18 Januari 1998

307. Doktrin Freud

Sigmund Freud (1856 - 1939) mengumpamakan alam pikiran manusia ibarat gunung es. Sebagian besar tenggelam dalam air, tersembunyi dalam alam bawah sadar. Di bawah permukaan air itu tersembunyilah motif, perasaan dan keinginan-keinginan, yang tidak hanya tersembunyi bagi orang lain, melainkan menjadi rahasia pula bagi dirinya sendiri. Menurut doktrin Freud alam bawah sadar itu adalah sumber dari nereuse.

Freud mengklasifikasikan aktivitas mental dalam tiga level: Id, Ego dan Super-Ego. Id dan Super-Ego terletak dalam alam bawah sadar. Yang terpenting ialah Id, bagian yang gelap dari personalitas. Id dapat diungkapkan dengan cara mengkaji mimpi (interpretation of dreams) dan nereutic symptom. Id adalah pusat dari naluri dan iradah (impuls) yang bersifat primitif dan kebinatangan. Id itu buta dan serampangan (ruthless), hanya menginginkan kesenangan hura-hura, dan asyik ma'syuk (pleasure), tanpa mengindahkan konsekwensinya. Id tidak mengenal nilai, tidak mengenal baik dan buruk, tidak mengenal moralitas. Semua impuls dari Id menurut doktrin Freud diisi oleh tenaga psikis (psychic energy) yang disebutnya libido, berkarakteristik seksual. Teori libido ini disebut dengan "hakikat (essence) dari doktrin pasikoanalisis". Semua kehandalan kultural manusia, seperti seni, hukum, agama dll. dipandang sebagai perkembangan libido. Pada bayi aktivitas libido itu berupa menetek dari puting payu dara ibu, mengisap dot dan mengisap jari. Setelah dewasa libido itu tertransfer dalam hubungan seksual, atau berupa kreasi seni, sastra, musik yang disebut dengan "displacement". Naluri seksual libido ini menurut doktrin Freud adalah sumber dari karya kreatif.

Pengaruh libido ini menurut doktrin Freud, suatu doktrin spekulatif yang sangat kontroversial dari psikoanalisis, adalah pertumbuhan perasaan seksual anak terhadap orang tuanya. Dimulai dari kesenangan bayi mengisap dari puting susu ibunya, dalam diri anak laki-laki perasaanya berkembanglah hasrat seksual terhadap ibunya, membenci ayahnya sebagai saingan, yang disebut oleh Freud dengan komplex Oedipus. Dalam mitologi Yunani tersebutlah konon seorang yang bernama Oedipus yang mengawini ibunya dan membunuh bapaknya. (Dalam sastra Sunda klasik tersebut Sangkuriang membunuh ayahnya, yaitu si Tumang seekor anjing dan ingin mengawini Dayang Sumbi, yaitu ibunya. Andaikata Freud itu urang Sunda, maka wishful thinking Freud tersebut tentang hasrat seksual anak laki-laki terhadap ibunya, tentu akan disebutnya komplex Sangkuriang).

Berlainan dengan Id yang didominasi oleh libido itu, Ego menyadari alam sekelilingnya. Id yang tidak mengindahkan konsekwensi, serampangan, tidak dibiarkan oleh Ego, oleh karena Id yang tidak mengenal aturan itu akan memenimbulkan konflik dengan realitas, utamanya aturan-aturan dari masyarakat. Menurut Freud, Ego itu berupa mediator antara klaim yang serampangan dari Id dengan realitas yang ada di dunia luar dari individu.

Adapun Super-Ego yang berada dalam alam bawah sadar seperti Id, senantiasa dalam konflik dengan Id. Terjadinya konflik antara Id dengan Super-Ego dalam alam bawah sadar itu menurut Freud itulah penyebab timbulnya penyakit kejiwaan yang disebutnya dengan neurose, yang dapat mengakibatkan keadaan yang fatal dari personalitas. Seorang pengikut Freud, A.A.Brill, orang Amerika, menulis bahwa Super-Ego itu adalah evolusi mental yang tertinggi dari manusia.

