21 Juni 1992

034. Stadion Mattoangin Menurut Pola Kriteria: Dan, Atau, serta Optimum. - Sebuah Sumbangan Pemikiran untuk DPRD

Rujak rasanya asam-asam manis, karena diberi asam atau cuka dan gula. Keinginan kita mengikuti selera terpenuhi dalam makan rujak dengan kriteria asam dan manis. Dalam hal perujakan kriteria asam dengan manis dapat sejalan, artinya tidak bertentangan, artinya kata penghubung di sini adalah kata dan. Namun keinginan kita dalam hidup di dunia ini tidak selamanya kriteria yang diinginkan itu senantiasa sejalan, artinya tidak selalu kita menjumpai asam-asam manis seperti dalam makan rujak.

Ambillah contoh misalnya naik mobil. Tentu keinginan kita adalah hemat bahan bakar dan cepat sampai. Nah, di sini ada dua kriteria yang tidak sama dengan kriteria asam dengan manis dalam hal perujakan. Ada baiknya saya kemukakan di sini secuil dari hal tahapan proses pengambilan keputusan.

Kriteria asam-manis pada rujak tidak memerlukan model. Akan tetapi kriteria hemat bahan bakar dengan kecepatan perlu model. Model itu berupa kurva (ini istilah canggih, maksudnya garis lengkung) yang menggambarkan hubungan antara efisiensi motor dengan laju mobil per jam. Efisiensi menyatakan kehematan. Makin tinggi efisiensi makin hemat. Adapun bentuk kurva dalam model itu ibarat gunung di dalam sistem sumbu orthogonal. Sumbu mendatar berupa laju mobil per jam dan sumbu vertikal berupa efisiensi. Puncak gunung menyatakan efisiensi paling tinggi, artinya paling hemat. Puncak ini terletak di atas titik sekitar 80 km per jam pada sumbu mendatar. Di sebelah kiri puncak gunung adalah bagian lereng yang menanjak. Pada daerah lereng menanjak ini makin laju mobil, makin hemat bahan bakar. Batasnya 80 km per jam itulah. Jadi di dalam kota yang biasanya hanya diizinkan maksimal 40 km per jam, dapat berlaku kata penghubung dan, hemat dan cepat. Akan tetapi di jalan bebas hambatan para pengendara bergerak dengan laju di atas 80 km per jam, berlaku kata penghubung atau, hemat atau cepat. Mengapa? Karena menurut model, lereng gunung sebelah kanan puncak tidak menanjak melainkan menurun. Artinya makin laju mobil, makin menurun efisiensi, artinya makin laju makin tidak hemat bahan bakar.

Disamping kata hubung dan, serta atau ada pula keadaan seperti berikut. Kriteria industrialisasi global di satu pihak dengan kriteria lingkungan tidak tercemar, tidak rusak, serta sumber daya alam yang tidak terkuras secara global pada pihak yang lain. Forester dalam bukunya World Dymanics memperlihatkan model kriteria tersebut, yang berdasarkan hasil penelitian. Model itu menggambarkan kurva indusstrialisasi global menanjak secara eksponensial (ini juga istilah canggih, maksudnya sangat menanjak). Pencemaran global juga sangat menanjak, juga pemakaian sumberdaya alam sangat menanjak. Artinya menurut model itu kriteria industrialisasi global di satu pihak bertolak belakang dengan kriteria lingkungan yang tidak tercemar serta sumberdaya alam yang tidak terkuras pada pihak yang lain. Jadi di sini berlaku kata hubung atau. Akan tetapi industrialisasi merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi pertumbuhan perekonomian, jadi mesti dilaksanakan. Maka di sini diambil jalan tengah, yaitu pertumbuhan industri yang tidak usah eksponensial, sehingga pencemaran dapat terkendali. Ini disebut optimum. Setelah kriteria dengan pola dan, atau serta optimum dikemukakan ala kadarnya di atas itu, kita sekarang akan masuk ke dalam pokok masalah Stadion Matoanging dengan gagasan pembangunan pusat olah raga di Sudiang, yang representatif untuk Indonesia Bagian Timur (IBT) di masa yang akan datang. Ketiga pola kriteria itu dalam hubungannya dengan Stadion Mattoanging, adalah sebagai berikut:

  • Pola dan: di Mattoanging dan di Sudiang
  • Pola atau: di Mattoanging atau di Sudiang
  • Pola optimum: meningkatkan fisik yang lama serta membangun yang baru dengan menurunkan ruang lingkupnya dari IBT menjadi Sulawesi Selatan.
Ada dua kriteria di sini yang saling diperhadapkan: di Mattoangin serta di Sudiang. Tanpa mengemukakan model akan jelas bahwa pola kriteria di sini bukan pola dan, bukan pula pola optimum. Mengapa? Karena soal dana. Pola dan membutuhkan dana untuk membangun yang baru itu. Dananya dari mana? Demikian pula pola optimum. Membangun yang baru dengan menurunkan ruang lingkupnya dari IBT menjadi Sulawei Selatan serta meningkatkan fisik Stadion Mattoanging, inipun membutuhkan dana. Jadi kriteria dengan pola atau yang berlaku di sini. Atau mempertahankan Stadion Mattoanging, atau membangun yang baru dengan cara ruilslag (ruilen artinya menukar). Untuk memilih mana yang baik di antara kedua kriteria itu: di Mattoangin serta di Sudiang, maka dalam hal ini kita perlu mengambil jarak dengan obyek, untuk dapat melepaskan diri dari ikatan- ikatan emosional dengan obyek. Dengan demikian kita dapat menimbang dengan tenang/nuchter dan obyektif. Sebab Allah berfirman dalam Al Quran, S. Al Baqarah ayat 216: .......wa 'asa an takrahu syaian wa huwa khairu llakum, wa 'asa an tuhibbu syaian wa huwa syarru llakum......artinya: Boleh jadi kamu tidak senang atas sesuatu, ternyata baik bagimu dan boleh jadi kamu senang atas sesuatu, ternyata buruk bagimu.

Inilah sekadar sumbangan pemikiran kepada DPRD. WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar 21 Juni 1992