2 Juli 2000

430. Resep Menghapus Kolusi

Abu Nuwas, nama aslinya Al Hasan ibn Hani (756 - 810), seorang penyair berasal dari Khuzistan, hidup di Basra dan Baghdad, sahabat Khalifah Harun Al Rasyid (764 - 809). Di Indonesia, yang riwayat hidupnya bercampur cerita-cerita dongeng, ia dikenal dengan nama Abu Nawas. Sebenarnya ia berasal dari masyarakat bawah, tetapi dalam cerita-cerita di Indonesia disebutkan sebagai anak dari Qadi Yamani (QY). Dalam cerita dikatakan tatkala QY akan menghembuskan nafasnya yang terakhir, masih sempat berpesan kepada Abu Nawas, bahwa apabila ia telah meninggal ciumlah telinganya. Jika baunya harum, bolehlah Abu Nawas menjadi qadi (hakim agung), namun jika baunya busuk, janganlah ia meniru jejak ayahnya menjadi qadi. Tatkala QY telah meninggal, ternyata telinga kanannya berbau harum, namun telinga kirinya busuk baunya, padahal QY terkenal dengan keadilannya, terutama dalam hal memutuskan perkara tentang kolusi. Di bawah ini dituturkan dua kasus perkara kolusi yang diputuskan dengan adil dan benar oleh QY.

Pada hari Senin, sebuah kereta dikendalikan dengan cepat dan liar oleh sais (kusir) menuju ke gedung pengadilan. Kereta kuda itu bermuatan dua orang, seorang berpakaian saudagar dan seorang berpakaian biasa saja serta barang dagangan berupa kain-kain yang mahal harganya. Setelah melompat turun sais itu dengan tergopoh-gopoh menemui QY di ruang kerjanya. Ia mengadukan halnya, bahwa sebenarnya ia seorang saudagar, tetapi di tengah jalan sais yang berkolusi dengan seorang penumpang yang baru naik memaksanya bertukar pakaian, sehingga menjadilah ia berpakaian sais dan sais itu berpakaian saudagar. Dengan segera saudagar dan pembantunya itu dimintai keterangan. Keduanya menyangkal tuduhan itu dan mengatakannya fitnah. QY memerintahkan kepada petugas untuk menahan ketiga orang itu beserta kereta kuda dan barang dagangan di atasnya selama tiga hari. Pada hari Kamis ketiga orang itu dibawa lagi menghadap. Ketiganya disuruh duduk di atas bangku di luar ruang kerja. Dengan tiba-tiba terdengar suara berwibawa dan sedikit membentak QY berseru memanggil: "Sais!". Orang yang berpakaian saudagar itu tersentak berdiri. Maka QY memutuskan laporan orang berpakaian sais itu benar dengan dua bukti: Pertama karena sais itu biasa dipanggil dengan profesinya, maka tatkala dikejutkan tampaklah aslinya, ia lupa bahwa pada waktu itu ia berpakaian saudagar dan mengaku sebagai saudagar. Bukti kedua, kuda penarik kereta itu tiga hari lamanya tidak diberi makan, dan ditambatkan di tempat antara ruang tahanan dengan ruang kerja QY. Setelah tiga hari tatkala yang berpakaian sais itu dibawa menghadap oleh petugas melalui tempat kuda itu ditambatkan, kuda yang kelaparan itu tidak bereaksi apa-apa, namun kuda itu menarik-narik tali penambatnya, pada waktu yang berpakaian saudagar itu datang mendekat dibawa oleh petugas. Sais yang asli dijatuhi sanksi potong tangan kanan, sedangkan teman kolusinya tangan kiri. Eksekusi dijalankan setelah shalat Jum'at keesokan harinya.

