanubari.

Secara kecil-kecilan kita dapat ikut menyantuni orang miskin dengan menjadi konsumen orang-orang miskin yang mencari nafkah dalam sektor informal, pedagang kaki lima dan pengecer bensin di pinggir jalan misalnya. Komoditi yang dapat kita beli dari pedagang kaki lima tidak usah gengsi-gengsian untuk membelinya di toko swalayan. Takut membeli bensin di pinggir jalan jangan-jangan bensin itu dicampur minyak tanah, sehingga mesin mobil atau motornya rusak? Saya hampir tidak pernah membeli bensin di pompa bensin. Sangat sederhana untuk mengetes apakah bensin itu dicampur minyak tanah atau tidak. Tuangkan sedikit di tangan (kalau bensin dijual dalam botol), atau celupkan tangan kedalamnya (jika bensin dijual dalam kaleng besar dengan literan). Kalau lambat menguap dari tangan dan kalau dicium berbau minyak tanah, itu tandanya dicampur minyak tanah. AlhamduliLlah mobil saya sampai sekarang tidak pernah mengalami gangguan karena membeli bensin di pinggir jalan.

Kalau kita dapati pengecer yang mencampur bensinnya dengan minyak tanah jangan membentaknya, melainkan bersedekalah dengan kata-kata yang baik. Bersedekah tidak perlu selalu dengan uang atau barang. Kata-kata lembut juga merupakan sedekah. Tetapi ini hanya dapat dilakukan jika memang ada rasa pacce terhadap sesama yang kehidupannya sulit. "E sari'battang, ka'de' tena nubengkoroki minynya' tanah, ma'nassa ammaliku. Sallang puna ambani la'busu' bensinna otoku nakunumalo anrinni, assengkaja antu pole. Napunna tenamo ta'bengkoro' akkulleki anjari sambalu'. Nakupa'biritangi mange-mange pole ritaua angakana anrinni bajiki bensinna, teyako mallaki ammalli. Jari pila' jai sallang pole sambalu' bensinnu". (Hai saudaraku, coba engkau tidak mencampurnya minyak tanah, tentu saya beli. Kelak nanti jika bensin mobilku hampir habis dan waktu itu saya lalu di sini niscaya saya singgah lagi. Jika tidak tercampur lagi, kita bisa jadi langganan. Akan kusebar-luaskan kepada kenalan baikku bahwa bensin di sini murni, jangan takut membelinya. Jadi makin banyak nanti langgananmu).

Rasa solidaritas senasib sepenanggungan di kalangan sahabat Nabi sangat tinggi. Dalam pertempuran Yarmuk Hudzaifah al 'Adawiy meriwayatkan, katanya: "Di hari pertempuran Yarmuk aku pergi mencari anak pamanku dengan membawa air minum. Kutemukan dia dalam keadaan luka parah. Kataku, minumlah air ini. Karena dia tidak mampu berbicara lagi, maka ia hanya memberikan isyarat kepadaku yang artinya Ya. Dalam pada itu kedengaran seorang lain minta air pula. Maka anak pamanku yang sedang dalam sakarat itu sebelum sempat kuberi minum mengisyaratkan kepadaku untuk segera pergi mendapatkan orang yang merintih meminta air itu. Kiranya orang itu adalah Hisyam ibn 'Ash, yang sedang dalam sakarat pula. Kataku kepadanya, engkau akan kuberi minum. Kemudian dalam pada itu kedengaran pula rintihan orang lain minta minum. Hisyam memberi isyarat kepadaku untuk mendapatkan orang itu sebelum sempat memberinya minum. Sesampainya aku ketempat orang itu dia sudah berpulang ke rahmatuLlah. Maka kembalilah aku menemui Hisyam, dan ketika itu Hisyampun telah berpulang ke rahmatuLlah juga. Akhirnya aku kembali kepada anak pamanku aku dapatkan dia telah berpulang ke rahmatuLlah pula.

Menyantuni orang miskin karena pacce dapat ditingkatkan nilainya, yaitu ikhlas karena Allah.

Wa Yuth'imuwna thTha'a-ma 'alay Hubbihi Miskiynan wa Yatiyman wa Asiyran. Innama- Nuth'imukum liWajdi Lla-hi (S.AdDahr,8,9). Dan mereka memberikan makanan atas yang dikasihinya orang-orang miskin, anak yatim dan orang tawanan. (Mereka berkata) sesungguhnya kami memberi makan kepadamu karena Allah (76:8,9).
Wa Llahu A'lamu bi shShawab.

*** Makassar, 25 Juni 1995