"Pembakaran buku Franz hanya satu simbol. Seluruh buku komunis harus dimusnahkan, sebab meracuni generasi muda," ujar HM Suaib D, Ketua Umum Gerakan Pemuda Islam (GPI) kepada pers. GPI adalah salah satu di antara 33 ormas pendukung Aliansi Anti Komunis (AAK). Yang dimaksud dengan buku Franz adalah buku berjudul Pemikiran Karl Marx oleh Franz Magnis Suseno. Ratna Srumpaet yang mewakili Aliansi untuk Kemerdekaan Berpikir dan Bersuara (AKBB) menyahut: "Iqra, bacalah, bukan bakarlah!" Hai, Ratna, jangan memotong ayat. Lengkapnya Firman Allah (demi keotentikan transliterasi huruf demi huruf):
-- AQRA^ BASM RBK ALDZY KHLQ (S. AL 'ALQ, 1), dibaca: Iqra' bismi rabbikal ladzi- khalaq (s. al 'alaq), artinya: Bacalah atas nama Maha Pemeliharamu Yang mencipta (96:1).
Apakah masuk dalam logika sehat, para remaja dan mahasiswa Muslim disuruh atas nama Allah Yang Maha Pemelihara Maha Pencipta untuk membaca buku-buku beraliran kiri yang berlandaskan paradigma atheisme historische materialisme, hai Sarumpaet? Sekali lagi kami ingatkan, jangan mengelabui para remaja dan mahasiswa Muslim dengan menjual ayat secara memotong ayat, hai Sarumpaet!
AAK berjanji akan menyisir dan membakar buku-buku kiri pada Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2001. Penyisiran dan pembakaran itu tidak jadi dilaksanakan, bukan karena Pemerintah melarang sweeping buku kiri. "Gertakan yang serius" dari AAK berhasil menciutkan nyali pemilik toko buku yang berorientasi pada pertimbangan ekonomis. Para pemilik toko buku tidak berani mengambil risiko, sehingga mengembalikan buku-buku kiri kepada penerbitnya sebelum 20 Mei.
***
Bertebarnya buku-buku marxisme pada hakekatnya tidak terpisahkan dari gerilya politik yang dilancarkan oleh komunis gaya-baru. Buku-buku aliran kiri itu sangat bermanfaat bagi gerakan komunis gaya baru tersebut dalam upaya menjaring para remaja dan mahasiswa Muslim untuk dibina melalui diskusi sehingga para remaja dan mahasiswa Muslim itu tanpa sadar menjadi pion-pion orang-orang komunis, karena mereka telah diberi suntikan "narkoba" marxisme sehingga terbius. Beberapa mahasiswa saya di Universitas Muslim Indonesia menjadi simpatisan Partai Rakyat Demokratik (PRD) dari bacaan-bacaan yang dibacanya dan dari diskusi-diskusi yang diikutinya. Mereka menyangka seorang marxist dapat saja menjadi Muslim yang baik. Bahkan Drs H. Abdurrahman, seorang dosen senior IAIN, mengakatakan dalam sebuah forum mubahatsah, bahwa tidak kurang dari mahasiswa-mahasiswanya adalah simpatisan PRD yang menyangka bahwa marxisme itu sangat Islami. Di Jakarta onderbouw dari PRD yaitu Forum Kota (Forkot) dan Front Aksi Mahasiswa dan Rakyat Untuk Demokrasi (Famred), berbasis massa di IAIN.
Cerita lama berulang kembali. Riwayatmu dulu (meminjam ungkapan Gesang dalam Bengawan Solo), Alimin, yang orang tuanya Muslim yang baik, sejak umur 16 tahun "dicuri" dari orang tuanya dikirim ke Rusia ditempa menjadi kader komunis. Pulang ke Indonesia menjadi benggolan komunis yang menyusup ke dalam Syarikat Islamnya Allahu yarham HOS Tjokroaminoto. Riwayatmu ini (juga meminjam dari Gesang), Budiman Sudjatmiko, yang orang tuanya Muslim taat di Bogor menjadi Ketua PRD dan Faisal Reza, yang kemanakan Tosari Wijaya, menjadi Sekjen PRD, merupakan reklame yang baik sekali untuk memikat para remaja dan mahasiswa Muslim dengan slogan palsu: "Seorang marxist dapat saja menjadi Muslim yang baik, dan marxisme itu sangat Islami."
Agar para remaja, mahasiswa dan buruh Muslim dapat menjaga diri tidak kena suntik narkoba marxisme oleh gerilya politik komunis gaya-baru, maka di samping PRD, Famred dan Forkot yang telah disebutkan di atas, perlu mengetahui pula ormas-ormas yang sejenisnya: Liga Mahasiswa Untuk Demokrasi (LMUD), Komite Buruh Aksi untuk Reformasi (Kobar), Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI), dan Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI). Agitasi yang dilancarkan mereka berselubung ataupun bertopengkan memperjuangkan demokrasi, HAM dan membela kaum buruh.
***
UUD 1945 mengamanatkan kepada Pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka berkatalah Tri Agus, koordinator AKBB: "Bagaimana bangsa ini mau cerdas kalau bukunya dibakar". Bangsa ini akan tetap dapat dibuat cerdas tanpa peredaran buku-buku kiri, hai Agus. Bahkan tunas bangsa harus dilindungi dari racun atheisme yang ditebarkan oleh buku-buku kiri. UUD mengamanatkan kepada Pemerintah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia. Terhadap racun atheisme Tap MPRS No.XXV/MPRS/1966, yang dikukuhkan oleh Tap MPR No.V/MPR/1973, mengamanatkan kepada Pemerintah untuk melarang penyebaran ajaran komunisme, leninisme dan marxisme. Lagi pula UU No.27 thn 1999 menegaskan pelanggaran terhadap larangan itu adalah tindak pidana. WaLlahu A'lamu bi Al Shawa-b.
*** Makassar, 27 Mei 2001