Seorang tua dari desa yang jauh datang menghadap QY bahwa isterinya dengan membawa perhiasan emas, intan, permata dibawa lari seorang pemuda ke desa lain. Dengan segera QY menugaskan petugasnya pergi ke desa yang disebutkan orang tua itu untuk membawa menghadap pasangan tertuduh itu. Rupanya yang diakui isteri oleh orang tua itu masih muda dan cantik. Pada hari Kamis perkara itu disidangkan. "Perempuan ini disayembarakan. Pemenangnya akan dinyatakan suaminya yang sah," demikian kata QY begitu sidang pengadilan dibuka olehnya. Sayembara itu berupa memikul beduk yang besar berkeliling lapangan, siapa yang lebih cepat waktunya ialah yang dinyatakan pemenangnya. Yang mula-mula memikul beduk si pemuda. Ia berhasil berkeliling lapangan dalam waktu 15 menit. Tatkala giliran orang tua itu memikul beduk yang besar itu baru separuh perjalanan ia sudah jatuh kepayahan. Tiba-tiba dari dalam beduk itu keluar seorang katek. Ia berlari-lari menghadap QY untuk melaporkan apa yang telah didengarnya dari kedua orang yang bersayembara itu. Si pemuda berkata: "Wah, berat juga rupanya bedug ini, tetapi tidak apa, asal saya dapatkan bini orang tua itu. Si tua itu tidak akan mampu berjalan secepat saya ini". Si tua berkata: "Masya-Allah, beratnya bedug ini. Saya kira tadinya QY itu adil. Lunturlah sudah kepercayaan saya kepadanya, karena cara bersayembara ini sunguh-sungguh tidak adil, orang tua diadu dengan anak muda memikul barang berat. Ya Allah, saya sudah tidak mampu lagi." Pasangan yang berkolusi berselingkuh dan mencuri ini dijatuhi sanksi potong tangan, dan dirajam sampai mati. Eksekusi potong tangan dilaksanakan keesokan harinya setelah shalat Jum'at, sedangkan eksekusi rajam dilaksanakan setelah tangan keduanya sembuh, juga pada hari Jum’at setelah shalat.

***

Dewasa ini di Indonesia kolusi itu mengalami kemajuan, tidak seperti pada zamannya QY yang tidak melibatkan pejabat. Mafia peradilan yang dibangun di atas landasan kolusi, sangat sulit diberantas. Sudah hal yang biasa karena kolusi seorang tersangka dalam hal pidana umum, tidak sampai diserahkan ke kejaksaan karena dihadang oleh Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), begitu pula dalam hal pidana khusus, si tersangka tidak lanjut ke pengadilan karena dipalang oleh SP3. Dikatakan di atas sudah biasa, oleh karena jika terbitnya SP3 itu murni tanpa kolusi antara tersangka melalui kuasa hukumnya dengan pejabat sistem peradilan, maka itu adalah hal yang luar biasa. Demikian pula putusan hakim dalam sidang pengadilan tanpa kolusi, maka itu juga termasuk luar biasa. Dalam perkara perdata demikian pula, siapa di antara penggugat dengan tergugat yang lebih memilik Dg Gassing dan Dg Kulle (bhs Makassar, gassing = kuat, kulle = mampu, maksudnya kekuatan dan kemampuan uang), maka ialah yang dimenangkan. Juga dalam perkara perdata ini, jika ada keputusan hakim tanpa sodoran Dg Kulle dan Dg Gassing, maka itu luar biasa.

Lalu apa resepnya supaya penasihat hukum dan para pejabat sistem bersih dari kolusi? Bagi yang beragama Islam, inilah resepnya: bacalah Surah Yasin setiap malam Jum'at, dan simak maknanya, terutama ayat ini: ALYWM NKHTM 'ALY AFWAHHM WTKLMNA AYDYHM WTSYHD ARJLHM BMA KANWA YKSBWN (S.YS, 65), dibaca: alyawma nakhtimu- 'ala- afwa-hihim watukallimuna- aydihim, watasyhadu arjuluhum bima- ka-nu- yaksibu-n (s. ya-sin), artinya: Pada hari (pengadilan di akhirat) Kami tutup mulut mereka, dan tangan mereka yang berbicara kepada Kami, serta bersaksi kaki mereka tentang apa-apa yang mereka telah perbuat (di dunia) (36:65). WaLla-hu a'lamu bishshawa-b.

*** Makassar, 2 Juli 2000