23 Desember 2001

504. Serempak Shalat 'IydulFithri dan Penegakan Syari'at Islam

Pada 6 Desember 2001 saya menjaring di internet pernyataan kebingungan dari seorang bangsa Indonesia bernama Akhmad Haeruddin yang bermukim di Thailand. Apa katanya? "Saya sekarang berada di Thailand dan mulai berpuasa pada Hari Jum'at tgl. 16 Nov. 2001, menurut keputusan Ummat Islam, yang pada saat itu di Thailand ada Ummat Islam yang melihat anak bulan walaupun dari Indonesia belum tampak karena letak geografis yang berbeda. Kemudian menjelang Hari Raya ini saya akan pulang ke Indonesia, yang menurut beberapa artikel yang saya baca kemungkinan besar hari raya akan jatuh pada tanggal 17 Dec.2001. Itu berarti saya akan berpuasa selama 31 hari."
Setelah membaca keluhannya itu saya menghitung, dan hasilnya saya posting pada hari itu juga. Saya katakan: "Jadi insya-Allah al hilal ada di atas ufuk setelah matahari terbenam pada sabtu malam (malam Ahad), sekitar 7 derajat. Pada lazimnya bulan dapat diru'yah minimal 4 derajat. Jadi insya-Allah disekitar Makassar al hilal dapat diru'yah karena telah lebih tinggi dari 4 derajat. Makin ke barat al hilal makin tinggi, artinya makin ke barat al hilal lebih tinggi beberapa detik busur dari 7 derajat. Artinya insya-Allah al hilal akan diru'yah di Jawa dan Sumatera. Artinya kita shalat 'Iyd alFithr pada hari Ahad 16 Desember 2001"

Saya teruskan (forward) posting tersebut kepada Syaikhan & Nita untuk minta tolong disampaikan kepada Penanggung-jawab Lembaran Khusus Fajar Ramadhan. Dan saya menerima posting jawaban bahwa posting saya itu telah diberikannya kepada penanggung-jawab Fajar Ramadhan pada 6 Desember itu juga. Namun karena berbilang hari tidak dimuat juga, maka sempat juga Drs.Nur Syamsu Sultan M.Sc, Manager Pemasaran dan Program TVRI Divisi VI Sulawesi - Maluku - Irian, melalui telepon saya menangkap "kekuatirannya". Pasalnya, saya mendapat amanah untuk membaca khuthbah di masjid TVRI, sedangkan beliau itu mengetahui saya bagaimanapun juga akan shalat 'Iyd pada hari Ahad 16 Desember 2001. Pada hal TVRI akan menunggu keterangan resmi dari pusat pada malam Ahad, lalu bagaimana jadinya jika pengumuman itu memutuskan shalat 'Iyd pada hari Senin 2001, sebagaimana dikhawatirkan oleh teman kita Akhmad Haeruddin di Thailand itu. Keduanya walaupun sama-sama khawatir tentang perkara lebaran hari Senin, namun ada perbedaanya. Pak Syamsu khawatir siapa yang akan jadi khatib nanti, sedangkan bagi teman kita dari Thailand itu khawatir akan berpuasa 31 hari.

Dalam telepon itu saya katakan kepada beliau, tidak usah khawatir, insya-Allah, baik ahlu hisab maupun ahlu ru'yah akan shalat 'Iyd bersamaan pada hari Ahad 16 Desember 2001. Pada naskah khuthbah saya itu, saya lampirkan seluk-beluk perhitungan (hisab) yang saya telah kalkulasikan, untuk menenteramkan hati Pak Syamsu. Berikut ini saya petik sebagian khuthbah saya yang mengemukakan Penegakan Syari'at Islam.

***
Firman Allah SWT: WLTKN MNKM AMT YD'AWN ALY ALKHYR WYAaMRWN BALM'ARWF WYNHWN 'AN ALMNKR WAWLaK HM ALMFLHWN (S. AL 'AMRAN, 104), dibaca: waltakum mingkum ummatuy yad'u-na ilal khayri waya'muru-na bil ma'ru-fi wa yanhawna 'anil mungkari wa ula-ika humul muflihu-n (s. ali 'imra-n), artinya: Haruslah ada di antara kamu kelompok yang menyampaikan pesan-pesan kebajikan, memberikan perintah berlaku arif dan mencegah kemungkaran, dan mereka itu orang-orang yang mendapat kemenangan. (S. Ali 'Imra-n, 104). Kalimah waltakun dalam ayat itu terdapat Lam Al Amr, yaitu huruf Lam yang menyatakan perintah, sehingga apa yang dinyatakan ayat itu wajib hukumnya tentang adanya kelompok berupa organisasi ataupun partai politik dalam kalangan ummat Islam. Sehingga mendirikan organisasi da'wah untuk menyampaikan pesan-pesan kebajikan dan organisasi berupa partai politik untuk memberikan perintah berlaku arif dan mencegah kemungkaran merupakan fardhu kifayah. Organisasi da'wah menempuh komunikasi berjenjang naik (bottom up) dan partai politik meneruskan kekuatan bertangga turun (top down).

Untuk itu ummat Islam supaya dapat melakukan amar ma'ruf nahi mungkar, haruslah membumikan Nilai Wahyu di atas bumi Indonesia. Yaitu mentransfer Nilai Wahyu sebagai rahmatan lil'a-lami-n menjadi konsep dasar dalam menyusun sistem politik, ekonomi, dan pemerintahan. Itulah yang kita kenal selama ini dengan menegakkan Syari'at Islam. Jadi hudud seperti Qishash, potong tangan dll walaupun itu sangat penting, namun hanya bagian kecil (sub-sub-sistem) dari Syari'at Islam. Dengan tegaknya Syari'at Islam dapatlah dibumikan Nilai Wahyu sebagai rahmatan lil'a-lami-n menjadi peraturan perundang-undangan dalam Negara Republik Indonesia. Dengan tegaknya Syari'at Islam, dengan dibumikannya Nilai Wahyu yang berwujud hukum positif dalam negara Republik Indonesia, maka birokrat serta pranata hukum seperti polisi, jaksa dan hakim, dapatlah dibersihkan dari unsur-unsur maksiyat. Sudah menjadi rahasia umum ada sebagian dari birokrat, katakanlah seperti bupati anggota dewan terlibat narkotika. Dengan bersihnya birokrat dan pranata hukum, maka Amar ma'ruf Nahi mungkar muluslah dilakukan oleh pranata hukum: polisi, jaksa, dan hakim serta birokrat berdasar atas peraturan perundang-undangan hasil pembumian Nilai Wahyu dalam negara Republik Indonesia. Itulah hakekat Penegakan Syari'at Islam di bumi Indonesia yang kita cintai ini untuk merealisasikan Islam sebagai rahmatan lil'a-lami-n. WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 23 Desember 2001