26 Maret 2006

720. Bali, Sekali Lagi Bali

Firman Allah:
-- YAYHA ALDZYN AMNWA AN JA^KM FASQ BNBA FTBYNWA AN TSHYBWA QWMA BJHALT FTSHBHWA 'ALY MA F'ALTM NADMYN (S. ALHJRAT, 49:6), dibaca:
-- ya-ayyuhal ladzi-na a-manu- in ja-kum fa-siqum binabain fatabayyanu- an tushi-bu qawman bijaha-latin fatushbihu- 'ala- ma- fa'altum na-dimi-n (s. al hujura-t), artinya: Hai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang-orang fasiq dengan annaba' (berita, pernyataan), maka lakukanlah tabayyun (klarifikasi), jangan sampai kamu tanpa pengetahuan menimpakan musibah kepada suatu kaum, lalu kamu menyesal atas perbuatanmu.

Diriwayatkan, Al Walid bin 'Uqbah bin Abu Mu'ith mendapat amanah, yaitu diutus oleh RasuluLlah SAW untuk mengambil zakat dari Bani Musthaliq. Tatkala tim Al Walid hampir tiba di pemukiman Bani Musthaliq, maka sayup-sayup dari jauh tim Al Walid menyaksikan "pengerahan massa" di pemukiman Bani Musthaliq tersebut. Tampaklah pula dengan tergopoh-gopoh seseorang (kemudian ternyata orang itu fasiq) menemui tim Al Walid, kemudian menyampaikan annaba', bahwa Bani Musthaliq telah murtad, mereka tidak mau membayar zakat, bahkan mereka telah berhimpun berdemonstrasi untuk "menyambut" kedatangan tim Al Walid. Serta-merta Al Walid memerintahkan kepada timnya untuk pulang kembali ke Madinah, tanpa mengutus salah seorang anggota tim ke pemukiman Bani Musthaliq tersebut untuk melakukan tabayyun. Tiba di Madinah dengan segera Al Walid melapor kepada RasululLah SAW annaba' yang diterimanya dari orang fasiq itu, bahwa Bani Musthaliq telah murtad, mereka tidak mau membayar zakat. Maka turunlah ayat (49:6) seperti yang telah dikutip di atas itu.

Maka Nabi Muhammad SAW segera menugaskan Khalid ibn Walid membawa pasukan kecil kepemukiman Bani Musthaliq itu dengan perintah: "Jangan terburu-buru mengambil tindakan represif, kedatangan pasukan harus secara diam-diam sehingga tidak menghebohkan, lakukan penyelidikan saksama." Khalid mengatur laju pasukannya untuk dapat tiba di pemukiman Bani Musthaliq di malam hari, dan segera mengirim masuk pengintai secara diam-diam. Hasil pengintaian dilaporkan kepada Khalid, azan subuh berkumandang, penduduk shalat berjama'ah subuh di masjid. Bani Musthaliq tidaklah murtad. Annaba' yang diterima oleh tim pengumpul zakat Al Walid berasal dari orang fasiq. Sementara itu tiba pula di Madinah tim utusan dari Bani Musthaliq, yang rupanya berselisih jalan sehingga tidak bertemu dengan pasukan kecil Khalid di tengah perjalanan. Utusan itu menyatakan sikap bernuansa protes: "Ya RasulaLlah, kedatangan kami ke mari untuk bertanya mengapa utusan RasuluLlah tidak sampai kepada kami untuk memungut zakat, mengapa mereka kembali sebelum sampai kepada kami, padahal kami dengan gembira telah bersiap-siap menyambut tim itu beramai-ramai."

***

Ini ada annaba' di situs kompas

Gde Aryantha Soethama (GAS) antara lain menulis: Di Bali, cabul itu biasa, tak ada hukum yang mengatur. Ada pula istilah jalema jaruh, manusia tunasusila. Orang-orang jaruh tidak dihukum di dunia, tetapi mereka akan menerima kesengsaraan itu di akhirat.

Kepada siapa annaba' dari GAS itu mesti dilakukan klarifikasi? Kepada kelompok minoritas bising (noisy minority) para artis dan LSM serta penganut genderisme yang keliwat batas itu?, yang menolak RUU APP itu? Tentu tidak ! Klarifikasi itu harus dilakukan kepada Peraturan Daerah.

Annaba' dari GAS Itu tidak benar. Ada hukum yang mengatur di dunia di Bali atas orang-orang jaruh, jadi bukan hanya di akhirat saja ada itu sanksi hukuman. Mana buktinya yang ditulis GAS itu tidak benar? Ini dia: Ada PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN PELACURAN yang mengatur dengan sanksi hukum bagi yang melanggar. GAS bikin kebohongan publik secara terang-benderang, karena tidak mungkin GAS yang orang Bali itu tidak tahu adanya Perda ttg Pemberantasan Pelacuran di Kabupaten Badung yang ibu Kotanya Den Pasar itu.

Dalam BAB II Pasal 2 termaktub:
Setiap orang dilarang melakukan Perbuatan Tuna Susila dan atau Pelacuran Dalam Daerah Kabupaten Badung. Selanjutnya pada Pasal 3, ayat (1) termaktub:
Setiap orang atau Badan Hukum dilarang:

  • Menyediakan tempat Kegiatan Perbuatan Tuna Susila dan atau Pelacuran;
  • Menjadi Tuna Susila dan atau Pelacuran Dalam Daerah;
  • Mendatangkan Tuna Susila dan atau Pelacuran Dari Luar Daerah;
  • Melindungi atau Menjadi Pelindung Perbuatan Tuna Susila dan atau Pelacuran di Daerah;
Selanjutnya pada Pasal 4 termaktub:
Desa dapat berpartisipasi aktif dalam upaya pemberantasan pelacuran

Dalam BAB V tentang ketentuan pidana, Pasal 7, ayat (1) termaktub:
Setiap orang yang melanggar ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Daerah ini diancam Pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp.5.000.000,- (Lima Juta Rupiah).

Jadi di dunia ini di Bali ada sanksi hukuman. Terbuktilah kebohongan publik GAS yang mempublikasikan bahwa orang-orang jaruh, manusia tunasusila, tidak dihukum di dunia.

Perda ini yang terdiri dari 7 BAB dan 11 Pasal disahkan di Denpasar pada Tanggal 20 September 2001. Ditanda tangani oleh Bupati Badung A.A. Ngurah Oka Ratmadi. Diundangkan di Denpasar pada Tanggal 25 September 2001

***

Dengan cara tabayyun yang diprintahkan oleh Al-Quran dengan mencontoh Sunnah RasuluLlah SAW, ternyata terungkap ke publik, bahwa Bali tidaklah seperti yang digambarkan oleh noisy minority yang menolak RUU APP, yang melakukan kebohongan publik, menutupi keadaan sebenarnya dari masyarakat Bali yang sesungguhnya anti pornografi-pornoaksi. Bahkan Kabupaten Badung telah mendahului Kabupaten Tangerang yang belakangan membuat Perda Anti Pelacuran. Bahkan, sekali lagi bahkan, mendahului kita punya Kotamadya Makassar ini, yang baru dalam tahap desakan oleh KPPSI supaya dibuat Perda tentang memberantas pelacuran. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 26 Maret 2006