Istilah doktrin dipakai dan bukan istilah teori, oleh karena para pengecer (meminjam ungkapan Anwar Arifin) psikoanalisis Freud itu tidak memandangnya lagi sebagai suatu teori, melainkan sudah diyakini sungguh-sungguh kebenarannya. Padahal psikoanalisis Freud belum pernah dibuktikan secara ilmiyah. Dari hasil observasi pasiennya di Vienna, Freud membuat rampatan (generalisasi), bahwa semua manusia mesti demikian itu. Freud tentu saja tidak dapat dipersalahkan betul dalam membuat rampatan itu, oleh karena alat ilmiyah untuk rampatan itu belum didapatkan pada waktu itu, yakni ilmu statistik. Walaupun pembacaan buku-buku psikologi saya sangat terbatas ketimbang para pakar psikologi, namun saya berani mengatakan bahwa belumlah pernah diadakan penelitian apakah memang teori Freud itu berlaku secara umum untuk semua manusia.

Apakah libido yang merambat pada komplex Oedipus itu berlaku umum untuk seluruh manusia? Apakah anak perempuan juga punya dorongan libido sehingga senang mengisap puting susu ibunya dan karena itu logikanya ia terlahir sebagai lesbian? Apakah anak perempuan berkomplex Xena (bukan Oedipus karena Oedipus laki-laki), benci kepada ibunya dan ingin mengawini bapaknya? Apakah ini tidak kontradiktif dengan pembawaan lesbian? Apakah semua kehandalan kultural manusia, seperti seni, hukum, agama dll. dipandang sebagai perkembangan libido? Apakah semua mimpi itu adalah pencapaian (fulfillment) tersembunyi dari hasrat yang tertekan? Apakah semua mimpi itu merupakan drama dalam alam bawah sadar? Apakah semua mimpi itu adalah buah (product) konflik? Walaupun sekarang sudah dikenal ilmu statistik, namun sangatlah sulit untuk mengujicoba bahwa doktrin Freud itu berlaku umum untuk semua manusia. Kesulitan itu pada hakekatnya adalah suatu keniscayaan.

Allah SWT adalah Sumber dari segala sumber, Allah adalah Sumber ilmu, Sumber informasi. Allah menurunkan ayat sebagai sumber informasi. Al Quran tidak membedakan pengertian ayat, baik yang dimaksud dengan isi Al Quran, maupun yang dimaksud dengan alam. Dalam kedua ayat di bawah ini jelas Al Quran tidak membedakannya.

Wa la- Tasytaruw biAyatiy Tsamanan Qaliylan(S. Al Baqarah, 2:41), dan janganlah engkau menjual ayat-ayatKu dengan harga murah. Wa Yunazzilu mina sSama-i Ma-an fa Yuhyiy bihi- lArdha ba'da Mawtiha- inna fiy dza-lika laA-ya-tin li Qawmin Ya'qiluwna (S. Ar Ruwm, 30:24), dan diturunkanNya hujan dari langit, dan dengan itu dihidupkanNya bumi sesudah matinya, sesungguhnya dalam hal ini adalah ayat-ayat bagi kaum yang mempergunakan akalnya.

Jadi baik isi Al Quran maupun alam semesta adalah sumber informasi, suatu fakta yang tak boleh diragukan. Dalam bahasa Indonesia dan juga bahasa lain selayaknya bahasa Al Quran ayat ini tetap dipakai, tidak usah diterjemahkan. Maka orang akan memfokuskan minatnya menghilangkan polarisasi antara imaniyah dengan ilmiyah. Lalu melebur keduanya menjadi satu sistem, yaitu Pendekatan Imaniyah-Ilmiyah seperti berikut:

  • berlandaskan tawhid,
  • pengamatan,
  • penafsiran,
  • bersikap ragu terhadap pemikiran manusia,
  • ujicoba.
Dalam Seri berikutnya, insya Allah, Al Quran dan Al Hadits dipakai secara proaktif untuk mengujicoba doktrin Freud. WaLlahu A'lamu bi shShawab.

*** Makassar, 18 Januari 1998